• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Gagasan tentang Pergaulan dalam Novel Aw al Sastra Jawa Modern

Dalam dokumen Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta (Halaman 100-103)

PERKAWI NAN, PEKERJAAN, DAN PERGAULAN DALAM NOVEL AWAL SASTRA JAWA MODERN

2.4. Perkembangan Gagasan tentang Pergaulan dalam Novel Aw al Sastra Jawa Modern

Gagasan tentang pergaulan dalam Kirti Njunjung Drajat dan Ngulandara juga menunjukkan suatu perkembangan. Para tokoh kedua novel tersebut masing-masing dapat bergaul akrab baik dalam lingkup pergaulan keluarga maupun di luar keluarga, dengan sesama priyayi maupun dengan kelompok bukan priyayi.

Tokoh Darba dalam Kirti Njunjung Drajat bisa bergaul dengan priyayi dan orang-orang Belanda dengan luwes. Sebaliknya, ia juga mau bergaul dengan para saudagar seperti pada kutipan berikut ini.

“Tiyang tetiga wau saestu rikuh badhe aruh-aruh Darba...” Darba : “Kepareng nepangaken kula Darba.”

Kanca-kancanipun sudagar : “I nggih nuwun, Panjenengan ngasta padamelan punapa?” Darba : “O, berah ndandosi pit.” (Jasawidagda, 1924:49).

Darba ngadeg ing ngajengan: nampani tamu,… Walandi ingkang dhateng mawi nyukani tabik, sarta ketawis bilih sampun tepang dangu. (Jasawidagda, 1924:55).

Tokoh Darba bisa bergaul akrab dengan priyayi dan non-priyayi. Darba tidak membeda-bedakan teman. Dalam pergaulan ia sangat memperhatikan penampilan, sopan santun, dan keramahan.

Para tokoh keluarga RA. Supartinah dalam Ngulandara bersikap menghargai pembantu. Mereka berusaha menjaga perasaan pembantunya seperti dalam kutipan berikut ini.

“Rapingun kepriye Bu, apa wis krasan?”

“Anu ki Pak wiwit teko kae let rong dina nganti seprene iki taksawang-sawang pasemonen tansah katon padhang lan gumbira.”

“Ya sukur yen ngono, nanging kowe yo kudu ngati-ngati, arahe aja nganti kogel atine.”

Ayah dan I bu RA. Supartinah tampak menghargai perasaan Rapingun, si pembantu. Mereka menjaga sikap agar Rapingun betah di rumahnya.

Pergaulan muda-mudi juga menunjukkan suatu perkembangan dalam kedua novel tersebut. Tokoh Darba telah diuraikan bahwa ia menikah dengan putri dari tuan yang dipondoki. Mereka saling kenal secara langsung. Demikian pula dalam novel Ngulandara. RA. Supartinah dapat memilih calon suaminya berdasarkan perasaan cinta, tanpa campur tangan orang tuanya. Mereka tidak lagi mempermasahkan bobot, bibit, dan bebet.

3. Simpulan

Perkawinan para tokoh muda-mudi dalam ketiga novel, yakni Serat Riyanta, Kirti

Njunjung Drajat, dan Ngulandara adalah pola perkawinan yang tidak dijodohkan oleh

orang tua. Pemilihan jodoh berdasarkan kriteria saling cinta antara muda-mudi. Orang tua tidak berperan atau tidak campur tangan dalam pemilihan jodoh. Peran perantara dalam dua novel yang disebut terakhir tidak ada sama sekali, karena muda-mudi sudah saling mengenal dan mencintai sebelum menikah.

