Memperhatikan perkembangan ekonomi makro, berbagai isu startegis dan implementasi UU Mata Uang, kebijakan pengelolaan uang rupiah tahun 2012 dijalankan dengan mengacu pada tiga pilar kebijakan yaitu i) Tersedianya Uang Rupiah yang Berkualitas; ii) Distribusi dan
Pengolahan Uang Rupiah yang Aman dan Terpercaya; dan iii) Layanan Kas Prima. Berbagai kebijakan yang diambil selama tahun 2012 tersebut selain dimaksudkan untuk memenuhi misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang, juga berkontribusi meningkatkan efisiensi manajemen kas perbankan maupun cash processing di Bank Indonesia.
8.1 Tersedianya Uang Rupiah yang Berkualitas
Kebutuhan uang kartal masyarakat yang meningkat perlu didukung dengan ketersediaan uang rupiah yang berkualitas, memadai dalam jumlah nominal maupun jenis pecahan serta tersedia secara merata di seluruh wilayah NKRI. Bank Indonesia selalu berkomitmen untuk menjamin ketersediaan uang rupiah berkualitas yang dipercaya dan diterima oleh masyarakat melalui penerapan dan penguatan berbagai strategi kebijakan di bidang pengelolaan uang rupiah.
Selama tahun 2012, strategi kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia untuk menjamin tersedianya uang rupiah yang berkualitas meliputi:
1. Melakukan Perencanaan Kebutuhan Uang dan Perencanaan Pencetakan Uang Rupiah tahun 2012 yang dikoordinasikan dengan Pemerintah;
2. Melakukan Pengadaan Bahan Baku dan Pencetakan Uang Rupiah tahun 2012;
3. Memperkuat Manajemen Pengadaan Uang Rupiah tahun 2013 melalui Penyusunan Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) dan Rencana Cetak Uang (RCU) 2013; 4. Melakukan Pemantauan Kualitas Uang Rupiah dan
Pemantauan Pengolahan Uang Rupiah Layak Edar (ULE) yang dilakukan oleh Perbankan dan Perusahaan
Cash in Transit (CIT);
5. Meningkatkan Upaya Penanggulangan Peredaran Uang Rupiah Palsu.
Melakukan Perencanaan Kebutuhan Uang serta Perencanaan Pencetakan Uang Rupiah Tahun 2012 yang Dikoordinasikan dengan Pemerintah
Terus tumbuhnya jumlah UYD mengindikasikan kebutuhan uang kartal yang masih cukup tinggi dalam aktivitas transaksi ekonomi masyarakat. Memenuhi peningkatan kebutuhan uang kartal ini sekaligus untuk mengganti uang rupiah tidak layak edar yang ada di masyarakat serta mempertimbangkan kecukupan persediaan kas Bank Indonesia, setiap tahun Bank Indonesia melakukan penyusunan Estimasi Kebutuhan Uang(EKU). EKU merupakan proyeksi perhitungan tambahan kebutuhan uang rupiah pada periode tertentu yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan besarnya jumlah pengadaan bahan baku uang dan jumlah uang rupiah yang akan dicetak. Disamping itu, EKU juga menjadi pedoman operasional dalam melaksanakan pengiriman uang rupiah ke seluruh Kantor Perwakilan Dalam Bank Indonesia Negeri (KPw DN).
Berlakunya UU Mata Uang mengamanatkan Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang untuk melakukan pengeluaran, pengedaran, dan/atau pencabutan dan penarikan uang rupiah. Sementara untuk pelaksanaan kegiatan pengelolaan uang rupiah lainnya yaitu perencanaan dan pencetakan serta pemusnahan uang rupiah, dilakukan oleh Bank Indonesia yang
berkoordinasi dengan Pemerintah. Pelaksanaan koordinasi tersebut dilakukan dengan berpedoman pada Nota Kesepahaman tentang Pelaksanaan Koordinasi dalam Rangka Perencanaan dan Pencetakan, serta Pemusnahan Uang Rupiah yang ditandatangani oleh Gubernur Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI selaku wakil dari Pemerintah pada tanggal 27 Juni 2012.
