• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Perlindungan terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan dalam Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan

8. Penyelesaian perselisihan

Setiap persetujuan atau kontrak tertulis harus memuat suatu klausul penyelesaian perselisihan di antara para pihak.325 Hal ini penting untuk menentukan forum panel wasit (arbitrase) atau lembaga peradilan yang memiliki yuridiksi untuk menyelesaikan perselisihan apabila perselisihan mereka tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua belah pihak.326

324

Hasil wawancara dengan beberapa para narasumber rekanan/pemborong/kontraktor proyek Swakelola. Dalam hal ini para narasumber memberi pesan agar namanya tidak dicantumkan dalam hasil wawancara tersebut.

Ketentuan tersebut juga berlaku dalam kontrak pengadaan yang dilakukan oleh pemerintah dengan penyedia barang/jasa.

325

Syahmin AK, Op. Cit, hlm 13

326

Perlu ditambahkan disini bahwa dalam praktik perdagangan Internasional, penyelesaian sengketa bisnis lebih banyak diselesaikan melalui lembaga nonlitigasi, yaitu arbitrase karena putusan arbitrase itu bersifat final dan banding, yaitu tidak dapat dimintakan banding ke pengadilan yang lebih tinggi.

Dalam hal terjadi perselisihan antara pihak dalam penyediaan barang/jasa pemerintah, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan perselisihan melalui musyawarah untuk mufakat. Apabila hal tersebut tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dapat dilakukan melalui arbitrase, alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.

Pasal 94 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menentukan Penyelesaian Perselisihan ditentukan berdasarkan yaitu :

Ayat (1) Dalam hal perselisihan para pihak dalam Penyediaan Barang/Jasa Pemerintah, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan perselisihan tersebut melalui musyawarah dan mufakat.

Ayat (2) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian perselisihan tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase, alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.327

Merujuk pada ketentuan Pasal tersebut maka para pihak yang bersengketa yang tidak tercapainya kesepakatan melalui musyawarah dapat melalui penyelesaian non litigasi maupun litigasi. Di dalam literatur disebutkan dua pola penyelesaian

327

Arbitrase atau perwasitan adalan cara penyelesaian suatu perselisihan di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang berselisih. Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian perselisihan atau beda pendapat di luar pengadilan melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak. Alternatif penyelesaian sengketa terdiri dari atas :

a. negoisasi b. mediasi c. konsiliasi, dan d. penilaian ahli.

Penyelesaian pengadilan adalah metode penyelesaian perselisihan yang timbul dari hubungan hukum mereka yang diputuskan oleh pengadilan. Keputusan pengadilan mengikat kedua belah pihak.

sengketa, yaitu the binding adjudicative procedure dan the nonbiding adjudicative procedure. Berikut penjelasannya :

a. The binding adjudicative procedure, yaitu suatu prosedur penyelesaian

sengketa yang di dalam memutuskan perkara hakim mengikat para pihak. Bentuk penyelesaian sengketa ini dapat dibagi menjadi 4 macam yaitu : 1) Litigasi

2) Arbitrase

3) Mediasi-Arbitrase 4) Hakim Partikelir.

b. The nonbiding adjudicative procedure, yaitu suatu proses penyelesaian

sengketa yang di dalam memutuskan perkara hakim atau orang yang ditunjuk tidak mengikat para pihak. Penyelesaian sengketa dengan cara ini dibagi menjadi enam macam yaitu :

1) Konsiliasi 2) Mediasi 3) Mini-Trial

4) Summary Jury Trial

5) Neutral Expert Fact-Finding, dan 6) Early Expert Neutral Evaluation328

Kedua penyelesaian sengketa itu berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perbedannya terletak pada kekuatan mengikat dari putusan yang dihasilkan oleh institusi tersebut. Kalau the binding adjudicative procedure, putusan yang dihasilkan oleh institusi yang memutuskan perkara adalah mengikat para pihak, sedangkan dalam the nonbiding adjudicative procedure, putusan yang dihasilkan tidak mengikat para pihak. Artinya dengan adanya putusan itu para pihak dapat menyetujui atau menolak isi putusan tersebut. Persamaan dari kedua pola penyelesaian sengketa tersebut adalah sama-sama memberikan putusan atau pemecahan dalam suatu kasus.

328

Alternative dispute resolution an umbrella tem which refers generally to alternatives to court adjudication of disputes such as negotiation, mediation, arbitration, mini trial, and summary just trial.329

Alternatif penyelesaian sengketa yang biasa disebut penyelesaian sengketa non litigasi dengan merupakan bentuk penyelesaian sengketa selain proses peradilan, baik yang berdasarkan pendekatan konsensus maupun yang tidak berdasarkan konsensus. Adapun yang merupakan pendekatan konsensus adalah penyelesaian melalui negoisasi, mediasi dan konsiliasi, sedangkan untuk pendekatan tidak berdasarkan konsensus adalah arbitrase.

hal ini berarti bahwa alternatif penyelesaian sengketa merupakan istilah umum yang mengacu pada alternatif melalui pengadilan ajudikasi sengketa seperti negoisasi, mediasi,arbitrase, peradilan mini, dan peradilan yang singkat.

