• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang Chapter III V"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERLINDUNGAN TERHADAP DEBITUR (PELAKSANA PEKERJAAN) DALAM PERJANJIAN UPAH BORONG (PARTISIPATIF) PROYEK SWAKELOLA DI LINGKUNGAN

PEKERJAAN UMUM KABUPATEN DELI SERDANG

A.Proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

(2)

ekonomi lokal daerah secara berdaya guna dan berhasil guna untuk kemajuan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Hal ini teramat penting terlebih jika negara hendak mewujudkan amanat sesuai Pembukaan UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup agar menjadi manusia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Pembangunan haruslah diartikan sebagai proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar, baik terhadap struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah bertujuan meningkatkan jenis dan jumlah kerja.

(3)

Untuk merealisasikan rencana pembangunan yang telah disahkan melalui legitimasi politik, maka pemerintah melakukan kerja sama (kemitraan) dengan para pelaku usaha di bidang-bidang terkait untuk menyelenggarakan proyek-proyek pengadaan di lingkungan Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Institusi lainnya yang terkait.

Keberhasilan pembangunan pada suatu masa pemerintahan selalu ditentukan oleh berhasil tidaknya proses pengadaan barang/jasa, karena pelaksanaan pembangunan di semua sektor pada umumnya dijalankan melalui tahapan pengadaan barang/jasa, sehingga tidak heran jika alokasi anggaran bagi proyek pengadaan barang/jasa jumlahnya sangat besar, karena hampir semua penyediaan fasilitas umum bagi kepentingan masyarakat dilaksanakan melalui proses pengadaan barang/jasa, baik yang dilakukan secara langsung oleh pemerintah pusat memalui Kementerian dan Lembaga maupun yang dilimpahkan pelaksanaanya ke Pemerintah Daerah melalui dana perimbangan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK).217

Pemerintah sebagai selaku penyelenggara pembangunan dan sekaligus abdi masyarakat, harus dapat merencanakan pembangunan, kini dan di masa yang akan datang secara menyeluruh. Pembangunan merupakan langkah strategis untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, baik itu di pembangunan manusianya maupun di pembangunan fisiknya. Dalam implementasinya, terhadap pembangunan fisik

217

(4)

berupa pengadaan sarana dan prasarana, tentu harus diimbangi dengan peran pengadaan barang/jasa yang baik, tetapi kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah bukan bertujuan untuk menghasilkan barang/jasa yang profit oriented, melainkan lebih bersifat memberikan pelayanan masyarakat (public service), untuk itu pemerintah membutuhkan barang/jasa dalam upaya meningkatkan pelayanan publik.

Dalam kaitan dengan pemenuhan kebutuhan maka pembuatan kontrak menjadi praktek rutin (routin practice)218

Jenis hubungan kontraktual yang dibentuk juga beragam. Jika dilihat dari sisi anggaran, kontrak yang dibuat oleh pemerintah itu pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu kontrak yang bersifat pembelanjaan dan kontrak yang membawa penerimaan pendapatan.

. Pelaksanaan transaksi komersial baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah karenanya menjadi suatu kezaliman. Dengan melibatkan diri ke dalam suatu transaksi komersial, pemerintah mengikatkan diri pada suatu hubungan kontraktual.

219

Pengadaan barang dan jasa pemerintah (government procurement) tergolong pada jenis yang pertama, sedangkan jenis kedua meliputi berbagai macam kontrak, di antaranya tukar menukar, sewa menyewa, penjualan asset negara termasuk saham, penerbitan obligasi atau pinjaman luar negeri (loan agreement).220

Pengadaan barang dan jasa dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi penyelenggaraan negara. Dalam kaitan ini pemerintah melibatkan diri ke dalam suatu

218

Hugh Collins, Regulating Contracts, (London : Oxford University Press, 1999), hlm 3

219

Lihat Pasal 11 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

220

(5)

hubungan kontraktual dengan sektor swasta yakni dengan mengikatkan diri ke dalam suatu kontrak pengadaan barang dan jasa. Hubungan kontraktual yang dibentuk oleh pemerintah itu juga terkait dengan kewajibannya untuk menyediakan, membangun dan memelihara fasilitas umum (public utility).221

Proyek pengadaan barang/jasa pada instansi pemerintah selain secara kontraktual merupakan bagian dari hukum perjanjian, namun karena melibatkan negara sebagai pemilik pekerjaan (bouwheer) dan sumber keuangan yang berasal dari dana APBN/APBD, maka dalam praktiknya tidak terlepas dari keterkaitan dengan aspek hukum administrai sebagai acuan kerja bagi para aparatur yang terlibat dalam proses pengadaan tersebut.

Kontrak yang dibentuk pada dasarnya adalah kontrak komersial sekalipun di dalamnya terkandung elemen hukum publik. Di satu sisi hubungan hukumnya terbentuk karena kontrak, tetapi di sisi lain isinya sarat dengan aturan bagi penyedia barang dan jasa.

222

Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 atas perubahan pertama Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menyatakan bahwa :

“Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa”.

Sedangkan Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa :

221

Colin Turpin, Government Contracts, (Harmonds : Penguin Books, 1972), hlm 9

222

(6)

“Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang selanjutnya K/L/D/I adalah instansi/institusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”

Jika ditelaah dua Pasal diatas, maka proyek pengadaan barang/jasa pada instansi pemerintah dapat dibedakan dengan proyek pengadan barang/jasa di lingkungan swasta, perbedaan itu terletak pada sumber pembiayaan dan pihak pemilik pekerjaan (bouwheer), dimana pada proyek pengadaan barang/jasa instansi pemerintah sumber dananya berasal dari APBN atau APBD.223 Pihak yang menjadi bouwheer adalah pemerintah (negara) baik yang berada di lingkungan Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja, Perangkat Daerah maupun Institusi lainnya, oleh karena sumber dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan pengadaan barang/jasa tersebut berasal dari uang negara (APBN/APBD) dan kegiatan pengadaan tersebut dilaksankan untuk kepentingan publik dalam proses pembangunan, maka pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa diatur secara lebih khusus dalam suatu peraturan perundang-undangan disamping secara umum tetap tunduk pada hukum perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata.224

Sebelum melakukan suatu proyek dari pemerintah terlebih dahulu harus mengetahui apa arti dari suatu “proyek” tersebut. Menurut Imam Soeharto, Proyek adalah “suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas

223

Ibid.

224

(7)

yang sasarannya telah ditetapkan dengan jelas”.225

Proyek dalam pelaksanaannya sering terjadi masalah baik secara teknis maupun administrasi yang pada akhirnya proyek tidak dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak. Salah satu penyebab umum dari kesulitan dalam melaksanakan proyek adalah kurang dipahaminya proyek itu sendiri secara benar sehingga tidak dapat memperhitungkan secara teliti dan tepat semua faktor-faktor produksi/sumber daya proyek yang diperlukan untuk menentukan secara pasti waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek tersebut.

Setelah mengetahui apa arti suatu “proyek” maka dalam melakukan pelaksanaan proyek, bagi para penyelenggara proyek terutama pelaksana/pemborong hendaknya dapat melaksanakan tugas secara profesional dalam menyediakan seluruh faktor-faktor produksi atau sumber daya yang diperlukan oleh suatu proyek, untuk memenuhi maksud dan tujuan proyek secara sukses perlu dicapainya suatu standar mutu yang diisyaratkan baik itu biaya maupun waktu yang telah ditetapkan.

Secara umum bentuk pengerjaan proyek dilakukan dalam bentuk dua cara yaitu:226 1. Swakelola

Pada intinya pekerjaan proyek swakelola adalah pengerjaan proyek yang dilakukan atau dikelola oleh organisasi atau perusahaan itu sendiri. Swakelola bukan berarti semua sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya adalah staf atau pegawai perusahaan tersebut.

2. Sub-kontrak

Pengerjaan proyek secara sub-kontrak, biasa disebut dengan singkatan proyek subkon, pada intinya adalah suatu proyek yang diproyekkan. Artinya bisa saja

225

Iman Soeharto, Manajemen Proyek : Dari Konseptual Sampai Operasional, Edisi Kedua, (Jakarta : Erlangga, 2001), hlm 4

226

(8)

suatu organisasi atau perusahaan membuat atau bisa juga mendapatkan suatu proyek, namun proyek tersebut tidaklah dikerjakan sendiri, melainkan dilimpahkan ke pihak lain (perusahaan/konsultan lain). Bisa saja terjadi, secara kontrak proyek yang dikerjakan adalah atas nama perusahaan X, namun sebenarnya pelaksanaannya adalah perusahaan Y. Dalam kasus seperti ini berarti perusahaan X melakukan sub-kontrak terhadap perusahaan Y.

Dalam hal ini proyek yang akan dilakukan adalah proyek Swakelola yang dalam pelaksanaan proyek tersebut dilakukan dengan cara proyek konstruksi dengan agenda pengerjaan proyek berupa rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang. Hal ini menanggapi perihal arti dari sebuah “proyek Swakelola” yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang.

