• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebagian besar lahan basah di Suak Nie adalah rawa air tawar bergambut. Tutupan vegetasi di kawasan tersebut bervariasi, dari rumput-rumput dan semak rawa sampai dengan tanaman perkebunan. Sebagian dari rawa-rawa tersebut semula telah diolah menjadi sawah, sawah-sawah tersebut telah rusak dan menjadi rawa-rawa yang ditumbuhi ruput dan semak. Pada alur-alur yang dalam di dekat pantai terdapat vegetasi Nipah.

Dengan telah dilakukannya relokasi pemukiman menjadikan kawasan pantai yang semula padat dan ramai menjadi kosong. Yang tersisa dari kawasan sekitar tempat ini adalah tanaman kelapa yang sebagian telah mati. Secara otomatis kawasan ini telah mengalami perubahan peruntukan dari semula kawasan pemukiman menjadi kawasan non pemukiman.

Sebagian lahan berpasir di pantai sudah stabil seperti ditandai dengan munculnya tumbuhan pioneer seperti Ipomoea pes-caprae. Alternatif untuk pengembangan kawasan ini adalah menjadikannya kawasan penyangga dengan melaksanakan penghijauan pantai. Selain tanaman pantai dapat juga dikembangkan tanaman dengan nilai ekonomi seperti tanaman kelapa.

Secara umum masyarakat desa Suak Nie telah mempunyai perencanaan pengelolaan wilayah desanya. Rencana pengelolaan yang terkait dengan ekosistem lahan basah adalah rencana pencetakan sawah baru dan rencana untuk menjadikan kawasan rawa di dekat pantai sebagai tempat budidaya perikanan. Pemetaan secara partisipatif terkait dengan rencana ini telah dilakukan. Kemungkinan besar, kajian teknis untuk pelaksanaan rencana ini belum ada atau jika ada masih terbatas pada kajian umum.

Untuk menjadikan rawa-rawa menjadi tempat budiada perikanan agaknya harus dilakukan kajian dengan teliti. Kesulitan yang mungkin akan dihadapai adalah perubahan volume air dimana pada musim kemarau diperkirakan volume air akan menyusust drastis. Kendala lain akan muncul karena air tawar yang bersumber dari rawa-rawa gambut mempunyai pH yang rendah. Sifat kimia ini kurang menguntungkan untuk dijadikan sebagai tempat budidaya perikanan. Meskipun beberapa spesies yang umum dibudidayakan seperti mujahir dan lele memliki rentang toleransi pH yang cukup besar. Jika rencana budidaya perikanan tetap akan dijalankan maka harus dialakukan pemilihan teknis pemeliharaan dan pemilihan jenis yang tepat.

Kemungkinan lain yang bisa dilakukan dalam rangka pemanfaatan lahan rawa di sekitar pantai untuk perikanan adalah dengan melakukan pengayaan. Langkah ini mungkin tidak memberikan benefit keuangan secara tegas pada masyarakat sekitar. Keuntungan bagi masyarakat sekitar adalah tambahan pasokan protein untuk konsumsi sehari-hari. Langkah ini cukup sederhana dan menguntungkan sepanjang tidak terdapat permasalahan status lahan yang akan menjadi target pengayaan.

Rencana masayarakat untuk mencetak dan memperbaiki lahan sawah mereka agaknya perlu mendapatkan dukungan. Jika rencana ini terealisasi, sebagain kegiatan ekonomi masyarakat dapat kembali berjalan. Langkah ini sekaligus dapat memotivasi masyarakat untuk kembali bekerja. Sebagain tokoh masyarakat sendiri menilai bahwa saat ini motivasi dan etos kerja masyarakat masih rendah. Sebagian karena alasan trauma, dan sebagain lainnya terindikasi menjadi manja karena bantuan.

Dalam pengeloaan lahan gambut dangkal (< 100 cm) disarankan untuk mengembangkan sistem surjan, yaitu sistem yang memadukan pengelolaan lahan dan air. Tanah diolah secara hati-hati (tidak dibalik) dan ketinggian air dipertahankan (di atas lapisan pirit) agar terhindar dari oksidasi. Sebaiknya lahan ditanam scara tumpang sari/tumpang gilir (padi – palawija).

