• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.

Geografi

Pantai Barat Aceh adalah wilayah pantai disisi Barat dari propinsi NAD yang yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia, membentang mulai dari Banda Aceh sampai dengan Daerah Singkil di perbatasan propinsi Sumatara Utara. Sebagian besar lokasi kegiatan Green Coast dilakukan di wilayah pantai barat. Hal ini berkaitan dengan sangat parahnya dampak dari bencana Tsunami di wilayah ini, yang secara geografis posisinya berhadapan langsung dengan titik awal gempa.

Ada 7 lokasi survey di wilayah Pantai Barat yang tercakup dalam kegiatan ini, meliputi 3 Kecamatan yaitu:

• Desa Pulot di wilayah Aceh Besar

• Desa Suak Nie di wilayah Aceh Barat

• Desa Ujong Drien di wilayah Aceh Barat

• Desa Gle Jong di wilayah Aceh Jaya

• Desa Ceunamprong di wilayah Aceh Jaya

• Desa Keude Unga di wilayah Aceh Jaya

• Desa Kreung Tunong di wilayah Aceh Jaya

Kawasan Aceh Besar dan Aceh Jaya dapat ditempuh melalui jalan darat, baik jalan lama maupun jalan yang baru dirintis. Sedangkan jalan rintisan Banda Aceh Meulaboh masih dalam keadaan rusak berat dan bahkan sama sekali tidak bisa dilewati pada musim hujan, alternatifnya adalah memutar sangat jauh melewati lintas tengah dan timur.

Dari Banda Aceh sampai ke Meulaboh daerahnya memiliki fisiografi datar 0 – 3%, bergelombang (3 – 8%), berbukit (8 - 15%) sampai berfisiografi bergunung (15 – 25%) dimana fisiografi tertinggi terdapat di daerah pengunungan Gerutee.

2.

Profil Ekosistem Umum

Secara geologis, daerah kawasan pantai barat Aceh dan dapat dibagi menjadi dua yaitu Dataran Pantai Barat dan Daerah perbukitan Sumatra. Daerah perbukitan Sumatra adalah bagian dari kawasan pegunungan Bukit Barisan yang membentang dari Propinsi Aceh sampai dengan Propinsi Lampung. Karena fokus dari kegiatan ini adalah wilayah pesisir maka kajian dibatas pada wilayah Dataran Pantai Barat saja. Di Dataran Pantai Barat daerah pantainya dapat diklasifikasikan lagi menjadi dua daerah yang berbeda, yaitu daerah Dataran Rendah Pantai Bukit Barisan dan daerah Teluk Meulaboh (Meulaboh Embayment). Pengklasifikasian ini dilakukan berdasarkan perbedaan material, umur, kemiringan tanah, karakteristik tanah dan sistem dataran alluvial yang berbeda, dan adanya estuaria dan delta.

Secara administratif Dataran Pantai Barat sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya, meliputi Kecamatan-kecamatan Leupeung, Jaya, Sampoinet dan Setia Bakti. Sedangkan Kawasan Teluk Meulaboh sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya dan sebagian kecil di Aceh Jaya, meliputi kecamatan-kecamatan Krueng Sabee, Panga, Teunom, Arongan Lambalek, Samatiga, Johan Pahlawan, Meurebo dan Woyla Barat.

Sumber Peta: ETSP RAK 2006

Dataran Pantai Barat ditandai dengan adanya penonjolan lapisan Bukit Barisan yang tersusun dari berbagai materi dasar: batuan kapur, bukit dan pegunungan (di dekat daerah Leupung) dan dataran berbatu yang terletak di daerah terpencil (berasal dari endapan vulkanik lama) di dekat daerah Calang. Diantara daerah perbukitan ini, bukit kecil dan pegunungan diselingi dengan dataran alluvial di dasar lembah membentuk sistem sungai yang berkelok-kelok. Area dataran pantai cukup luas, terdiri dari hamparan dataran pantai sempit dan drainase dengan tanah berpasir yang terletak diantara bukit. Potensi pertanian di daerah ini masih rendah bila dibandingkan dengan dataran alluvial dan laut yang terletak di pantai utara Aceh.

Dampak yang ditimbulkan oleh tsunami sangat berat di daerah ini, namun agak berbeda dibandingkan dengan daerah lain karena karakteristik wilayahnya. Kerusakan paling parah terjadi pada saat gelombang tsunami kembali ke laut, menyebabkan terbentuknya selokan dan badanbadan air yang terbuka. Sebagian besar lahan yang dapat ditanami mengalami kerusakan dan timbunan pasir memenuhi tambak serta area persawahan. Selokan-selokan dan badan air yang terbentuk memperlambat proses rehabilitasi dan rekonstruksi jalan di daerah yang dapat ditanami.

Lahan yang masih dapat ditanami disepanjang pantai dipisahkan oleh bukit-bukit terjal, namun kualitas tanah semakin memburuk akibat tsunami. Tanah lapisan atas dan bahan organik terkikis, selokan-selokan besar terbentuk dan di beberapa tempat terdapat timbunan pasir. Air laut yang terkurung di beberapa tempat karena sapuan ombak dan endapan, menyebabkan beberapa tanaman buah-buahan musnah. Beberapa area yang masih dapat ditanami terdapat di beberapa lokasi baru (di daerah Mata Ie), namun masih belum ditanami. Sebelum area ini kembali produktif, rehabilitasi infrastruktur harus diselesaikan terlebih dahulu.

