• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN A Latar Belakang

/PT tidak/belum

3.3. Kawasan Dieng

Kawasan Dieng dapat dikatakan merupakan tulang punggung sistem penyangga kehidupan (life support system) Kabupaten Wonosobo. Hampir semua aktivitas ekonomi bersumber pada kawasan Dieng. Demikian pula potensi bencana yang ada. Dengan demikian, peran dan fungsi Kawasan Dieng berupa produktivitas ekonomi maupun jasa lingkungan, dapat terwujud apabila dikelola secara lestari (Nugroho, 2009).

Meski demikian, tidak semua Kawasan Dieng berada seluruhnya di Kabupaten Wonosobo. Kawasan seluas 54.974,24 ha secara administratif berada di wilayah 6 (enam) kabupaten yaitu Kabupaten Banjarnegara, Temanggung, Wonosobo, Kendal, Batang dan Pekalongan. Letak geografis Kawasan Dieng adalah antara 7º 7’ 4‖ –7 º 35’ 2‖ LS dan 109º 59’ 53‖ –110º 04’ 34‖ BT. Secara lebih rinci sebaran luasan dari tiap Kabupaten di Kawasan Dieng dapat dilihat pada Tabel 9

Tabel 9. Luas Kawasan Dieng Dirinci Menurut Wilayah Kabupaten dan Kecamatan

KABUPATEN KECAMATAN LUAS (Ha)

Banjarnegara Batur 5987.96 Kalibening 1381.66 Pejawaran 2005.41 Wanayasa 2420.32 Banjarnegara Total 11.795, 35 Batang Bawang 2232.62 Blado 2516.99 Reban 836.72 Batang Total 5.586, 33 Kendal Plantungan 1018.09 Sukorejo 523.27 Kendal Total 1.541.36 Pekalongan Doro 191.15 Kajen 855.02 Karanganyar 551.49 Lebak Barang 2505.05 Paninggaran 1489.26 Petung Kriono 12182.68 Talun 1011.42 Pekalongan Total 18. 786,07 Temanggung Candiroto 302.69 Ngadirejo 1315.41 Parakan 1669.07 Tretep 2330.04 Temanggung Total 5.617,21 Wonosobo Garung 784.49 Kejajar 8031.79 Kertek 1535.3 Mojo Tengah 368.43 Watu Malang 398.17 Watumalang 145.13

KABUPATEN KECAMATAN LUAS (Ha)

Wonosobo 384.64

Wonosobo Total 11.647,95

Jumlah 54.974, 27

Sumber: Nugroho, 2009

Keistimewaan kawasan Dieng adalah merupakan hulu dari 8 DAS yang mengalir ke wilayah selatan dan utara Pulau Jawa. Alirannya mengaliri ribuan ha sawah dan mencukupi kebutuhan air bagi jutaan penduduk. Kedelapan sungai tersebut adalah hulu DAS Serayu (seluas 22.921 ha), hulu DAS Progo (seluas 2.672,13 ha), hulu DAS Bodri Ds (seluas 3.646,62 ha), hulu DAS Lampir Ds (seluas 5.967,56 ha), hulu DAS Sengkarang Ds (seluas 16.857,65 ha), hulu DAS Comal (seluas 380,48 ha), dan hulu DAS Sragi (seluas 2.526,56 ha). Khusus untuk Sungai Serayu, kawasan ini menjadi daerah tangkapan air (DTA) waduk Sudirman yang merupakan investasi besar guna irigasi dan tenaga listrik (Nugroho, 2009).

Dilihat dari fungsinya, hutan di dalam Kawasan Dieng diperuntukan kawasan konservasi seluas 53,4 ha, Hutan Produksi Terbatas 26.170,08 ha, Hutan Produksi 489,89 ha, Hutan Lindung 7.506,34 ha, dan Areal Penggunaan Lain 20.754,56 ha Seluruh hutan di Kawasan Dieng dikelola KPH Kedu Utara yang berstatus hutan lindung. Luas hutan lindung di kawasan dataran tinggi Dieng yang dikelola Perum Perhutani seluas 4.292,0 Ha berada di BKPH Wonosobo seluas 3.178,6 Ha dan BKPH Candiroto seluas 1.112,4 Ha, dengan rincian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 10

Tabel 10 Hutan Lindung Kawasan Dieng di Kabupaten Wonosobo

Sumber: Nugroho, 2009

Kawasan Dieng juga merupakan habitat beragam satwa dilindungi yang sebagian diantaranya terancam punah. Beberapa spesies yang tercatat hidup di dataran tinggi Dieng antara lain Harimau Tutul (Panthera pardus), mamalia endemik Jawa seperti Babi Hutan (Sus verrcosus), Owa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), dan Lutung (Trachypithecus auratus), serta 19 species burung endemik Jawa termasuk diantaranya Elang Jawa (Spizaetus bartelsii). Juga terdapat tumbuhan spesifik yang hanya hidup di pegunungan Dieng yaitu Purwoceng (Pimplinea pruacen) yang dikenal sebagai tanaman obat.

Dataran tinggi ini dikenal karena memiliki lansekap alam pegunungan yang indah dengan warisan budaya berupa tinggalan Siwaistik dari belasan abad silam. Tinggalan tersebut adalah delapan buah candi, yaitu Candi Arjuna, Semar, Srikandi, Puntadewa, Sembadra, Dwarawati, Bhima, dan Gatotkaca. Selain itu masih dijumpai beberapa struktur bangunan yang diduga sebagai tempat tinggal para biksu, petirtaan, serta saluran air dan jalan kuna.

