• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Didasarkan pada tujuan utama pengelolaan sumberdaya berkelanjutan adalah pencapaian keuntungan secara maksimum dengan tetap menjaga

keberlangsungan ketersediaan sumberdaya sebagaimana tujuan pembangunan berkelanjutan yakni pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya (WCED 1987 in Dahuri 2003). Selanjutnya bahwa atas dasar definisi dari tujuan tersebut, pembangunan berkelanjutan mengandung tiga unsur (dimensi) utama yang meliputi dimensi ekonomi, ekologis dan sosial (Harris and Goodwin 2002 in Dahuri 2003).

Prasyarat utama pembangunan berkelanjutan adalah tersedianya sumber daya (input) secara berkelanjutan. Menurut Heal (1998) in Fauzi (2004), konsep keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi: Pertama adalah dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi di masa mendatang. Kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumberdaya alam dan lingkungan. Untuk memenuhi ketersediaan sumberdaya (input) secara terus menerus, maka perhitungan-perhitungan lingkungan (environmental accounting) harus dimasukkan sebagai instrumen kebijakan. Dengan demikian maka pembangunan berkelanjutan dapat terwujud, sebagaimana yang dikatakan oleh Todaro and Smith (2003), bahwa suatu proses pembangunan baru dapat dikatakan berkesinambungan apabila total stok modal jumlahnya tetap atau meningkat dari waktu ke waktu. Hal penting yang terkandung secara implisit dalam pernyataan tersebut adalah kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi di masa mendatang dan kualitas kehidupan umat manusia secara keseluruhan sangat ditentukan oleh kualitas lingkungan hidup yang ada pada saat ini.

Sektor perikanan dan kelautan merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi, khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Selain sebagai sumber protein utama bagi kurang lebih 230 juta penduduk Indonesia, sektor perikanan dan kelautan juga merupakan sumber penghasilan dan lapangan pekerjaan bagi sebagian besar masyarakat. Sektor perikanan dan kelautan juga berperan penting dalam penerimaan devisa melalui perdagangan internasional (global trade).

Sutikno dan Maryunani (2006), menyatakan sumberdaya perikanan sebagai salah satu sumber daya alam yang bersifat dapat diperbaharui

(renewable), dalam hal pengelolaannya memerlukan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati. Disamping itu, model pengusahaan sumberdaya perikanan selama ini dikenal dengan open access yang memberikan anggapan bahwa sumberdaya perikanan laut tidak bertuan, sehingga dengan demikian siapa saja, kapan saja serta berapapun jumlah yang manpu dieksploitasi itulah menjadi hak mereka. Kondisi yang demikian akan mengarah pada rezim pengolaan tanpa kepemilikan (open acces).

Menurut FAO (1999) bahwa pengelolaan perikanan sangat penting memperhatikan aspek-aspek ekologis (lingkungan) seperti perikanan tangkap ramah lingkungan (friendly fishing method), model pembudidayaan ikan dan udang yang memperhatikan aspek-aspek lingkungan sebagaimana yang disyaratkan dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).

Aspek-aspek keberlanjutan tersebut menjadi sangat penting terutama ketika dikaitkan dengan dampak yang ditimbulkan dari model pengelolaan unsustainable seperti tangkap lebih (overfishing), sebagai akibat dari tidak adanya regulasi penangkapan ikan seperti batas jumlah tangkapan (qouta), hak kepemilikan (property rights) yang tidak jelas serta minimnya pengawasan. Metode penangkapan ikan dengan bom dan cyanida, serta metode pembukaan lahan budidaya melalui konversi hutan mangrove adalah model-model pengelolaan yang kurang mengedepankan aspek-aspek keberlanjutan. Selain itu aktivitas ekonomi di darat (upland), pengeboran minyak dan pengerukan pasir laut serta laut menjadi jalur transportasi yang padat, akan berpotensi untuk memberikan tekanan yang semakin besar kepada laut, sehingga dampak tersebut berakibat terhadap terjadinya degradasi dan depresiasi sumberdaya alam.

Model-model pengelolaan perikanan dan kelautan yang diterapkan kemudian menjadi sangat penting. Pengalokasian sumberdaya yang jelas efisien dan merata serta sustain akan menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan. Indikator-indikator pengelolaan serta alat-alat evaluasi (tools analysis) yang digunakan akan menentukan seberapa besar keuntungan yang diperoleh masyarakat nelayan baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen.

