• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.2 Evaluasi Dampak Alternatif kebijakan Ekonom

6.2.1 Konversi Lahan Sawah di Jawa, Luar Jawa, dan

6.2.1.1 Konversi Lahan Sawah di Jawa

Simulasi 1 – 5 merupakan kondisi konversi lahan sawah yang terjadi di Jawa, dalam kondisi tetap seperti saat ini (existing) maupun ketika terjadi peningkatan. Hasil rekapitulasi simulasi 1 – 5 disajikan pada Tabel 29 yang di- tempatkan di akhir pembahasan simulasi 5, sementara hasil simulasi 1 – 5 secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 19.

Simulasi 1 merupakan kondisi konversi lahan sawah di Jawa tetap seperti saat ini (existing) dengan kebijakan tanpa impor, yang bertujuan untuk melihat kemandirian pangan di wilayah Jawa. Instrumen kebijakan tanpa impor ini bertujuan untuk melindungi petani dari rendahnya harga beras domestik yang cenderung menurun akibat impor.

Kondisi konversi lahan sawah di Jawa tetap seperti saat ini (existing), menyebabkan konversi lahan sawah di luar Jawa mengalami peningkatan sekitar 0.007 persen. Kebijakan tanpa impor menyebabkan penerimaan pemerintah dari tarif impor berkurang 100 persen. Kondisi ini diduga mendorong pemerintah memacu pertumbuhan ekonominya yang memberi konsekuensi terhadap tingginya persaingan lahan dari penggunaan pertanian (khususnya pangan) ke penggunaan lain non-pertanian pangan yang menghasilkan rente lahan lebih tinggi. Pertum- buhan ekonomi yang pesat di Jawa menyebabkan pertumbuhan ekonomi di luar Jawa pun mengalami peningkatan, sehingga konversi lahan sawah di luar Jawa pun mengalami peningkatan walaupun peningkatannya relatif kecil yakni sebesar 0.007 persen.

Konversi lahan sawah di Jawa yang 3x lipat dibandingkan yang terjadi di luar Jawa, kemudian ditambah pula dengan peningkatan konversi lahan sawah di luar Jawa menyebabkan konversi lahan sawah secara keseluruhan (Indonesia) meningkat sebesar 0.778 persen. Peningkatan konversi lahan sawah ini me- ngakibatkan penurunan luas baku sawah di Indonesia sebesar 0.011 persen. Penurunan luas baku sawah yang lebih kecil daripada konversi lahan sawah yang terjadi mengindikasikan adanya pencetakan sawah baru.

Kondisi konversi lahan sawah di Jawa tetap seperti saat ini (existing) dimana rata-rata laju konversinya yang ada sebesar 0.144 persen, menyebabkan luas baku sawah di Jawa mengalami penurunan sebesar 0.026 persen. Hal ini diduga karena di Jawa pun masih ada pencetakan sawah baru, walaupun relatif kecil jumlahnya dan berupa pencetakan sawah non-irigasi. Dengan asumsi inten- sitas pertanaman dan produktivitas tetap, penurunan luas baku sawah akan ber- dampak terhadap pengurangan luas areal panen padi di Jawa lebih lanjut ber- dampak terhadap penurunan produksi padi Jawa, produksi padi per kapita Jawa, dan produksi beras Jawa masing-masing sebesar 0.016, 0.043 dan 0.014 persen. Namun demikian, produksi beras di Indonesia secara keseluruhan tetap mengala- mi peningkatan. Hal ini diduga karena adanya peningkatan produksi padi di luar Jawa sebesar 0.289 persen.