Warisan budaya di Dataran Tinggi Dieng sudah lama dikelola, baik segi pelestarian maupun pemanfaatan untuk pariwisata. Namun pengelolaan kawasan

KPH Luas

B.H

ha

1 2 3 4 5 6 7

Kedu Utara

1 Wonosobo Dieng Wonosobo 1 83,7 Hutan Lindung 2 70,9 Hutan Lindung 3 444,7 Hutan Lindung 4 384,7 Hutan Lindung 5 532,3 Hutan Lindung 6 36,9 Hutan Lindung 7 513,1 Hutan Lindung 8 89,9 Hutan Lindung 9 6,7 Hutan Lindung 10 20,7 Hutan Lindung 11 230,0 Hutan Lindung 12 113,2 Hutan Lindung Sigedang 13 68,4 Hutan Lindung 14 453,9 Hutan Lindung 15 130,5 Hutan Lindung

3.179,6

2 Candiroto Kenjuran Kendal 1 631,9 Hutan Lindung Temanggung 4 268,8 Hutan Lindung 7 211,7 Hutan Lindung

1.112,4

4.292,0

Dieng, baik sebagai situs bersejarah maupun objek wisata, berbenturan dengan kepentingan lain, misalnya pertanian kentang, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB), pabrik pengalengan jamur dan carica, serta pemukiman.

Kepadatan penduduk rata-rata Kawasan Dieng mencapai angka 100 jiwa/km² dengan pemilikan lahan yang rendah yaitu rata-rata sebesar 0,1 ha. Desa yang paling padat jumlah penduduknya adalah desa Dieng, Kecamatan Kejajar yang mencapai 190 jiwa/km². Kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan tingkat kepemilikan lahan yang rendah ini menyebabkan terjadinya tekanan terhadap kawasan lindung dengan adanya proses pengalihan fungsi lahan (kawasan lindung menjadi lahan budidaya).

Konversi lahan ini menyebabkan terjadinya degradasi lahan yang parah. Lahan kritis yang sudah di atas ambang batas toleransi terjadi di mana-mana akibat pemanfaatan lahan hutan di Pegunungan Dieng secara besar-besaran untuk tanaman kentang. Saat ini Dieng yang masuk wilayah Banjarnegara, terdapat 4.758 hektare tanaman kentang, sedang di Wonosobo 3.000 hektare lebih. Jadi sekitar 7.758 hektare lebih lahan di Dieng sudah menjadi tanah kritis. Lahan kritis itu tetap bisa berproduksi, karena tanaman kentang dipacu dengan pupuk (kandang/ kimia) dalam dosis besar. Tingkat erosi yang terjadi sudah mencapai mencapai angka 10,7 mm/tahun atau rata-rata sebesar 161 ton/hektare/ tahun. 3.4. Profil Desa Igirmranak

Berikut akan disampaikan sekilas mengenai kondisi umum desa penelitian yaitu Desa Igirmranak. Data-data yang disajikan disadur dari data Monografi Desa Igirmranak tahun 2010 yang diperoleh dari kantor desa setempat.

Pada umumnya masyarakat di Desa Igirmranak tidak jauh berbeda dengan masyarakat lainnya di Kecamatan Kejajar. Sektor pertanian masih merupakan sumber utama untuk pendapatan mereka, disamping sektor-sektor lainnya. Luas desa Igirmranak sekitar 109, 862 ha dengan batas wilayah sebelah Barat dengan Desa Sureng Gede, sebelah Timur dengan Desa Wates (Kab.Temenggung), sebelah Selatan dengan Kelurahan Kejajar serta sebelah Utara dengan kawasan hutan. Desa Igirmranak berada pada ketinggian 1850 mdpl dengan tingkat curah hujan yang cukup tinggi yaitu 2.246 mm/tahun. Topografi desa cukup beragam,

yaitu dari 1.360 mdpl – 2.302 mdpl dan suhu udara sangat sejuk yang berkisar antara 14o – 23o C. Jumlah penduduk desa Igirmranak hingga akhir tahun 2011 adalah sebanyak 716 jiwa yang terdiri dari 370 orang laki-laki dan 346 perempuan. Sedangkan jumlah Kepala Keluarga (KK) adalah sebanyak 213 KK. Jarak desa dari ibukota kabupaten sekitar 21 km dan jarak dari pusat pemerintahan kecamatan adalah sekitar 4 km. Mayoritas masyarakat di Desa Igirmranak adalah penganut agama Islam. Infrastruktur yang tersedia di desa ini masih relatif terbatas dimana hanya terdapat sebuah masjid dan dua buah Sekolah Dasar (SD) saja. Akses jalan cukup baik, walaupun dibeberapa lokasi ditemukan bahu jalan rusak akibat longsor yang terjadi.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, pertanian sayuran merupakan satu- satunya usaha pertanian yang dijalankan oleh masyarakat di desa ini. Total luas lahan yang digunakan untuk pertanian sayur-sayuran adalah 67, 3 ha dengan hasil total sebanyak 632 ton per tahun. Kondisi perekonomian masyarakat dapat dikatakan masih rendah mengingat masih banyaknya ditemukan rumah-rumah yang bersifat semi permanen maupun non permanen. Begitu pun dengan tingkat pendidikan masyarakat dimana hampir sebagian besar hanya lulusan SD.