Perencanaan kebutuhan uang rupiah tahun 2012 yang dikoordinasikan dengan Pemerintah
Untuk menjamin ketersediaan uang rupiah layak edar dalam jumlah yang cukup di masyarakat serta memperhitungkan waktu yang diperlukan untuk proses pengadaan bahan baku dan pencetakan uang rupiah, penetapan EKU 2012 telah dilaksanakan pada triwulan
III 2011. Sesuai dengan EKU ini, estimasi kebutuhan uang rupiah ditetapkan sebesar Rp134,17 triliun untuk tahun 2012. Sebagai bentuk koordinasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh UU Mata Uang, informasi mengenai rencana kebutuhan uang (EKU) 2012 tersebut telah disampaikan kepada Kemenkeu RI selaku wakil Pemerintah.
Perencanaan pencetakan uang rupiah tahun 2012 yang dikoordinasikan dengan Pemerintah
Sebagai tindak lanjut penyusunan EKU 2012, Bank Indonesia menetapkan rencana pengadaan bahan baku uang dan rencana cetak uang rupiah (RCU) tahun 2012. Sebelum ditetapkan, Bank Indonesia telah menyampaikan informasi RCU 2012 tersebut kepada Pemerintah.
Informasi yang disampaikan kepada Pemerintah antara lain mengenai rencana macam dan harga uang rupiah, proyeksi jumlah uang rupiah yang akan dicetak, serta jumlah uang rupiah yang dicabut dan ditarik dari peredaran. Penyampaian informasi ini merupakan perwujudan dari koordinasi yang diamanatkan oleh UU Mata Uang yang salah satunya dilakukan dalam bentuk pemberitahuan dan tukar menukar informasi.
Review kebutuhan uang rupiah tahun 2012
Dinamika kegiatan pengelolaan uang rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia selama tahun 2012 tidak terlepas dari pola musiman kebutuhan uang kartal ataupun kebijakan fiskal dari sisi Pemerintah. Peningkatan kebutuhan uang kartal masyarakat menjelang periode Ramadhan dan Idul Fitri, Natal dan akhir tahun, Imlek maupun liburan sekolah dan tahun ajaran baru merupakan pola musiman yang turut mempengaruhi dinamika kegiatan pengelolaan uang rupiah.
Sementara dari sisi fiskal, rencana Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada awal April 2012 yang diikuti dengan rencana pemberian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) kepada masyarakat kecil, turut pula mempengaruhi dinamika pengelolaan uang rupiah. Dinamikaini dipengaruhi oleh kebijakan Bank Indonesia untuk merespon kenaikan permintaan uang
kartal yang cukup tinggi di masyarakat sebagai dampak rencana kenaikan harga BBM bersubsidi.
Mengakomodasi perkembangan ini dan dalam rangka menjamin ketersediaan uang kartal untuk menjaga kelancaran transaksi ekonomi masyarakat, pada bulan Februari 2012 Bank Indonesia melakukan kegiatan review kebutuhan uang rupiah atau review EKU tahun 2012. Pada kegiatan ini, Bank Indonesia secara khusus melakukan penghitungan ulang kebutuhan uang kartal untuk periode triwulan I 2012. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan kesiapan Bank Indonesia dalam menjamin pemenuhan peningkatan kebutuhan uang kartal di masyarakat pra dan pasca penerapan kenaikan harga BBM bersubsidi.
Melakukan Pengadaan Bahan Baku dan Pencetakan Uang Rupiah Tahun 2012
Di tengah terus tumbuhnya penggunaan uang kartal di masyarakat, Bank Indonesia terus berupaya mewujudkan komitmen untuk menyediakan uang rupiah berkualitas yang dipercaya dan diterima oleh masyarakat. Komitmen ini salah satunya diwujudkan melalui kegiatan pencetakan uang rupiah baik uang kertas maupun uang logam. Kegiatan pencetakan uang rupiah ini dilakukan
berdasarkan suatu rencana cetak tahunan yang mencakup jumlah dan jenis pecahan uang serta jadwal penerimaan hasil cetak dari Perum Peruri 2. Tambahan pasokan uang rupiah yang diperoleh melalui kegiatan pencetakan tersebut akan memperkuat kemampuan Bank Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat yang terus meningkat.
Pengadaan pencetakan uang rupiah tahun 2012
Bank Indonesia menyadari bahwa keberhasilan upaya pemenuhan kebutuhan uang kartal masyarakat sangat bergantung pada manajemen pengadaan uang rupiah yang dilakukan selama ini. Menyikapi itu, pada tahun
2 Sesuai dengan ketentuan Pasal 14 UU Mata Uang, pencetakan uang rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia dengan menunjuk badan usaha milik negara sebagai pelaksana pencetakan uang rupiah. Adapun yang dimaksud dengan badan usaha milik negara adalah badan usaha milik negara yang bergerak dalam bidang pencetakan uang rupiah yaitu Perum Peruri.