Menurut FL, Proyek Swakelola adalah “suatu pekerjaan atau tugas bersama yang para penyelenggara proyek dilaksanakan oleh penyedia jasa melalui pemborongan yang sudah ditetapkan target mutu, keseluruhan pekerjaan dilakukan berdasarkan pola partisipatif227 yang mana seluruh pekerjaannya direncanakan, dikerjakan serta diawasi oleh K/L/D/I sebagai penanggung jawab angggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok masyarakat”.228

227

Yang dimaksud dengan Pola Partisipatif adalah efiensi waktu dan biaya serta keterbatasan dana sehingga didalam mengerjakan suatu proyek menggunakan dana dari pihak ketiga atau yang disebut pengusaha untuk mendahului dananya dalam membangun infrastruktur yang ada di Kabupaten Deli Serdang agar tercapainya suatu proyek yang diinginkan. Hasil Wawancara dengan Bapak FL selaku Kepala Dinas Lama Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang pada hari Rabu tanggal 26 Mei 2016 Pukul 21:15 WIB.

Sehingga di dalam pelaksanaan proyek Swakelola ini, pihak Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang melakukan suatu kegiatan proyek yang mana dalam melakukan kegiatan tersebut mengundang para

pengusaha-228

(9)

pengusaha yang ada di Kabupaten Deli Serdang untuk berpartisipasi dalam melakukan proyek Swakelola ini.

Proyek Swakelola ini bertujuan untuk membangun infrastruktur-infrastruktur yang belum memadai yang ada di Kabupaten Deli Serdang dengan berlandaskan ketentuan yang ada dalam Undang-undang Dasar 1945, sehingga dilakukanlah proyek Swakelola ini agar tercapainya tujuan tersebut, dengan menggunakan dana pihak ketiga ketiga atau yang disebut pengusaha untuk mendahului dananya dalam membangun infrastruktur yang ada di Kabupaten Deli Serdang.

Terkait mengenai hal penggunaan pendahuluan dana Pihak Ketiga (pengusaha) yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang menggunakan dasar hukum dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam SKPD menyiasati ketiadaan dukungan anggaran atau saat proses pengusulan penganggaran sedang berlangsung, sehingga Kepala Dinas selaku Pengguna Anggaran membuat perjanjian dengan rekanan/debitur dalam mengerjakan berbagai proyek yang disebut swakelola. Tidak ada dasar hukum yag mendasari dibolehkannya perjanjian pekerjaan dilakukan sementara dana tidak tersedia didalam Kas Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang.

(10)

a Surat Perjanjian Pekerjaan (Kontrak Harga Satuan)229 b Surat Perjanjian Upah Borong (Kontrak Harga Satuan)230

c Surat Perjanjian Operasional Sewa Alat (Kontrak Harga Satuan)231 d Surat Perjanjian Upah Borong (Partisipatif)232

B.Proses Pengadaan Upah Borong (Partisipatif) Proyek Swakelola di

Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

Proses Pengadaan Upah Borong (Partisipatif) proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang melalui proses yang tertera dalam Pasal 22 sampai Pasal 25 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 atas perubahan Kedua Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Pasal 22 menyebutkan :

Ayat (1) PA menyusun Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kebutuhan pada K/L/D/I

Ayat (2) Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Kegiatan dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa yang akan dibiayai oleh K/L/D/I sendiri ; dan/atau

b. Kegiatan dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa yang akan dibiayai samas (co-financing), sepanjang diperlukan.

Ayat (3) Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi kebutuhan Barang/Jasa yang diperlukan K/L/D/I

229

Nomor Perjanjian 050/2314/DPUDS/2014 dan Nomor Perjanjian 050/2168.3/DPUDS/2014

230

Nomor Perjanjian 050/2121.5/DPUDS/2014 dan Nomor Perjanjian 050/2121.3/DPUDS/2014

231

Nomor Perjanjian 050/2312/DPUDS/2014 dan Nomor Perjanjian 050/2312.1/DPUDS/2014

232

(11)

b. Menyusun dan menetapkan rencana penganggaran untuk Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

c. Menetapkan kebijakan umum tentang : 1) Pemaketan pekerjaan.233

2) Cara pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa234 3) Pengorganisasian Pengadaan Barang/Jasa

; dan 4) Penetapan penggunaan produk dalam negeri.235 d. Menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK)

Ayat (4) KAK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d paling sedikit memuat :

a. Uraian kegiatan yang akan dilaksanakan.236 b. Waktu pelaksanaan yang diperlukan.237

c. Spesifikasi teknis Barang/Jasa yang akan diadakan238 d. Besarnya total perkiraan biaya pekerjaan.

; dan 239

Pasal 23 menyebutkan :

Ayat (1) Penyusunan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa pada K/L/D/I untuk Tahun Anggaran berikutnya, harus diselesaikan pada Tahun Anggaran yang berjalan.

Ayat (2) K/L/D/I menyediakan biaya pendukung pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang dibiayai dari APBN/APBD, yang meliputi :

a. Honorarium personil organisasi Pengadaan Barang/Jasa, termasuk tim teknis, tim pendukung dan staf proyek.

b. Biaya pengumuman Pengadaan Barang/Jasa termasuk biaya pengumuman ulang

c. Biaya penggandaan Dokumen Pengadaan Barang/Jasa ; dan d. Biaya lainnya yang diperlukan.240

233

Pemaketan pekerjaan yang dimaksud antara lain menetapkan paket usaha kecil atau non kecil.

234

PA/KPA menetapkan cara pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa baik melalui Swakelola maupun Penyedia Barang/Jasa yang sesuai denan sifat dan ruang lingkup pekerjaan. Dalam hal Swakelola, salah satu kebijakan yang akan dilaksanakan oleh Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola

235

Penetapan penggunaan produk dalam negeri dilakukan jika telah terdapat beberapa produk dalam negeri yang memenuhi persyaratan Tingkat Kandungan Dalam Negeri.

236

Uraian kegiatan dalam KAK meliputi latar belakang, maksud dan tujuan sumber pendanaan, serta jumlah tenaga yang diperlukan.

237

Waktu pelaksanaan yang dimuat dalam KAK, termasuk pula penjelasan mengenai kapan Barang/Jasa tersebut harus tersedia pada lokasi kegiatan/sub kegiatan terkait.

238

Spesifikasi teknis perlu dirinci lebih lanjut oleh PPK sebelum melaksanakan Pengadaan.

239

(12)

Ayat (3) K/L/D/I menyediakan biaya pendukung untuk pelaksanaan pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang pengadaannya akan dilakukan pada Tahun Anggaran berikutnya.

Ayat (4) K/L/D/I dapat mengusulkan besaran standar biaya terkait honorarium bagi personil organisasi pengadaan, sebagai masukan/pertimbangan dalam penetapan standar biaya oleh Menteri Keuangan/Kepala Daerah. Pasal 24 menyebutkan :

Ayat (1) PA melakukan pemaketan Barang/Jasa dalam Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa kegiatan dan anggaran K/L/D/I

Ayat (2) Pemaketan dilakukan dengan menetapkan sebanyak-banyaknya paket usaha untuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil tanpa mengabaikan prinsip efisien, persaingan sehat, kesatuan sistem dan kualitas kemampuan teknis.

Ayat (3) Dalam melakukan pemaketan Barang/Jasa, PA dilarang :

a. Menyatukan atau memusatkan beberapa kegiatan yang tersebar di beberapa lokasi/daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan di beberapa lokasi/daerah masing-masing.

b. Menyatukan beberapa paket pengadaan yang menurut sifat dan jenis pekerjaannya bisa dipisahkan dan/atau besaran nilainya seharusnya dilakukan oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta kopersai kecil. c. Memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan

maksud menghindari pelelangan ; dan/atau

d. Menentukan kriteria, persyaratan atau prosedur pengadaan yang diskriminatif dan/atau dengan pertimbangan yang tidak obyektif. Pasal 25 menyebutkan :

Ayat (1) PA mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa pada masing-masing Kementerian/Lembaga/Institusi secara terbuka kepada masyarakat luas setelah rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga/Institusi disetujui oleh DPR.

Ayat (1a) PA pada Pemerintah Daerah mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa secara terbuka kepada masyarakat luas, setelah rancangan peraturan daerah tentang APBD yang merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD.

240

(13)

Ayat (1b) PA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) mengumumkan kembali Rencana Umum Pengadaan, apabila terdapat perubahan/penambahan DIPA/DPA

Ayat (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang berisi: a. Nama dan alamat Pengguna Anggaran.

b. Paket pekerjaan yang akan dilaksanakan c. Lokasi pekerjaan ; dan

d. Perkiraan besaran biaya.

Ayat (3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dalam website Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi masing-masing, papan pengumuman resmi untuk masyarakat, dan Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE.241

Ayat (4) K/L/D/I mengumumkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang Kontraknya akan dilaksanakan pada Tahun Anggaran berikutnya/yang akan datang.

Jadi dalam pelaksanaan pengadaan upah borong yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang dilakukan berdasarkan dengan ketentuan yang ada di Pasal 22 sampai Pasal 25 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

C.Analisis Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Proyek Swakelola di

Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

Menurut Pasal 22 ayat (2) Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, kontrak sekurang-kurangnya mencakup mengenai :

1. Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak.

2. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan.

241

(14)

3. Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa.

4. Tenaga ahli, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi.

5. Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi.