Untuk kawasan Teluk Meulaboh, daerah ini dapat dicirikan sebagai daerah batas pantai berombak dengan hambatan pada sungai-sungai yang berliku dan dataran rawa (membentuk danau di pinggir laut). Di dekat daerah Calang, kedalaman teluk mencapai 100 meter, sementara di daerah yang lebih dekat dengan Meulaboh diperkirakan 2,000 meter. Aliran pantai saat ini menimbulkan pemandangan yang menakjubkan dimana sapuan ombak membawa berton-ton materi pasir di sepanjang pantai. Saat tsunami, daerah ini mengalami kerusakan: endapan dan tumpukan material masih belum seimbang dan daerah estuaria mengalami perubahan bentuk. Lereng sungai menjadi rendah dan endapan menjadi lambat dikarenakan dataran alluvial yang terdapat di daerah teluk menjadi sangat datar. Hal ini mengakibatkan sistem sungai menghasilkan energi yang rendah dan tidak membentuk bendungan yang tinggi sehingga cenderung menyebabkan banjir.

Kemampuan pertanian di daerah dataran rendah ini ditentukan terutama oleh dataran alluvial yang produktif yang mengalir ke laut. Kebun-kebun campuran terbentuk di daerah bendungan dan ditanami dengan bermacam jenis tanaman musiman dan tanaman tahunan. Terkadang terdapat area perkebunan kecil, atau daerah sawah yang terdapat di daerah yang lebih rendah (sehingga membentuk daerah berbentuk seperti tapal kuda). Daerah-daerah rawa yang terletak lebih rendah serta dataran banjir digunakan sebagai sawah tadah hujan dan diikuti dengan penanaman tanaman sekunder. Dataran alluvial yang terkena tsunami ini hanya daerah yang berada di dekat pantai dekat estuaria. Namun, di sebagian besar area salinitas yang tinggi dan kurangnya drainase masih menjadi hambatan terbesar dalam proses rehabilitasi pertanian sehingga diperlukan analisis detil dan pilihan drainase yang tepat.

Dataran banjir dan bekas rawa pasang-surut dibelakang batas pantai secara berangsur-angsur bergabung menjadi daerah rawa termasuk hutan gambut dan gundukan gambut. Di beberapa tempat, daerah pinggiran kubah gambut ini dihilangkan, dikeringkan dan ditanami; tanpa penanganan yang tepat, hal ini tidak dapat mendukung pertumbuhan dan malah akan mengarah pada keadaan menyerupai gurun (desertifikasi). Diperlukan sebuah pendekatan yang terintegrasi di daerah rawa ini yang termasuk dalam perencanaan fisik pembangunan kota.

Dataran pantai dan saluran drainase yang bergerak paralel di sepanjang garis pantai penting dalam pertanian, walaupun tidak seperti dataran alluvial. Dua jenis pengembangan kelautan yaitu: sistem lama (penanaman di daerah daratan), dan sistem baru (penanaman di daerah dekat pantai). Daerah yang menggunakan sistem lama berpotensi tinggi untuk penanaman tanaman tadah hujan karena komposisi tanah yang padat dan kering. Kacang tanah, ubi-ubian, semangka, kacang panjang, sayur- sayuran, dll dapat tumbuh di daerah ini. Semua dataran pantai yang memiliki salinitas tinggi harus ditanami dengan tanaman kelapa dan cemara laut untuk perlindungan daerah pantai, perbaikan mata pencaharian dan alasan keindahan. Daerah dataran lebih lanjut merupakan lahan yang lebih baik dan telah digunakan sebagai daerah pemukiman selama berabad-abad.

3.

Iklim

Menurut klasifikasi Oldeman, sebagian besar kawasan pantai barat Aceh termasuk dalam kategori A yaitu iklim dengan bulan basah lebih dari 9 dan bulan kering kurang dari 2. Kecuali di sekitar Lho Nga, iklim di sekitar tempat tersebut termasuk kategori B1 dengan bulan basah 7-9 dan bulan kering kurang dari 2. Kelembaban rata-rata tinggi (80 -90%) dengan variasi temperature harian yang kecil antara 25 -27 ◦C.

Gambar 2. Zonasi curah hujan di Aceh

Menurut Schmidt and Fergusson (1951), wilayah pantai barat termasuk dalam Tipe hujan A (basah) dengan nilai Q= 0 %. Menurut sistem klasifikasi Oldeman (1975), wilayah penelitian tergolong Zona A, yaitu wilayah yang mempunyai bulan basah (>200 mm) selama > 10 bulan dan tanpa bulan kering (< 60 mm) yang nyata. Pada Peta agroklimat yang disusun Oldeman et al., (1975) wilayah penelitian termasuk zona A. Menurut KOPPEN (dalam Schmidt and Fergusson, 1951) wilayah penelitian digolongkan ke dalam tipe iklim A, yaitu iklim hujan tropis (Tropical rainy climate), mempunyai suhu bulan terdingin > 18oC. dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3.044 mm.

Fluktuasi temperatur udara rata-rata antara 25.50C - 26.30C dengan rata-rata tahunan 25.8 0C. Temperatur udara tertinggi terjadi pada April dan terendah terjadi pada bulan Agustus, Nopember dan Desember. Fluktuasi kelembaban udara berkisar antara 88.8 % sampai 91.0 % dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan September dan Desember dan terendah pada bulan Januari.

Tabel 6. Data iklim (Temperatur, Curah hujan, Hari hujan dan Kelembaban) Pada stasiun Melaboh, Aceh. (2000-2004 ).

Unsur Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nop Des Tahunan

CH (mm) 277.6 160.3 220.0 229.6 193.7 202.0 238.7 224.2 324.8 334.1 346.5 346.5 3.044 Temp (oC) 26.1 26.0 26.1 26.3 25.9 25.6 25.6 25.5 25.6 25.5 25.5 25.7 25.8

Gambar 3. Grafik Curah Hujan di Melaboh dan sekitarnya