• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3 Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Pertanian

3.1.8 Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor

3.1.8.2 Kebijakan Impor

Kebijakan ekonomi sektor pertanian di bidang perdagangan diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, arah, serta bentuk perdagangan dan pembayaran internasional. Menurut Tweeten (1992), terdapat tiga macam restriksi dalam perdagangan internasional, yaitu: (1) Tarif, adalah pembebanan pajak terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara; (2) Kuota, adalah pembatasan jumlah fisik terhadap barang yang masuk dan keluar suatu negara; dan (3) Subsidi, adalah pemberian insentif terhadap barang-barang yang melewati suatu negara. Tarif dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu: (1) Bea ekspor, adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju ke negara lain; (2) Bea transito, adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang melalui wilayah suatu negara dengan ketentuan barang tersebut sebagai tujuan akhirnya adalah negara lain; dan (3) Bea impor, adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang yang masuk dalam area suatu negara dengan ketentuan negara tersebut sebagai negara akhir. Sedangkan berdasarkan jenisnya, tarif dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) Tarif Ad-valorem, adalah bea yang nilainya dinyatakan dalam persentase dari nilai barang yang dikenakan bea tersebut; (2) Tarif spesifik, adalah bea yang nilainya dinyatakan untuk tiap ukuran fisik dari barang (unit); dan (3) Tarif Spesifik Ad-valorem atau campuran, adalah bea yang merupakan kombinasi antara spesifik dan ad-valorem.

Penerapan restriksi perdagangan, baik tarif maupun kuota impor, akan berdampak terhadap tingkat kesejahteraan pelaku ekonomi. Gambar 9 dan 10 akan mengilustrasikan dampak tarif dan kuota impor terhadap perubahan tingkat kesejahteraan, yaitu: surplus produsen, surplus konsumen, dan penerimaan pemerintah, serta net surplus. Penerapan tarif dan kuota impor menyebabkan: kenaikan harga Pw ke P’w+t; penurunan konsumsi domestik dari qc ke q’c;

peningkatan produksi domestik dari qp ke q’p; redistribusi pendapatan dari

konsumen kepada produsen; cost of protection; dan penurunan impor dari qp qc

menjadi q’p q’c. Berikut dampak kebijakan tarif impor terhadap perubahan tingkat

Pw P’w P’w+t S D ED-t ES ED 1

Importer A Import Market of A ROW

Quantity Quantity Quantity

Price Price Price 0 0 0 Q’ cQ‘pQp Qc 3 2 4 qp q‘p qc q’c qpq’p e a c b d S D Keterangan:

*ROW = Rest of World

Sumber: Tweeten (1992)

Gambar 10 Dampak tarif impor terhadap perubahan tingkat kesejahteraan.

Berdasarkan gambar di atas, kebijakan tarif impor yang diberlakukan di dalam negeri (importir) mengakibatkan peningkatan harga domestik dari Pw

menjadi Pw+t. Hal ini menyebabkan konsumen mengalami kerugian yang

ditunjukkan oleh hilangnya surplus konsumen sebesar – a – b – c – d. Kebijakan tarif impor meningkatkan surplus produsen sebesar a dan pemerintah memperoleh penerimaan dari tarif impor sebesar c + e (Tabel 7).

Tabel 7 Dampak kebijakan tarif impor terhadap perubahan indikator kesejahteraan.

Indikator Kesejahteraan Importir A ROW*

1. Surplus produsen a – 1 – 2 – 3 – 4

2. Surplus konsumen – a – b – c – d 1

3. Perubahan penerimaan pemerintah c + e – 4. Kesejahteraan nasional – b – d + e – 2 – 3 – 4 5. Kesejahteraan dunia – b – d – 2 – 4

Sumber: Tweeten (1992)