6. Cara pembayaran, yang memuat tentang ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi.

7. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan.

8. Penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan.

9. Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhi kewajiban salah satu pihak.

10. Keadaan memaksa (force majeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul diluar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.

11. Kegagalan bangunan, yang memuat ketentuan kewajiban penyedia jasa dan/atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan.

12. Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial. 13. Aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan

ketentuan tentang lingkungan.

Meskipun demikian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para pihak yang akan membuat kontrak antara lain :242

a Kewenangan hukum para pihak. b Perpajakan.

c Alas hak yang sah. d Masalah keagrariaan. e Pilihan hukum.

f Penyelesaian sengketa g Pengakhiran kontrak, dan

242

(15)

h Bentuk perjanjian standar.

Sejalan dengan hal diatas maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para pihak pada saat pra penyusunan kontrak yaitu :243

1) Identifikasi para pihak serta kewenangannya sebagai pihak dalam mengadakan suatu kontrak, dalam hal badan hukum biasanya ditentukan secara rinci di dalam anggaran dasarnya.

2) Penelitian awal aspek terkait, ini perlu dilakukan supaya kontrak yang ditandatangani dapat menampung semua keinginan yang terinci secara jelas, konsekuensi yuridis dan normatifnya sehingga dalam penyusunan kontrak tersebut dapat disimpulkan hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak terkait pembayaran, ganti rugi dan perpajakannya.

3) Pembuatan Memorandum of Understanding (MOU), meskipun tidak dikenal dalam hukum konvensional Indonesia, tetapi dalam praktik sering terjadi. MOU dianggap sebagai kontrak yang simpel dan tidak disusun secara formal serta MOU dianggap sebagai pembuka suatu kesepakatan.

4) Negoisasi adalah sarana bagi para pihak untuk mengadakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan sebagai akibat adanya perbedaan pandangan terhadap sesuatu hal. Ada dua corak negoisasu yaitu

position bargainer (lunak) dan hard position bargainer (keras)

Salah satu tahap yang menentukan dalam pembuatan kontrak, yaitu tahap penyusunan kontrak. Ada lima tahap dalam penyusunan kontrak di Indonesia, yakni:244

a) Pembuatan draf pertama yang meliputi : (1) Judul Kontrak

Dalam kontrak harus diperhatikan kesesuaian isi dengan judul serta ketentuan hukum yang mengaturnya, sehingga kemungkinan adanya kesalahpahaman dapat dihindari.

(2) Pembukaan

Biasanya berisi tanggal pembuatan kontrak. (3) Pihak-pihak dalam kontrak

Perlu diperhatikan jika pihak tersebut orang pribadi serta badan hukum, terutama kewenangannya untuk melakukan perbuatan hukum dalam bidang kontrak.

243

Ibid., hlm 123-124

244

(16)

(4) Racital

Yaitu penjelasan resmi/latar belakang terjadinya suatu kontrak. (5) Isi kontrak

Bagian yang merupakan ini kontrak. Yang memuat apa yang dikehendaki, hak dan kewajiban termasuk pilihan penyelesaian sengketa.

(6) Penutup

Memuat tata cara pengesahan suatu kontrak b) Saling tukar menukar draf kontrak

c) Jika perlu diadakan revisi d) Dilakukan penyelesaian akhir.

e) Penutup dengan penandatangan kontrak oleh masing-masing pihak.

Pada dasarnya, susunan dan antomi kontrak, dapat digolongkan menjadi 3 (tiga bagian), yaitu bagian pendahuluan, isi dan penutup. Ketiga hal itu dijelaskan sebagai berikut :245

(1) Bagian Pendahuluan

Dalam bagian pendahuluan dibagi menjadi 3 subbagian yaitu : (a) Subbagian Pembuka (description of the instrument)

Subbagian ini memuat tiga hal yakni

1} Sebutan atau nama kontrak dan penyebutan selanjutnya (penyingkatan) yang dilakukan.

2} Tanggal dari kontrak yang dibuat dan ditandatangani, dan 3} Tempat dibuat dan ditandatanganinya kontrak.

(b) Subbagaian pencantuman identitas para pihak (caption)

Dalam subbagian ini dicantumkan identitas para pihak yang mengikat diri dalam kontrak dan siapa-siapa yang menandatangani kontrak tersebut. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan tentang identitas para pihak, yaitu :

1} Para pihak harus disebutkan secara jelas.

2} Orang yang menandatangani harus disebutkan kapasitasnya sebagai apa 3} Pendefinisian pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak

(c) Subbagian penjelasan.

Pada subbagian ini diberikan penjelasn mengapa para pihak mengatakan kontrak (sering disebut bagian premis).

(2) Bagian Isi

Ada empat hal yang tercantum dalam bagian isi

245

(17)

(a) Klausula definisi (definition)

Dalam klausula ini biasanya dicantumkan berbagai definisi untuk keperluan kontrak. Definisi ini hanya berlaku pada kontrak tersebut dan dapat mempunyai arti dari pengertian umum. Klausula definisi penting dalam rangka mengefisienkan klausula-klausula selanjutnya karena tidak perlu diadakan pengulangan.

(b) Klausula transaksi (operative languange)

Klausula transaksi adalah klausula-klausula yang berisi tentang transaksi yang akan dilakukan.

(c) Klausula spesifik

Klausula spesifik mengatur hal-hal yang spesifik dalam suatu transaksi. Artinya klausula tersebut tidak terdapat dalam kontrak dengan sanksi yang berbeda.

(d) Klausula ketentuan umum

Klausula ketentuan umum adalah klausula yang sering kali dijumpai dalam berbagai kontrak dagang maupun kontrak lainnya. Klausula ini diantara lain mengatur tentang domisili hukum, penyelesaian sengketa, pilihan hukum, pemberitahuan, keseluruhan dari perjanjian dan lain-lain.

(3) Bagian Penutup

Ada dua hal yang tercantum pada bagian penutup

(a) Subbagian kata penutup (closing), kata penutup biasanya menerangkan bahwa perjanjian tersebut dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk itu. Atau para pihak menyatakan ulang bahwa mereka akan terikat dengan isi kontrak.

(b) Subbagian ruang penempatan tanda tangan adalah tempat pihak-pihak menandatangani perjanjian atau kontrak dengan menyebutkan nama pihak yang terlibat dalam kontrak, nama jelas orang yang menandatangani dan jabatan dari orang yang menandatangani.

(18)

akan diatur dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana yang tertera dalam Pasal-Pasal dibawah ini :

Pasal 1 (Lingkup Pekerjaan) menyebutkan bahwa Pihak Kesatu selaku Pemerintah Kabupaten Deli Serdang diwakili oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang memberi tugas pekerjaan kepada Pihak Kedua selaku pihak swasta dan Pihak Kedua menerima tugas pekerjaan dari Pihak Kesatu yaitu untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.246

Pasal 2 (Pengendalian, Supervisi dan Penanggung Jawab Pihak Kedua) menyebutkan bahwa Pasal 2.1 pengendalian atas penyelenggaraan, peralatan pekerjaan, seluruhnya dilakukan oleh pihak kedua. Pasal 2.2 Pengawasan berupa pemeriksaan suatu pelaksanaan akan dilakukan oleh Pihak Kesatu atau pejabat/petugas yang ditunjuk untuk ini. Pasal 2.3 Pihak Kedua harus menunjukkan wakilnya yang bertindak untuk dan atas nama pihak kedua dan hal ini dinyatakan secara tertulis oleh Pihak Kedua dan Pihak Kesatu. Pasal 2.4 Pengendalian Pihak Kesatu berlaku terhadap Pihak Kedua maupun pengawasan atau pemeriksa. Pasal 2.5 untuk keperluan Administrasi dan Pengawasan, Pihak Kedua harus mencatat seluruh kegiatan setiap hari dalam buku harian.247

Pasal 3 (Jangka Waktu Perjanjian) menyebutkan bahwa Pasal 3.1 kontrak bersifat retroaktif. Pasal 3.2 masa waktu tersebut adalah untuk melaksanakan

246

Pasal-pasal yang tertera berasal dari perjanjian upah borong yang dilakukan kedua belah pihak di Lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

247

(19)

pekerjaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 atau pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan sehingga dapat diterima dengan baik oleh Pihak Kesatu dan Pihak Kedua tidak dapat menjadikannya sebagai alasan untuk memperpanjang masa kontrak, kecuali menurut pertimbangan dan persetujuan Pihak Kesatu.248

Pasal 4 (Kuantitas dan Nilai Pekerjaan) menyebutkan bahwa Pasal 4.1 Kuantitas Pekerjaan yang dihitung adalah kuantitas yang dilaksanakan dilapangan. Pasal 4.2 Nilai Pekerjaan yang dibayar dihitung berdasarkan kuantitas yang tercantum dalam Berita Acara Prestasi Pekerjaan.249

