Kondisi Ekologi Perairan Kualitas Air
Hasil pengukuran terhadap kondisi kualitas fisik dan kimia perairan di Selat Dampier memperlihatkan hasil seperti terlihat pada Tabel 21. Pengambilan data di 5 lokasi perairan masing- masing: Yenyaupnor, Friwen, Yenbeser, Saporkren dan Saonek. N ilai kualitas suhu air di lokasi penelitian tertinggi dijumpai di Yenbeser sebesar 31.8 oC dan terendah di Yenyaupnor 30.4 oC. N ilai pH tertinggi dicatat di lokasi Saonek 8.04 dan terkecil di Friwen 7.98. N ilai Salinitas dicatat bahwa tertinggi dijumpai di Friwen 34.25 ppt dan konsentrasi salinitat terendah di lokasi Yenbeser 33.29 ppt. Kandungan oksigen terlarut (DO) terendah dijumpai di Saonek sebesar 7.44 mg l-1 dan DO tertinggi 9.03 mg l-1 di Yenbeser. Untuk TDS nilai terendah sebesar 33.19 di Yenbeser dan tertinggi di Friwen sebesar 33.77 mg l-1. N ilai- nilai tersebut masih sesuai ketentuan baku mutu kualitas air laut dari Kementerian Lingkungan Hidup. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa kondisi perairan dalam KKPD Selat Dampier mas ih dalam kondisi alami, dimana pengaruh aktivitas manusia di daratan relatif belum berpengaruh terhadap kualitas fisika kimia perairan. O leh karena itu, hewan karang dan ikan serta biota asosiasi lainnya dapat bertumbuh dan berkembang dengan optimal di kawasan ini. Tabel 21. Kisaran nilai rata-rata parameter kualitas air laut KKPD Selat Dampier
bulan Juli 2014. Lokasi Kedalaman pengukuran (m) Suhu (oC) pH Salinitas (ppt) DO (mg l-1) TDS (mg l-1) Yenyaupnor 0.49 30.4 8.00 34.15 8.04 33.74 Friwen 0.50 31.0 7.98 34.25 8.16 33.77 Yenbeser 0.38 31.8 8.01 33.29 9.03 33.19 Saporkren 0.67 30.5 8.03 33.54 8.11 33.34 Saonek 0.56 30.7 8.04 33.89 7.44 33.50
Khusus untuk variabel kualitas suhu air, hasil penelitian terkini yang penulis dapatkan terlihat sedikit lebih tinggi dibanding data temperature logger yang
ditempatkan dari tahun 2008-2011 di perairan Arborek Selat Dampier (Gambar 20), dimana rata-rata suhu perairan pada kedalaman 3 m adalah 29.11 0C. Perbedaan yang penulis dapatkan ini disebabkan karena pengambilan
sampelnya dilakukan pada kedalaman kurang dari 1 m. Pada kolom air di kedalaman ini, intensitas panas matahari lebih tinggi dibanding pada kedalaman 3 m. Menurut Mangubhai et al. (2012), suhu rata-rata di Perairan Raja Ampat adalah 29.110C dengan kisaran 19.3 sampai 36.0 dan terdapat kawasan di Selat Dampier dan Selat Sagawin yang diidentifikasi area coldwater upwelling, terjadi
74
sepanjang tahun terutama saat angin monsoon tenggara yang kuat. Dengan kondisi ini, peluang terjadinya kematian massal karang akibat kenaikan suhu permukaan dapat sangat kecil terjadi di kawasan ini.
Sumber : Program BHS UNIPA-CI (2014)
Gambar 20. Sebaran suhu di perairan Arborek pada kedalaman 3 m dari tahun 2008 - 2011 dalam KKPD Selat Dampier
Ekosistem Terumbu Karang
Hasil pengamatan terhadap kondisi terumbu karang terkini yang diambil oleh tim monitoring kesehatan karang CII Sorong pada bulan Maret - Mei 2014 dan pengambilan data lapangan yang penulis lakukan pada Juli 2014 diperlihatkan pada Gambar 21 dan Tabel 23.
