• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Perlindungan terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan dalam Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan

6. Keadaan Kahar ( Force Majeure )

Force Majeure atau yang sering diterjemahkan sebagai “keadaan memaksa”

merupakan keadaan di mana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak, keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk.305

304

Hasil wawancara dengan Kuasa Hukum Penggugat Bapak Afrizon pada tanggal 17 Juni 2016 Pukul 20:50 WIB.

305

Lihat Pasal 1244 KUHPerdata : Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.

Keadaan Kahar (Force Majeure) adalah keadaan yang mengakibatkan salah satu atau semua pihak tidak dapat melaksanakan kewajiban dan/atau haknya tanpa harus memberikan alasan sah kepada pihak lainnya untuk mengajukan klaim atau tuntutan terhadap pihak yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya (dan/atau haknya), karena keadaan kahar itu terjadi di luar kuasa atau kemampuan dari pihak yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya itu.306

Meskipun demikian, keadaan kahar tidak memberi alasan kepada pihak untuk kemudian “tidak melakukan apa-apa”. Berikut ini adalah akibat-akibat yang secara logis dapat ditarik dari suatu keadaan kahar dan sering kalo dijadikan bagian dari suatu kontrak yaitu :307

a. Akal sehat mengharuskan bahwa pihak yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya karena dilanda keadaan kahar harus sudah mengupayakan tindakan-tindakan untuk mengatasi keadaan kahar itu. Jika terjadi kebakaran, sangatlah logis jika dilakukan tindakan-tindakan untuk memadamkan kebakaran itu, dan bukannya membiarkan kebakaran itu meluas begitu saja. b. Terlepas dari kemungkinan bahwa suatu keadaan kahar dapat diatasi atau

tidak, keadaan itu harus diberitahukan secepat mungkin kepada pihak lainnya. Pihak berhutang yang tidak bisa membayar utang kepada bank karena proses produksi terhenti dengan alasan yang berada di luar kuasanya, tidak bisa berdiam diri dan baru menyatakan alasannya keapda bank, pada saat bank sudah menyatakan si pihak berutang itu sebagai cidera janji. Keadaan berdiam diri itu justru akan menempatkan si pihak berutang itu dalam posisi yang salah.

c. Dalam keadaan kahar yang sudah disampaikan oleh penderitanya keapda pihak lainnya, dan si penderita keadaan kahar sudah mencoba mengatasi keadaan kahar itu sebatas yang masuk akal, akan sia-sia bagi pihak lainnya itu untuk menuntut si penderita untuk melaksanakan kewajibannya secara

306

LihatPasal 1245 KUHPerdata : Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.

307

Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, (Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2003), hlm 66-67

normal berdasarkan kontrak diantara mereka. Jika keadaan kahar itu berkepanjangan, biasanya adalah lebih bijaksana bagi para pihak untuk mengakhiri kontrak yang mengikat mereka.

Sering kali para pihak menyepakati satu definisi keadaan kahar yang berlaku timbal balik. Namun, kadang-kadang juga dapat diberlakukan suatu kesepakatan yang menetapkan bahwa keadaan kahar untuk satu pihak didefinisikan secara lain, dibandingkan definisi keadaan kahar untuk pihak lainnya. Dalam hal ini, kejadian- kejadian yang merupakan force majeuretersebut tidak pernah terduga oleh para pihak sebelumnya akan adanya peristiwa tersebut, maka seyogyanya hal tersebut harus sudah dinegoisasi diantara para pihak. Dengan perkataan lain, bahwa peristiwa yang merupakan force majeure tersebut tidak termasuk kedalam asumsi dasar (basic assumption) dari para pihak ketika kontrak tersebut dibuat. Sungguhpun Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata hanya mengatur masalah

force majeure dalam hubungan dengan pergantian biaya rugi dan bunga saja, akan tetapi perumusan Pasal-Pasal ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengartikan force majeure pada umumnya.

Menurut Undang-undang ada 3 (tiga) unsur yang harus dipenuhi untuk keadaan memaksa yaitu :

1) Tidak memenuhi prestasi

3) Faktor penyebab itu tidak diduga sebelumnya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur.308

KUHPerdata Buku III tidak memuat suatu ketentuan umum mengenai apa yang dimaksud dengan keadaan memaksa itu. Pasal 1244 KUHPerdata menamakan keadaan memaksa itu sebab yang halal. Sedangkan Pasal 1245 KUHPerdata menamakan keadaan memaksa atau hal kebetulan (overmacht atau toeval) dan Pasal 1444 KUHPerdata hal kebetulan yang tidak dapat dikira-kirakan (onvorziene toeval).