Pasal 5 (Kewajiban Pihak Kedua) menyebutkan bahwa Pasal 5.1 ketentuan upah borong, Pihak Kedua wajib melaksanakan, menyelesaikan seluruh pekerjaan sesuai dengan yang tercantum dalam Dokumen Perjanjian Upah Borong. Pasal 5.2 segala biaya atas penyelesaian atau kerugian yang timbul yang diakibatkan sebagaimana pada Pasal 5.1 atas keseluruhannya adalah tanggung jawab Pihak Kedua. Pasal 5.3 apabila Pihak Kedua gagal/lalai atas pelaksana pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam dokumen kontrak, maka Pihak Kesatu berhak untuk melaksanakannya sendiri dengan atau dengan cara lain, tanpa ada lagi hak bagi pihak Kedua untuk menyatakan keberatan atas cara pelaksanaan atau atas biaya yang dikeluarkan oleh Pihak

248

Pasal-pasal yang tertera berasal dari perjanjian upah borong yang dilakukan kedua belah pihak di Lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

249

(20)

Kesatu, dalam hal ini Pihak Kesatu akan memotong pembayaran sejumlah nilai pelaksanaan pekerjaan dimaksud.250

Pasal 6 (Kewajiban Pemilik) menyatakan bahwa Pasal 6.1 menyediakan lokasi dan bahan untuk keperluan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan dilapangan. Pasal 6.2 membayar Pihak Kedua atas pelaksanaan pekerjaan berdasarkan hasil sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (2).251

Pasal 7 (Cara Pembayaran) menyatakan bahwa Pasal 7.1 pelaksanaan pembayaran pekerjaan tersebut pada Pasal 1 Surat Perjanjian ini akan dilaksanakan melalui Kas Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang. Pasal 7.2 Semua perhitungan pembayaran untuk pekerjaan dalam kontrak akan dilakukan berdasarkan Berita Acara Prestasi kemajuan pekerjaan sesuai dengan prestasi yang telah dicapai, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 dan 2 dan disesuaikan dengan ketersediaan dana dalam Kas Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang. Pasal 7.3 Pembayaran atas volume bahan yang telah dikirim oleh Pihak Kedua dilakukan berdasarkan pesanan dengan harga satuan tetap dan tidak berubah sebagaimana tercantum pada Pasal 1.252

250

Pasal-pasal yang tertera berasal dari perjanjian upah borong yang dilakukan kedua belah pihak di Lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

251

Pasal-pasal yang tertera berasal dari perjanjian upah borong yang dilakukan kedua belah pihak di Lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

252

(21)

Pasal 8 (Perpanjangan Waktu dan Perubahan) menyatakan bahwa Pasal 8.1 perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan ataupun perubahan-perubahan lainnya harus diikuti dengan pemberitahuan secara tertulis dari Pihak Kesatu.253

Pasal 9 (Sanksi dan Denda) menyatakan bahwa Pasal 9.1 jika Pihak Kedua tidak melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Perjanjian Upah Borong dan Spesifikasi Teknis yang ditentukan, atau tidak dapat menyelesaikan pekerjaan menurut jangkat waktu ditetapkan, maka Pihak Kesatu dapat melakukan : Peringatan lisan atau tulisan yang bersifat teguran, penangguhan Berita Acara Pembayaran selama tidak sesuai dengan yang ditentukan, perintah bongkar dan perbaikannya, dan pemutusan perjanjian setelah memberikan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali.

Pasal 10 (Keadaan Memaksa/Force Majeure) menyatakan bahwa Pasal 10.1 keadaan memaksa (force majeure) yaitu keadaan luar biasa yang diluar kemampuan dan kesalahan Pihak Kesatu, seperti gempa bumi, banjir besar dan bencana alam lainnya seperti kebakaran, perang, huru hara, sabotase dan keadaan darurat lainnya yang terhadap Pihak Kedua tidak mampu untuk mencegah dan mengambil tindakan-tindakan pencegahan sebelumnya. Pasal 10.2 bagian pekerjaan yang telah diselesaikan dan diterima baik yang kemudian rusak oleh keadaan memaksa sesuai dengan Pasal 10 ayat 1 harus diperbaiki oleh Pihak Kedua atas biaya Pihak Kesatu. Pasal 10.3 paling lambat 5 (lima)

253

(22)

hari kalender sejak keadaan memaksa, Pihak Kedua harus memberitahukan secara tertulis kepad Pihak Kesatu, kebenaran keadaan memaksa harus dinyatakan oleh Pejabat Instansi yang berwenang.

Pasal 11 (Domisili) menyatakan bahwa Pasal 11.1 segala perselisihan yang terjadi akibat pelaksanaan pekerjaan ini yang tidak dapat diselesaikan secara musyawarah maupun melaui arbitrasi, kedua belah pihak sepakat menyelesaikannya melalui Pengadilan dengan kedudukan (domisili) yang tetap dan tidak berubah dikantor Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.254

Pasal 12 (Lain-lain) menyatakan bahwa Pasal 12.1 Pihak Kedua harus mengadakan usaha-usaha untuk menjamin keselematan dan keamanan para pekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 12.2 Pihak Kedua bertanggung jawab terhadap milik Negara yangdipinjamkan atau yang diserahkan kepad Pihak Kedua meliputi pemeliharaan, menjaga kondisi, perbaikan atas kerusakan dan penggantian atas milik Negara tersebut.255

Pasal 13 (Ketentuan lain dan Penutup) menyatakan bahwa Pasal 12.1 dengan ditandatanganinya Surat Perjanjian Upah Borong ini oleh Pihak Kesatu dan Pihak Kedua maka seluruh ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal perjanjian ini dan seluruh ketentuan di dalam dokumen-dokumen yang merupakan kesatuan serta bagian yang tidak terpisahkan dengan perjanjian ini,

254

Pasal-pasal yang tertera berasal dari perjanjian upah borong yang dilakukan kedua belah pihak di Lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

255

(23)

termasuk segala sanksi, mempunyai kekuatan mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak, berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Yang dimaksud dengan dokumen yang mempunyai mengikat adalah seperti yang diuraikan dalam Pasal 2 ayat 1 dari Surat Perjanjian Upah Borong ini. Pasal 13.2 dengan dan karena ayat 1 pasal ini, ketentuan pada Pasal 1226 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak diberlakukan lagi didalam perjanjian ini apabila Pihak Kedua tidak memenuhi kewajiban.256

Jika dilihat dari pembuatan perjanjian yang dibuat kedua belah pihak, perjanjian itu dibuat sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata berupa adanya sepakat kedua belah pihak, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal serta sesuai dengan Pasal 1338 KUHPerdata berupa itikad baik dalam melakukan perjanjian.

Namun dalam prakteknya menyatakan perjanjian itu dilakukan dengan adanya suatu “tekanan” yang diberikan oleh pihak yang menawarkan (pemberi kerja) kepada pihak yang ingin melakukan perjanjian (pihak swasta). Dimana “tekanan” itu berupa jika ingin melakukan perjanjian dengan pemberi kerja maka terlebih dahulu pemborong harus mengikuti dan tunduk segala peraturan yang mereka buat sendiri.257

256

Pasal-pasal yang tertera berasal dari perjanjian upah borong yang dilakukan kedua belah pihak di Lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

Sehingga dalam isi perjanjian tersebut ada

257

(24)

beberapa Pasal yang menyatakan adanya ketidakseimbangan yang dibuat oleh pihak yang membuat perjanjian tersebut, diantaranya terdapat di dalam Pasal 5 mengenai kewajiban Pihak Kedua, Pasal 7 mengenai cara pembayaran dan Pasal 9 mengenai Sanksi dan denda.

Setelah perjanjian itu dibuat sesuai dengan syarat yang ada dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Maka perjanjian itu sudah sah dilakukan para pihak, namun kembali ke prakteknya, setelah dibuat perjanjian dan perjanjian itu sudah dilaksanakan oleh Pihak Kedua (pihak swasta) sesuai dengan isi kontrak, maka selayaknya Pihak Kedua berhak menerima haknya dalam hal pembayaran. Pihak Kedua sudah memenuhi kewajibannya sesuai dengan syarat-syarat yang ada dalam Pasal 1320 KUHPerdata, namun dari Pihak Kesatu (pemberi kerja) tidak melaksanakan kewajibannya demi memenuhi syarat-syarat yang ada dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Pihak Kesatu (pemberi kerja) mengabaikan kewajibannya untuk melakukan pembayaran kepada Pihak Kedua (pihak swasta).

(25)

Akan tetapi seiring berjalan waktu, Pihak Kesatu tidak melakukan kewajibannya dalam hal pembayaran. Pembayaran yang mana semestinya dilakukan Pihak Kesatu itu tertunda dilakukan karena adanya alasan lain yang diberikan Pihak Kesatu terhadap Pihak Kedua. Alasan lain yang dimaksud adalah alasan selain tidak adanya anggaran yang tersedia/tercukupi di KAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang pihak pemberi kerja memberikan alasan lain berupa tidak adanya satu aturan yang melandasi yang menyatakan bahwa kami (pemberi kerja) harus menganggarkan anggaran ini ke RAPBD tahun selanjutnya.258

Hal tersebut mengakibatkan Pihak Kesatu (pemberi kerja) melanggar apa yang ada dalam Pasal 1338 KUHPerdata yaitu tidak adanya itikad baik yang dilakukan Pihak Kesatu terhadap Pihak Kedua untuk melakukan kewajibannya kepada Pihak Kedua. Perbuatan yang dilakukan Pihak Kesatu terhadap Pihak Kedua merupakan perbuatan yang tidak dapat diterima sehingga perjanjian yang dibuat bisa batal demi hukum dan akibat dari perbuatan yang ditimbulkan Pihak Kesatu (pemberi kerja) terhadap Pihak Kedua (pihak swasta) layak untuk diberikan perlindungan hukum agar Pihak Kedua mendapatkan haknya dari Pihak Kedua dan kejadian yang timbul saat ini agar kedepannya tidak terulang lagi.