Gambar 21. Persen tutupan karang hidup berdasarkan lokasi pengamatan di KKPD Selat Dampier
75 Persentase tutupan karang hidup (jumlah persen tutupan karang keras (HC), karang lunak (SC), biota lainnya (OT) dan sponge (SP)) lebih dari 70%, dijumpai masing- masing di 2 lokasi zona ketahanan pangan dan pariwisata yakni Yenmangkwan (80 %) dan Kordiris (84%) dan 1 lokasi di kawasan inti yakni Pulau Nelayan Selatan (85%). Sedangkan kondisi karang yang tergolong buruk (tutupan < 25%), dijumpai di titik pengamatan di utara Pulau Senapan dan sebelah timur Pulau Doker.
Tabel 22. Persen tutupan karang hidup perairan berdasarkan zona di KKPD Selat Dampier Tahun 2014
Nama Lokasi Zona dalam KKP Selat Dampier Tutupan Karang
Hidup (%)
Gurabesy Subzona ketahanan pangan dan pariwisata 52.0 Yenmangkwan Subzona ketahanan pangan dan pariwisata 80.0 Kordiris Subzona ketahanan pangan dan pariwisata 84.0 Fiaduru Subzona ketahanan pangan dan pariwisata 60.0 Kormansiwin Subzona ketahanan pangan dan pariwisata 66.0 Ayemi Island * Subzona sasi dan pemanfaatan tradisional masyarakat 35.1 Cape Lighthouse Sagawin Salawati * Subzona sasi dan pemanfaatan tradisional masyarakat 64.6 Cape Maref * Subzona pemanfaatan lainnya 58.4 Cape of North Batanta west part * Subzona ketahanan pangan dan pariwisata 47.0 Cape Wayar, East Salawati * Subzona ketahanan pangan dan pariwisata 65.6 East Batanta patchreef * Subzona perikanan berkelanjutan dan budidaya 49.0 East Doker Island * Subzona pemanfaatan lainnya 46.0 Marandanweser * Subzona perikanan berkelanjutan dan budidaya 26.1 North Batanta east part * Subzona ketahanan pangan dan pariwisata 45.3 North Patchreef Wai * Subzona ketahanan pangan dan pariwisata 76.9 North Sagawin Island * Subzona sasi dan pemanfaatan tradisional masyarakat 74.9 North Tapok Island * Subzona ketahanan pangan dan pariwisata 68.0 North Wai Island * Subzona ketahanan pangan dan pariwisata 60.3 North West Senapan Island * Subzona ketahanan pangan dan pariwisata 28.3 North Wurung Island * Subzona pemanfaatan lainnya 47.4 South Dayan Island * Subzona ketahanan pangan dan pariwisata 33.1 South Mansuar west Saondarek * Subzona sasi dan pemanfaatan tradisional masyarakat 76.6 South Merpati Island * Subzona sasi dan pemanfaatan tradisional masyarakat 55.0 West Yenanas * Subzona sasi dan pemanfaatan tradisional masyarakat 36.7 South Nelayan Island * Zona Inti 85.0
Keterangan : * Data monitoring kesehatan karang CII Sorong 2014 (Laporan sedang proses penerbitan)
Secara umum terlihat bahwa persen tutupan karang pada kawasan yang larang tangkap (zona inti dan zona ketahanan pangan dan pariwisata), lebih tinggi dibanding pada zona yang pemanfaatan (zona sasi dan pemanfaatan tradisonal, zona pemanfaatan lainnya, dan zona perikanan berkelanjutan dan budidaya). Hal ini mengindikasikan bahwa pengelolaan KKPD Selat Dampier dapat dikatakan
76
berjalan dengan cukup baik. Fakta lain yang dapat mendukung hal tersebut di atas, hasil pengamatan lapangan memperlihatkan adanya pemulihan karang di hampir semua titik pengamatan. Ciri-ciri pemulihan terumbu karang adalah banyaknya koloni baru yang berukuran kecil di tumbuh di dasar terumbu. Selain itu, tanda- tanda bekas aktivitas destructive fishing yakni lubang- lubang baru di terumbu akibat penggunaan bahan peledak dan pemutihan karang akibat potassium sianida sudah tidak ditemukan lagi.
Keragaman Ikan Karang
Sebaran jenis berdasarkan lokasi penelitian memperlihatkan bahwa jumlah spesies ikan tertinggi ditemukan di Yenbeser tercatat pada tahun 2010 dengan jumlah sebanyak 52 spesies dan jumlah spesies terendah dijumpai di Yenbeser kembali pada tahun 2014. Perhitungan rata-rata keragaman jenis ikan yang dijumpai berdasarkan sebaran tahun 2008, 2009 dan 2010 masing- masing: sebanyak 38 jenis, 38 jenis, dan 44 jenis serta 35. Nilai sebaran jenis ini bila dibandingkan dengan kriteria penilaian kondisi ikan karang berdasarkan kelimpahan individu dan spesies (Critc Coremap, 2005), memperlihatkan bahwa keragaman ikan karang KKPD Selat Dampier tergolong dalam kategori kondisi ikan sedang (antara 16 - 60 jenis).