Pada lahan gambut dalam (> 200 cm) tidak disarankan untuk pengembangan pertanian, tapi sebaiknya dipertahnakan sebagai kawasan lindung gambut. Karena apabila dikekola sebagai lahan

usaha pertanian/perkebunan kemungkinan akan terjadi penurunan permukaan tanah gambut yang mengakibatkan berkurangnya fungsi penyerapan dan penyimpanan air di lahan gambut. Kondisi demikian akan menimbulkan kekeringan/kekurangan air yang berdampak terhadap kebakaran.

Pada lahan/tanah mineral yang terkena tsunami (kontaminasi), apabila akan dilakukan penanaman sebaiknya lahan terlebih dahulu harus “disehatkan” kembali dengan cara menghilangkan unsur- unsur racun dalam tanah. Untuk menghilangkan racun-racun tersebut, tanah perlu diolah secara intensif (dibajak, direndam dan digelontorkan). Kegiatan ini harus dilakukan secara kontinyu. Namum sebelumnya alur-alur sungai yang menghambat aliran air karena sedimentasi harus diperbaiki (normalisasi) sehingga pembuangan airnya menjadi lancar.

Penyehatan lahan/tanah dapat juga dilakukan dengan cara penanam tanaman yang toleran terhadap kondisi lahan/tanah beracun seperti ketela pohon (singkong), pisang, talas, dll. Karena tanaman tersebut dapat menstimulir racun-racundalam tanah.

b) Rekomendasi teknis untuk kegiatan rehabilitasi

(1)

Lokasi penanaman dan jenis tanaman yang sesuai

Berdasarkan penilaian kesesuaian lahan, hanya dua zona yang dinilai sesuai untuk ditanami yaitu zona B dan C (lihat gambar di bawah ini). Zona depan (zona A) dinilai tidak sesuai untuk penanaman karena masih sering terkana air laut pada saat pasang. Walaupaun kedua zona tersebut (zona B dan C) dinilai sesuai, penanaman sebaiknya diprioritaskan pada lokasi yang telah ditumbuhi Ipomea pes caprae atau tumbuhan lainnya.

Gambar 27. Rekomendasi untuk masig-masing lokasi untuk penanamn

Mengingat kondisi lingkungan yang berbeda-beda di calon lokasi penanaman, maka jenis bibit yang ditanam harus menyesuaikan dengan kondisi di masing-masing tapak. Untuk lokasi dengan daya dukung lingkungan yang terbatas, hanya jenis tertentu saja yang mampu tumbuh yaitu jenis yang memiliki sifat pionir seperti cemara dan ketapang disarankan dipilih untuk kondisi ini. Sementara untuk lokasi yang daya dukungnya lebih baik, beberapa jenis tanaman pantai lainnya dapat dipilih. Di bawah ini adalah rekomendasi jenis-jenis tanaman yang sebaiknya ditanam di calon lokasi penanaman.

• Zona A : Tidak sesuai untu penanaman

• Zona B : Cemara Casuarina equisetifolia dan Ketapang Terminalia cattapa

• Zona C : Cemara Casuarina equisetifolia, Ketapang Terminalia cattap, Putat Barringtonia asiatica, Waru Hibiscus tiliaceus, Pandan laut Pandanus tectorius, Kelapa Cocos nucifera, Kuda-kuda Lannea spp, Nyamplung Callophyllum inophyllum, Bintaro Cerbera manghas, dan beberapa jenis tanaman pantai lainnya.

Sementara itu, terdapat beberapa lokasi yang sangat tidak direkomendasikan untuk ditanami yaitu semua areal di zona A, areal terbuka, dan alur-alur air.

