• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DI SELAT DAMPIER

Sejarah KKPD Selat Dampier

Hasil penelitian yang dilakukan CI, UNIPA dan LIPI (2001) dan TNC, UNIPA dan LIPI (2002) terhadap kawasan terumbu karang Raja Ampat menjadi momentum awal yang memberikan informasi sains kepada ilmuan dan pengambil kebijakan bahwa daerah Raja Ampat adalah pusat dari keanekaragaman biota laut dunia. Dengan adanya informasi ini mendorong berbagai pihak seperti lembaga swadaya masyarakat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan para individu untuk merancang ide penetapan kawasan konservasi di kawasan perairan ini, agar sumberdaya karang dan ikan yang ada dalamnya tetap berkelanjutan. Pihak yang berperan penting dalam mendorong berlakunya kawasan konservasi di Raja Ampat adalah Conservation International (CI) dan The Nature Conservancy (TNC). Kedua lembaga ini sangat intensif melakukan sosialisasi pentingnya menetapkan kawasan konservasi perairan kepada stakeholders di Raja Ampat terutama masyarakat adat dan pemerintah daerah. Program-program penjangkauan yang dilakukan adalah melalui berbagai media komunikasi seperti radio interaktif dan Tabloit Raja Ampat untuk dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat Raja Ampat.

Hasil sosialisasi ini berhasil meningkatkan kesadaran pemerintah daerah dan masyarakat adat terhadap pentingnya mempertahankan sumberdaya laut dan pesisir Raja Ampat. Kesadaran ini ditindaklanjuti dengan dihasilkannya Deklarasi Tomolol yakni suatu komitmen bersama untuk menghentikan segala bentuk perusakan laut dan membentuk forum bersama membangun Raja Ampat. Deklarasi ini dihasilkan dari suatu pertemuan berbagai unsur: tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dan perempuan, wakil pemerintah distrik, Bupati beserta seluruh dinas dan Dewan Adat Suku Maya. Deklarasi yang dihasilkan tahun 2003 ini menjadi dasar dari proses inisiasi pengelolaan konservasi laut berbasiskan masyarakat dan kepemilikan adat di Raja Ampat.

Langkah signifikan selanjutnya terkait inisiasi kawasan konservasi perairan di Raja Ampat adalah penyerahan mandat pengelolaan kawasan Teluk Mayalibit, Kawe, Dampier, Kofiau, Ayau dan Misool Timur Selatan dari masyarakat adat Raja Ampat kepada Pemerintah Raja Ampat. Para pimpinan Dewan Adat Suku Maya memberikan mandat tersebut diperayaan ulang tahun berdirinya Kabupaten Raja Ampat yang ke-3, tanggal 9 Mei 2006. Selanjutnya Pemda Kabupaten Raja Ampat menindaklanjuti keinginan masyarakat tersebut dengan menerbitkan penetapan pencadangan sebagai KKPD/KKLD melalui Peraturan Bupati No.66 tahun 2007 dan kemudian diatur dalam Perda No. 27 tahun 2008 tentang jejaring KKLD Raja Ampat.

Pada tahun 2009 melalui Surat Keputusan Bupati Raja Ampat No.84 dibentuk tim persiapan pengembangan kelembagaan pengelola kawasan konservasi perairan yang berbasis daerah kabupaten. Hasil dari tugas tim tersebut terbentuklah unit pelaksana teknis daerah (UPTD) kawasan konservasi laut daerah di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat. Pembentukan

54

kelembagaan ini ditetapkan melalui Peraturan Bupati Raja Ampat No.16 Tahun 2009. Struktur dan tata kerja lembaga pengelola ini selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Bupati Raja Ampat No. 7 tahun 2011.

