• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengamatan berlangsung pada tanggal: 8 November 2007. Selama waktu tersebut, tim survey mencatat serta mengidentifikasi: 3 jenis mammalia, 35 jenis burung, dan 8 jenis herpetofauna.

a) Mammalia

Kera-ekor panjang Macaca fascicularis, Berang-berang/Sero ambrang Aonyx cinerea, dan Babi hutan

Sus sp., merupakan tiga jenis mammalia yang teramati secara langsung atau berdasarkan tanda- tanda keberadaannya, pada pengamatan di daerah ini.

Sementara berdasarkan informasi dari penduduk, beberapa jenis mammalia besar juga terdapat di bagian perbukitan daerah ini, antara lain: Lutung simpai Presbytis melalophos, Trenggiling Manis javanicus, Beruang Madu Helarctos malayanus.

b) avifauna

Dari 35 jenis burung yang teramati dan teridentifikasi di daerah ini, 11 jenis diantaranya merupakan jenis yang dilindungi berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Satu jenis, yaitu Bangau tongtong Leptoptilus javanicus merupakan jenis yang terancam kepunahan secara global, dengan kriteria Vulnerable/rentan (IUCN, 2006). Jenis bangau lain, yaitu Bangau Bluwok juga diinformasikan oleh masyarakat setempat, namun tidak terjadi perjumpaan dengan spesies ini.

Jenis yang dilindungi oleh undang-undang yang berlaku di Indonesia berasal dari kelompok burung pemangsa (3 jenis), kelompok raja-udang (3 jenis), dan kelompok burung madu (2 jenis), serta kelompok burung air (2 jenis kuntul, 1 jenis bangau).

Tabel 9. Jenis Burung yang Dilindungi yang ditemukan di Suak Nie

No Nama Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris Status

1 Kuntul besar E. alba Great Egret P

2 Kuntul kecil E. garzetta Little Egret P

3 Bangau tongtong Leptoptilus javanicus Lesser Adjutant P, App I, VU

4 Elang Bondol Haliastur Indus Brahminy Kite P, App II

5 Elang-laut perut-putih Haliaeetus leucogaster White-bellied Sea-eagle P, App II

6 Elang-ular bido Spilornis cheela Crested Serpent-eagle P, App II

7 Raja-udang meninting Alcedo meninting Blue-eared Kingfisher P

8 Pekaka emas Pelargopsis capensis Stork-billed Kingfisher P

9 Cekakak sungai Halcyon chloris Collared kingfisher P

10 Burung-madu kelapa Anthreptes malacensis Plain-throated Sunbird P

11 Burung-madu sriganti Nectarinia jugularis Olive-backed Sunbird P

Keterangan :

P = Dilindungi, menurut Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999 (Noerjito & Maryanto, 2001).

App. II = Appendix II, Kriteria perdagangan jenis satwa yang diatur dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna, UNEP-WCMC, 2007).

c) HERPETOFAUNA

Tercatat 8 jenis dari kelompok herpetofauna ditemukan di daerah ini, tidak terdapat jenis herpetofauna yang dilindungi. Sebagian besar (6 jenis) tergolong dalam kelompok Anura (katak/kodok), dua jenis lain dari kelompok SAURIA (Kelompok Toke, kadal-kadalan), yaitu: Biawak Varanus salvator, dan Kadal Biasa Mabuya multifasciata.

5.

Tanah dan Pertanian

a) Fisiografi/Topografi dan Geologi

Lokasi survey merupakan dataran rawa-rawa sepanjang pantai yang berselingan dengan gumuk- gumuk (punggungan) pasir atau yang dikenal dengan punggung dan cekungan pesisir (LERP, Project 1996). Pada bagian menjelang dataran terdapat wilayah rawa gambut yang cukup luas dan memanjang searah dengan pantai. Wilayah ini bertopografi datar dengan lereng 0-1 % dan mempunyai ketinggian 0-5 meter di atas permukaan laut.

Formasi geologi lokasi survey merupakan endapan aluvium marin dengan bahan induk berupa pasir, liat, lumpur dan bahan organik .

b) KeadaanTanah

Tanah-tanah di lokasi penelitian merupakan tanah mineral dan tanah organik. Tanah mineral terbentuk dari bahan endapan marin yang terdiri dari pasir dan liat kadang berlumpur dengan kandungan bahan organik tinggi. Tanah-tanah ini menempati dataran, mulai dari pantai sampai ke arah peralihan dengan kubah gambut. Sedangkan tanah organik yang terbentuk dari lapukan sisa tumbuhan yang diendapkan dalam kondisi selalu jenuh air (tergenang).

