• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi lingkungan di pesisir desa Suak Nie berbeda dengan lokasi-lokasi proyek GC lainnya. Ekosistem pesisir di desa ini terbentuk oleh beberapa tipologi lahan yang berbeda yaitu pantai berpasir, rawa mangrove, dan lahan gambut. Perbedaan ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap vegetasi yang tumbuh diatasnya, baik komposisi maupun keanekaragamannya. Berdasarkan observasi di lapangan, setidaknya terdapat 6 tipe vegetasi di pesisir desa Suak Nie yaitu Formasi Pes-caprae, tegakan mangrove sekunder, vegetasi rawa air tawar, kebun masyarakat, semak belukar, dan vegetasi di sekitar desa. Secara sederhana, keenam tipe vegetasi ini dapat diilustrasikan melalui gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Penampang melintang profil vegetasi di desa Suak Nie Keterangan:

A : Kebun kelapa terdegradasi dan Formasi Ipomea Pes Caprae B : Tegakan mangrove sisa

C : Vegetasi rawa D : Kebun Masyarakat E : Semak belukar F : Vegetasi sekitar desa

Uraian di bawah ini adalah penjelasan detail mengenai masing-masing tipe vegetasi yang ada di desa Suak Nie, dimulai dari pantai ke pedalaman..

1. Formasi Pescaprae (PC)

Formasi ini didominasi oleh herba katang-katang Ipomoea pescaprae (nama lokal: tapak kuda) yang membentuk suatu lapisan tipis yang terhampar di sepanjang pantai berpasir secara sporadis. Sebelumnya, areal ini merupakan kebun kelapa milik masyarakat yang hancur dihantam gelombang Tsunami. Sisa-sisa pohon kelapa baik yang masih bertahan hidup maupun yang mati dengan mudah dijumpai di sepanjang pantai.

Gambar 8. Sisa-sia batang pohon kelapa yang mati diterjang Tsunami

Saat survey dilakukan, kerapatan formasi PC ini masih sangat rendah dan miskin atas keanekaragaman hayati. Hal ini dikarenakan oleh kondisi pantai berpasir yang masih sangat labil. Angin yang bertiup keras menyebabkan erosi angin sehingga membuat pantai menjadi sangat labil. Pada kondisi ini, hanya sedikit jenis tumbuhan (herba katang-katang dan sedikit jenis pionir lainnya) yang mampu beradaptasi dan tumbuh pada kondisi ini. Berdasarkan pengamatan, koloni Ipomea ini selalu berada pada substrat yang telah relatif stabil. Semakin lama, koloni ini akan semakin bertambah besar. Semakin rapat dan tinggi penutupannya maka kondisi lingkungan akan menjadi lebih kondusif dan membuka peluang bagi jenis tumbuhan lain untuk dapat tumbuh dan berkembang. Berdasarkan observasi di lpangan, beberapa jensi tumbuhan lain yang juga dijumpai walaupun dalam jumlah yang sangat terbatas terutama teki laut Ischaemum muticum dan Fimbristylis cymosa.

Gambar 9. Formasi Pes-caprae terhampar di sepanjang pantai berpasir

2. Tegakan mangrove sekunder

Di belakang formasi Pescaprae, dijumpai tegakan mangrove yang hidup di beberapa bagian secara sporadis. Mangrove yang dijumpai ini adalah yang tersisa dan mampu bertahan setelah terhantam gelombang Tsunami. Sementara itu, tegakan lainnya hancur dihantam gelombang tsunami pada tahun 2004 lalu. Atas dasar hal inilah maka tipe vegetasi ini disebut dengan tegakan mangrove sekunder. Dalam hal ini, kata ”sekunder” mengacu pada kondisi yang telah mengalami gangguan/kerusakan.

Gambar 10. Pohon kayu kuda dan nipah yang mengalami kerusakan parah karena dihantam gelombang Tsunami

Tegakan sisa mangrove ini tumbuh di atas substrat lumpur berpasir di sekitar rawa. Sebelum tsunami, lokasi ini merupakan bagian dari muara. Namun timbunan pasir yang terbawa oleh tsunami telah menutup akses muara ini ke laut sehingga masukan air asin terputus. Tegakan mangrove ini hanya berupa koloni-koloni kecil dan hanya tersebar di beberapa lokasi yang terbatas. Dari observasi lapangan, setidaknya terdapat lima (5) jenis mangrove yang dijumpai di sekitar lokasi ini yaitu kayu kuda Dolicandrone spathacea, Nipah Nypa fruticans, Buta-buta Excoecaria agallocha, piai

Achrosticum aureum dan. Di antara pepohonan, banyak sekali dijumpai herba merambat terutama

Derris trifoliata, Sarcolobus globosa, dan Passiflora feoteda.

3. Vegetasi rawa

Masih dalam satu hamparan yang sama dengan tegakan mangrove, suatu ekosistem rawa di jumpai dengan bentuk memanjang mengikuti garis pantai. Dari vegetasi yang ada disekelilingnya, diduga bahwa kondisi ar di rawa ini lebih mengarahp pda kondisi tawar. Pada tepi rawa, penutupan didominasi oleh perumpung Praghmites karka yang tumbuh mengkuti tepi rawa. Dominasi jenis ini sangat tinggi dan cenderung menghambat jenis tumbuhan lain untuk tumbuh. Sementara pada bagian tepi yang tidak ditumbuhi perumpung, beberapa jenis tumbuhan khas rawa air tawar seperti kangkung air Ipomea aquatica, Ipomea digitata, Ludwigia adscedens, Cyperus babakan, Cyperus digitatus,

Eloecharis spiralis, Fymristylis acuminata, Lepironia articulata, genjer Limnocharis flava, eceng gondok Eichornia crassipes, dan Alocasia spp dan piai Acrostichum aureum sangat umum ditemukan.