Keberhasilan pelayanan yang diberikan oleh lembaga pengelola kawasan konservasi sangat dipengaruhi oleh bentuk pengelolaannya terutama keuangan. Untuk itu, pemerintah daerah Kabupaten Raja Ampat menetapkan pola keuangan badan layanan umum daerah (BLUD) sebagai model yang digunakan untuk pengelolaan keuangan di lembaga pengelola konservasi perairan di Raja Ampat. Penetapan model ini secara resmi dilakukan melalui Peraturan Bupati Kabupaten Raja Ampat No. 61 2014. Kelebihan menggunakan pola BLUD adalah: (1) pengelolaan pendapatan dan biaya, (2) pengelolaan kas, (3) pengelolaan akuntasi, pelaporan dan pertanggung jawaban, (4) pengelolaan surplus dan defisit, dan (5) kerjasama dengan pihak lain. Dengan demikian, pengelola kawasan konservasi tidak tergantung penuh dari anggaran belanja dari Pemda Raja Ampat, melainkan lebih mandiri memperoleh pendapatan dari pengelolaan kawasan konservasi.

Salah satu aspek penting dari perjalanan pengelolaan KKPD di Raja Ampat adalah penyelesaian sistem zonasi kawasan konservasi. Sejak tahun 2010 Pemda Raja Ampat didukung LSM, menyusun rencana zonasi terhadap KKPD-KKPD di Raja Ampat termasuk di KKPD Selat Dampier. Salah satu pendekatan penting dalam penyusunan rencana zonasi ini adalah mengadopsi sistem kepemilikan ulayat masyarakat adat Raja Ampat. Penyerahan kawasan perairan adat untuk dimasukkan sebagai salah zona dalam sistem zonasi menjadi hal yang sangat penting terintegrasinya pengelolaan sumberdaya perairan berbasis masyarakat adat dengan pengelolaan kawasan konservasi perairan konvensional di Raja Ampat. Bentuk penyerahan kawasan perairan adat ini dilakukan dengan cara deklarasi penyerahan kawasan perairan masyarakat adat untuk dikelola dalam sistem pengelolaan KKPD Kabupaten Raja Ampat.

Untuk memperoleh status legal formal KKPD di Raja Ampat dari Pemerintah, Bupati Kabupaten Raja Ampat menetapkan “rencana zonasi dan rencana pengelolaan” kawasan konservasi perairan daerah di Raja Ampat dengan surat keputusan bupati. Untuk itu ditetapkan Keputusan Bupati Kabupaten Raja Ampat No. 265 tahun 2013 tentang Rencana Pengelolaan Taman Pulau-pulau Kecil Daerah Raja Ampat. Permohonan Pemda Kabupaten Raja Ampat untuk mendapatkan status resmi kawasan konservasi perairan di Raja Ampat dari pemerintah diperoleh melalui Keputusan Menteri KKP RI Nomor 36/K EPMEN- KP/2014 tentang Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat di Papua Barat. Hal ini berarti perlindungan atas sumberdaya perairan Raja Ampat yang digagas sejak tahun 2001 telah mendapat legitimasi hukum baik Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat maupun Pemerintah Republik Indonesia. Dengan demikian, pengelolaan kawasan konservasi perairan di kawasan ini telah mengikat secara hukum semua warga Negara Indonesia, pihak swasta maupun pihak asing.

55 Tabel 16. Kronologis pengelolaan TPPKD Raja Ampat

Tahun Kegiatan Isi/Hasil

2001 Survei jenis-jenis karang, ikan karang, moluska dan sosial ekonomi perikanan di Pulau Waigeo, Batanta dan kawasan perairan Selat Dampier serta Pulau Wayag dan Kawe oleh LIPI, UNIPA dan LSM CII,

Ditemukan jumlah karang dan ikan karang, serta moluska yang memberikan gambaran bahwa perairan Raja Ampat merupakan pusat biodiversitas karang dunia.

2002 Survei jenis-jenis karang, ikan karang, dan sosial ekonomi perikanan di Pulau-pulau Kofiau-Boo dan Pulau Misool dan sekitarnya oleh LIPI, UNIPA dan LSM TNC.

Memperkuat temuan survey 2001, bahwa perairan Raja Ampat sangat kaya dengan keanekaragaman hayati karang.

2003 Deklarasi Tomolol Komitmen bersama untuk menghentikan perusakan laut, dari unsur: tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dan perempuan, wakil pemerintah distrik, Bupati beserta seluruh dinas dan Dewan Adat Suku Maya. Deklarasi ini menjadi dasar dari proses inisiasi pengelolaan konservasi laut berbasiskan masyarakat dan kepemilikan adat di Raja Ampat.