Pada lahan yang lebih rendah (cekungan), tanahnya selalu tergenang dan selalu jenuh air karena pengaruh air pasang dari laut maupun sungai. Pada lahan ini, proses pematangannya terhambat dan terbentuk tanah-tanah dalam lingkungan yang terreduksi (glei) dan mempunyai kandungan garam- garam (saline). Sedangkan pada lahan yang agak melandai (cembung), tanahnya tidak terpengaruh oleh kondisi air tergenang, sehingga terjadi proses oksidasi yang mengakibatkan terjadinya proses pematangan dan perkembangan penampang.

Berdasarkan hasil pengamatan morfologi tanah di lapangan, yang didukung dengan hasil analisa tanah, tanah-tanah di lokasi penelitian disusun berdasarkan satuan peta tanah (Soil mapping units). Satuan peta tanah dibedakan berdasarkan klasifikasi tanah dengan karakteristiknya, landform, topografi, bahan induk, dan penggunaan lahan. Klasifikasi tanah mengacu pada Soil Taxonomy (USDA,1998) dan Pusat Penelitian Tanah Bogor (P3MT, 1983) sebagai padanannya.

Satuan Peta Tanah (SPT) disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi mengenai karakteristik, penyebaran, tata guna lahan dan potensinya. Penyusunan peta tanah berdasarkan pengamatan lapangan yang dibantu dengan hasil interpretasi citra Landsat tahun 2004.

Di lokasi penelitian Suak Nie dapat disusun menjadi 3 SPT dan Uraian masing-masing SPT akan diuraikan dalam tabel dan gambar di bawah ini:

Tabel 10. Satuan Peta Tanah di lokasi Suak Nie, Melaboh

No.SPT Klasifikasi Tanah Landform/Topografi Litologi Land use

1 Asosiasi Typic Psammaquents dan Hydraquents; (Gleisol)

Beting Pantai, lereng 1-3 % Sedimen marin (berpasir)

Lahan terbuka (bekas kebun, kelapa sawah dan tambak)

21 Typic Haplohemists (Organosol)

kedalaman 0.5 - 1 m

Sisi Kubah Gambut, lereng 0-1%

Bahan organik Bekas kebun karet dan sawah

3 Typic Haplohemists (Organosol) kedalaman 1 – 2 m

Sisi Kubah Gambut, lereng 0-1%

Bahan organik Bekas kebun karet

3 Typic Haplohemists (Organosol) kedalaman 2 – 3 m

Sisi kubah Gambut, lereng 0-1%

Bahan organik Kebun campuran dan pemukiman

Gambar 19. Satuan Peta Tanah di wilayah survey Suak Nie

c) Uraian SPT 1. SPT 1

Karakteristik. Asosiasi Typic Psammaquents; pasir kasar, dalam, agak masam drainase cepat (Regosol) dan sulfic Hydraquents; pasir berlempung sampai lempung berpasir di lapisan atas, berpasir halus di lapisan bawah, dalam, masam, drainase terhambat (Gleisol).

Penyebaran. Satuan peta ini terdapat pada beting pasir di sepanjang pantai antara Suak Nie. Bentuk wilayah agak cembung, lereng 1-3 persen.

Tata guna lahan. Penggunaan lahan sebagian besar berupa bekas kebun kelapa, persawahan yang telah rusak oleh tsunami.

Potensi lahan. Tidak sesuai untuk pengembangan pertanian karena kondisi lahan yang sudah rusak, kandungan hara sangat rendah dan berpasir dalam serta mempungai potensi pirit dan salinitas. Lahan ini sebaiknya direhabilitasi atau dijadikan kawasan lindung.

2. SPT 2

Karakteristik. Typic Sulfohemists; Hemik, kedalaman gambut 0.50 – 100 cm, potensial pirit, sangat masam, kapasitas tukar kation sangat tinggi, kejenuhan basa sangat rendah, drainase sangat terhambat (Organosol hemik).

Penyebaran. Satuan peta ini terdapat pada punggungan pesisir pantai tua dengan bentuk wilayah agak melandai, lereng 1-3 persen.