Hasil pengamatan lapangan terhadap 5 lokasi di KKPD Selat Dampier tahun 2014 terjadi penurunan jumlah rata-rata jenis ikan dibanding dengan pengamatan sebelumnya. Terjadinya penurunan ini diduga disebabkan oleh semakin meningkatnya kunjungan wisatawan baik selam scuba maupun snorkling di kawasan ini mempengaruhi habitat dan aktivitas biologi ikan. Namun dapat disimpulkan bahwa perairan Selat Dampier pada periode tahun 2014 berdasarkan keragaman jenis ikan karangnya masih tergolong kategori kondisi ikan yang sama dengan pengamatan sebelumnya (tahun 2008 – 2010) yakni kategori sedang. Tabel 23. Keragaman jenis ikan karang berdasarkan lokasi dan waktu
pengamatan di 5 lokasi dalam KKPD Selat Dampier Lokasi
Pengamatan
Jumlah Jenis atau Spesies Ikan / 125m2 20081) 2009 2) 2010 3) 2014 Saonek 32 32 35 36 Saporkren 36 36 48 44 Yenbeser 37 37 45 31 Yenyaupnor 43 44 51 30 Friwen 43 44 43 36 Rata-rata 38 38 44 35
Sumber : 1)Tampi (2008) , 2)Hoek (2009) dan 3)Critc-Coremap (2010)
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jumlah ikan yang disurvei pada 5 lokasi pengamatan tahun 2008, 2009, 2010 dan 2014. Rata-rata jumlah ikan di setiap lokasi per sampling sangat dinamis, dimana jumlah tertinggi dijumpai tahun 2009 (333 ekor) dan tertinggi ditemukan pada tahun 2010 (291 ekor). Adanya
77 variasi jumlah ikan pada satu perairan ditentukan juga kondisi oseanografi seperti pasang surut. Ada jenis-jenis terutama yang memiliki mobilitas tinggi seperti ikan lalosi (Caesio spp.) sering menyebabkan kesulitan dalam perhitungan jumlah ikan. Ikan jenis ini selalu berkelompok dalam jumlah sangat besar dan cepat berpindah ke lokasi perairan lainnya. Kemudian berdasarkan kategori kriteria penilaian kondisi ikan karang berdasarkan kelimpahan individ u dan spesies (Critic Coremap, 2005) secara umum memperlihatkan kategori sedang (251 - 1000 individu per transek)
Tabel 24. Jumlah ikan ikan karang berdasarkan lokasi dan waktu pengamatan di KKPD Selat Dampier
Lokasi Pengamatan Jumlah Individu Ikan (ekor)/ 125m
2 20081) 20092) 20103) 2014 Saonek 210 200 201 259 Saporkren 211 211 292 252 Yenbeser 313 313 226 174 Yenyaupnor 348 348 369 222 Friwen 457 457 576 548 Rata-rata 306 333 291 308
Sumber : 1)Tampi (2008), 2)Hoek (2009) dan 3)Critc-Coremap (2010)
Sumber : Tampi (2008), Hoek (2009) dan Critc-Coremap (2010)
Gambar 22. Perbandingan jenis ikan target, mayor dan indikator di 5 lokasi penelitian di KKPD Selat Dampier Tahun 2008, 2009, 2010 dan 2014.
Perbandingan kelompok ikan utama ikan karang (indikator, major dan target) memperlihatkan perbedaan berdasarkan waktu pengamatan. Kelompok
0 50 100 150 200 250 300 350 2008 2009 2010 2014 Ju m la h in di vi du / 12 5m 2 Tahun pengamatan Indikator Mayor Target
78
ikan tertinggi adalah dari kelompok ikan major, kemudian diikuti oleh kelompok ikan target dan ikan indikator. Dari gambar berikut terlihat bahwa jumlah ikan mayor dan ikan indikator jumlahnya relatif tidak berubah. Kelompok ikan yang mengalami penurunan dalam jumlah adalah kelompok ikan target. Jumlahnya cenderung turun bila dibandingkan tahun sebelumnya. Fenomena ini dapat disebabkan tingkat pemanfaatan ikan target masih sangat tinggi dari perairan KKPD Selat Dampier, akibat semakin tingginya permintaan pasar terhadap ikan target bernilai ekonomis tinggi untuk kebutuhan konsumsi di Raja Ampat maupun untuk tujuan ekspor. Hasil pengamatan di lapangan memperlihatkan bahwa aktivitas penampungan ikan hidup seperti kerapu masih tetap dilakukan oleh masyarakat lokal walaupun intensitasnya sudah sangat menurun.