2004 Coastal Rural Apraisal Melakukan kajian terhadap pemanfaatan sumberdaya perairan dan melakukan kajian perilaku bijak masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya tersebut. 2006 1. Pembentukan daerah perlindungan

laut (DPL) dari Coremap II 2. Peraturan Bupati Kabupaten Raja

Ampat Nomor 67 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Patroli Bersama di Wilayah Perairan Kabupaten Raja Ampat

1. Pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat kampung, terbentuk sebanyak 39 DPL di Raja Ampat. 2. Patroli bersama dimaksudkan untuk

keperluan pengamanan, pengawasan, pengendalian dan penjagaan.

Melibatkan juga masyarakat adat.

2007 1. Peraturan Bupati No 66 tentang KKLD di Raja Ampat .

2. Peraturan Bupati No. 63, 64, dan 65 tahun 2007tentang Tarif Masuk Wisata

3. Penyerahan Mandat KKLD oleh dewan Adat Raja Ampat kepada pemerintah Raja Ampat

4. Penandatanganan prasasti KKLD oleh Menteri Kelautan dan Perikanan

1. Menetapkan seluruh kawasan KKLD/KKPD sebagai satu kesatuan jejaring dgn luas total 1.125.940 ha 2. Dibentuk Tim Pengelola dana non-

retribusi, Dana dibagi untuk: 40 % dana konservasi, 40 % dana kesejahteraan masyarakat, dan 20 Administrasi

2008 Peraturan Daerah Raja Ampat No 27 Thn 2008 tentang (KKLD ) Raja Ampat

Membentuk suatu kawasan konservasi laut dan pesisir yang terlindungi dan dapat dikelola berkesinambungan; Ada 5 KKLD/KKPD : Kawe, Selat Dampier, Teluk Mayalibit, Kepulauan Kofiau-Boo, dan Misool

56

2009 1. Peraturan Bupati No 5 Thn 2009 tentang KKLD Raja Ampat. 2. Peraturan Bupati Raja Ampat No.

16 Tahun 2009 tentang pembentukan Tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kelautan dan Perikanan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat.

1. Jejaring kawasan konservasi, pengelolaan kawasan dengan sistem zonasi,

2. Struktur organisasi dan Tupoksi UPTD KKLD

2011 Peraturan Bupati Raja Ampat No.7 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Struktur dan Tata Kerja UPTD KKPD Pada Dinas KKP Raja Ampat

Struktur dan personalia serta tata kerja UPTD KKPD di Dinas KKP Raja Ampat.

2012 Perda Kabupaten Raja Ampat No. 9 Thn 2012 tentang Larangan

penangkapan ikan hiu, pari manta dan jenis-jenis ikan tertentu di Perairan Laut Raja Ampat

Bertujuan mempertahankan biodiversitas, memelihara keseimbangan ekosistem, pemanfaatan ikan berkelanjutan dan obyek wisata

2013 1. Perda Kabupaten Raja Ampat No. 11 Tahun 2013 tentang Larangan penggunaan bahan peledak dan bahan racun atas perburuan ikan dalam wilayah perairan Kabupaten Raja Ampat.

2. Keputusan Bupati Kabupaten Raja Ampat No. 265 tahun 2013 tentang perubahan atas keputusan Bupati No 80 Tahun 2013 tentang Penetapan Rencana Pengelolaan Taman Pulau-pulau Kecil Daerah Raja Ampat

1. Bertujuan menjamin terpeliharanya keanekaragaman hayati, ketersediaan ikan, memelihara keseimbangan ekologis, dan pemanfaatan wisata.

2. Menetapkan pedoman pengelolaan Taman pulau-pulau Daerah Raja Ampat; luas seluruh kawasan tersebut 1.026.540 ha, termasuk di dalamnya KKPD Selat Dampier 336.000 ha.