Tata guna lahan. Penggunaan lahan sebagian besar berupa bekas kebun karet dan sedikit perladangan.

3. SPT 3

Karakteristik. Typic Haplohemists; Hemik, kedalaman gambut 100 – 200 cm, sangat masam, kapasitas tukar kation sangat tinggi, kejenuhan basa sangat rendah, drainase sangat terhambat (Organosol hemik).

Penyebaran. Satuan peta ini terdapat pada punggungan pesisir pantai tua dengan bentuk wilayah agak melandai, lereng 1-3 persen.

Tata guna lahan. Penggunaan lahan sebagian besar berupa bekas kebun karet, tanaman palawija, sayuran, kebun campuran.

Potensi lahan. Sesuai untuk pengembangan pertanian terutama untuk pengembangan tanaman palawija, sayuran dan kebun campuran dengan memperbaiki tata air (saluran drainase dan irigasi) serta pemberian pupuk organik. Akan tetapi dalam pengelolaan lahan perlu kehati-hatian karena tanah gambut rentan terhadap subsiden dan kalau terjadi subsiden maka akan timbul potensi pirit yang dapat meracuni tanaman.

4. SPT 4

Karakteristik. Typic Haplohemists; Hemik, kedalaman gambut > 200 cm, sangat masam, kapasitas tukar kation sangat tinggi, kejenuhan basa sangat rendah, drainase sangat terhambat (Organosol hemik).

Penyebaran. Satuan peta ini terdapat pada kubah gambut bagian utara desa Suak Nie dengan bentuk wilayah datar, lereng 0-1 persen.

Tata guna lahan. Penggunaan lahan sebagian besar berupa hutan belukar dan kebun campuran. Potensi lahan. Tidak sesuai untuk pengembangan pertanian. Sebaiknya lahan gambut ini dilindungi untuk menjaga kelestarian alam dan keanekaragaman hayati.

d) Kesuburan Tanah

Status kesuburan tanah di lokasi Suak Nie merupakan hasil interpretasi dari data hasil analisa contoh tanah. Uraian mengenai kesuburan tanah adalah sebagai berikut:

(1)

Tekstur

Tanah-tanah di wilayah pesisir Suak Nie umumnya merupakan tanah gambut dengan ketebalan 0,5 - 300 cm dengan tingkat kematangan hemik sampai saprik. Tanah gambut yang berdekatan dengan pantai berpotensi sulfat masam. Pada daerah rawa belakang pantai (cekungannya) tanahnya bertekstur lempung dan di lapiasan bawah berpasir.

(2)

Kemasaman tanah (pH)

Derajat kemasaman tanah-tanah di wilayah Suak Nie tergolong sangat masam sekali (2,5 – 4,1). pH sangat masam sekali terdapat pada tanah gambut yang selalu tergenang.

(3)

Bahan organik

Di wilayah Suak Nie kadar bahan organik umumnya sangat tinggi (8,77 -15,3%) kecuali di lokasi dataran pesisir pantai. Kadar nitrogen sedang sampai tinggi (<0,4 - 0,9%) dan ratio C/N umumnya tinggi sedang sampai sangat tinggi (14 – 38).

Tabel 11. Status Kesuburan Tanah pada masing-masing SPT Klasifikasi Tanah SPT 1- Typic Psammaquents SPT 2- Typic Sulfohemists (0rganosol sulfik) SPT 3 – Typic Halpohemists (Organosol hemiK) SPT 3 - Typic Halpohemists (Organosol hemiK) Parameter Lap 0- 50 cm Kreteria Lap 50 - 100 cm Kriteria Lap 100 - 200 cm Kreteria Lap > 200 cm Kreteria Tekstur (%) Pasir 24 - - - Debu 26 - - - Liat 30 - - -

L Hemik Hemik Hemik

pH- (H2O) 3.0 masam Sangat 3.2 masam Sangat 3.1 Sangat masam 4.1 masam Sangat

pH- (KCl) 2.8 - 2.8 2.5 4.1 Bahan organik C 8.77 ST 11.29 ST 15.3 ST 13.93 ST N 0.94 ST 0.72 ST 0.40 S 0.47 S C/N 20 T 14 S 38 ST 30 ST Phosphat (P2O5) 62 ST 39 ST 20 T 38 ST Kalium (K2O) 49 T 14 R 4 SR 6 SR