258

(26)

Berdasarkan Pasal 5 mengenai kewajiban Pihak Kedua, dimana dalam pelaksanaannya Pihak Kedua selalu mengalami posisi lemah dalam menjalankan isi dari kontrak tersebut, dikarenakan tidak adanya keseimbangan yang diberikan oleh Pihak Kesatu dalam hal hak dan kewajiban. Pihak Kesatu berupaya meminta haknya kepada Pihak Kedua berupa pengerjaan proyek tersebut agar dapat selesai pada waktu yang telah ditentukan dalam isi kontrak. Namun hal itu mengesampingkan kewajiban Pihak Kesatu dalam hal berupa pembayaran.

Hal ini membuat tidak adanya keseimbangan yang diterima oleh Pihak Kedua. Dimana Pihak Kedua belum menerima haknya untuk mendapatkan pembayaran akan tetapi untuk kewajiban yang dilakukan Pihak Kedua, Pihak Kedua sudah melakukan kewajibannya tersebut sesuai dengan waktu yang telah disepakati dalam isi kontrak. Sedangkan dalam hal ini, Pihak Kesatu mengabaikan kewajibannya dalam hal pembayaran, padahal untuk hak yang diperjanjikan, Pihak Kesatu sudah menerima hak tersebut dari Pihak Kedua, sedangkan dalam hal kewajiban Pihak Kesatu terhadap Pihak Kedua belum dilaksanakan sama sekali. Sehingga pada akhirnya untuk menjaga kepercayaan antara kedua belah pihak di kemudian hari, Pihak Kedua menerima segala resiko yang telah mereka sepakati ketika di awal dalam membuat perjanjian tersebut.

(27)

kewajiban dari para pihak yang membuat kontrak tersebut, oleh karena itu apabila terdapat posisi yang tidak seimbang diantara para pihak dalam perjanjian, maka hal itu harus ditolak karena akan berpengaruh terhadap subtansi maupun maksud dan tujuannya akan dibuat kontrak tersebut.

Berdasarkan Pasal 7 mengenai Cara Pembayaran, sejauh ini perihal dalam pembayaran akan upah semua ditentukan setelah adanya Berita Acara Prestasi kemajuan pekerjaan yang sesuai dalam isi Pasal 7. Namun dalam pelaksanaanya Pihak Kesatu sering mengalami keterlambatan dalam melakukan pembayaran upah kepada Pihak Kedua meskipun dalam melakukan pembayaran, Pihak Kesatu harus menunggu adanya dana yang tersedia dalam KAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang.259

Dalam Pasal 1250 KUHPerdata, apabila mengalami keterlambatan pembayaran pihak Kedua dapat menuntut atau memintakan sejumlah pembayaran berupa bunga sebagai ganti kerugian akibat adanya keterlambatan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian terhadap kondisi seperti ini masih dapat diterima dengan baik oleh kedua belah

Meskipun dalam pembayaran yang dilakukan Pihak Kesatu menunggu adanya suatu dana, maka tidak seharusnya Pihak Kesatu mengabaikan pembayarannya yang terlalu lama tanpa adanya suatu kepastian yang jelas yang sepantasnya Pihak Kedua berhak mendapatkanhaknya setelah melakukan prestasi (kewajibannya).

259

(28)

pihak khususnya pihak kedua tanpa perlu dikenakan denda dengan pertimbangan hubungan kerjasama yang baik.260

Berdasarkan Pasal 9 mengenai Sanksi dan Denda, sejauh ini Pihak Kedua sudah melakukan prestasi (kewajibannya) dengan tepat waktu sesuai dengan Pasal 3 Jangka Waktu Perjanjian namun demikian Pihak Kesatu sering sekali mengabaikan hak dari Pihak Kedua dan mengakibatkan Pihak Kedua timbul adanya kerugian akibat perjanjian itu.

Dari ketiga Pasal tersebut jika dianalisis maka akan menimbulkan satu pandangan yang baru dimana pandangan tersebut dalam membuat suatu kontrak seharusnya harus dibuat dan dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ada atau sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku. Namun dalam pelaksanannya yang ingin membuat perjanjian dan yang menerima dari hasil perjanjian itu harus mengikuti peraturan sendiri yang dibuat oleh pihak yang membuat perjanjian dan tunduk dalam peraturan itu. Sehingga akibat dari tunduk dan mengikutinya pihak yang menerima perjanjian tersebut mengakibatkan adanya ketidakseimbangan yang diterima oleh Pihak Kedua, baik itu berupa hak dan kewajiban maupun dari cara mereka menanggapi pembayaran serta sanksi dan denda. Sehingga pada akhirnya Pihak Kedua menerima segala semua resiko yang ada dari isi perjanjian yang diperbuat para pihak di awal perjanjian.

260

(29)

D.Perlindungan terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan dalam Perjanjian

Upah Borong (Partisipatif) Proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan

Umum Kabupaten Deli Serdang

1. Keseimbangan Perjanjian

Konsep keseimbangan sangat penting dalam penyusunan suatu kontrak, khususnya kontrak yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang selaku pengguna barang/jasa dengan pihak swasta selaku penyedia barang/jasa karena tahapan inilah akan menjadi dasar di dalam pemenuhan prestasi. Makna keseimbangan dapat dimaknai dalam bahasa sehari-hari yaitu kata “seimbang” (evenwicht) menunjuk pada pengertian suatu “keadaan pembagian beban di kedua sisi berada dalam keadaan seimbang”. Dalam konteks studi “keseimbangan” dimengerti sebagai “keadaan hening atau keselarasan karena dari pelbagai gaya yang bekerja tidak satu pun mendominasi yang lainnya, atau karena tidak satu elemen menguasai lainnya”.261

Konsep keseimbangan dituangkan menjadi suatu asas hukum dalam hukum kontrak yakni asas keseimbangan. Asas-asas hukum262

261

Herlien Budiono, Op.Cit, hlm 304

tidak saja bermanfaat untuk

262

Dalam pandangan Bruggink, asas-asas hukum memiliki fungsi ganda, yakni sebagai

(30)

memecahkan masalah-masalah baru dan membuka bidang baru, tetapi juga diperlukan guna menafsirkan aturan-aturan sejalan dengan asas-asas yang mendasari aturan-aturan dimaksud. Asas-asas tersebut sangat penting peranannya dalam menafsirkan dan memaknai aturan-aturan yang tidak pernah dapat secara lengkap melingkupi semua masalah yang mungkin muncul, tidak saja tatkala menghadapi kasus-kasus sulit akan kembali pada asas, tetapi juga dalam menghadapi penerapan aturan pada umumnya asas akan turun berperan sekalipun hanya untuk sekadar menegaskan kembali makna yang terkait atau diberikan pada aturan tersebut.

Menurut Atiyah, Kontrak memiliki tiga tujuan dasar sebagaimana digambarkan secara singkat :263

a. Tujuan pertama dari suatu kontrak ialah memaksakan suatu janji dan melindungi harapan wajar yang muncul darinya.

b. Tujuan kedua dari suatu kontrak ialah mencegah pengayaan (upaya memperkaya diri) yang dilakukan secara tidak adil atau tidak benar.

c. Tujuan ketiga ialah to prevent certain kinds of harm

d. Tujuan keempat dari kontrak ialah mencapai keseimbangan antara kepentingan sendiri dan kepentingan terkait dari pihak lawan.

Demikianlah tujuan fundamental pertama dari suatu perjanjian diturunkan dari janji dengan fungsi mewajibkan, di dalam hukum kontrak, yang self-imposed. Melalui asas ini, tujuan pertama dari kontrak menemukan bentuk kekuatan mengikatnya. Tujuan kedua dan ketiga menegaskan syarat pencampuran

263

(31)

community values, yakni keadilan (rechtvaardigheid) dengan kepatutan (betamelijkheid).264

Posisi para pihak dalam perjanjian harus diupayakan seimbang dalam menentukan hak dan kewajiban dari para pihak. Keseimbangan yang diharapkan oleh para pihak adalah berasal dari kesepakatan yang telah ditentukan dengan memenuhi syarat-syarat yang ada pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata, oleh karena itu apabila terdapat posisi yang tidak seimbang diantara para pihak dalam perjanjian, maka hal ini harus ditolak karena akan berpengaruh terhadap substansi maupun maksud dan tujuan dibuatnya kontrak itu. Maksud dan tujuan dibuatnya kontrak itu ialah :265

1) Lebih mengarah pada keseimbangan posisi para pihak, artinya dalam hubungan kontraktual tersebut posisi para pihak diberi muatan keseimbangan.

2) Kesamaan pembagian hak dan kewajiban dalam hubungan kontraktual seolah-olah tanpa memperhatikan proses yang berlangsung dalam penentuan hasil akhir-akhir pembagian tersebut.