2014 1. Peraturan Bupati Kabupaten Raja Ampat No. 61 2014 tentang penetapan UPT Dinas KKPD pada Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat sebagai Unit Kerja yang menerapkan pola keuangan BLUD

2. Keputusan Menteri KKP RI Nomor 36/KEPMEN-KP/2014 tentang Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat di Papua Barat

1. Badan ini diberikan kewenangan untuk melakukan: (1) pengelolaan pendapatan dan biaya, (2)

pengelolaan kas, (3) pengelolaan akuntasi, pelaporan dan pertanggung jawaban, (4) pengelolaan surplus dan defisit, dan (5) kerjasama dengan pihak lain.

2. Nama adalah Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat, dan pengelolaannya sebagai Taman Wisata Perairan. Luasnya 1.026.540 dengan KKPD Dampier sebagai 1 area dari total 5 area yang ada.

Landasan Hukum dan Kebijakan Pengelolaan KKPD Hibrid

Kategori kawasan konservasi perairan di Indonesia menurut PERMEN Kelautan dan Perikanan RI No. 17 tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil pada Pasal 4 (1) adalah: (a) kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil (KKP3K); (b) kawasan konservasi

57 maritim (KKM); (c) kawasan konservasi perairan (KKP); dan (4) sempadan pantai. Khusus untuk kategori KKM dibedakan lebih lanjut atas: (a) daerah perlindungan adat maritim, dan (b) daerah perlindungan budaya maritim. Berdasarkan ketentuan ini di Raja Ampat pengelolaan konservasi yang berbasis adat dapat diakomodasi dalam KKM. Namun dalam kenyataannya pengelolaan konservasi berbasis adat diintroduksi dalam pengelolaan KKPD. Upaya mengintegrasi pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat adat (sasi) dengan pengelolaan konservasi di Raja Ampat, telah menghasilkan pendekatan pengelolaan baru yang berbeda dengan pengelolaan KKPD lainnya di Indonesia. Adaptasi yang terjadi melalui integrasi pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis adat dengan pengelolaan konservasi perairan modern di Raja Ampat meliputi: perubahan luas dan jenis zona kawasan dan perubahan atas kelembagaan yang ada.

Landasan hukum yang paling penting dalam pemberlakuan pengelolaan kawasan konservasi perairan di Raja Ampat adalah ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 27 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat. Peraturan Daerah (Perda) yang ditetapkan pada tanggal 12 Desember 2008 berlaku dan mengikat setiap orang baik WNI maupun WNA dan badan hukum asing, kapal perikanan maupun kapal non perikanan yang melakukan kegiatan di sekitar dan atau di dalam kawasan KKLD Kabupaten Raja Ampat (Pasal 2). Adapun wilayah yang ditetapkan sebagai KKLD, yaitu KKLD Kawe, Selat Dampier, Teluk Mayalibit, Kepulauan Kofiau-Boo, dan Misool Timur-Selatan (Pasal 10). Pengelolaan KKLD dikembangkan melalui system jaringan (MPA network) karena terdapat keterhubungan antar KKLD (Pasal 11 ayat 1). Keberadaan perda konservasi perairan ini memperkuat penegakan hukum terutama bagi pelanggar yang berasal dari luar kawasan.

Perda ini sebelumnya ditunjang oleh Peraturan Bupati Kabupaten Raja Ampat Nomor 67 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Patroli Bersama di Wilayah Perairan Kabupaten Raja Ampat Peraturan Bupati (Perbup) ini ditetapkan pada tanggal 14 Juni 2006. Menurut Pasal 3, patroli bersama dimaksudkan untuk keperluan pengamanan, pengawasan, pengendalian dan penjagaan. Adapun yang menjadi sasaran dari patroli bersama, yaitu: (a) pelaku penangkapan ikan tanpa memiliki ijin resmi dari instansi terkait; (b) pelaku penangkapan ikan dengan cara dan alat tangkap yang tidak sesuai dengan ketentuan dan undang-undang yang berlaku; (c) pelaku kegiatan wisata laut yang tidak memiliki ijin resmi dari instansi terkait; (d) kapal-kapal nelayan berbendera asing yang melakukan operasi tanpa ijin dan atau dokumen resmi; (e) pelaku penangkapan ikan yang menyalahgunakan ijin operasi; (f) pelaku penangkapan biota yang dilindungi; dan (g) pelaku pencurian benda-benda peninggalan sejarah dan budaya (Pasal 6). Sementara tim patrol bersama, yaitu terdiri atas: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat, Balai Konservasi Sumberdaya Alam Papua II, Tokoh Masyarakat Raja Ampat, Kepolisian Resort Kabupaten Raja Ampat/Polisi Perairan Raja Ampat, TNI Angkatan Laut, Penjaga Dusun Adat Papua, dan Forum Bersama Membangun Raja Ampat (Forbes).