Nilai Tukar Kation

Ca 2.5 R 0.40 SR 0.77 SR 1.13 SR Mg 0.93 R 0.53 R 0.89 R 0.98 R K 2.15 S 0.10 R 0.08 R 0.08 S Na 18.3 ST 0.12 R 0.68 S 1.29 ST Jumlah 23.88 - 1.15 - 2.42 - 3.46 - KTK 58.42 ST 50.66 ST 40.85 ST 45.63 ST Kejenuhan Basa 8 SR 2 SR 2 SR 27 R Pirit 0.09 0.35 - - Salinitas 3.303 T 1.650 R - -

(4)

Phosphat dan Kalium

Di wilayah Suak Nie, kadar Phosphat potensial tergolong tinggi sampai sangat tinggi, dan kandungan Kalium potensial umumnya sangat rendah, kecuali di daerah pantai yang terkena air pasang surtu dari laut.

(5)

Kapasitas tukar kation (KTK), Susunan kation dan Kejeunuhan basa

Wilayah Suak Nie mempunyai jumlah KTK yang sangat tinggi (>40 me/100 g) terutama pada lapisan atas dan pada tanah gambut. Susunan kation K+, Ca++, Mg++ dan Na+ di wilayah Suak Nie sangat bervariasi, dari rendah sampai sangat tinggi. Jumlah kation Na+ sangat tinggi sampai rendah, Mg++ , K+ dan Ca++ sangat rendah. Kejenuhan basa umumnya sangat rendah.

e) Tingkat Kerusakan lahan

Sebelum terjadinya tsunami wilayah penelitian merupakan daerah yang mempunyai potensi cukup baik bagi pengembangan pertanian, perkebunan dan peternakan. Potensi tersebut baik karena lahan cukup datar, kesuburan alami tanahnya cukup baik serta didukung oleh iklim dan hidrolgi sesuai`. Namun setelah terjadinya Tsunami, endapan berupa bahan pasir kasar dan lumpur halus terjebak bersama pada lahan-lahan yang cekung dan datar sehingga tidak dapat keluar karena alur-alur sungai tertutupi oleh sedimen. Kejadian tersebut sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia. Secara fisik tanah lapisan atas tertimbun 20 s/d 150 cm, struktur tanah menjadi lemah. Secara kimiawi terjadinya penimbunan garam-garam dan asam-asam sulfat (pirit) menyebabkan penurunan kemasaman tanah sehingga dapat meracuni tanaman.

Dampak Tsunami ini terlihat jelas pada lahan bekas sawah, ladang, perkebunan karet dan lahan pertanian lainnya. Lahan sawah sulit untuk diolah kembali karena genangan air yang penuh dengan lumpur dan terdapat kandungan garam serta potensi pirit kecuali dengan perbaikan saluran drainase. Lahan-lahan tersebut, sampai saat survei dilakukan masih tergenangan air dan tidak mengalir (stagnan) sehingga tanah tidak tercuci yang mengakibatkan sulit untuk diolah.

f) Analisis

Pada Lahan gambut, dalam keadaan reduksi, kondisi kemasaman tanah masih potensial (tidak berbahaya). Berkurangnya/habisnya tanah gambut (subsidence) karena kegiatan pertanian dengan sistem drainase (pengeringan) akan mengakibatkan teroksidasinya lapisan pirit dan terjadinya penurunan pH tanah. Hal demikian akan mengakibatkan kematian biota di dalam tanah (tanah bersifat toksik) yang selanjutnya akan menurukan produktivitas lahan.

Pada tanah mineral yang pada awalnya subur, akibat dari material yang dibawa gelombang tsunami ke darat menyebabkan tanah terkontaminasi oleh garam-garam menyebabkan tanah mengandung unsur-unsur beracun seperti SO4-, Al3+ dan Fe2+. Kondisi ini perlu diperbaiki dengan pengelolaan tanah dan tata air secara benar.

g) Evaluasi Kesesuaian lahan

Penilaian evaluasi kesesesuian lahan diarahkan pada kelompok tanaman pangan (serelia, umbi- umbian dan kacang-kacangan), kelompok tanaman perkebunan/industri, kelompok tanaman holtikultura (buah dan sayuran), perikanan payau dan penggunaan lainnya. Penilaian kesesuaian digolongkan berdasarkan faktor-faktor pembatas (limiting factor) yang dominan seperti kesuburan tanah/unsur dan retensi hara (nr), media perakaran (rc), Toksisitas/salinitas (xc) bahaya sulfidik (xs) dan bahaya banjir/genangan (fh). Sedangkan fator lingkungan seperti iklim dan topografi tidak menjadi faktor pembatas.