2012 Bank Indonesia menempuh kebijakan penguatan terhadap strategi manajemen pengadaan uang rupiah yang telah ada sebelumnya. Penguatan strategi tersebut tercermin dari upaya Bank Indonesia yang secara intensif mengembangkan kerjasama pencetakan uang rupiah dengan Perum Peruri maupun dengan Kementerian BUMN yang membawahi Perum Peruri guna meningkatkan efisiensi pengadaan uang rupiah.
Sejalan dengan upaya tersebut, pada triwulan I 2012, Bank Indonesia dan Perum Peruri berhasil menyelesaikan negosiasi pengadaan pencetakan uang rupiah dan menyepakati Harga Cetak Uang Rupiah (HCU) 2012. Kesepakatan HCU 2012 tersebut menjadi landasan bagi penempatan pesanan cetak uang rupiah tahun 2012. Adapun jumlah pesanan cetak uang rupiah berdasarkan RCU 2012 adalah sebesar 4,75 miliar lembar/keping, yang terdiri dari 3,88 miliar lembar uang rupiah kertas dan 872,66 juta keping uang rupiah logam dalam berbagai pecahan.
Permintaan uang kartal yang meningkat selama tahun 2012 disikapi dengan upaya untuk meningkatkan persediaan uang kartal Bank Indonesia. Untuk itu, Bank Indonesia terus mendorong Perum Peruri untuk meningkatkan kapasitas cetaknya. Upaya ini berhasil meningkatkan pasokan cetak uang rupiah yang sampai dengan akhir tahun 2012 mencatatkan realisasi penerimaan cetak sebanyak 4,87 miliar lembar/keping. Dari jumlah realisasi ini, terdapat sebanyak 3,96 miliar lembar uang rupiah kertas dan uang rupiah logam sebanyak 872,66 juta keping. Adapun realisasi pencetakan uang rupiah tersebut mencapai 101,87% dari Rencana Cetak Uang (RCU) 2012.
Berdasarkan denominasi, uang rupiah kertas yang paling banyak dicetak selama tahun 2012 adalah pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, dengan pangsa sebesar 23,15% dan 15,36% dari realisasi cetak. Sementara itu, pecahan Rp500 mendominasi pencetakan uang rupiah logam dengan pangsa sebesar 29,52%.
Pencapaian realisasi pencetakan uang rupiah ini
merupakan perwujudan komitmen Bank Indonesia untuk senantiasa menjaga ketersediaan uang rupiah yang
berkualitas di masyarakat baik dalam jumlah nominal maupun jenis pecahan. Pada akhir tahun 2012 telah selesai pula kesepakatan HCU untuk pesanan cetak tahun 2013. Hal ini juga merupakan refleksi keberhasilan kebijakan penguatan strategi manajemen pengadaan uang rupiah yang dilakukan sepanjang tahun 2012.
Pengadaan bahan baku uang rupiah tahun 2012
Untuk memenuhi kebutuhan pencetakan uang rupiah tahun 2012, Bank Indonesia menetapkan rencana pengadaan bahan baku uang rupiah. Pengadaan bahan baku ini meliputi pengadaan kertas uang dan pengadaan logam uang.
Berdasarkan rencana tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kegiatan pengadaan bahan baku uang rupiah. Adapun jumlah pengadaan bahan baku uang rupiah yang ditetapkan untuk tahun 2012 sebanyak 7,36 miliar lembar/keping yang terdiri dari 6,78 miliar lembar kertas uang dan 584,33 juta keping logam uang dalam berbagai pecahan. Sampai dengan akhir tahun 2012, realisasi penerimaan kertas uang dan logam uang tahun 2012 masing-masing tercatat sebesar 100,00% dari jumlah pengadaan yang ditetapkan. Dengan demikian, seluruh pesanan bahan uang telah diterima oleh Bank Indonesia sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.
