• Tidak ada hasil yang ditemukan

(PARTISIPATIF) PROYEK SWAKELOLA DI LINGKUNGAN PEKERJAAN UMUM KABUPATEN DELI SERDANG

B. Wanprestasi Kreditur (Pemberi Kerja) dalam Praktek Pelaksanaan Upah Borong (Partisipatif) Proyek Swakelola

Prestasi (performance) adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan.336

Menurut Pasal 1234 KUHPerdata wujud prestasi ada tiga yaitu :

Prestasi sama dengan objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata dinyatakan bahwa “semua harta kekayaan debitur, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur”. Tetapi jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara para pihak-pihak.

1. Memberikan sesuatu.

Menurut Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, pengertian memberikan sesuatu adalah menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur. Contoh : Jual beli, sewa-menyewa, hibah, gadai dan hutang piutang. 2. Berbuat sesuatu.

Dalam perikatan yang objeknya “berbuat sesuatu”, debitur wajib melakukan perbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh : membangun rumah/gedung, mengosongkan rumah.

3. Tidak berbuat sesuatu.

Dalam perikatan yang objeknya “tidak berbuat sesuatu”, debitur tidak melakukan perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh : tidak membangun rumah, tidak membuat pagar dan tidak membuat perusahaan yang sama, dsb.

336

Sifat-sifat prestasi adalah sebagai berikut :337

a Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu atau tidak ditentukan mengakibatkan perikatan batal (nietig)

b Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (nietig)

c Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh Undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal, perikatan batal (nietig)

d Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan, menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat dibatalkan (vernietigbaar)

e Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi terdiri dari satu perbuatan dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan perikatan (vernietigbaar).

Apabila perjanjian telah dibuat berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata maka konsekuensinya perjanjian tersebut berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak sebagai mana terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1). Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi sesuai dengan apa yang dperjanjikan disebut wanprestasi.

Wanprestasi pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali.338 Ada 4 (empat) unsur untuk menentukan debitur dikatakan wanprestasi, yaitu :339

1) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktu (terlambat). 3) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktu atau terlambat. 4) Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

337

Sangkoeno, Prestasi dan Wanprestasi,

338

Yahya Harahap, Segi-segi HukumPerjanjian, Cet II, (Bandung : Alumni, 1986), hlm 60

339

R.Subekti (3), Op. Cit, hlm 50

Syarat terjadinya keadan wanprestasi yaitu :

a) Syarat materil yaitu adanya unsur kesalahan debitur (sengaja/lalai) b) Syarat formil yaitu adanya peringatan/teguran terhadap debitur. Hak kreditur bila terjadi wanprestasi

(1) Hak menuntut pemenuhan perikatan.

(2) Hak menuntut pemutusan perikatan atau bila perikatan tersebut bersifat timbal balik, menuntut pembatalan perikatan (ontbinding)

(3) Hak untuk menuntut ganti rugi

Pihak yang dianggap wanprestasi, dapat mengajukan pembelaan untuk membebaskan diri dari akibat wanprestasi tersebut. Pembelaan dapat berupa :340

(a) Wanprestasi terjadi karena keadaan memaksa (overmacht)

(b) Wanprestasi terjadi karena pihak lain juga wanprestasi (exception adimpleti contractus)

(c) Wanprestasi terjadi karena pihak lawan telah melepaskan haknya atas pemenuhan prestasi.

Dari Pasal 1267 KUHPerdata menyebutkan :

“Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih : memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan perjanjian, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga”.

Pasal 1238 KUHPerdata menyatakan bahwa

“si berutang (debitur) adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah fakta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri

340

ialah jika ia menetapkan, bahwa debitur akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Pasal 1243 KUHPerdata menyebutkan bahwa

“penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu harus diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.

Somasi timbul disebabkan debitur tidak memenuhi prestasinya, sesuai dengan yang diperjanjikan. Ada 3 (tiga) cara terjadinya somasi, yaitu :

1} Debitur melaksanakan prestasi yang keliru.

2} Debitur tidak memenuhi prestasi pada hari yang telah diperjanjikan.

3} Prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna bagi kreditur setelah lewat waktu yang diperjanjikan.