Kebijakan tanpa impor beras menyebabkan menurunnya penawaran beras domestik sebesar 3.216 persen dan ketersediaan beras per kapita mengalami

penurunan sebesar 1.154 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa selama ini pena- waran beras domestik sangat dipengaruhi oleh impor. Turunnya penawaran beras Indonesia akibat kebijakan peniadaan impor menyebabkan harga riil beras eceran domestik mengalami peningkatan sebesar 11.901 persen yang berdampak ter- hadap peningkatan inflasi bahan makanan, dimana beras merupakan salah satu

cost push inflation factor. Secara nasional, tingginya inflasi bahan makanan se- besar 34.861 persen berdampak terhadap menurunnya akses pangan per kapita se- besar 8.312 persen. Peningkatan harga riil beras eceran di Indonesia sebesar 11.901 persen juga diikuti dengan peningkatan marjin pemasaran beras sebesar 57.959 persen. Semakin tinggi marjin pemasaran beras yang diambil pedagang,

ceteris paribus, maka akan semakin rendah harga gabah yang diterima petani, sebagaimana yang ditunjukkan oleh penurunan harga riil gabah di tingkat petani di Indonesia sebesar 1.529 persen.

Namun demikian, peningkatan harga riil beras eceran domestik sebesar 11.901 persen belum mengakibatkan penurunan permintaan terhadap komoditas beras. Bahkan hasil pengolahan data menunjukkan bahwa permintaan beras per kapita mengalami peningkatan sebesar 1.489 persen. Fenomena ini mengindikasi- kan bahwa beras masih menjadi makanan pokok bagi mayoritas masyarakat Indonesia, sehingga peningkatan harga riil beras eceran sampai pada tingkat tertentu belum menyebabkan masyarakat mengurangi permintaannya terhadap jenis pangan ini. Hal ini diperkuat oleh temuan Hidayat (2012) yang menyebutkan bahwa perubahan harga beras di tingkat konsumen memberikan dampak yang kecil terhadap permintaan beras itu sendiri dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang, konsumen mulai menyesuaikan diri untuk mencari alternatif makanan pokok lain.

Simulasi 1 ini menyimpulkan bahwa ternyata tanpa kebijakan impor konversi lahan sawah di Jawa seperti saat ini pun sebenarnya telah menyebabkan penurunan ketersediaan dan akses pangan per kapita. Ketersediaan dan akses pangan selama ini mencukupi karena masih ditopang oleh adanya impor. Hal ini mengindikasikan bahwa kemandirian pangan di wilayah Jawa dalam kondisi buruk karena sangat tergantung dengan impor. Kebijakan impor dalam jangka pendek mampu menutupi defisit kebutuhan beras, namun hal ini riskan dalam

jangka panjang, terutama bagi negara berpenduduk besar seperti Indonesia. Terlebih saat ini dunia mengalami krisis pangan global yang menimpa 37 negara berkembang. Hal ini menyebabkan masing-masing negara produsen beras di dunia memperketat kebijakan ekspor berasnya dan lebih mementingkan kebutuhan beras dalam negerinya. Hal ini semakin meyakinkan bahwa kebijakan impor tidak dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan beras domestik dalam jangka waktu yang lebih lama. Menurut catatan PBB, pada saat ini tidak kurang dari 5 juta jiwa baru lahir ke dunia tiap 10 hari, dan diperkirakan jumlah penghuni bumi mencapai 9.2 miliar jiwa pada tahun 2050. Dari segi kebutuhan pangan, diperkirakan besarnya kebutuhan dunia untuk menyediakan bahan pangan tidak saja jumlah yang men- cukupi, tetapi juga harus memenuhi standar nutrisi. Untuk itu, produksi pertanian harus meningkat sebesar 70 persen agar dapat memenuhi kebutuhan pangan (DKP, 2011).

Simulasi 2 merupakan kondisi terjadi peningkatan konversi lahan sawah di Jawa sebesar 1 persen dan mengimplementasikan kebijakan impor seperti saat ini (existing). Sesuai teori perdagangan internasional bahwa suatu negara melakukan perdagangan internasional dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dari adanya spesialisasi, maka pemerintah pun mengimplementasikan kebijakan impor seperti saat ini. Simulasi ini bertujuan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan sawah di Jawa sebesar 1 persen terhadap ketersediaan dan akses pangan yang ditopang dengan impor.