Sementara itu, diberlakukannya UU Mata Uang turut pula mempengaruhi mekanisme dan alur kerja kegiatan pengadaan bahan baku uang rupiah yang dilakukan Bank Indonesia. Ketentuan Pasal 9 UU Mata Uang
mengatur bahwa bahan baku uang rupiah yang digunakan mengutamakan produk dalam negeri dengan tetap menjaga mutu, keamanan dan harga yang bersaing. Ketentuan untuk mengutamakan penggunaan bahan baku dalam negeri tersebut diakomodir pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/7/PBI/2012 dan Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia (PDG) Nomor 14/13/ PDG/2012 tanggal 27 Juni 2012 tentang Pengelolaan Uang Rupiah. PBI ini mengatur bahwa dalam hal mutu bahan uang telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, keamanan proses dan prosedur yang diterapkan oleh calon penyedia bahan baku uang
rupiah telah sesuai dengan standar internasional dan/atau persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka: a. dalam hal harga negosiasi terakhir yang diajukan
oleh 2 (dua) atau lebih calon penyedia bahan baku uang rupiah adalah sama, maka pengutamaan produk dalam negeri dilakukan berdasarkan besaran komponen dalam negeri pada bahan baku uang rupiah yang ditunjukkan dengan nilai tingkat komponen dalam negeri yang tertinggi; dan/atau
b. dalam hal terdapat calon penyedia bahan baku uang rupiah dalam negeri yang menawarkan produk dengan nilai tingkat komponen dalam negeri sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih, maka ditentukan harga evaluasi akhir berdasarkan harga negosiasi terakhir dengan memperhitungkan preferensi harga paling tinggi 15% (lima belas persen). Adapun penentuan pemenang penyedia bahan bakuuang rupiah dilakukan berdasarkan harga evaluasi akhir. Dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih calon penyedia bahan baku uang rupiah dengan harga evaluasi akhir yang sama, maka pemenang ditentukan berdasarkan nilai tingkat komponen dalam negeri yang tertinggi.
Adapun penentuan nilai tingkat komponen dalam negeri dilakukan dengan mengacu pada daftar inventarisasi barang/jasa produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh Kementerian yang membidangi urusan perindustrian.
Memperkuat Manajemen Pengadaan Uang Rupiah Tahun 2013 melalui Penyusunan Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) dan Rencana Cetak Uang (RCU) 2013
Kebijakan penguatan strategi manajemen pengadaan uang rupiah yang ditempuh Bank Indonesia untuk mewujudkan ketersediaan uang rupiah yang berkualitas juga tercermin dalam penyusunan EKU dan RCU. Hal ini salah satunya terlihat dalam penyusunan EKU dan RCU 2013 yang dilakukan oleh Bank Indonesia melalui koordinasi dengan Pemerintah sesuai dengan amanat UU Mata Uang.
Penyusunan Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) 2013
Mengawali rangkaian proses manajemen pengadaan uang rupiah, pada bulan Mei 2012 Bank Indonesia menetapkan
perkiraan kebutuhan uang rupiah tahun 2013 atau Estimasi Kebutuhan Uang (EKU) 2013. Penyusunan EKU dilakukan untuk menghitung tambahan kebutuhan uang kartal masyarakat pada periode tertentu, termasuk tambahan kebutuhan uang kartal untuk mengganti uang rupiah tidak layak edar yang telah dimusnahkan oleh Bank Indonesia. Selain itu, penyusunan EKU juga dilakukan untuk menghitung tambahan kebutuhan uang kartal yang diperlukan untuk menjaga kecukupan persediaan uang kartal yang dimiliki Bank Indonesia.
EKU 2013 menghitung tambahan uang rupiah yang dibutuhkan oleh seluruh satuan kerja kas di KPBI dan seluruh KPw DN Bank Indonesia selama tahun 2013. Tambahan uang rupiah ini meliputi jumlah dan komposisi pecahan uang rupiah yang dibutuhkan oleh masing-masing satuan kerja kas. Selanjutnya, EKU ini akan menjadi dasar dalam menetapkan kebijakan strategis berupa penetapan rencana pengadaan bahan baku dan RCU tahun 2013.
Penyusunan EKU 2013 dilakukan melalui forum Workshop Perencanaan, Pengadaan dan Distribusi Uang 2013 yang diikuti oleh seluruh satuan kerja kas baik di KPBI maupun KPw DN Bank Indonesia. Kegiatan workshop ini diikuti pula oleh stakeholders terkait yaitu Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) dan Perum Peruri selaku perusahaan pencetakan uang negara. Kehadiran Kemenkeu RI pada workshop tersebut selaras dengan amanat UU Mata Uang yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dan Pemerintah sebagai wujud koordinasi dalam pelaksanaan perencanaan uang rupiah.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap proyeksi outflow dan inflow uang kartal, pemusnahan uang rupiah tidak layak edar (UTLE) serta mempertimbangkan kecukupan persediaan uang kartal yang dimiliki, Bank Indonesia menetapkan EKU 2013 sebesar Rp193,53 triliun. EKU tersebut menjadi dasar bagi pemenuhan kebutuhan seluruh satuan kerja kas Bank Indonesia serta menjadi pedoman bagi pelaksanaan kegiatan distribusi uang rupiah dari KPBI ke ke satuan kerja kas di KPw DN Bank Indonesia pada tahun 2013.