Biomassa Ikan Target
Biomassa ikan di KKPD Selat Dampier hasil pengamatan tahun 2010 (bulatan merah) dan tahun 2011 (bulatan kuning) diperlihatkan seperti pada Gambar 23 dan Tabel Lampiran 6. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa biomassa ikan tertinggi dijumpai di titik pengamatan Pulau Nelayan Selatan sebesar 1 747.69 kg ha-1 dan di Pulau Wurung Utara sebesar 1 730.51 kg ha-1, serta perairan Yenanas Barat sebesar 1 671.77 kg ha-1. Biomassa rata-rata tinggi di jumpai di sekitar Pulau Batanta, terutama bagian utara, timur dan barat. Masih tingginya biomassa ini diduga karena tingkat pemanfaatan hasil perikanan di kawasan tersebut relatif masih kecil. Sebaliknya terjadi pada kawasan perairan dalam KKPD ini yang letaknya dekat kawasan padat penduduk seperti Kota Sorong dan Waisai memperlihatkan ukuran biomassa rata-rata lebih kecil dari pada kawasan yang jauh dari pusat-pusat pemukiman.
Sumber : Allen, 2013
79 Berdasarkan perbandingan hasil monitoring dari 2007 sampai dengan 2013, seperti terlihat dalam Gambar 24 berikut. Terjadi peningkatan biomassa ikan target setiap tahun. Ini adalah salah satu indikator biofisik untuk menjelaskan bahwa terjadi peningkatan biomassa ikan target dari waktu ke waktu akibat penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi perairan Selat Dampier yang lebih baik. Dari hasil wawancara dengan responden dan informan didapatkan informasi bahwa ada kenaikan jumlah dan ukuran terutama di zona perikanan ketahanan pangan dan pariwisata. Menurut Allen (2013), Selat Dampier mempunyai biomassa ikan planktivora (seperti ikan jenis ikan lalosi) yang jumlahnya sangat banyak dan berpindah-pindah sesuai arus, sehingga sulit mendapatkan biomassa "standard" dari sebuah lokasi sampling dan menyebabkan variasi yang tinggi berdasarkan arus dalam satu hari.
Sumber : Allen (2003)
Gambar 24. Rata-rata biomassa ikan target di 11 lokasi di Selat Dampier, yang dicatat antara tahun 2007-2013
Kondisi Sosial Ekonomi Tingkat Pendapatan
Pembentukan suatu kawasan konservasi perairan tidak hanya ditujukan untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi sumberdaya ekosistem yang ada, melainkan juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hidup dalam kawasan konservasi. Salah satu ukuran keberhasilan tersebut adalah tingkat pendapatan yang diterima dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya yang ada, baik yang terdapat di daratan maupun yang ada di laut. Hasil survei tingkat pendapatan yang diterima masyarakat yang tinggal di KKPD Selat Damp ier sangat bervariasi (Gambar 25). Mayoritas masyarakat (39.2%) memperoleh pendapatan dengan kisaran Rp. 500 000 - Rp. 1 000 000 dan paling sedikit (4.7%) dengan pendaptan
80
Rp. 2 000 000 - Rp. 3 000 000 Jumlah responden yang menerima pendapatan di bawah Rp. 1 000 000 masih lebih dominan yakni sebesar 58.8%.
Gambar 25. Rata-rata penghasilan sebulan yang diterima responden dalam KKPD Selat Dampier, Raja Ampat
Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa pendapatan yang diterima masyarakat setempat saat ini jika dibanding dengan penerimaan sebelum penerimaan KKPD di kawasan ini secara umum tetap atau tidak mengalami peningkatan yakni sebesar 54.7%, sedang yang menyatakan terjadi peningkatan mencapai 34.5% (Gambar 26). Masih terbatasnya peningkatan pendapatan ini disebabkan oleh karena masih terbatasnya upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan upaya kreatif dalam menggali potensi wirausaha penduduk lokal. Pemerintah dan LSM yang bekerja di kawasan ini masih lebih memfokuskan aktivitasnya pada kesadaran akan mempertahankan keberlangsungan ekosistem perairan seperti terumbu karang dan ikan karang. Upaya yang menyentuh menumbuhkan ekonomi masyarakat masih terbatas dilakukan. Kegiatan pengembangan ekonomi mikro masyarakat melalui Coremap II (2006 - 2011) tidak dilanjutkan lagi.