Gambar 12. Perumpung yang tumbuh di tepi rawa (kiri), berbagai jens rumput dan tumbuhan rawa (kanan)

Selain jenis-jenis tersebut di atas, beberapa herba merambat seperti Passiflora feoteda, Mikania spp, dan Flagellaria indica sangat umum dijumpai di sela-sela tumbuhan lain.

Gambar 13. Herba merambat (Climber plant) Passiflora feotida yang umum dijumpai di rawa

4. Semak belukar

Berdasarkan tanda-tanda yang dijumpai di lapangan dan informasi dari masyarakat, semak belukar ini berasal dari hutan rawa gambut yang telah mengalami kerusakan. Sebagai buktinya, beberapa pohon-pohon endemik lahan gambut seperti Pulai Rawa Alstonia pneumatophora dan Jelutung Rawa

Dyera lowii masih dijumpai di sela-sela semak belukar. Semak belukar juga terbentuk dari bekas perkebunan karet yang ditebang habis karena tegakannya telah rusak karena dihantam gelombang Tsunami. Keterbatasan modal membuat proses peremajaan kebun karet terganggu sehingga areal perkebunan menjadi terlantar dan kemudian berkembang menjadi semak belukar.

Gambar 14. Semak belukar yang terbentuk dari kebun karet yang terdegradasi

Semak belukar ini tersusun oleh berbagai tumbuhan dari tingkat paku, semak, belukar hingga pohon. Beberapa jenis pohon yang umum dijumpai di semak belukar ini antara lain pulai rawa Alstonia pneumatophora, Jelutung Dyera lowii, Trema orientalis, Macaranga pruinosa, Archidendron clyperia,

Commersonia bartramia, Vitex pinnata dan Mallotus paniculatus. Diantara jenis-jenis tersebut,

Mallotus paniculatus dan Trema orientalis adalah jenis yang paling banyak dijumpai.

Gambar 15. Habitus Pohon Mallotus paniculatus yang umum ditemukan di semak belukar (kiri) dan buahnya (kanan)

Selain tumbuhan pohon, beberapa jenis paku juga dijumpai yaitu paku hurang Stenochlaena palustris,

Blechnum indicum, paku resam Gleichnia linearis, Lygodium scadens, Ceratopteris spp dan Pteridium spp. Disela-sela tumbunan paku, beberapa koloni senduduk atau harendong Melastoma malabathricum dan Indigofera suffruticosa juga umum dijumpai secara sporadis. Beberapa jenis tumbuhan herba merambat juga ditemukan di sela-sela semak antara lain Uncaria gambir, Mikania micrantha, Poikilosperm spp., dan Pasiflora feoteda.

Gambar 16. Habitus dan buah tumbuhan legum Indigofera suffruticosa yang umum dijumpai sela-sela semak belukar

5. Vegetasi sekitar desa

Vegetasi ini mengacu pada semua jenis tumbuhan yang berada di sekitar pemukiman, areal kosong, pekarangan, dan areal lainnya di sekitar desa. Untuk areal di sekitar pemukiman (halaman dan pekarangan), sebagian besar jenis tumbuhan ini adalah jenis budidaya yang sengaja ditanam masyarakat antara lain Nangka Artocarpus heterophylus, Kemiri Aleurites moluccana, Mangga

Mangifera indica, Rambutan Nephelium lapaceum, Lidah Buaya Aloevera, Nanas Ananas squamosa,

Kakao Theobroma cacao, Kopi Coffea canephora, Pisang Musa spp, Jambu bol Eugenia malaccensis,,

dan Pinang Areca cathecu. Sementara di areal kosong di luar pemukiman, banyak dijumpai beberapa jenis tumbuhan liar (dari tingkat paku, semak, hingga pohon) antara lain Leea indica, Ara Ficus septica, Mallotus paniculatus, dan Macarangan pruinosa. Untuk areal di kanan kiri jalan desa atau jalan raya, pohon Gamal Gliciridia sepium dan Kuda-kuda Lannea spp sangat umum dijumpai.

6. Kebun masyarakat

Sebagian besar areal perkebunan kebun yang ada di pesisir Desa Suak Nie adalah kebun karet. Dilihat dari sejarahnya, kebun merupakan hasil dari pengalihan fungsi lahan (konversi) dari areal behutan menjadi perkebunan terutama kebun karet Hevea brasiliensis. Kebun karet ini tidak luput dari kerusakan sebagai akibat dari bencana Tsunami yang terjadi pada tahun 2004 lalu. Berdasarkan pengamatan di lapangan, sebagian besar kebun karet terutama yang berada di barisan depan mengalami kerusakan parah. Selain kerusakan fisik, salah satu dampak tsunami adalah menurunnya produktifitas hasil kebun. Berdasarkan infromasi dari penduduk, hasil getah karet mengalami penurunan yang sangat tajam.

Gambar 17. Kebun karet milik masyarakat desa Suak Nie di atas lahan gambut

Selain komoditi karet, masyarakat desa Suak Nie juga pernah mengalami ”demam kelapa sawit”. Beberapa angota masyarakat bahkan telah mengkonversi lahannya dari kebun karet menjadi kebun sawit. Namun di dalam pelaksanaannya di lapangan, budidaya kebun sawit ini tidak berjalan dengan baik sebagimana yang diharapkan masyarakat. Hal ini mengingat lahan yang ditanami kelapa sawit ini adalah lahan gambut. Kondisi tanah yang selalu lembab bahkan tergenang membuat pertumbuhan tanaman tidak optimal. Melihat kondisi demikian, masyarakat tidak dapat berbuat banyak. Beberapa kebun sawit bahkan dibiarkan terlantar dan mulai ditumbuhi semak belukar.