Untuk masuk kedalam kawasan konservasi, Pemda Kabupaten Raja Ampat memberlakukan peraturan Bupati Raja Ampat masing- masing adalah: (1) Perbub

No. 63 tentang Retribusi Izin Masuk Wisata di Kabupaten Raja Ampat; (2) Perbub No. 64 tentang Pengelolaan Dana Pengembangan Kepariwisataan Non-

58

Retribusi bagi masyarakat Kabupaten Raja Ampat; (3) Perbub No. 65 Tahun 2007 tentang pembentukan Tim Pengelola Dana Pengembangan Kepariwisataan Non- Retribusi bagi Masyarakat Kabupaten Raja Ampat. Prinsip utama dari ketiga Perbub ini adalah bahwa para wisata yang masuk ke kawasan perairan Raja Ampat harus membayar retribusi. Selain itu, dana yang terkumpul tersebut dibagi : a) 40% untuk konservasi, b) 40% untuk program masyarakat dan c) 20% untuk pengelolaan dan atministrasi pengembangan kepariwisataan non-ritribusi.

Peraturan Bupati Kabupaten Raja Ampat Nomor 05 Tahun 2009 tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Raja Ampat ditetapkan pada tanggal 16 April 2009 adalah kebijakan dari Bupati dalam memandang bahwa KKLD yang ada di Raja Ampat adalah satu kesatuan ekologis yang tidak terpisahkan dikenal dengan “jejaring kawasan konservasi”. Cakupan jejaring KKLD Raja Ampat meliputi wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang terdapat didalamnya seluas kurang lebih 1 125 940 ha (Pasal 6 ayat 2). Pasal 6 ayat 3 menambahkan, bahwa KKLD tersebut antara lain: (1) KKLD Kepulauan Ayau- Asia seluas 101 440 ha; (2) KKLD Sayang-Wayag dengan luas 155 000 ha; (3) KKLD Teluk Mayalibit dengan luas 53 100 ha; (4) KKLD Kepulauan Kofiau dan

Boo dengan luas 170 000 ha; (5) KKLD Misool Timur Selatan dengan luas 343 200 ha; (6) KKLD Selat Dampier dengan luas 303 200 ha.

Rencana pengelolaan dan zonasi kawasan KKPD Selat Dampier yang menjadi acuan utama pengelolaan kawasan konservasi telah diakomodir melalui penerbitan keputusan Bupati No. 265 tahun 2013. Dalam surat keputusan ini ditetapkan hanya 5 wilayah KKPD di Raja Ampat yakni: (1) wilayah I Ayau Asia seluar 101.440 ha, (2) Wilayah II Teluk Mayalibit (53 100 ha), (3) Wilayah III Selat Dampier (336 000 ha), (4) Wilayah IV Misool (366 000 ha) dan (5) wilayah V Kofiau (170 000 ha). satuan ukuran luas KKPD yang lebih besar dari ukuran sebelumnya. Dalam surat kepusan tersebut tidak dimasukkannya KKPD Sayang- Wayag karena KKPD tersebut telah ditetapkan sebagai SAP Kepulauan Raja Ampat dikelola Kementerian Kelautan dan Perikanan sesuai dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan penyerahan dari Menteri Kehutanan. Dua dari wilayah KKPD yakni Selat Dampier dan Misool mengalami peningkatan luas karena dimasukkannya beberapa kawasan tertentu sebagai kawasan konservasi melalui penyerahan kawasan adat kepada Pemerintah Kabupaten Raja Ampat.