Pendapatan pada umumnya masyarakat di Selat Dampier ini relatif masih
lebih kecil dari standar upah minimal Provinsi Papua Barat yang sebesar Rp. 1 870 000. Untuk itu pada umumnya mereka baru dapat memenuhi kebutuhan
primer saja seperti kebutuhan akan pangan. Kebutuhan lain seperti kebutuhan pendidikan anak-anak untuk bisa bersekolah kependidikan tinggi seperti akademi atau universitas sulit dipenuhi. Bila hal ini tidak terpenuhi, maka kemungkinan masyarakat akan terus secara mengeksploitasi sumberdaya terumbu karang mereka. Upaya peningkatan kesejahteraan menjadi prioritas saat seiring dengan meningkatnya kebutuhan sekunder sebagai konsekwensi semakin terbukanya kawasan ini dengan dunia luar.
19.6 39.2 20.3 7.4 4.7 8.8 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 (< 500 ) (500 - 1000) (1000 - 1500) (1500 -2000) (2000 - 3000) (> 3000) P er se nt as e (%)
81
Gambar 26. Persepsi responden terhadap pendapatan yang diterima perbulan saat ini dibanding sebelum penerapan KKPD Selat Dampier.
Oleh karena itu, peningkatkan kapasitas masyarakat harus terus dilakukan secara serius, sistematis, dan komprehensif. Berbagai sumberdaya alam yang tersedia secara lokal harus menjadi pilihan untuk peningkatan pendapatan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan ekonomi produktif, misalnya: memanfaatkan sumberdaya-sumberdaya lokal (kopra dan sagu) dan meningkatkan ketrampilan masyarakat dalam hal kerajinan-kerajinan lokal. Selain itu, perlu upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan tumbuhnya kegiatan wisata di Raja Ampat saat ini.
Mata Pencaharian Alternatif
Hasil penelitian terhadap mata pencaharian alternatif memperlihatkan bahwa umumnya responden setuju sebanyak 69.6% bahwa terjadi kenaikan mata pencaharian alternatif dalam kawasan KKPD Selat Dampier sedangkan yang tidak setuju sebesar 30.4%. Hasil analisis jawaban responden terhadap jumlah mata pencaharian yang tersedia antara sebelum dilaksanakannya KKPD dibanding setelah dilaksanakan KKPD Selat Dampier di dalam masing- masing kampung, memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan jumlah mata pencaharian alternatif sebanyak 1.4 dari sebelumnya 2.63 menjadi 4.03 pekerjaan. Hasil analisis statistik dengan uji wilcoxon memperlihatkan bahwa nilai rata-rata pekerjaan yang tersedia sebelum KKPD dan setelah KKPD berbeda dan perbedaannya memperlihatka n tingkat signifikasi sebesar 5%.
10.8 54.7 34.5 0 10 20 30 40 50 60
Turun Tetap Naik
P er se nt as e (% ) Persepsi
82
Gambar 27. Peningkatan mata pencaharian alternatif saat ini dibanding sebelum penerapan KKPD Selat Dampier, Raja Ampat
Jenis-jenis pekerjaan dari para responden yang sudah ada sebelum penetapan KKPD adalah: nelayan, petani, pedagang, pegawai negeri yakni guru, perawat dan sekretaris kampung. Sedangkan jenis-jenis pekerjaan baru yang ada di lokasi penelitian setelah adanya KKPD dan semakin meningkatnya wisatawan yang mengunjungi Raja Ampat meliputi: penyedia homestay (pondok wisata), pemandu wisata, pengrajin ayaman dan transportasi wisatawan. Salah satu yang sangat berkembang pesat dari masyarakat lokal saat ini adalah pe nyediaan homestay. Hampir semua kampung khususnya yang berada di Distrik Waigeo Selatan dan Distrik Meosmansar yang menjadi pusat pertumbuhan wisata bahari di Raja Ampat, memperoleh manfaat perkembangan wisatawan dengan menyediakan homestay yang dapat dijangkau oleh wisatawan baik luar dan dalam negeri.