Kebijakan impor seperti saat ini menyebabkan penerimaan pemerintah dari tarif impor mengalami peningkatan sebesar 2.496 persen. Walaupun konversi lahan sawah di Jawa mengalami peningkatan sebesar 1 persen, tetapi kondisi ini tidak menyebabkan konversi lahan sawah di luar Jawa juga mengalami peningkatan, bahkan terjadi penurunan sebesar 0.001 persen. Namun demikian, secara keseluruhan peningkatan konversi lahan sawah di Jawa yang lebih besar daripada pengurangan di luar Jawa mengakibatkan konversi di Indonesia juga mengalami peningkatan sebesar 1.159 persen. Peningkatan konversi lahan sawah di Jawa ini berdampak terhadap penurunan luas baku sawah dan luas areal panen padi secara keseluruhan di Indonesia masing-masing sebesar 0.039 persen dan 0.001 persen.

Sebagai negara pengimpor beras peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Filipina dan Nigeria (Hidayat, 2012), kebijakan impor menyebabkan permintaan beras di pasar dunia mengalami peningkatan. Hal ini berakibat meningkatnya harga riil beras impor Indonesia yang selanjutnya mendorong pemerintah untuk meningkatkan harga riil (gabah) pembelian pemerintah. Selain mekanisme pasar, peningkatan harga riil (gabah) pembelian pemerintah ini ikut berdampak terhadap peningkatan harga riil gabah di tingkat petani yang kemudian menjadi insentif bagi petani dalam meningkatkan produktivitas padinya (0.003 persen). Namun demikian, peningkatan produktivitas ini belum mampu meningkatkan produksi padi secara keseluruhan di Indonesia, sebagaimana ditunjukkan oleh produksi padi dan beras di Indonesia yang masih mengalami penurunan masing-masing sebesar 0.018 persen dan 0.017 persen. Fenomena ini disebabkan adanya penurunan luas areal panen padi secara keseluruhan di Indonesia sebesar 0.001 persen akibat konversi lahan sawah yang menyebabkan luas baku sawah pun mengalami penyusutan (dengan asumsi intensitas pertanaman padi tetap). Penawaran beras secara total di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 0.003 persen, hal ini karena terjadi peningkatan impor sebesar 0.612 persen sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik dalam jangka pendek. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi stabil ketersediaan beras per kapita (tidak mengalami perubahan).

Kebijakan impor yang ada juga mampu meningkatkan akses pangan per kapita sebesar 0.171 persen sebagai akibat menurunnya harga riil beras eceran domestik sebesar 0.231 persen. Selanjutnya, penurunan harga riil beras eceran ini dan penurunan produksi padi di Jawa berdampak terhadap penurunan marjin pemasaran beras di Jawa sebesar 0.188 persen. Namun demikian, penurunan produksi padi dan marjin pemasaran ini belum mampu meningkatkan harga riil gabah di tingkat petani di Jawa, sebagaimana ditunjukkan oleh penurunan harga riil gabah di tingkat petani di Jawa sebesar 0.059 persen (Lampiran 19). Feno- mena ini berbeda dengan harapan dan kondisi di Indonesia secara keseluruhan, dimana semakin rendah marjin pemasaran beras, maka akan meningkatkan harga gabah di tingkat petani, seperti ditunjukkan oleh harga riil gabah di tingkat petani di Indonesia yang mengalami peningkatan sebesar 0.022 persen. Hal ini diduga

karena penerapan kebijakan impor yang ada turut berkontribusi terhadap pe- nurunan marjin pemasaran beras di Indonesia. Selain itu, kebijakan impor yang ada meningkatkan penerimaan pemerintah dari tarif impor sebesar 2.496 persen, tetapi nilai devisa negara mengalami penurunan sebesar 0.533 persen yang diduga akibat rendahnya harga impor beras Indonesia.