Kebijakan impor lainnya adalah kuota impor. Berdasarkan jenisnya, kuota impor dibedakan menjadi: (1) Absolute/ uniteral quota, adalah nilai kuota yang

besar-kecilnya ditentukan sendiri oleh suatu negara tanpa persetujuan negara lain; (2) Negotiated/bilateral quota, adalah nilai kuota yang besar-kecilnya ditentukan berdasarkan perjanjian antara 2 negara atau lebih; (3) Tariff-quota, adalah gabungan antara tarif dan kuota; dan (4) Mixing quota, adalah pembatasan penggunaan bahan mentah yang diimpor dalam proporsi tertentu dalam produksi barang akhir. Pemberlakuan kuota impor akan menyebabkan barang yang diimpor akan berkurang di pasar dalam negeri suatu negara, sedangkan permintaan relatif tetap (Gambar 11). Pembatasan impor ini menyebabkan excess demand di pasar dunia “patah” (dibatasi) dari ED menjadi ED’, sehingga titik keseimbangan tidak lagi berada di qePw melainkan berada di q’eP’w. Hal ini menyebabkan harga di pasar domestik lebih tinggi daripada di pasar dunia sehingga akan menimbulkan

monopoly profit. Sementara itu, yang menikmati monopoly profits tersebut tergantung dari: (a) jika eksportir dan importer terpisah dan mereka saling bersaing di pasar dan tidak ada sistem lisensi, maka harga impor akan sama dengan harga di pasar dunia; (b) jika importir memiliki lisensi impor, maka seluruh keuntungan akan dinikmati oleh importir, begitu pula dengan eksportir; dan (c) jika pemerintah mengadakan lelang untuk lisensi impor, maka keuntungan akan ada pada pemerintah dan pemegang lisensi impor (Tweeten, 1992).

Pw P’d P’w S D ES ED 1

Importer A Import Market of A ROW

Quantity Quantity Quantity

Price Price Price 0 0 0 Q’ cQ‘pQp Qc 3 2 4 qe q‘e qc q’c qpq’p e a c b d S D S’ x y ED’   Sumber: Tweeten (1992)

Kebijakan kuota impor dinilai lebih efektif dalam membatasi impor karena mengurangi secara fisik (jumlah impor), sehingga jumlah barang impor yang masuk pasar domestik berkurang dan harga domestik mengalami peningkatan sebesar P’d. Peningkatan harga domestik ini direspon petani dengan mengingkat-

kan produksinya, sehingga kurva penawaran bergeser ke kanan dari S ke S’ yang menyebabkan surplus produsen mengalami peningkatan sebesar a. Sementara itu, kenaikan harga domestik menyebabkan konsumen kehilangan surplusnya sebesar

– a – b – c – d (Tabel 8). Kebijakan kuota impor ini mengakibatkan redistribusi pendapatan dari konsumen ke produsen (sebesar a) dan pemerintah (sebesar b). Kebijakan ini juga mengakibatkan terjadinya inefisiensi sebesar – c – d yang tidak dinikmati oleh semua pihak, atau disebut dengan dead weight loss (DWL). Walaupun jumlah impor dibatasi, tetapi pemerintah tetap memperoleh penerimaan sebesar b + e melalui tarif yang dipungut dari pihak yang menerima lisensi impor.

Tabel 8 Dampak kebijakan kuota impor terhadap perubahan indikator kesejahteraan.

Indikator Kesejahteraan Importir A ROW*

1. Surplus produsen a – 1 – 2 – 3 – 4

2. Surplus konsumen – a – b – c – d 1

3.Perubahan penerimaan pemerintah b + e – 4. Kesejahteraan nasional – c – d + e – 2 – 3 – 4 5. Kesejahteraan dunia – c – d – 2 – 4

Sumber: Tweeten (1992)

Walaupun tarif dan kuota impor memiliki fungsi yang sama yaitu untuk membatasi impor, namun diantara keduanya terdapat perbedaan yang signifikan (Tweeten, 1992), yaitu: 1) pemberlakuan kuota impor akan memperbesar permintaan yang diikuti dengan meningkatnya harga dan produksi domestik, sementara kenaikan permintaan dari tarif impor tidak akan mengubah harga maupun produksi domestik, tetapi meningkatkan konsumsi dan kuantitas impor; 2) adanya distribusi lisensi pada kuota impor; 3) jika menerapkan kuota, pemerintah pendapatan melalui tarif yang dipungut dari pihak yang menerima lisensi impor; dan 4) kuota impor membatasi dalam jumlah yang pasti, sementara tarif impor membatasi dalam jumlah yang tidak bisa dipastikan.