• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Pengelolaan sumberdaya perikanan laut dihadapkan pada tantangan yang timbul karena faktor-faktor yang menyangkut perkembangan penduduk, perkembangan sumberdaya dan lingkungan, perkembangan teknologi dan ruang lingkup internasional. Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang perikanan bahwa yang dimaksud dengan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Pengelolaan sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan secara optimal dan berlangsung terus menerus, baik melalui kegiatan penangkapan maupun budidaya. Penangkapan ikan didefinisikan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di

perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah dan mengawetkannya.

Pengelolaan perikanan adalah suatu proses yang terintegrasi mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, alokasi sumber dan implementasinya (with enforcement if need), dalam upaya menjamin kelangsungan produktivitas serta pencapaian tujuan pengelolaan (CCRF Guideline No.4). Sedangkan menurut Ditjen Perikanan (1999) pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan suatu sistem yang terdiri dari 3 sub-sistem, yaitu : 1) Sub-sistem eksplorasi sumberdaya perikanan. Diharapkan akan dapat menjawab keterbatasan informasi, yang terkait dengan besarnya potensi sumberdaya perikanan yang tersedia menurut jenis dan penyebarannya yang dapat dituangkan dalam bentuk peta penyebaran, tata ruang wilayah, kawasan konservasi dan besarnya alokasi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan pada periode waktu dan lokasi tertentu, Penyediaan sarana yang tercakup dalam subsistem eksplorasi diharapkan akan dapat mendukung rencana lokasi pemanfaatan sumberdaya, sejalan dengan penyebaran sumberdaya dan tata ruang wilayah, sehingga diperoleh suatu sistem jaringan prasarana yang memadai dan efisisen. 2) Sub-sistem pemanfaatan sumberdaya dan pembinaan usaha. Penanganan subsistem pemanfaatan sumberdaya perikanan diharapkan dapat mengembangkan usaha pemanfaatan sumberdaya yang produktif, mempunyai nilai tambah yang tinggi dan dapat memberikan jaminan pendapatan bagi para pelakunya, dalam rangka peningkatan kesejahteraan. Pemanfaatan sumberdaya dan pembinaan usaha dilakukan berdasarkan potensi sumberdaya wilayah yang tersedia dan didasarkan pada partisispasi dan keinginan masyarakat setempat sesuai dengan permintaan pasar. 3) Sub-sistem pengawasan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya. Penanganan subsistem pengawasan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya, diharapkan dapat memberikan jaminan bahwa pemanfaatan sumberdaya dilakukan secara efisien dan sesuai dengan ketentuan yang ada. Berjalannya subsistem ini akan dapat menekan pemborosan dan kehilangan akan sumberdaya perikanan, serta diharapkan akan dapat memberikan

jaminan terhadap keberlanjutan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha, untuk itu diperlukan keterpaduan antara lembaga pengawasan dan peningkatan koordinasi antara penegak hukum.

Pengeloalan perikanan khususnya kegiatan produksi perikanan tangkap pada suatu wilayah perairan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: ketersediaan stok, tingkat upaya penangkapan, serta faktor lain termasuk mortalitas yang bersifat alamiah. Faktor-faktor produksi (tingkat upaya) yang telah ada merupakan faktor yang pengaruhnya paling besar (Monintja dan Zulkarnain 1995). Ketersediaan stok ikan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kelahiran, pertumbuhan, kematian, emigrasi dan imigrasi ikan. Pertumbuhan pada tingkat individu dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan populasi, diartikan sebagai pertambahan jumlah. Faktor dalam dan luar yang mempengaruhi pertumbuhan diantaranya ialah jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah individu yang menggunakan makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur dan ukuran ikan serta kematangan gonad (Effendie 1997).

Selain permasalahan aspek bio-ekologi dan tingkat upaya, aspek kebijakan sektor perikanan juga menjadi sangat penting. Kusumastanto (2002), menyatakan bahwa ketertinggalan sektor perikanan dan kelautan merupakan akibat dari adanya persoalan-persoalan yang bersifat struktural, terutama adanya kebijakan pembangunan pada masa orde baru yang cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi non-kelautan, padahal sektor mempunyai logika dan karakteristik pembangunan yang berbeda dengan sektor non-kelautan yang lebih berorientasi kedaratan (terresterial). Lebih jauh dinyatakan bahwa arah pembangunan yang mengarah pada output semata harus ditinggalkan dan dikembangkan pada pembangunan yang memberikan nilai tambah (added value), kesejahteraan rakyat, serta meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia.

Pembangunan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik. Pengembangan jenis teknologi penangkapan ikan perlu diarahkan agar dapat menunjang tujuan

pembangunan umum perikanan. Adapun syarat-syarat pengembangan teknologi penangkapan ikan haruslah dapat, menyediakan kesempatan kerja yang banyak, menjamin pendapatan yang memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan, menjamin jumlah produksi yang tinggi untuk menyediakan protein, mendapatkan jenis ikan komoditas ekspor atau jenis ikan yang biasa di ekspor serta tidak merusak kelestarian ikan.

Menurut Fauzi (2004) untuk mengendalikan hal-hal tersebut, penerapan kebijakan konvensional yang sering digunakan antara lain pajak, baik pajak terhadap input maupun output perikanan, pembatasan entry (limited entry) maupun kuota, untuk mencapai tujuan pengelolaan perikanan yang rasional dan bertanggung jawab, sering menemui kegagalan. User fee atau fishing fee sebagai salah satu alternatif pengelolaan sumberdaya perikanan yang didasarkan pada cost-effective management, diharapkan menjadi stimulus bagi pengelolaan sumber daya perikanan yang lebih efektif, disamping tersedianya dana untuk pemeliharaan dan pengelolaan sumber daya perikanan.

Pengelolaan sumberdaya perikanan perlu melakukan estimasi dengan validitas yang tinggi. Salah satu kompleksitas dalam pengelolaan perikanan di daerah tropis adalah umumnya ikan dicirikan oleh sifat multispesies dan usaha perikanan dicirikan oleh keragaman armada. Sistem perikanan terdapat tiga tipe utama interaksi antara komponen sistem multispesies/multiarmada yakni: 1) interaksi biologi, interaksi ekonomi dan interaksi teknis (FAO 1999). Lebih jauh King (1995) menyatakan bahwa tujuan utama pengelolaan perikanan adalah menjaga ketersediaan stok sumberdaya ikan. Pengelolaan perikanan modern perlu memasukkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dengan tujuan kesejateraan masyarakat pemanfaat (nelayan), efisiensi ekonomi, alokasi sumber daya dan menjaga kelestarian lingkungan.