Simulasi 3 merupakan pembanding simulasi 2, yang menggambarkan kondisi ketika terjadi peningkatan konversi lahan sawah di Jawa sebesar 1 persen tanpa kebijakan impor. Tujuan simulasi ini adalah untuk melihat kemandirian pangan ketika terjadi peningkatan konversi lahan sawah di Jawa sebesar 1 persen tanpa ditopang oleh impor. Kebijakan tanpa impor menyebabkan konversi lahan sawah di luar Jawa mengalami peningkatan sebesar 0.007 persen, sebagaimana telah dijelaskan pada simulasi 1. Peningkatan konversi lahan sawah di Jawa sebesar 1 persen dan di luar Jawa sebesar 0.007 persen, mengakibatkan konversi lahan sawah di Indonesia meningkat rata-rata sebesar 1.165 persen yang selanjut- nya berdampak terhadap penyusutan/pengurangan luas baku sawah di Indonesia sebesar 0.016 persen.

Intensitas pertanaman yang relatif tetap dan konversi lahan sawah di Jawa yang meningkat sebesar 1 persen menyebabkan luas areal panen padi menurun sebesar 0.001 persen, sebagaimana pada simulasi 2. Kebijakan tanpa impor yang diterapkan oleh Indonesia menyebabkan kuantitas beras di pasar dunia meningkat dan harga riil beras impor Indonesia mengalami penurunan yang selanjutnya berdampak terhadap penurunan harga riil (gabah) pembelian pemerintah. Walaupun respon harga riil gabah di tingkat petani terhadap harga riil (gabah) pembelian pemerintah bersifat inelastis, tetapi berdampak juga terhadap penurunan harga riil gabah di tingkat petani di Indonesia sebesar 1.529 persen. Penurunan harga riil gabah di tingkat petani di Indonesia ini kemudian menyebabkan produktivitas padi petani di Indonesia mengalami penurunan sebesar 0.320, walaupun di Jawa dan luar Jawa relatif tetap.

Penurunan luas areal panen padi dan produktivitas padi di Indonesia tidak menyebabkan produksi padi dan beras di Indonesia secara rata-rata juga mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan luas areal panen padi di luar Jawa meningkat sebesar 0.291 persen, sehingga produksi padi di luar Jawa pun

mengalami peningkatan sebesar 0.289 persen. Secara umum, peningkatan konversi lahan sebesar 1 persen di Jawa dengan kondisi tanpa impor menyebab- kan penawaran beras domestik menurun sebesar 3.224 persen dan kemudian berdampak juga terhadap penurunan ketersediaan pangan per kapita sebesar 1.154 persen yang diimbangi dengan peningkatan permintaan beras per kapita sebesar 1.489 persen. Penurunan penawaran beras domestik akibat peniadaan impor berdampak terhadap meningkatnya harga riil beras eceran di Indonesia sebesar 11.907 persen dan hal ini berakibat pada menurunnya akses pangan per kapita sebesar 8.344 persen.

Simulasi 4 merupakan kondisi dimana peningkatan konversi lahan sawah di Jawa sebesar 18 persen dengan impor seperti saat ini (existing) telah me- nyebabkan penurunan ketersediaan dan akses pangan per kapita. Berdasarkan hasil pengolahan data, pada tingkat impor seperti sekarang, diketahui bahwa konversi lahan sawah di Jawa baru menyebabkan penurunan ketersediaan dan akses pangan per kapita pada tingkat konversi sebesar 18 persen, dengan masing- masing penurunan sebesar 0.072 persen dan 0.309 persen. Hal ini mengindikasi- kan bahwa dampak negatif yang ditimbulkan dari konversi lahan sawah di Jawa hingga sebesar 18 persen pun masih relatif kecil, yaitu < 1 persen, jika pemerintah masih tetap melakukan kebijakan impor. Namun demikian, kondisi ini patut tetap dicermati bahwa ketersediaan dan akses pangan yang bertumpu pada impor menjadikan negara akan mengalami krisis pangan ketika suplai di pasar dunia menipis, dan sekaligus kurang memberikan insentif kepada petani untuk meningkatkan produksi padinya. Konversi lahan sawah yang terjadi karena pasti akan berdampak negatif terhadap ketersediaan dan akses pangan per kapita, baik dalam hal waktu (jangka pendek atau jangka panjang) dan nilai (besar atau kecil). Karena bagaimana pun, sebagaimana hasil pendugaan model diketahui bahwa dalam jangka panjang, peubah yang berespon elastis terhadap ketersediaan beras adalah lahan sawah per kapita.