Tabel 12. Hasil Penilaian kesesuaian lahan di lokasi Survei

Kelas Kesesuaian Lahah No

SPT Tan pangan Perkebunan Holtikultura

Rekomendasi

1 N-rc,xs,fh N-rc,xs,fh N-rc,xs,fh Rehabilitasi Pantai (cemara)

2 S3- oa,xs,fh S3- oa,xs,fh S3- oa,xs,fh Sawah, palawija dan sayuran (reklamasi) dan perikanan

3 S3-nr, rc S3-nr, rc S3-nr, rc Perkebunan/buah-buahan, sayuran,

4 N-rc,oa N-rc,oa N-rc,oa Konservasi lahan gambut

Keterangan : Tan. pangan : Padi, jagung, kacang2an (kedelai dan Kacang tanah) Tan. Perkebunan : kelapa, kapuk, kemiri , Tan. Holtikultur (buah-buahan dan sayuran) : durian, salak, sukun, nangka, cabe merah,bayam, mentimun, kacang panjang N= tidak sesuia S3= sesuai marginal , nr= retensi hara sangat rendah, xs= Bahaya sulfidik/garam, oa= drainase sangat terhambat. fh=bahaya banjir/genangan

Dari Hasil analisis kesesuaian lahan terdapat beberapa komoditas tanaman yang cukup sesuai seperti tanaman pangan, palawija, sayuran dan tanaman perkebunan. Di lokasi Suak Nie, lahan yang kurang sesuai (S3) terdapat di SPT 2 (lihat tabel SPT dan kesesuaian Lahan). Lahan-lahan ini mempunyai masalah bahaya sulfat masam dan garam-garan, drainase sangat jelek dan genangan atau banjir musiman. Lahan kurang sesuai (S3) dengan faktor pembatas ketebalan gambut (100 – 200 cm) dan retensi hara rendah (kesuburan).

Lahan-lahan tersebut, memerlukan perbaikan tata air (saluran drainase dan irigasi) untuk pencucian garam-garam akibat tsunami, pengolahan tanah yang baik (intensif) dan ameliorasi (pengapuran dan pemupukan bahan organik).

Lahan yang tidak sesuai (N) di lokasi Suak Nie terdapat pada SPT 1 dan 4. Pada SPT 1 terdapat faktor pembatas bahaya sulfidik/garam-garam, genangan/banjir musiman dan drainase sangat jelek. Sedangkan pada SPT 4 terdapat faktor pembatas ketebalan gambut dalam (>200 cm), retensi hara rendah terutama reaksi tanah sangat masam dan drainase sangat jelek. Sebaiknya lahan ini dikonservasi atau direhabilitasi dengan tanaman yang sesuai dengan kondisi dan lingkungan setempat (lihat aspek rehabilitasi).

6.

Sosial Ekonomi

a) Sejarah Desa

Suak Nie merupakan salah satu desa di Aceh Barat yang mengalami kerusakan kategori rusak berat akibat Tsunami 2004. Hal tersebut menyebabkan sebanyak 145 jiwa atau 54 KK yang selamat dari tsunami harus direlokasi ke lokasi perumahan baru yang berjarak sekitar sekitar 2km dari lokasi semula. Kondisi perumahan yang didiami sebelumnya sangat dekat dengan laut dan telah berubah secara ekologi menjadi rawa air payau.

b) Demografi

(1)

Populasi

Hasil pendataan dari BPS menunjukan jumlah populasi penduduk di Desa Suk Nie antara sebelum tsunami pada tahun 2003 dan pasca tsunami tahun 2005 mengalami penurunan drastis sebesar 45% dengan jumlah kepala keluarga (kk) berkurang sebanyak 27%. Informasi dari kepala desa (keuchik) setempat menyebutkan jumlah penduduk saat ini tahun 2007 adalah 145 jiwa dengan jumlah keluarga sebanyak 54 kk atau meningkat 20%.