Fasilitas akomodasi yang tersedia di KKPD Selat Dampier ada 4 jenis yakni: hotel dan penginapan, diving resort, homestay (pondok wisata) dan liveaboard (kapal wisata). Hotel dan penginapan semuanya berada d i ibukota Raja Ampat yakni sebanyak 16 unit saat ini. Bagi wisatawan senang dengan selam tersedia dive resort yang menyediakan fasilitas akomodasi perlengkapan selam. Khusus untuk liveaboard, pemerintah daerah Raja Ampat membatasi jumlahnya sebanyak hanya 40 unit untuk menghindari persaingan yang tidak sehat antara pengusaha kapal dan kerusakan terumbu karang karena menumpuknya kapal dan wisatawan pada satu lokasi penyelaman. Dari semua fasilitas akomodasi tersebut,
homestay adalah sarana yang paling tinggi tingkat pertumbuhannya (100% dalam
4 tahun). Hal ini karena turis asing maupun domestik tidak semuanya memiliki cukup uang memanfaatkan dive resort atau kapal pesiar yang mahal. Selain itu, sebagian turis lebih menyukai suasana Papua asli.
69.6 30.4 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Ya Tidak P er se nt as e (% ) Persepsi
83 Tabel 25. Fasilitas akomodasi wisata yang tersedia di Raja Ampat
Nomor Jenis Akomodasi Tahun Kapasitas
kamar 2009 2013
1 Hotel dan Penginapan 14 16 126
2 Dive Resort 9 11 48
3 Homestay (Penginapan Masyarakat) 20 43 92
4 Liveaboard (Kapal wisata) 35 40 200
Sumber: DKPA ( 2013)
Konflik Sumberdaya Perairan
Konflik sumberdaya perairan dapat terjadi karena permasalahan tidak jelasnya kepemilikan sumberdaya, ketidakjelasan pengelolaannya dan lemahnya penegakan hukum serta pengawasan sumberdaya. Selain itu, konflik juga dapat terjadi karena adanya perbedaan persepsi berbagai pihak dalam mengakses sumberdaya dan peraturan perundangan yang berlaku. Kondisi sepe rti ini dialami di perairan Raja Ampat sebelum diterapkannya KKPD melalui peraturan daerah Raja Ampat. Konflik terjadi terutama antara nelayan pendatang dengan nelayan dan penduduk lokal. Sebagian besar konflik menyangkut pemanfaatan wilayah perikanan dan penggunaan alat tangkap ikan. Berbekal izin penangkapan dari Dinas Perikanan dan Kelautan dan rekomendasi dari kepala kampung serta pemilik ulayat kawasan perairan tertentu, para nelayan pendatang tersebut mengeksploitasi kawasan tertentu yang kaya ikan semaksimal mungkin dengan alat tangkap yang efektif dan sering merusak lingkungan. Kondisi ini membuat para nelayan lokal yang memanfaatkan sumberdaya perairan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari sering berkonflik dengan nelayan pendatang tersebut.
Gambar 28. Peningkatan jumlah konflik pemanfaatan sumberdaya perairan saat ini dibanding sebelum penerapan KKPD Selat Dampier, Raja Ampat 49.0 29.2 21.8 0 10 20 30 40 50 60
Turun Tetap Naik
pe rs en ta se ( % ) Persepsi
84
Upaya Pemda Raja Ampat dan LSM untuk memberlakukan KKPD Selat Dampier telah membawa manfaat terhadap sumberdaya seperti karang dan ikan mulai pulih dari tekanan eksploitasi intensif yang dilakukan sebelum penetapan kawasan konservasi. Saat ini, Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat telah mengurangi pemberian izin penangkapan ikan bagi nelayan luar. Penangkapan ikan sudah lebih ditujukan untuk nelayan- nelayan tradisional dengan alat-alat tangkap yang sangat selektif. Selain itu, kawasan konservasi juga memberikan peluang untuk digunakan sebagai kawasan wisata selam (scuba dan snorkling) bagi wisatawan mancanegara dan domestik.