Besarnya penurunan kedua aspek ketahanan pangan ini (ketersediaan dan akses pangan) sangat berbeda jika dibandingkan dengan penurunan yang diakibat- kan konversi lahan sawah dengan tingkat yang sama, yaitu 18 persen, tanpa kebijakan impor sebagaimana diperlihatkan pada simulasi 5. Simulasi ini ber-

tujuan untuk melihat lemahnya kemandirian pangan di Jawa ketika peningkatan konversi lahan sawah sampai mencapai sebesar 18 persen. Jika kondisi ini terjadi, maka menyebabkan ketersediaan dan akses pangan menurun masing-masing se- besar 1.226 persen dan 8.88 persen, jauh lebih besar dari penurunan ketersediaan dan akses pangan per kapita dengan adanya kebijakan impor pada simulasi 4 yang masing-masing sebesar 0.072 persen dan 0.309 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan tanpa impor berdampak terhadap penurunan ketersediaan dan akses pangan per kapita dengan nilai penurunan yang sangat besar. Kondisi ini semakin memperkuat hasil simulasi sebelumnya dimana sebenarnya ketersediaan dan akses pangan yang ada selama ini sangat bergantung pada impor, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemandirian pangan yang ada merupakan kemandirian pangan semu.

Tabel 29 Rekapitulasi dampak alternatif kebijakan ekonomi terhadap perubahan nilai rata-rata peubah endogen periode 1990 – 2010

Nama Peubah Satuan Nilai Dasar

Perubahan Simulasi (%)

S1 S2 S3 S4 S5

Konversi Lahan Sawah Jawa ha 41 071.7 0.000 1.000 1.000 18.000 18.000 Konversi Lahan Sawah Luar Jawa ha 67 637.1 0.007 -0.001 0.007 -0.001 0.007 Konversi Lahan Sawah Indonesia ha 108 709 0.778 1.159 1.165 7.734 7.740 Luas Baku Sawah Indonesia ha 8 011 785 -0.011 -0.016 -0.016 -0.105 -0.105 Luas Areal Panen Padi Indonesia ha 11 628 888 -0.001 -0.001 -0.001 -0.004 -0.004 Produktivitas Padi Indonesia ton/ha 3.9055 -0.320 0.003 -0.320 0.003 -0.323 Produksi Beras Indonesia ton 31 702 737 0.118 -0.017 0.109 -0.174 -0.046 Penawaran Beras Indonesia ton 32 828 488 -3.216 0.003 -3.224 -0.092 -3.375 Ketersediaan Beras per Kapita ton/jiwa 0.139 -1.154 0.000 -1.154 -0.072 -1.226 Permintaan Beras per Kapita ton/jiwa 0.1739 1.489 0.000 1.489 -0.115 1.375 Harga Riil Beras Eceran Indonesia Rp/kg 3 641.1 11.901 -0.231 11.907 -0.326 11.988 Akses Pangan per Kapita Rp/jiwa 11 013 884 -8.312 0.171 -8.344 -0.309 -8.880 Keterangan:

S1 : Konversi di Jawa tetap, tanpa impor

S2 : Konversi di Jawa meningkat 1%, dengan impor S3 : Konversi di Jawa meningkat 1%, tanpa impor S4 : Konversi di Jawa meningkat 18%, dengan impor S5 : Konversi di Jawa meningkat 18%, tanpa impor