330

Prinsip-prinsip atau asas-asas dalam penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase adalah sebagai berikut :331

1) Semua pemeriksaan sengketa dilakukan secara tertutup.

2) Bahasa yang digunakanadalah bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain yang akan digunakan.

3) Para pihak yang bersengketa mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam mengemukakan pendapatnya masing-masing.

4) Para pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus.

329

Jacoqueline M Nolan-Haley, Alternative Dispute Resolution, (America : West Publishing Co, 1992), hlm 1

330

I Ketut Artadi & I Dewa Nyoman Rai Asmara, Implementasi ketentuan-ketentuan Hukum Perjanjian kedalam Perancangan Kontrak, (Denpasar : Udayana University Press, 2014), hlm 3

331

5) Pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Syaratnya (1) terdapat unsur kepentingan terkait. (2) keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersengketa, dan (3) disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase.

6) Para pihak bebas untuk menentukan acara arbitrase yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa. Dengan syarat harus dituangkan dalam perjanjian yang tegas dan tertulis.

7) Semua sengketa yang penyelesaiannya diserahkan kepada arbiter atau majelis arbitrase akan diperiksa dan diputuskan menurut kententuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

8) Atas permohonan salah satu pihak, arbiter atau majelis arbitrase dapat mengambil keputusan provisional atau putusan sela lainnya untuk mengatur ketertiban jalannya pemeriksaan sengketa termasuk penetapan sita jaminan, memerintahkan penitipan barang kepada pihak ketiga, atau menjual barang yang rusak.

9) Arbiter atau majelis arbitrase dapat memerintahkan agar setiap dokumen atau bukti disertai dengan terjemahan ke dalam bahasa yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase.

Dalam hal proses penyelesaian secara ADR tidak mencapai suatu hasil yang memuaskan kedua belah pihak, maka dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui litigasi. Melalui jalur litigasi maka penyelesaian sengketa melalui proses beracara melalui badan peradilan. Sistem peradilan di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Kekuasaan Kehakiman terdapat empat lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.

Dalam penyelesaian sengketa wanprestasi melalui ADR tidak mencapai kesepakatan akan menempuh upaya litigasi. Pada proses peradilan maka yang

diberikan kewenangan untuk mengadili adalah Pengadilan Umum, karena pada dasarnya kontrak pengadaan merupakan ranah dalam hukum privat sehingga harus tunduk pada ketentuan hukum perdata sehingga peradilan umum memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara wanprestasi.

Dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah meliputi tiga ranah hukum yaitu hukum administrasi negara, hukum perdata dan hukum pidana. Kegiatan pengadaan barang/jasa yang berada dalam ranah hukum administrasi negara adalah pada proses pelelangan sampai dengan penetapan pemenang lelang/seleksi. Dalam proses pelelangan/seleksi apabila tidak ada kepuasaan dari penyedia dapat disampaikan di penjelasan lelang, di sanggahan, sanggahan banding, pengaduan ke APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) atau SPI (Satuan Pengawasan Internal) dan yang paling tinggi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).332

Dalam kegiatan pengadaan yang berada dalam ranah hukum perdata terkait dengan proses kontrak pengadaan sampai dengan pekerjaan selesai. Permasalahan dalam ranah perdata timbul apabila dalam masa kontrak ada kurang prestasi pekerjaan atau terlambat menyelesaikan prestasi maka mendapat sanksi hukumannya dapat berupa kewajiban memenuhi prestasi (kewajibannya), denda, ganti kerugian dan kompensasi.333

Dalam kegiatan pengadaan yang berada dalam ranah hukum pidana adalah dari awal proses pengadaan sampai dengan berakhirnya pengadaan yang pada akhirnya

332

Mudjisantosa, Memahami Spesifikasi, HPS dan Kerugian Negara, (Jakarta : CV Primaprint, 2013), hlm 160

333

menimbulkan tindakan yang berupa tindakan pidana seperti pemalsuan barang/jasa, markup, fiktif, menerima komisi, maupun pembayaran disengaja tidak sesuai dengan kenyataan prestasi. Tindakan yang terbukti mengandung unsur kerugian yang disengaja dan tindakan pidana maka akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum pidana.334

Berdasarkan perjanjian yang dibuat antara Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Deli Serdang selaku pengguna barang/jasa dengan pihak swasta selaku penyedia barang/jasa di dalam perjanjian tersebut apabila terjadi permasalahan di kemudian hari, maka untuk melakukan penyelesaian perselisihan sudah ada ditentukan dalam isi kontrak/perjanjian mereka buat. Dimana dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi maka ditentukan berdasarkan domisili/wilayah hukum Kabupaten Deli Serdang yang akhirnya diselesaikan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

334

BAB IV

PERLINDUNGAN TERHADAP DEBITUR (PELAKSANA PEKERJAAN)