Gambar 28. Alur-alur air: salah satu lokasi yang harus dihindari untuk penanaman

(2)

Strategi/teknik penanaman

Di lapangan, penanaman tanaman pantai pada umumnya dilakukan pada pantai berpasir dari arah depan (pasir terbuka) ke belakang hingga suatu garis dimana terdapat tumbuhan bawah. Hal ini menyebabkan bibit yang ditanam tidak dapat tumbuh dengan baik karena substratnya tidak sesuai. Selain itu, penanaman dari arah depan ke belakang sangat beresiko terhadap genangan yang disebabkan oleh pasang purnama. Untuk meningkatkan keberhasilan, penanaman sebaiknya di lakukan dari arah belakang menuju ke depan garis pantai. Penanaman sebaiknya dihentikan pada suatu garis dimana pasirnya dalam dan tidak ada vegetasi yang tumbuh diatasnya.

Gambar 29. Ilustrasi strategi penanaman yang tepat

(3)

Peningkatan kapasitas dan kesadaran masyarakat

Kedua langkah ini harus dilakukan mengingat sebagain besar masyarakat belum menyadari fungsi dan manfaat pessisir serta tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk dapat menyelenggarakan kegiatan penghijauan pantai. Peningkatan kesadaran dapat dilakukan dengan cara penyuluhan dan kampanye lingkungan . Pembagian berbagai material penyadaran lingkungan antara lain psoter, leaflet, komik dll sangat direkomendasikan utnuk menunjang penyuluah dan kampanye ligkungan yang dilakukan. Sementara itu, peningkatan kapasitas mesyarakat dapat dilakukan melalui pelatihan, studi banding atau kegiatan lainnya yang dapat menambah pengetahuan masyarakat.

(4)

Penataan batas di lokasi penanaman

Penataan batas di lokasi penanaman sangat direkomendasikan dalam rangka memudahkan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi di lapangan, monitoring serta pengawasannya. Salah satu hal terpenting dalam penataan batas yang harus dilakukan adalah pemasangan patok penanda (pal batas) yang menunjukkan batas lokasi penanaman. Misalnya, tanda batas awal dan akhir diberi patok berwarna merah, sedangkan setiap 50 m diberi patok kecil dengan warna hijau. Hal ini akan sangat membantu dalam kegiatan monitoring, evauasi dan pelaporan. Selain itu, perlu juga di pasang papan keterangan kegiatan yang berisikan risalah atau informasi penting kegiatan penanaman antara lain: luas lokasi penanaman, pelaksana penanaman, jenis bibit yang ditanam, tanggal penanaman, dan beberapa informasi penting lainnya.

Batas awal Batas ujung Arah penanaman: Laut Pantai berpasir Lokasi penanaman yang sesuai : Tanah berpasir

(5)

Pemeliharaan dan monitoring kegiatan

Pemeliharaan pasca penanaman harus dilakukan meliputi penyulaman, pencegahan dan pemberantasan hama. Untuk mendukung kegiatan ini, perlu dilakukan pembagian erja diantara anggota kelompok sehingga tanaman di apangam senantiasa terjaga setiap hari. Agar kegiatan penyulaman berjalan efektif, lembaga sebaiknya membuat persemaian sederhana di sekitar lokasi penanaman. Dengan demikian, maka tanaman sulaman akan senantiasa tersedia di lapangan, tanpa harus mendatngkan bibit dari luar.

Selain itu, monitoring tanaman juga harus dilakukan secara rutin. Penghitungan prosentase tumbuh sebaiknya dilakukan setiap tiga bulan. Dalam hal ini, teknik sampling dengan intensitas 20-30% dapat dijadikan alternatif dalam proses penghitungan ”survival rate” tanaman ini. Sebaiknya, monitoring ini melibatkan masyarakat dengan harapan mereka akan mampu melaksanakan monitoring secara mandiri di masa mendatang.

(6)

Pembuatan camp di sekitar lokasi penghijauan

Mengingat akses yang cukup rendah, sangat direkomedasikan bagi Yayasan FK GEMAP unuk membuat gubug kerja atau camp lapangan di sekitar lokasi penghijauan. Gubug kerja/camp laangan ini dapat difungsikan dalam menunjang kegiatan penanaman, pengawasan, menjaga tanaman dari ancaman ternak, atau kegiatan pemeliharaan lainnya.