Tabel 13. Populasi penduduk Desa Suak Nie dan Kecamatan Johan Pahlawan tahun 2003 dan 2005

Populasi Kepadatan

Penduduk Tahun

Laki-laki Perempuan Total (ind/ km2)

Jumlah KK Desa Suak Nie

2003 111 115 226 155 62

2005 65 60 125 Na 45

2007 Na Na 145 Na 54

Kecamatan Johan Pahlawan

2003 22,373 20,976 43,349 1480 10320

Secara umum jumlah penduduk di Kecamatan Johan Pahlawan mengalami peningkatan dari tahun 2003 sampai tahun 2005 seperti gambar 20 di bawah ini. Hal tersebut diduga kuat berkaitan erat dengan pemekaran wilayah Kecamatan Johan Pahlawan sebagai imbas dari pemekaraan Kabupaten Aceh Barat menjadi Nagan Raya dan Aceh Jaya. Sebelum pemekaran jumlah desa yang masuk wilayah adminitratif Johan Pahlawan sebanyak 13 desa dan setelah pemekaran pada tahun 2003 menjadi 21 desa. 0 500 1000 1500 2000 2500 2003 2005

Desa Suak Nie

Kec.Johan Pahlawan x 20 Perempuan Desa Suak Nie Pria Desa Suak Nie

Gambar 20. Grafik pertumbuhan penduduk Desa Suak Nie dan Kecamatan Johan Pahlawan tahun 2003 dan 2005

Penduduk Desa Suak Nie mayoritas memeluk agama Islam dari berbagai suku, diantaranya Aceh, Padang dan Jawa. Etnis utama mayoritas adalah Aceh.

Tabel 14. Agama dan Etnis Penduduk Desa Suak Nie Tahun 2003 dan 2005

Tahun Agama Utama Etnis Etnis Utama

2003 Islam Tidak Aceh

2005 Islam Multi Etnis Aceh

2007 Islam Multi Etnis Aceh

(2)

Analisis strategi mata pencaharian

Mata pencaharian utama penduduk Desa Suak Nie adalah bertani sawah dan kebun, terutama kebun karet. Persentase jumlah penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian dapat teridentifikasi sebagai berikut : (1) Petani 80%; (2) Peternak 10%; (3) Pegawai Negeri 5% dan (4) Lain-lain sebanyak 5%. Aktivitas mata pencaharian penduduk sangat bergantung pada musim sehingga dalam satu tahun kegiatan mata pencaharian sangat bervariasi. Berikut disajikan kalender musim aktivitas mata pencaharian penduduk Desa Suak Nie dalam satu tahun.

Tabel 15. Kalender kegiatan mata pencaharian masyarakat Suak Nie sebelum Tsunami Bulan Jenis Pekerjaan (dimulai dari yang paling penting)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des

Sawah √ panen panen - - - persiapan tanam √ √ √ √

Nyadap karet - - √ √ √ √ - - - Kebun sayuran √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Ternak kerbau √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Ternak ayam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Perikanan tangkap di muara √ akhir musim timur musim barat musim barat musim barat musim barat mulai musim timur √ √ √ √ √ Kelapa gonseng √ √ √ √ √ √ - - - Kebutuhan Kredit √ √

Tabel 16. Komposisi penduduk yang bertani dan Jumlah Keluarga Miskin di Suak Nie

Tahun KK bergerak di kegiatan pertanian % KK bergerak di kegiatan pertanian Jumlah Keluarga miskin % Keluarga miskin Mata pencaharian Utama Pengusaha Pertanian % Pengu-aha Pertanian Pekerja pada Pengusaha Pertanian % Pekerja pada Pengusaha Pertanian 2003 56 90 19 31 Pertanian perkebunan 28 50 11 20

2005 34 75 N/A N/A perkebunan Pertanian N/A N/A 17 18.1

Keterangan:

N/A “ data tidak tersedia

Pada umumnya kombinasi mata pencaharian dilakukan antara sawah dengan menyadap karet ataupun penangkapan ikan di muara dan nyadap karet. Bersawah dilakukan pada awal musim hujan yaitu sekitar bulan Juli dan panen pada awal musim kemarau antara bulan Februari dan Maret. Menyadap getah karet dilakukan pada musim panas antara bulan Maret dan Juni. Kegiatan kebun sayuran dan peternakan merupakan aktivitas yang dilakukan sepanjang tahun dalam skala hanya sebagai mata pencaharian sampingan sehingga tidak ada alokasi waktu khusus untuk mengelola kedua aktivitas tersebut sampai meninggalkan aktivitas mata pencaharian lainnya.