Dari ketentuan wanprestasi diatas, maka ketika terjadi suatu perselisihan dari isi perjanjian, seharusnya dilakukan upaya terlebih dahulu berupa musyawarah kepada pihak yang melakukan wanprestasi. Dalam hal ini yang terjadi ketika wanprestasi yang dilakukan pihak kreditur (pemberi kerja) terhadap pelaksanaan pemberian upah yang terjadi di Proyek Swakelola. Seharusnya pihak kreditur (pemberi kerja) melakukan itikad baik dalam melakukan tindakannya baik berupa musyawarah kepada pihak debitur sampai melakukan seharusnya yang akan memberikan prestasinya untuk debitur, akan tetapi pihak kreditur sama sekali tidak memiliki itikad baik dalam melakukan pelaksanaannya. Sehingga pihak debitur melakukan tindakan berupa teguran/somasi kepada pihak kreditur (pemberi kerja) agar melakukan prestasinya kepada debitur. Prestasi yang akan diberi, jika kreditur (pemberi kerja)

melakukan prestasinya yaitu kewajiban dalam melakukan pembayaran upah yang selama ini ditunda-tunda oleh pihak kreditur dengan alasan tidak ada anggaran yang tersedia untuk melakukan pembayaran tersebut sehingga harus dibayar secara dicicil tanpa adanya kepastian yang jelas dan harus menunggu anggaran tersebut di anggarkan terlebih dahulu dalam RAPBD tahun berikutnya.

Dalam pelaksanaannya, hal terlambatnya pembayaran yang dilakukan oleh pihak kreditur sering sekali terjadi di dunia proyek konstruksi, yang menyebabkan para rekanan/pemborong mengalami kerugian akibat yang ditimbulkan oleh pihak kreditur, kerugian berupa uang, waktu maupun tenaga mereka untuk melakukan penagihan kepada pihak kreditur. Dalam melakukan penagihan kepada pihak kreditur terkait pembayaran dilakukan dengan proses sangat lama sehingga ini yang membuat rekanan/pemborong yang bermain dalam proyek Swakelola tidak bisa melakukan proyek lagi di Dinas Pekerjaan Umum tempat lain disebabkan minimnya dana untuk melakukan sebuah proyek konstruksi. Dengan terjadinya kerugian yang dialami pihak debitur terhadap pihak kreditur, seharusnya pihak debitur dapat melakukan gugatan ke Pengadilan dengan dasar Pasal 122 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, namun dalam kenyataan dilapangan banyak dari para rekanan/pemborong tidak mau melakukan gugatan ke Pengadilan dikarenakan takut akibat yang ditimbulkan melakukan gugatan ke Pengadilan, pihak debitur tidak mendapatkan proyek lagi jika kedepannya ingin bermain proyek lagi.

Dari kejadian yang terjadi oleh pihak debitur seharusnya sudah layak dan pantas sesuatu pihak jika mengalami wanprestasi harus melakukan perlawanan untuk

mendapatkan haknya akibat adanya kelalaian yang timbul oleh salah satu pihak sebagaimana yang telah terdapat dalam Undang-undang harus dilakukan perlawanan. Dengan terjadinya yang dialami pihak debitur, pihak debitur sudah melakukan beberapa kali teguran/peringatan (somasi) kepada pihak kreditur untuk segera melakukan pembayarannya, namun hal tersebut tidak sama sekali dilakukan dengan baik oleh pihak kreditur. Sebelum terjadi adanya suatu gugatan ke Pengadilan, pihak debitur masih mempunyai itikad baik dalam melakukan penagihan ke pihak kreditur berupa musyawarah mufakat. Hal ini dilakukan demi kelangsungan hubungan kedua belah pihak lebih baik tanpa ada permasalahan ke Pengadilan. Niat baik yang dilakukan pihak debitur sama sekali tidak ditindaklanjuti oleh pihak kreditur, sehingga upaya terakhir yang dilakukan pihak debitur adalah melakukan gugatan ke Pengadilan dengan menerima segala resiko yang ada ke depannya.

Dengan dilakukan gugatan ke Pengadilan, pihak debitur dapat menuntut haknya sebagaimana semestinya untuk didapatkan oleh pihaknya dan berharap akibat dari perbuatan tersebut, kreditur dapat melakukan kewajiban untuk segera melakukan proses pembayaran tanpa ada penundaan lagi yang mereka lakukan kepada pihak debitur.

C. Perlindungan Preventif terhadap Debitur dalam Praktek Pelaksanaan Upah