• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.2 Kerangka Konseptual

4.2.4 Simulasi Model

Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi. Simulasi adalah suatu metode untuk mengetahui arah (sign) dan besaran (magnitude) perubahan dari satu atau beberapa peubah endogen (decision variables) dengan melakukan perubahan satu atau beberapa peubah eksogen atau koefisien di dalam model (Sitepu & Sinaga, 2007). Simulasi model dilakukan dengan tujuan untuk melakukan pengujian dan evaluasi terhadap model, mengevaluasi kebijakan- kebijakan pada masa lampau, membuat peramalan pada masa yang akan datang (Pyndick & Rubinfeld, 1998). Simulasi diperlukan untuk mengetahui dampak perubahan peubah-peubah eksogen terhadap peubah-peubah endogen dalam model. Simulasi menggunakan solusi dari nilai-nilai lag variabel (simulasi dinamik) untuk melihat pengaruh antarwaktu (Sitepu & Sinaga, 2006). Skenario simulasi kebijakan yang dilakukan meliputi:

1 Konversi lahan sawah di Jawa tetap (existing) dan kebijakan tanpa impor. Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak konversi lahan sawah yang ada saat ini terhadap kemandirian pangan nasional.

2 Konversi lahan sawah di Jawa meningkat 1 persen dan kebijakan dengan impor.

Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan sawah sebesar 1 persen terhadap ketersediaan dan akses pangan nasional. Angka 1 persen merupakan laju konversi lahan sawah yang berdasarkan penelitian tahun 1992 – 2002 sudah mencapai 0,77 persen per tahun (Irawan, 2005).

3 Konversi lahan sawah di Jawa meningkat 1 persen dan kebijakan tanpa impor. Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan sebesar 1 persen sawah terhadap kemandirian pangan nasional.

4 Konversi lahan sawah di Jawa meningkat 18 persen dan kebijakan dengan impor.

Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan sawah sebesar 18 persen terhadap ketersediaan dan akses pangan nasional. Angka 18 persen merupakan laju konversi lahan sawah di Jawa yang menyebabkan ketersediaan dan akses pangan per kapita telah mengalami penurunan, dalam kondisi bertumpu pada impor.

5 Konversi lahan sawah di Jawa meningkat 18 persen dan kebijakan tanpa impor

Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan sawah sebesar 18 persen terhadap kemandirian pangan nasional.

6 Konversi lahan sawah di luar Jawa tetap (existing) dan kebijakan tanpa impor. Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak konversi lahan sawah yang ada saat ini terhadap kemandirian pangan nasional.

7 Konversi lahan sawah di luar Jawa meningkat 1 persen dan kebijakan dengan impor.

Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan sawah sebesar 1 persen terhadap ketersediaan dan akses pangan nasional. 8 Konversi lahan sawah di luar Jawa meningkat 1 persen dan kebijakan tanpa

impor.

Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan sebesar 1 persen sawah terhadap kemandirian pangan nasional.

9 Konversi lahan sawah di luar Jawa meningkat 20 persen dan kebijakan dengan impor.

Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan sawah sebesar 20 persen terhadap ketersediaan dan akses pangan nasional. Angka 20 persen merupakan laju konversi lahan sawah di Jawa yang menyebabkan ketersediaan dan akses pangan per kapita telah mengalami penurunan, dalam kondisi bertumpu pada impor.

10 Konversi lahan sawah di luar Jawa meningkat 20 persen dan kebijakan tanpa impor.

Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan sawah sebesar 20 persen terhadap kemandirian pangan nasional.

11 Konversi lahan sawah di Indonesia tetap (existing) dan kebijakan tanpa impor. Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak konversi lahan sawah yang ada saat ini terhadap kemandirian pangan nasional.

12 Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 1 persen dan kebijakan dengan impor.

Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan sawah sebesar 1 persen terhadap ketersediaan dan akses pangan nasional. 13 Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 1 persen dan kebijakan tanpa

impor.

Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan sebesar 1 persen sawah terhadap kemandirian pangan nasional.

14 Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 16 persen dan kebijakan dengan impor.

Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan sawah sebesar 16 persen terhadap ketersediaan dan akses pangan nasional. Angka 16 persen merupakan laju konversi lahan sawah di Jawa yang menyebabkan ketersediaan dan akses pangan per kapita telah mengalami penurunan, dalam kondisi bertumpu pada impor.

15 Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 16 persen dan kebijakan tanpa impor

Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan sawah sebesar 16 persen terhadap kemandirian pangan nasional.

16 Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 1 persen, dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan harga riil gabah di tingkat petani sebesar 15 persen dan kebijakan tanpa impor.

Alternatif ini dilakukan sebagai insentif bagi petani untuk terus berusahatani dan mempertahankan lahan sawah yang dimiliki, serta meningkatkan produktivitas padinya. Kombinasi kebijakan ini bertujuan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan sawah sebesar 1 persen terhadap ketersediaan, akses, dan kemandirian pangan nasional.

17 Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 1 persen, dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan harga riil gabah di tingkat petani dan harga riil (gabah) pembelian pemerintah masing-masing sebesar 15 persen dan kebijakan tanpa impor.

Alternatif ini bertujuan menganalisis efektifitas implementasi kebijakan harga (gabah) pembelian pemerintah, terutama ketika dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan harga gabah tingkat petani sebesar 15 persen pada kondisi tanpa impor. Angka 15 persen merupakan angka rata-rata peningkatan harga gabah tingkat petani dan harga (gabah) pembelian pemerintah.

18 Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 1 persen, dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan harga riil gabah di tingkat petani sebesar 15 persen dan peningkatan harga riil (gabah) pembelian pemerintah sebesar 50 persen serta kebijakan tanpa impor.

Alternatif ini bertujuan menganalisis efektifitas implementasi kebijakan harga (gabah) pembelian pemerintah, yang ditingkatkan hingga 50 persen ketika dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan harga gabah tingkat petani sebesar 15 persen pada kondisi tanpa impor.

19 Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 1 persen, dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan harga riil gabah di tingkat petani sebesar 15 persen, penurunan harga riil pupuk Urea sebesar 10 persen, dan kebijakan tanpa impor.

Alternatif ini bertujuan untuk menstimulasi petani dalam meningkatkan luas areal pertanaman dan produktivitas padinya, sehingga meningkatkan kemandirian pangan nasional. Penurunan harga pupuk sebesar 10 persen (penghapusan subsidi pupuk), dimana besaran 10 persen merupakan rata-rata besarnya subsidi pupuk yang diberikan pemerintah, yaitu Rp200.00 – Rp300.00 per kg.

20 Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 1 persen, dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan harga riil gabah di tingkat petani sebesar 15 persen, penurunan harga riil pupuk Urea sebesar 10 persen, dan kebijakan penurunan kuota impor sebesar 37.5 persen.

Alternatif ini bertujuan untuk melihat dampak implementasi kombinasi kebijakan harga ini terhadap ketersediaan dan akses pangan nasional, diiringi upaya pemerintah menurunkan kuota impor dari 1.6 juta ton menjadi 1 juta ton (sekitar 37.5 persen) pada tahun 2011.

21 Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 1 persen, dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan harga riil gabah di tingkat petani sebesar 15 persen, penurunan harga riil pupuk Urea sebesar 10 persen, dan kebijakan penurunan tarif impor sebesar 5 persen.

Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak masuknya beras impor terhadap kesejahteraan pelaku ekonomi beras jika tarif impor saat ini sebesar Rp450.00 per kg diturunkan kembali ke tarif sebelumnya yaitu sebesar Rp430.00 per kg.