Selain ketentuan dalam pengelolaan kawasan konservasi secara umum, KKPD di Raja Ampat juga diatur perda khusus. Perda-perda ini bertujuan melindungi biota-biota kharismatik Raja Ampat dan melarang aktivitas pemanfaatan sumberdaya perairan di kawasan konservasi dengan cara merusak. Oleh karena itu, Perda Kabupaten Raja Ampat No. 9 tahun 2012 tentang Larangan penangkapan ikan hiu, pari manta dan jenis-jenis ikan tertentu di Perairan Laut Raja Ampat dan Perda Kabupaten Raja Ampat No. 11 Tahun 2013 tentang larangan penggunaan bahan peledak dan bahan racun atas perburuan ikan dalam wilayah perairan Kabupaten raja Ampat. Aktivitas penangkapan hiu dan pari manta di Raja Ampat sangat masif dilakukan sejak komoditas perikanan ini memiliki permintaan yang tinggi di pasaran perikanan dunia. Populasinya di Selat Dampier dan perairan Raja Ampat yang lain menjadi sangat berkurang. Padahal dari aspek wisata bahari, atraksi hiu dan pari manta menjadi obyek wisata yang menarik bagi sebagian wisatawan yang berkunjung ke Raja Ampat. Demikian halnya dengan kegiatan menangkap ikan seperti menggunakan bom dan potassium

59 sianida, sangat mengganggu kenyamanan penyelam yang menikmati karang dan ikan karang.

Perkembangan pengelolaan kawasan konservasi di Raja Ampat memperoleh dukungan penuh pemerintah khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan. Keinganan masyarakat Raja Ampat mengelola kawasan perairannya dalam bentuk KKPD didukung pemerintah melalui penandatanganan prasasti KKPD oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada tahun 2007. Dukungan yang paling penting dalam sejarah pengelolaan KKPD di Raja Ampat adalah keluarnya Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. tahun 2014 telah menetapkan secara definitif pengelolaan KKPD Selat Dampier dan KKPD lainnya di Raja Ampat. Dengan kebijakan ini, pengelolaan kawasan konservasi perairan di daerah menjadi sangat kuat.

Selain dukungan formal, dukungan informal melalui masyarakat adat menjadi kunci keberhasilan pengelolaan KKPD di Selat Dampier dan kawasan lain di Raja Ampat. Dukungan yang paling awal adalah melalui Deklarasi Tomolol tahun 2003, dimana masyarakat adat bersama tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dan perempuan, wakil pemerintah distrik, Bupati Raja Ampat berkomitmen bersama untuk menghentikan perusakan laut. Deklarasi ini menjadi dasar dari proses inisiasi pengelolaan konservasi laut berbasiskan masyarakat dan kepemilikan adat di Raja Ampat. Kebijakan masyarakat adat lainnya adalah penyerahan wewenang KKLD oleh dewan Adat Papua kepada pemerintah Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2007. Kebijakan adat selanjutnya adalah penyerahan beberapa kawasan perairan adat (sasi) untuk dikelola dengan sistem zona ketahanan pangan dan wisata bahari dalam KKPD.

Perkembangan yang paling terakhir terkait dengan kawasan konservasi perairan di Raja Ampat adalah ditetapkannya sebagian wilayah perairan Kepulauan Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat, sebagai kawasan konservasi perairan Kepulauan Raja Ampat. Adapun penetapan ini adalah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan perikanan nomor 36 tahun 2014. Melalui keputusan ini pengelolaan kawasan konservasi perairan di Raja Ampat telah memiliki dukungan dari berbagai pihak yakni masyarakat adat, pemerintahan kampung, pemerintah daerah Raja Ampat dan pemerintah (Kementerian Kelautan dan Perikanan RI). O leh karena itu, keberhasilan dalam pengelolaannya sudah tidak dipengaruhi lagi karena kendala aturan hukum dan perundang-undangan, melainkan karena terkait dengan kinerja pengelolaannya.