3) Keseimbangan seolah sekadar merupakan hasil akhir dari sebuah proses. 4) Intervensi negara merupakan instrumen memaksa dan mengikat agar

terwujud keseimbangan posisi para pihak.

5) Pada dasarnya keseimbangan posisi para pihak hanya dapat dicapai pada syarat dan kondisi yang sama (cateris paribus)

Berdasarkan penelitian menyatakan bahwa perjanjian antara Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang selaku Pengguna Barang/Jasa (pemberi kerja) dengan pihak swasta selaku Penyedia Barang/Jasa (pemborong/kontraktor) ketika diawal membuat perjanjian, para pihak

264

Ibid.

265

(32)

membuat perjanjian itu tetap dengan berpedoman Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata dengan para pihak sepakat untuk melakukan perjanjian tersebut. Dimana perjanjian itu dilakukan sesuai syarat Pasal 1320 berupa sepakat kedua belah pihak, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal serta sesuai Pasal 1338 berupa itikad baik dalam melakukan perjanjian.

Pada prakteknya perjanjian yang dibuat dalam surat perjanjian upah borong (partisipatif) di Deli Serdang tidak memberikan persamaan hak yang setara antara debitur dengan kreditur, pada tiap-tiap pasal lebih menekankan kewajiban debitur dan sanksi-sanksi yang diberikan apabila terjadi kelalaian, ataupun keadaan memaksa (force majeure), jika terjadi ingkar janji oleh kreditur maka debitur hanya dapat memperoleh haknya dengan cara musyawarah, arbitrasi ataupun bersepakat menyelesaikannya melalui Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Perlindungan hukum kepada debitur dapat diperoleh dengan cara dan proses yang panjang bukan serta merta tertuang dalam perjanjian kontrak.

(33)

pelaksanaannya pihak kedua (pihak swasta) ada menerima ketidakseimbangan berupa haknya dalam hal pembayaran.

Dimana pembayaran yang dilakukan pihak pemberi kerja (kreditur) sering mengalami keterlambatan dalam pembayaran kepada pemborong/kontraktor (pihak swasta) sehingga mengakibatkan perjanjian yang dilakukan kedua belah pihak bisa batal demi hukum dikarenakan tidak dipenuhinya salah satu syarat-syarat yang ada tertera dalam Pasal 1320 KUHPerdata, akan tetapi selain dari telatnya pembayaran yang dilakukan pemberi kerja kepada pemborong/ kontraktor akibat tidak adanya/tercukupi KAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang, pihak pemberi kerja (kreditur) memberi alasan lain berupa tidak dianggarkan anggaran tersebut ke RAPBD tahun berikutnya dengan alasan bahwa tidak ada satu aturan hukum bagi kami (kreditur) untuk memasukkan anggaran tersebut yang mengakibatkan kreditur melanggar Pasal 1338 KUHPerdata yaitu tidak adanya itikad baik sehingga layak dan pantas perjanjian yang mereka lakukan batal demi hukum.

2. Perlindungan terhadap upah borongan

Menurut Phillipus M. Hadjon, bentuk perlindungan hukum dibagi menjadi 2 yaitu :266

a. Perlindungan hukum yang preventif

Perlindungan hukum ini memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengajukan keberatan (inspraak) atas pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintahan mendapat bentuk yang definitif. Sehingga perlindungan

266

(34)

hukum ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa dan sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak. Dan dengan adanya perlindungan hukum yang preventif ini mendorong pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan dan rakyat dapat mengajukan keberatan atau dimintai pendapatnya mengenai rencana keputusan tersebut.

b. Perlindungan hukum yang represif

Perlindungan hukum ini berfungsi untuk menyelesaikan apabila terjadi sengketa. Indonesia dewasa ini terdapat berbagai badan yang secara partial menangani perlindungan hukum bagi rakyat, yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) badan, yaitu

1) Pengadilan dalam lingkup Peradilan Umum

Dewasa ini dalam praktek telah ditempuh jalan untuk menyerahkan suatu perkara tertentu kepada Peradilan Umum sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa.

2) Instansi pemerintah yang merupakan lembaga banding administrasi Penanganan perlindungan hukum bagi rakyat melalui instansi pemerintah

yang merupakan lembaga banding administrasi adalah permintaan banding terhadap suatu tindak pemerintah oleh pihak yang merasa dirugikan oleh tindakan pemerintah tersebut. Instansi pemerintah yang berwenang untuk merubah bahkan dapat membatalkan tindakan pemerintah tersebut.

3) Badan-badan khusus

(35)

Pengguna Barang/Jasa (pemberi kerja) akibat sudah dipenuhinya prestasi yang dilakukan Penyedia Barang/Jasa (pemborong/kontrakor) yang sesuai dengan ketentuan yang ada dalam isi perjanjian. Namun kenyataannya, pihak Pengguna Barang/Jasa (pemberi kerja) tidak memenuhi prestasinya (kewajiban) untuk membayarkan hak dari Penyedia Barang/Jasa (pemborong/kontraktor) dengan beralasan bahwa tidak adanya anggaran yang tersedia di KAS Dinas Pekerjaan Umum Deli Serdang sehingga menunggu adanya anggaran dari APBD Kabupaten Deli Serdang baru pihak Pengguna (pemberi kerja) melakukan pembayaran tersebut. Akan tetapi jika anggaran yang ada di KAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang tercukupi/tersedia, maka pembayaran yang dilakukan pihak Pengguna Barang/Jasa (pemberi kerja) kepada pihak Penyedia Barang/Jasa (pemborong/kontraktor) dilakukan dengan cara dicicil berdasarkan KAS mereka tersedia.267

Dengan diberlakukan pembayaran dicicil sampai lunas, maka pembayaran yang dilakukan pihak Pengguna Barang/Jasa (pemberi kerja) kepada Penyedia Barang/Jasa (pemborong/kontraktor) masih sering telat untuk tidak dibayarkan sampai waktu tidak ditentukan sehingga pihak Penyedia Barang/Jasa (pemborong/kontraktor) merasa dirugikan akibat perbuatan yang dilakukan oleh pihak Pengguna Barang/Jasa (pemberi kerja) kepada mereka.

267

(36)

Jika dilihat dari kondisi yang dialami pihak Penyedia Barang/Jasa (pemborong/kontraktor) akibat perbuatan Pengguna Barang/Jasa (pemberi kerja) telat dalam melakukan pembayaran, seharusnya pihak Penyedia Barang/Jasa (pemborong/kontraktor) yang merasa dirugikan bisa saja menggugat pihak Pengguna Barang/Jasa (pemberi kerja) dengan dasar untuk menggugat mereka terdapat di Pasal 122 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dengan bunyi :

“PPK yang melakukan cidera janji terhadap ketentuan yang termuat dalam Kontrak, dapat dimintakan ganti rugi dengan ketentuan sebagai berikuat :

1) Besarnya ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran adalah sebesar bunga terhadap nilai tagihan yang terlambat dibayar, berdasar tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu menurut ketetapan Bank Indonesia ; atau

2) Dapat diberikan kompensasi sesuai ketentuan dalam Kontrak”.

Namun pihak Penyedia Barang/Jasa (pemborong/kontraktor) tidak mau melakukan gugatan ke Pengadilan dengan dasar takut kedepannya tidak mendapat proyek lagi dari pihak Pengguna Barang/Jasa (pemberi kerja) akibat dari perbuatan pihak Penyedia Barang/Jasa (pemborong/kontraktor) melakukan gugatan tersebut.

Jika Penyedia Barang/Jasa (pemborong/kontraktor) ingin melanjutkan masalah ini ke Pengadilan maka dasar Penyedia Barang/Jasa membuat gugatan dengan dasar gugatan perbuatan melawan hukum dimana perbuatan Pengguna Barang/Jasa tidak menganggarkan anggaran tersebut ke RAPBD tahun selanjutnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2014.

(37)

Menurut Pasal 23 ayat (1) huruf b angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, eskalasi adalah nilai pekerjaan dan ketentuan mengenai penyesuaian nilai pekerjaan akibat fluktuasi harga untuk kontrak kerja konstruksi bertahun jamak.268

Tidak semua kontrak bisa diberlakukan penyesuaian harga. Kontrak yang bersifat tahun tunggal (single year) tidak diberlakukan penyesuaian harga, meskipun tidak menutup kemungkinan hal ini terjadi. Penyesuaian harga pada umumnya diberikan kepada kontrak-kontrak yang bersifar (multi years). Dengan adanya penyesuaian harga, maka penyedia jasa harus menyediakan dana yang harus dibayarkan akibat harga tersebut.

Menurut Pasal 92 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, penyesuaian harga (eskalasi) hanya berlaku terhadap kontrak tahun jamak berbentuk harga satuan, dan bagi kontrak tahun tunggal dan kontrak lumpsum berbentuk harga satuan timpang yang tidak diberlakukan penyesuaian harga (eskalasi).