Pengambilan kebijakan terhadap pengelolaan sumberdaya, dengan prinsip keberpihakan terhadap masyarakat (nelayan) adalah hal yang utama. Pengaturan dan pengalokasian sumber daya secara efisien dan merata akan sangat menentukan keberhasilan program. Pengaturan property rights (hak kepemilikan), adalah salah satu upaya dalam optimalisasi potensi sumber daya yang berkelanjutan. Selain itu eksternalitas dan masalah terhadap lingkungan juga perlu dimasukkan dalam perhitungan ekonomi sumberdaya perikanan berkelanjutan.

Pengaturan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan perlu dilakukan, mengingat sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya public goods (barang-barang publik), sehingga dalam pengelolaannya menjadi open access dan milik bersama (common property). Pengelolaan sumberdaya yang demikian oleh Garret Hardin akan mengarah pada the tragedy of commons, (tragedi milik bersama). Selain itu sifat sumberdaya perikanan yang meskipun dapat pulih (renewable) akan tetapi sangat bergantung pada daya dukung lingkungan (carrying capacity), sehingga memerlukan ketelitian dalam pengelolaannya. Menurut Gordon (1954) in Fauzi (2004) bahwa sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open access. Tidak seperti sumberdaya alam lainnya, seperti pertanian dan peternakan yang sifat kepemilikannya jelas, sumberdaya ikan relatif bersifat terbuka. Gordon selanjutnya menyatakan bahwa tangkap lebih secara ekonomi (economic overfishing) akan terjadi pada perikanan yang tidak terkontrol ini. Mengacu pada contoh dua tipe akses yang berbeda, yakni akses terbuka (open access) dan akses terbatas (limited access).

Konsep keberlanjutan paling tidak mengandung dua dimensi: Pertama, adalah dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi di masa mendatang. Kedua, adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi, sumber daya alam dan lingkungan (Heal 1998 in Fauzi 2004).

Perikanan tangkap merupakan aktivitas ekonomi yang unik bila dibandingkan dengan aktivitas lain. Hal ini berkaitan dengan kondisi sumberdaya ikan dan laut itu sendiri, yang seringkali dianggap sebagai common pool resources. Selain itu, perikanan tangkap ini biasanya dikelola pada kondisi open access, yang menyebabkan sulitnya pengendalian faktor input, sehingga akhirnya

sulit untuk mengukur seberapa besar kapasitas perikanan yang dialokasikan di suatu wilayah perairan. Dalam kondisi ini, sulit bagi kita untuk mengetahui apakah perikanan dalam keadaan kelebihan kapasitas (over capacity), atau di bawah kapasitas (under capacity) atau telah efisien? Kegagalan dalam pengukuran kapasitas perikanan inilah yang menyebabkan kita kesulitan mengatasi masalah eksternalitas (Fauzi dan Anna 2005).

Selain itu, pengelolaan sumber daya perikanan secara berkelanjutan harus pula memperhatikan keterkaitan aspek ekologis, aspek ekonomi dan aspek sosial. Ketiga aspek tersebut saling terkait. Aspek ekologis merupakan pendekatan kelestarian ekologi dan menurut Keraf (2002) disebut ekologi berkelanjutan bila memiliki sasaran mempertahankan dan melestarikan ekologi dan seluruh kekayaan bentuk bentuk kehidupan didalamnya.

Pembangunan perikanan berkelanjutan juga harus memperhatikan kompleksitas dalam pengelolaannya. Bagaimana suatu aktivitas pembangunan akan berdampak terhadap lingkungan. Konsep keberlanjutan kemudian akan menjadi sangat penting. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak. Dalam kaitannya dengan aktivitas pembangunan perikanan dan konsep keberlanjutan, menurut Bengen (2004) bahwa akan terdapat tiga opsi yakni: 1) aktivitas pembangunan yang tidak berdampak negatif sama sekali terhadap lingkungan, 2) aktivitas yang hanya sedikit dampak negatifnya dan 3) aktivitas yang menimbulkan perubahan besar terhadap lingkungan.