Hal-hal tentang keadaan memaksa itu terdapat di dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur ganti rugi (lihat Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata), karena menurut pembentuk Undang-undang, keadaan memaksa itu adalah suatu alasan pembenar (rechtsvaardigingsgrond) untuk membebaskan seseorang dari kewajiban membayar ganti rugi. Apabila ketentuan-ketentuan diatas diteliti, maka unsur-unsur dari keadaan memaksa itu ialah “adanya hal yang tidak terduga dan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan” kepada seseorang. Sedangkan yang bersangkutan dengan segala daya berusaha secara patut memenuhi kewajibannya.309

308

Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeini, Heru Soepraptomo, Faturrahman Djamil, Taryana Soenanda,Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hlm 25

309

Keadaan memaksa mengakibatkan perikatan tersebut tidak lagi bekerja (werking) walaupun perikatannya sendiri tetap ada. Dalam hal ini maka :310

a) Kreditur tidak dapat menuntut agar perikatan itu dipenuhi

b) Tidak dapat mengatakan debitur berada dalam keadaan lalai dan karena itu tidak dapat menuntut.

c) Kreditur tidak dapat meminta pemutusan perjanjian

d) Pada perjanjian timbal balik, maka gugur kewajiban untuk melakukan kontraprestasi.

e) Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan keadaan memaksa ini ialah:

(1) Debitur dapat mengemukakan adanya keadaan memaksa itu dengan jalan penangkisan (eksepsi)

(2) Berdasarkan Jabatan Hakim tidak dapat menolak gugat berdasarkan keadaan memaksa, yang berutang memikul beban untuk membuktikan adanya keadaan memaksa.

Menurut Buku 7 Pedoman Dokumen Seleksi Nasional Pekerjaan Konsultasi (Kontrak Lump Sum) yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi, yang dimaksud dengan Keadaan Kahar (overmacht/force majeure) adalah “suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak para pihak sehinga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi”.

Dalam Buku 7 Pedoman Dokumen Seleksi Nasional Pekerjaan Konsultasi (Kontrak Lump Sum) yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi, yang digolongkan dalam Keadaan Kahar adalah :

(1) Peperangan (2) Kerusuhan (3) Revolusi

310

(4) Bencana alam : banjir, gempa bumi, badai, gunung meletus, tanah longsor, wabah penyakit dan angin topan.

(5) Pemogokan (6) Kebakaran.

(7) Gangguan industri lainnya.

Menurut Pasal 91 Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang dikatakan Keadaan Kahar yaitu

Ayat (1) Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam Kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi.

Ayat (2) Dalam hal terjadi Keadaan Kahar, Penyedia Barang/Jasa memberitahukan tentang terjadinya Keadaan Kahar kepada PPK secara tertulis dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak terjadinya Keadaan Kahar, dengan menyertakan Salinan pernyataan Keadaan Kahar yang dikeluarkan oleh pihak/instansi yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat (3) Tidak termasuk Keadaan Kahar adalah hal-hal merugikan yang disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian para pihak.

Ayat (4) Keterlambatan pelaksanaan pekerjaan yang diakibatkan oleh terjadinya Keadaan Kahar tidak dikenakan sanksi.

Ayat (5) Setelah terjadinya Keadaan Kahar, para pihak dapat melakukan kesepakatan, yang dituangkan dalam perubahan kontrak.

Akibat dari overmacht atau force majeure adalah adanya masalah resiko artinya siapakah yang menanggung kerugian. Di dalam praktek, biasanya yang menanggung kerugian akibat terjadinya keadaan kahar ditentukan berdasarkan kesepakatan diantara para pihak dalam perjanjian pemborongan itu.311

311

Hasil Wawancara dengan Staff Kepala Bidang Peningkatan Jalan dan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang Bapak Habibi Aswin pada tanggal 25 Mei 2016 pukul 11:15 WIB.

Hal ini sudah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Buku 7 Pedoman Dokumen Seleksi Nasional Pekerjaan Konsultasi (Kontrak Lump Sum) yang terdapat pada

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi yang menyebutkan bahwa “tindakan yang diambil untuk mengatasi terjadinya Keadaan kahar, ditentukan berdasarkan kesepakatan dari para pihak”.

Berdasarkan penelitian di Lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang bahwa setiap proyek yang dilakukan oleh pihak debitur/pemborong/kontraktor yang mengalami posisi Keadaan Kahar dalam kegiatannya, maka pihak kreditur selaku Pengguna Barang/Jasa dapat memberikan perpanjangan waktu kepada pemborong/kontraktor selaku Penyedia Barang/Jasa akibat timbulnya Keadaan Kahar selama proses pelaksanaan kegiatan proyek tersebut sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Namun selama diberikan perpanjangan waktu akibat timbulnya Keadaan Kahar, maka pihak pemborong/kontraktor tidak diperbolehkan untuk melaksanakan kegiataan pekerjaan tersebut selama hal Keadaan Kahar belum selesai.312

312

Hasil Wawancara dengan Staff Kepala Bidang Peningkatan Jalan dan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang Bapak Habibi Aswin pada tanggal 25 Mei 2016 pukul 11:15 WIB.

Mengenai asuransi dalam setiap pekerjaan borongan/konstruksi perlu menggunakan adanya asuransi. Namun dalam perjanjian ini, para pemborong tidak melakukan asuransi sebagaimana semestinya dilakukan oleh pemborong. Pemborong tidak melakukan asuransi karena pemborong tidak sanggup melakukan hal tersebut disebabkan keterbatasan dana akibat telatnya pembayaran selama proses pekerjaan proyek tersebut.