Dalam pelaksanaannya pemerintah selaku pengguna barang/jasa memberlakukan klausula eskalasi terhadap semua jenis kontrak dalam kontrak jasa konstruksi, baik kontrak tahun jamak berbentuk harga satuan maupun kontrak-kontrak lainnya melalui keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Pekerjaan Umum. Pemberlakuan eskalasi tersebut dilakukan apabila ada kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak yang kemudian menyebabkan

268

(38)

meningkatnya harga-harga bahan dasar konstruksi dan pemberlakuan dilakukan apabila tersedianya anggaran untuk eskalasi tersebut.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 penyesuaian harga ditentukan sebagai berikut :

Pasal 92 menyebutkan :

Ayat (1) Penyesuaian harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Penyesuaian harga diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Jamak269

b. Tata cara perhitungan penyesuaian harga harus dicantumkan dengan jelas dalam Dokumen Pengadaan.

berbentuk Kontrak Harga Satuan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam Dokumen Pengadaan dan/atau perubahan Dokumen Pengadaan.

c. Penyesuaian harga tidak diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Tunggal270 dan Kontrak Lump Sum271 serta pekerjaan dengan Harga Satuan Timpang.272

Ayat (2) Persyaratan penggunaan rumusan penyesuaian harga adalah sebagai berikut :

a. Penyesuaian harga diberlakukan pada Kontrak Tahun Jamak yang masa pelaksanaannya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan diberlakukan mulai bulan ke 13 (tiga belas) sejak pelaksanaan pekerjaan.

b. Penyesuaian Harga Satuan berlaku bagi seluruh kegiatan/mata pembayaran, kecuali komponen keuntungan dan Biaya overhead

sebagaimana tercantum dalam penawaran.

c. Penyusunan Harga Satuan diberlakukan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tercantum dalam Kontrak awal/addendum Kontrak.

269

Yang dimaksud dengan Kontrak Tahun Jamak adalah Kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya untuk masa lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran atas beban anggaran.

270

Yang dimaksud dengan Kontrak Tahun Tunggal adalah Kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya mengikat dana anggaran selama masa 1 (satu) Tahun Anggaran.

271

Yang dimaksud dengan Kontrak Lump Sum adalah Kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu waktu tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak.

272

(39)

d. Penyesuaian Harga Satuan bagi komponen pekerjaan yang berasal dari luar negeri, menggunakan indeks penyesuaian harga dari negara asal barang tersebut.

e. Jenis pekerjaan baru dengan Harga Satuan baru sebagai akibat adanya addendum Kontrak dapat diberikan penyesuaian harga mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak addendum Kontrak tersebut ditandatangani ; dan

f. Kontrak yang terlambat pelaksanaanya disebabkan oleh kesalahan Penyedia Barang/Jasa diberlakukan penyesuaian harga berdasarkan indeks harga terendah antara jadwal awal dengan jadwal realisasi pekerjaan. 273

Ayat (3) Penyesuaian Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :274

Hn = Ho (a+b.Bn/Bo+c.Cn/Co+d.Dn/Do+...)

Hn = Harga Satuan Barang/Jasa pada saat pekerjaan dilaksanakan. Ho = Harga Satuan Barang/Jasa pada saat harga penawaran. A = Koefisien tetap yang terdiri atas keuntungan dan overhead.

Dalam hal penawaran tidak dicantumkan besaran komponen keuntungan dan overhead maka a = 0,15.

b,c,d = Koefisien komponen Kontrak seperti tenaga kerja, bahan, alat kerja, dan sebagainya ;

Penjumlahan a+b+c+d+.... dan seterusnya adalah 1,00.

Bn, Cn, Dn = Indeks harga komponen pada saat pekerjaan dilaksanakan.

Bo, Co, Do = Indeks harga komponen pada bulan ke-12 setelah penandatangan Kontrak

Ayat (4) Penetapan koefisien Kontrak pekerjaan dilakukan oleh Menteri teknis yang terkait.

Ayat (5) Indek harga yang digunakan bersumber dari penerbitan BPS

Ayat (6) Dalam hal indeks harga tidak dimuat dalam penerbitan BPS, digunakan indeks harga yang dikeluarkan oleh instansi teknis.

Ayat (7) Rumusan penyelesaian nilai Kontrak ditetapkan sebagai berikut :275

273

Jadwal adalah kerangka waktu yang sudah dirinci setelah pemeriksaan lapangan bersama. Jadwal awal adalah jadwal yang ditetapkan pada Kontrak atau jadwal yang sudah disepakati dalam rapat persiapan pelaksanaan Kontrak dan dituangkan dalam addendum Kontrak

274

Koefisien komponen adalah perbandingan antara nilai bahan, tenaga kerja dan alat terhadap Harga Satuan dari pembobotan HPS dalam Dokumen Pengadaan. Penyesuaian harga tidak berlaku untuk jenis pekerjaan yang bersifat borongan, misalnya Pekerjaan Lump Sum. Indek Harga yang digunakan bersumber dari penerbitan resmi Badan Pusat Statistik (BPS) dan telah dipublikasikan.

275

(40)

Pn = (Hn1 x V1) + (Hn2 x V2) + (Hn3 x V3) + ... dan seterusnya. Pn = Nilai Kontrak setelah dilakukan penyesuaian Harga Satuan

Barang/Jasa

Hn = Harga Satuan baru setiap jenis komponen pekerjaan setelah dilakukan penyesuaian harga satuan

V = Volume setiap jenis komponen pekerjaan yang dilaksanakan. Mengenai penyesuaian harga (eskalasi) dalam konteks pelaksanaan proyek pemerintah, eskalasi harga atau penyesuaian harga tentu saja berdampak dengan kenaikan harga proyek pemerintah. Penyesuaian dilaksanakan melalui amandemen kontrak yang menambah nilai kontrak yang telah disepakati sebelumnya. Eskalasi biasanya diberlakukan untuk kontrak multi tahun (multi years) dengan pertimbangan asumsi yang digunakan dalam melakukan penawaran harga pada tahun sebelumnya dengan tahun berbeda dengan yang terjadi pada tahun selanjutnya, sehingga nilai kontrak perlu disesuaikan sebatas pengaruh perubahan harga saja.

Penyesuaian harga tidak berlaku untuk jenis pekerjaan yang bersifat borongan misalnya pekerjaan Lump Sum. Dengan tidak berlakunya Kontrak Lump Sum, maka penyedia Jasa/Kontraktor akan menghitung risiko kenaikan harga yang berpotensi terjadi selama masa kontrak. Secara umum harga-harga terkait kontrak tentu akan mengalami tren kenaikan/inflasi. Jika kondisi perekonomian dianggap stabil, akan mudah untuk prediksi besaran inflasi yang akan terjadi. Namun jika tidak, maka tentu akan sulit untuk menentukan besaran tersebut.

(41)

menilai resiko tersebut. Sehingga akan menimbulkan perbedaan persepsi atas besaran resiko yang berujung pada perbedaan nilai penawaran atas resiko kenaikan harga. Resiko sendiri bersifat probabilistik, jika kondisi perekonomian cenderung stabil maka akan lebih mudah untuk melakukan prediksi dan probabilitas dapat diyakini. Kebalikannya, jika kondisi perekonomian tidak stabil, maka sulit untuk melakukan prediksi dan probabilitas yang sulit dipastikan.

Pada dasarnya tidak ada hubungan antara jenis Kontrak Lump Sum dengan ketentuan penyesuaian harga. Suatu Kontrak Lump Sum dapat saja memasukkan ketentuan penyesuaian harga demi pelaksanaan kontrak yang lebih baik dan lancar. Pemberlakuan ketentuan penyesuaian harga dapat dimasukkan dengan situasi sebagai berikut :

a. Jika kondisi perekonomian dianggap stabil sedemikian tidak terjadi fluktuasi harga yang tinggi atau yang berlebihan, sedemikian dinilai dapat diprediksikan dengan keyakinan cukup tinggi, maka ketentuan penyesuaian harga tidak perlu dimasukkan pada Kontrak Lump Sum. Namun dikarenakan tren kondisi perekonomian akhir-akhir ini, maka lebih baik jika untuk kontrak yang masa pelaksanaannya pendek (misalnya 6 bulan), tidak diberlakukan penyesuaian harga. Sedangkan untuk kontrak yang masa pelaksanaannya lebih dari 6 bulan, tetap diberlakukan ketentuan penyesuaian harga dengan tambahan syarat jika terjadi fluktuasi harga yang berlebihan. Tentutnya dapat juga dengan menetapkan batas-batas kriteria penilaian atas fluktuasi harga yang berlebihan.