Kebutuhan kredit biasanya dibutuhkan saat akan menanam padi yaitu antara bulan Juli dan Agustus. Akses terhadap modal usaha biasanya dilakukan oleh laki-laki yang memiliki kuasa penuh atas pengelolaan sawah. Peminjaman modal biasanya dilakukan kepada individu yang dikenal dengan sebutan “toke”. Pembayaran pinjaman biasanya setelah panen tidak dengan uang tunai melainkan pemberian hak monopoli pembelian hasil sawah kepada toke tersebut. Transaksi piutang biasanya dilakukan tanpa surat ataupun kuitansi bukti pinjaman hanya didasarkan pada kepercayaan. Melalui model ini sebenarnya petani memiliki hak untuk menjual hasil sawahnya kepada orang lain, namun demikian kedua belah pihak terikat dengan kontrak moral semacam aturan tidak tertulis bahwa Toke yang meminjamkan uang memiliki hak monopoli terhadap hasil panen petani. Konsekuensi yang akan ditanggung petani menjual hasil sawah kepada orang lain maka dikemudian hari akan sulit baginya untuk mendapatkan pinjaman modal lagi baik kepada toke yang bersangkutan maupun toke yang lainnya.

(a) Pertanian

Letak geografis yang dekat dengan kaki Bukit Barisan, jenis tanah gambut dan tingkat curah hujan yang tinggi berkisar antara 170 mm sampai 394 mm sangat mendukung ativitas pertanian di Desa Suak Nie. Seperti terlihat pada Tabel 16 hasil identifikasi BPS pada tahun 2003 menunjukan 90% penduduk Suak Nie bermata pencaharian sebagai petani. Jenis kegiatan pertanian utama di Desa Suak Nie adalah bersawah dan berkebun karet. Adapun pemanfaatan lahan atau land use untuk pertanian di Desa Suak Nie sebelum tsunami yaitu areal persawahan 20 ha, perkebunan karet 70 ha dan lahan tidur 574 ha. Pada umumnya tiap keluarga memiliki sendiri lahan sawah yang digarap. Rata-rata luas sawah yang dimiliki adalah < 1 ha atau 2 petak per keluarga.

Pertanian sawah yang dikembangkan masyarakat Desa Suak Nie merupakan sawah tadah hujan. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya fasilitas irigasi. Sekitar tahun 90-an berdasarkan masukan dari Dinas Pertanian setempat, penduduk mencoba menanam padi dua kali siklus produksi dalam setahun. Namun hasil yang didapatkan tidak optimal karena kurangnya air. Disamping itu penduduk hanya disibukan oleh kegiatan di sawah sehingga tidak mempunyai waktu untuk melakukan kegiatan mata pencaharian lainnya. Kondisi ini sangat merugikan pendapatan sehingga masayarakat kembali kepada pola bersawah yang selama ini mereka tekuni yaitu satu kali dalam setahun dan mengkombinasi dengan mata pencaharian lain.

Akibat tsunami 2004 hampir semua areal persawahan tergenang oleh air asin sehingga terbentuk rawa-rawa payau. Saat ini areal persawahan telah beralih fungsi menjadi tempat menjala ataupun menjaring ikan. Aktivitas persawahan sampai saat ini belum dapat dikembangkan lagi.

Gambar 21. Areal persawahan menjadi rawa payau

Kegiatan menyadap karet pada umumnya dilakukan pada kebun karet milik warga Desa Suak Nie yang dikenal dengan istilah “toke karet”. Karet yang dapat dipanen getahnya adalah karet yang sudah berumur lima tahun. Sistem upah yang didapatkan penyadap adalah harga jual dibagi dua antara pemilik kebun dan penyadap sehingga upah yang didapat penyadap sangat dipengaruhi oleh harga karet saat itu dan berapa kilogram karet kering yang dihasilkan penyadap. Upah dibayarkan kepada penyadap setelah karet kering terjual, biasanya dalam satu minggu seoarang penyadap dapat menyadap dari 20 batang karet dan dihasilkan uang Rp 100.000,-

Kegiatan pertanian lainnya yang digeluti adalah menanam sayuran seperti kacang panjang, terung, singkong dan tebu. Hasil sayuran tersebut selain untuk konsumsi keluarga juga dijual ke pasar