Perbandingan Pengelolaan KKPD Konvensional dan Pengelolaan Sasi serta Pengelolaan Hibrid

Penerapan kawasan konservasi perairan di Selat Dampier dan secara umum di Raja Ampat, telah mengadopsi salah satu bentuk kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya laut di daerah ini yakni sasi. Adopsi pengelolaan sasi kedalam pengelolaan kawasan konservasi konvensional yang berbasis ilmu pengetahuan Barat telah menghasilkan model pengelolaan hibrid. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa Pengelolaan sumberdaya laut di Raja Ampat mengalami perubahan yang sangat signifikan bila dilihat dari sisi pengelolaan adat. Perubahan atau adaptasi pengelolaan sumberdaya perairan yang ada saat

60

adalah suatu proses yang masih terus berjalan. Untuk dapat berjalan dengan baik maka Ostrom (1990) mensyaratkan 8 prinsif sebagai berikut: (1) batas-batas didefinisikan dengan jelas, (2) selaras antara aturan-aturan yang membatasi dan kondisi-kondisi pemanfaatan dan kondisi lokal, (3) pengaturan pilihan kolektif (collective-choice), (4) monitoring/pengawasan, (5) sanksi secara bertahap, (6) mekanisme resolusi konflik, (7) pengakuan minimal terhadap hak pengelolaan, (8) nested enterprises. Selanjutnya menurut Ruddle dan Satria (2010), prinsip-prinsip desain yang menjadi ciri suatu pengelolaan lokal dapat sukses meliputi adalah (1) kekuasaan atau kepemimpinan, (2) hak-hak, (3) aturan-aturan, (4) monitoring, akuntabilitas, penegakan, dan (5) sanksi. Seberapa jauh pengelolaan konservasi hibrid di Raja Ampat memenuhi harapan keberhasilan pengelolaan menurut Ostrom (1990) dan Ruddle dan Satria (2010) diperlihatkan seperti pada Tabel 17. Tabel 17. Perbadingan model pengelolaan KKPD konvensional dan pengelolaan

sasi serta model hibrid di Selat Dampier

No.

Prinsif Pengelolaan (Ostrom, 1990) dan Ruddle dan Satria, 2010)

Sasi di Selat Dampier

KKPD

Konvensional KKPD Hibrid

1 Batas yang jelas Hanya diketahui masyarakat lokal, ada tanda sasi

Sudah ada peta batas dalam dokumen zonasi

Peta batas zonasi dan melibatkan masyarakat untuk pemasangan tanda batas

2 Adanya aturan yang sesuai kondisi lokal

Aturan tidak tertulis namun dipahami masyarakat

Aturan tertulis dalam perda dan peraturan bupati

Aturan tertulis disesuaikan dengan kondisi daerah dan mengakomodir aturan lokal 3 Monitoring, akuntabilitas dan pengawasan Masyarakat lokal secara langsung Tergantung ketersediaan dana Teratur (pertahun), keterlibatan masyarakat adat

4 Pemberian sanksi Lebih diarahkan pada sanksi supranatural dan sanksi (hukum) adat

Sanksi pidana dan perdata (hukum positif)

Sanksi pidana dan perdata (hukum positif), dan sanksi (hukum) adat 5 Mekanisme

resolusi konflik

Pendekatan adat Pendekatan modern.

Pendekatan adat dan pendekatan modern 6 Hak pengelolaan Masyarakat lokal/ adat

Matbat – Kalanafat & Biak Betew

Badan pengelola dari Pemerintah daerah

Badan Pengelola KKPD, dan Masyarakat adat sub suku Matbat-Kalanabat & Biak Beteo

7 Kekuasaan atau kepemimpinan

Kepala adat atau kepala kampung (desa)

Kepala badan pengelola

Kepala badan pengelola dan kepala adat/kampung

8 Keterlibatan kolektif dalam pembuatan aturan

Kelompok elit kampung atau adat

Pemerintah, dan kelompok elit masyarakat

Pemerintah daerah, LSM, Perguruan Tinggi dan keterlibatan sebagian besar masyarakat lokal

61 Secara umum pengelolaan kawasan konservasi perairan hibrid di Selat Dampier telah memenuhi persyaratan Ostrom tentang batas-batas yang jelas yakni dengan ditetapkannya sistem zonasi kawasan konservasi. Bila dibandingkan dengan sistem pengelolaan sasi dan KKPD konvensional, sistem