(42)

harga satuan dan detail BQ (Bills of Quantities)276 saat melakukan penawaran untuk memudahkan proses penyesuaian harga.277

Berdasarkan penelitian dilapangan akan hal perjanjian yang dilakukan para pihak pengguna barang/jasa (Dinas Pekerjaan Umum) Kabupaten Deli Serdang dengan penyedia barang/jasa (pihak swasta) mengalami adanya penyesuaian harga. Dimana penyesuaian harga hanya bisa terjadi pada Kontrak Tahun Jamak, namun tidak menutup kemungkinan penyesuaian harga bisa terjadi pada Kontrak Lump Sump maupun Kontrak Tunggal. Penyesuaian harga pada Kontrak Lump Sump maupun Kontrak Tunggal bisa terjadi penyesuian harga jika adanya kondisi perekonomian tidak stabil. Penyesuaian harga dilakukan dengan ketentuan kontrak yang dibuat dari awal diselesaikan terlebih dahulu meskipun pengerjaannya masih dilakukan setengah dari kesepakatan yang dilakukan dari isi kontrak, setelah itu selesai dikerjakan maka dibuat ketentuan kontrak baru agar dapat menyesuaikan penyesuaian harga tersebut,278

276

BQ atau Bill of Quantities adalah daftar uraian dan volume pekerjaan yang terdapat dalam dokumen-dokumen tender dan kontrak dan harga satuan. BQ dalam kontrak adalah harga satuan yang dipakai untuk menghitung biaya pekerjaan tambah atau kurang.

sedangkan pendapat Habibi Aswin menyatakan “jika penyesuaian harga yang ada dalam perjanjian pemborongan maupun perjanjian yang lain tidak dapat bisa dilakukan dikarenakan dari awal membuat perjanjian sudah diberitahu akan resiko yang akan terjadi dalam perjanjian tersebut

277

Budi Suanda, Lump vs Penyesuaian Harga,

278

(43)

salah satunya resiko penyesuaian harga sehingga pihak penyedia barang/jasa menerima segala resiko akibat penyesuaian harga tersebut”.279

4. Tata cara pembayaran

Dalam Pengadaan Barang dan Jasa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, PPK bertanggung jawab terhadap semua tahapan yang ada dalam Pengadaan Barang dan Jasa dimulai dari adanya perencanaan hingga selesainya pelaksanaan pekerjaan termasuk di dalamnya pembayaran atas tagihan yang diajukan oleh penyedia. Selesainya pelaksanaan pekerjaan ditentukan dengan dinyatakatakan adanya Berita Acara Serah Terima Pekerjaan yang ditandatangani Penyedia dan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan sesuai dengan Pasal 95 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.

Berita Acara Serah Terima Pekerjaan tersebut menjadi dasar bagi penyedia untuk dapat melakukan/mengajukan penagihan atas pekerjaan tersebut kepada Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Instansi (K/L/D/I) yang bersangkutan, sedangkan bagi PPK berita acara tersebut sebagai dasar melaporkan penyelesaian pekerjaan Pengadaan Barang dan Jasa serta menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang dan Jasa kepada PA/KPA sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf (f) dan huruf (g) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.

279

(44)

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tidak mengatur lebih lanjut tentang prosedur penagihan atas pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan walaupun dalam hal atas keterlambatan pembayaran kepada penyedia maka PPK dapat dimintakan ganti rugi bunga yang dihitung dari nilai tagihan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 122 huruf (a) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, sehingga menjadi suatu permasalahan bilamana proses pengadaan dan proses pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentuan yang dapat mengakibatkan PPK dapat dikenakan ganti rugi.

(45)

Proses lanjut mengenai pembayaran dalam Pengadaan Barang dan Jasa dapat dilihat berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mengatur tentang pengeluaran negara dan daerah. Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 menyatakan bahwa “Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan”, kekuasaan pengelolaan keuangan negara tersebut kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam ayat (2) yang menjelaskan pembagian kekuasaan pengelolaan keuangan negara tersebut.

Ada 2 point dari ayat (2) terkait dengan pembayaran, yaitu :

a. Untuk Kementerian Negara/Lembaga, kekuasaan pengelolaan keuangan dkuasakan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang. Hal ini mempunyai pengertian yang sama dengan Pasal 1 angka (19) dan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

b. Untuk Pemerintah Daerah, kekuasaan pengelolaan keuangan diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah dan juga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Hal ini mempunyai pengertian yang sama dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 dan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

(46)

pengelolaan keuangan berdasarkan Undang-undang, demikian juga untuk melakukan pembayaran atas Pengadaan Barang dan Jasa merupakan bagian dari pengelolaan keuangan adalah menjadi kewenangan Pengguna Anggaran.

Mekanisme pembayaran APBN/APBD terdiri dari :280

1) Sistem panjar berupa uang persediaan (UP), tambahan uang persediaan (TUP), atau ganti uang (GU). Untuk APBN dikenal juga dengan uang yang harus dipertanggungjawabkan (UHYD) yaitu uang muka yang diberikan kepada Bendaharawan.

2) Sistem Pembayaran Langsung (LS)

Adapun uraian dari jenis-jenis pembayaran sebagai berikut :281

a) Uang persediaan (UP) adalah uang muka kerja yang bersifat pengisian kembali (resolving) yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung (LS)

b) Ganti uang persediaan (GUP) pengganti uang persediaan yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung (LS).

c) Tambahan uang persediaan (TUP) permintaan tambahan uang persediaan guna melaksanakan kegiatan yang bersifat mendesak dan tidak dapat digunakan untuk pembayaran langsung dan uang persediaan.

d) Langsung (LS) pembayaran langsung kepada pihak ketiga (penyedia atau non penyedia) atas dasar perjanjian kontrak kerja atau surat perintah kerja lainnya dan pembayaran gaji dengan jumlah, penerima, peruntukan, dan waktu pembayaran tertentu.

e) Mekanisme LS adalah mekanisme pembayaran yang paling utama. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara mengatur bahwa pembayaran atas beban APBN/D tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima kecuali diatur berbeda melalui peraturan pemerintah. Pembayaran menggunakan mekanisme LS (selain pembayaran gaji) menuntut prestasi terlebih dahulu baru kemudian dilakukan pembayaran oleh kuasa BUN/D (Bendahara Umum Negara/Daerah). Oleh karena itu diharapkan seluruh pencairan dana dalam rangka pengeluaran negara/daerah

280

Abu Sopian,Op. Cit, hlm 155

281

(47)

dilakukan melalui mekanisme pembayaran ini. Tujuannya adalah agar pembayaran atas hak tagih kepada negara dipastikan langsung diterima oleh penerima hak yang telah menyelesaikan pekerjaannya.

Mekanisme Pembayaran Swakelola :

Umumnya menggunakan mekanisme UP khususnya belanja nonmodal. UP merupakan uang KAS yang ada ditangan bendahara pengeluaran dengan karakteristik sebagai berikut :282

(1) Hanya diberikan sekali dalam satu tahun anggaran (2) Diberikan pada awal tahun anggaran

(3) Merupakan jumlah maksimal (pagu) uang yang dipegang oleh bendahara pengeluaran

(4) Untuk digunakan dalam melaksanakan pembayaran kegiatan-kegiatan yang bersifat swakelola.

(5) Bersifat revolving (adanya pengisian kembali jika telah terpakai)

(6) Besarnya alokasi UP tergantung pada “kebijakan”. Namun, terkait batas pembayaran apabila mengacu pada Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(7) Untuk APBD agar lebih pembayaran fleksibel, ketentuan UP juga dapat mengikuti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 190/PMK.05/2012 ini. Dengan demikian, penggunaan dana UP menjadi lebih luas tidak terbatas hanya belanja nonmodal, tetapi juga belanja modal selama nilainya tidak lebih dari Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Revisi atau updating

peraturan perbendaharaan di daerah adalah hal yang lumrah sebagaimana yang direkomendasikan dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor SE.900/316/BAKD Tahun 2007 tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntasi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (SE Mendagri 900-316-BAKD/2007) bahwa dokumen perbendaharaan merupakan dokumen yang dinamis, artinya akan senantiasa diperbaharui (update) dan pemerintah daerah dapat menyesuaikannya sesuai kondisi daerah masing-masing dengan tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

(8) Selain menggunakan mekanisme UP, pembiayaan swakelola juga dapat dilaksanakan dengan mekanisme LS untuk item atau akun-akun tertentu yang mempunyai karakteristik :

(a) Terdapat kepastian penerima hak dan jumlah yang dibayarkan

282

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan kompos cair pada sistem budidaya hidroponik ini konsentrasi larutan hara harus disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.. Penelitian ini bertujuan mengetahui

Pertumbuhan ekonomi sebagai hasil pembangunan harus dapat dirasakan oleh masyarakat melalui pemerataan yang nyata dalam bentuk peningkatan pendapatan dan peningkatan daya

Kualitas air hasil produksi secara umum hasilnya memenuhi Baku Mutu hanya beberapa parameter yang tidak memenuhi yaitu parameter warna nilai tertinggi bulan Agustus yaitu 25

Clinical Group Decision Support System (CDSS) yang telah dikembangkan selama ini belum mengakomodasi adanya dukungan dari beberapa pengambil keputusan yang memberikan

Berdasarkan karakteristik tempat maupun suasana di puskesmas, yang membedakan beban kerja, petugas/staf medisnya,kemampuan penyelenggaraannya dan akan

Pada hipotesis minor yang kedua, yaitu re- ligiusitas terhadap kematangan emosi menun- jukkan nilai r sebesar 0,243 dengan nilai p= 0,057 (p>0,05), hal ini menunjukkan bahwa

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa pelaku usaha di lokasi penelitian, bahwa pendapatan pelaku usaha di lapangan merdeka mengalami

Jauhari, Iman, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Keluarga Poligami , Pustaka Bangsa, Jakarta, 2003. ____________, Hak-hak Anak Dalam Hukum Islam, Pustaka Bangsa Press,