Ketiga pokok permasalahan tersebut dari novel satu ke novel yang lain juga menunjukkan suatu perkembangan. Dalam Serat Riyanta pemilihan jodoh menuntut saling cinta dan kecocokan antar rang tua. Dalam Kirti Njunjung Drajat kriteria pemilihan jodoh menjadi longgar, yaitu hanya menuntut saling cinta antar muda-mudi. Dalam

Ngulandara kriteria pemilihan jodoh tidak hanya datang dari pihak pria, seperti dalam

kedua novel yang disebut lebih dahulu, pihak wanita juga berhak menentukan kriteria pria idaman. Peran orang tua dalam Serat Riyanta masih tampak meskipun tidak ikut campur dalam pemilihan jodoh. Peran orang tua berkurang dalam Kirti Njunjung Drajat. Ada pembicaraan para orang tua dalam perkawinan Darba, namun bukan pembicaraan mengenai pemilihan jodoh. Peran orang tua tidak muncul sama sekali dalam Ngulandara. Mengenai perantara, dalam Serat Riyanta perantara masih menunjukkan perannya meskipun hanya sebagai penyambung tali cinta yang sudah tumbuh antara R.M. Riyanta dan R.A. Srini. Sedangkan dalam dua novel yang lain tidak ada perantara.

Gagasan tentang pekerjaan dalam novel Kirti Njunjung Drajat dan Ngulandara juga menunjukkan suatu perkembangan. Menurut tokoh muda-mudi dalam novel-novel tersebut, pekerjaan sebagai pegawai keraton dan pemerintah jajahan Belanda bukan pekerjaan yang paling mulia yang dapat mengangkat harga diri seseorang. Orang akan dihargai apabila memiliki budi yang luhur, meskipun ia bekerja pada jenis pekerjaan yang kasar.

Gagasan tentang pergaulan dalam Kirti Njunjung Drajat dan Ngulandara juga menunjukkan suatu perkembangan. Para tokoh kedua novel tersebut masing-masing dapat bergaul akrab baik dalam lingkup pergaulan keluarga maupun di luar keluarga, dengan sesama priyayi maupun dengan kelompok bukan priyayi.

Pergaulan muda-mudi sangat ketat dalam Serat Riyanta. Sedangkan dalam

Ngulandara pergaulan muda-mudi menjadi longgar. Muda-mudi dapat bergaul tanpa

melalui saluran orang tua. Pergaulan muda-mudi yang mengarah kepada cinta asmara juga sudah tampak. Namun pergaulan mereka tetap berpijak pada norma pergaulan Jawa.

Budi luhur, dan sifat-sifat priyayi yang lain, yang selalu muncul dalam Serat

novel yang lain, meskipun dalam dua novel tersebut ketiga gagasan di atas mengalami perkembangan.

Daftar Pustaka

Ardani, Moh. 1995. Al Qur’an dan Sufisme Mangkunegara I V (Studi Serat-Serat Piwulang). Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf.

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Bahasa.

Geertz, Clifford. 1989. Abangan, Santri,Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya.

Harjowirogo, Marbangun. 1984. Manusia Jawa. Jakarta: Yayasan I dayu.

Hutomo, Suripan Sadi. 1975. Telaah Kesusasteraan Jawa Modern. Jakarta: Pusat Bahasa. Kartodirdjo, sartono. 1993. Perkembangan Peradaban Priyayi. Yogyakarta: Gajahmada

University Press.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

Mulder, Niels. 1981. Kabatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa: Kelangsungan dan

Perubahan Kulturil. Jakarta: Gramedia.

---1985. Pribadi dan Masyrakat di Jawa: Penjelajahan mengenai Hubungannya. Jakarta: Sinar Harapan.

Rass, J.J. 1979. Javanese Literature Since I ndependence. The Hague: Martinus Nijhof. Sutherland, Heater. 1989. Terbentuknya Sebuah Elit Birokrasi. Jakarta: Sinar Harapan. Swingewood, Alan dan Diana Laurenson. 1972. Sociologi of Literature. London: Paldin. Utomo, Trias Yusuf Parsetyo. 1993. “Dinamika Sastra Jawa” dalam Poer Adi Prawoto.

Wawasan Sastra Jawa Modern. Bandung: Angkasa.

Wiryomartono, Kuntoro. 1991. “Sastra Jawa Modern dalam Jaringan Ketegangan” dalam Poer Adi Prawoto. Wawasan Sastra Jawa Modern. Solo: Tri Tunggal Tata Fajar.

Dalam dokumen Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta (Halaman 100-103)