Berdasarkan kenyataan inilah yang menjadi alasan mengapa sebagian besar penduduk dalam kawasan KKPD Selat Dampier menyatakan bahwa konflik pemanfaatan sumberdaya perairan sudah semakin menurun (49.0%). Demikian juga dengan sistem penyelesaian konflik pemanfaatan sumberdaya perairan yang dilakukan oleh pemerintah kampung dan pemerintah daerah, mendapat respon positif masyarakat dengan memilih pilihan “baik” sebesar 61.6%. Sedangkan yang memilih penyelesaian konflik tidak berubah (tetap) dan terjadi penurunan (buruk) masing- masing 31.5% dan 6.9%.
Gambar 29. Persepsi masyarakat pada sistem penyelesaian konflik pemanfaatan sumberdaya perairan saat ini dibanding sebelum penerapan KKPD Selat Dampier, Raja Ampat
Pengetahuan Kawasan Konservasi
Target utama dari Pemda Raja Ampat dan LSM yang mendampingi dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan di Selat Dampier adalah peningkatan pengetahuan masyarakat dan aparat pemerintah terhadap pentingnya nilai sumberdaya perairan. Upaya yang dimulai sejak tahun 2003 tersebut telah membuahkan hasil dengan semakin pedulinya masyarakat di KKPD Selat Dampier terhadap kelestarian terumbu karang dan sumberdaya perairan lainnya. Hal ini tercermin dengan hasil penelitian tentang pentingnya zonasi kawasan konservasi, spesies yang dilindungi dan pembatasan waktu dan wilayah tangkap
6.9 31.5 61.6 0 10 20 30 40 50 60 70
Buruk Tetap Baik
P er se nt as e (% ) Persepsi
85 menunjukkan bahwa mayoritas (77.6%) responden sepakat bahwa terjadi peningkatan kesadaran mempertahankan spesies dan kawasan yang dilindungi. Hasil analisis terhadap persepsi kenaikan pengetahuan tentang perlindungan kawasan konservasi dan spesies tertentu serta pengetahuan konservasi lainnya menunjukkan kenaikan sebesar 2.15 (nilai skor 1 - 10) dari sebelumnya skor 3.18 meningkat menjadi skor 5.33. Hasil uji statistik terhadap kenaikan pengetahuan konservasi ini menunjukan perbedaan yang nyata (siginifikan) pada taraf α = 0.05.
Gambar 30. Persepsi masyarakat terhadap pentingnya zonasi, spesies yang dilindungi dan waktu tangkap saat ini dibanding sebelum penerapan KKPD Selat Dampier, Raja Ampat
Keberhasilan dalam meningkatkan pemahaman masyarakat lokal terjadi karena sejak awal pemerintah dan LSM melibatkan tokoh-tokoh yakni tokoh pemerintah, tokoh adat dan tokoh agama. Selain itu, kegiatan dari proyek Coremap II di kawasan ini melalui pembinaan terhadap lembaga pengelola sumberdaya terumbu karang (LPSTK) dan kelompok masyarakat pengawas (POKWASMAS) daerah perlidungan laut (DPL) di masing- masing kampung. Selanjutnya, peningkatan kepedulian terhadap sumberdaya perairan di kawasan ini tetap dilanjutkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat bekerjasama dengan LSM CI dengan membentuk patroli masyarakat untuk melindungi KKPD dari aktivitas perikanan illegal. Dalam aktivitas ini masyarakat kampung akan belajar tentang prosedur pengawasan sekaligus juga mengamati sendiri kondisi sumberdaya mereka. Melalui proses ini mereka memperoleh banyak sekali pengetahuan tentang sumberdaya mereka, sehingga bisa dijelaskan kepada anggota masyarakat lainnya.
Kepatuhan pada Aturan Hukum
Dengan ditetapkannya KKPD Selat Dampier dan kawasan konservasi lainnya melalui Perda Raja Ampat No. 27 tahun 2008 maka berlaku hukum positif yang melindungi sumberdaya perairan yang terdapat dalam kawasan ini. Oleh
3.4 19.0 77.6 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Turun Tetap Naik
P er se nt as e (% ) Persepsi
86
karena itu, setiap orang baik yang berasal dari dalam kawasan maupun yang tinggal di luar kawasan konservasi perairan ini wajib mematuhi a turan-aturan yang ada. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terjadi persepsi yang positif dari masyarakat saat ini terhadap aturan yang dibuat oleh Pemda Raja Ampat. Sebanyak 66.5% responden menyatakan bahwa aturan tersebut lebih baik dibanding sebelum adanya penerapan KKPD Selat Dampier. Lebih baiknya