Penyusunan Rencana Cetak Uang (RCU) 2013
Proyeksi kebutuhan uang kartal yang diperoleh dari penyusunan EKU 2013 menjadi dasar pijakan Bank Indonesia dalam menghitung kebutuhan bahan baku dan kebutuhan cetak uang rupiah atau RCU 2013. Penyusunan RCU dilakukan dengan memperhatikan berbagai variabel makro ekonomi, seperti tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi maupun jumlah uang rupiah yang rusak dan yang ditarik dari peredaran.
Berlakunya UU Mata Uang mengamanatkan adanya koordinasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah pada kegiatan pengelolaan uang rupiah yang menyangkut rencana tentang macam dan harga uang rupiah, proyeksi jumlah uang rupiah yang perlu dicetak, serta jumlah uang rupiah yang rusak dan yang ditarik dari peredaran. Koordinasi tersebut diwujudkan Bank Indonesia dalam bentuk penyampaian informasi perhitungan sementara RCU2013 secara tertulis kepada Kemenkeu RI pada tanggal 5 September 2012.
Sebagai kelanjutan dari proses manajemen pengadaan uang, pada tanggal 28 Desember 2012, Bank Indonesia dan Perum Peruri telah menyelesaikan seluruh tahapan kegiatan proses pengadaan pencetakan uang rupiah dan menyepakati HCU 2013 yang akan digunakan sebagai dasar bagi pencetakan uang rupiah. Berdasarkan kesepakatan tersebut, selama tahun 2013 Bank Indonesia akan menempatkan pesanan cetak uang rupiah yang terdiri dari 5,33 miliar lembar uang rupiah kertas dan 1,68 miliar keping uang rupiah logam dalam berbagai pecahan.
Sementara itu, untuk keperluan pencetakan uang rupiah tahun 2013, Bank Indonesia melaksanakan proses pengadaan bahan baku uang rupiah berupa logam uang dan kertas uang. Seluruh rangkaian proses pengadaan logam uang untuk pecahan Rp1.000, Rp500, Rp200 dan Rp100 serta pengadaan kertas uang pecahan Rp100.000, Rp50.000, Rp10.000 dan Rp5.000 telah dirampungkan pada akhir tahun 2012. Sedangkan proses pengadaan kertas uang pecahan Rp20.000 dan Rp2.000 akan diselesaikan pada awal tahun 2013.
Sebagai bagian dari kebijakan penguatan strategi pengelolaan uang rupiah, Bank Indonesia secara intensif melakukan kerjasama dengan Perum Peruri dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kementerian BUMN) yang membawahi Perum Peruri.Kerjasama ini dimaksudkan untuk menyelaraskan rencana pencetakan uang rupiah dengan kapasitas cetak Perum Peruri, termasuk rencana investasi mesin pencetakan uang yang akan dilakukan Perum Peruri untuk meningkatkan kemampuan cetaknya.
Melakukan Pemantauan Kualitas Uang Rupiah dan Pemantauan Pengolahan Uang Rupiah Layak Edar (ULE) yang dilakukan oleh Perbankan dan Perusahaan Cash in Transit (CIT)
Dalam memenuhi kebutuhan uang kartal, Bank Indonesia senantiasa mengedepankan upaya-upaya untuk menjaga kualitas uang rupiah yang beredar di masyarakat dalam kondisi yang layak edar. Selama tahun 2012, upaya menjaga kualitas uang rupiah tersebut antara lain
dilakukan melalui pelaksanaan survei kualitas uang rupiah dan pemantauan terhadap kegiatan pengolahan uang rupiah yang dilakukan oleh perbankan dan perusahaan
Cash in Transit (CIT).
Pemantauan kualitas uang kartal yang beredar melalui survei kualitas uang rupiah
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau diperkirakan mencapai 17.508 terbentang di wilayah seluas 1.919.440 km² yang sebagian besar pulaunya dipisahkan oleh lautan. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi upaya Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan uang kartal layak edar masyarakat. Ditengah tantangan kondisi geografis tersebut, Bank Indonesia dituntut untuk mengembangkan strategi pengelolaan uang rupiah yang mampu menjamin ketersediaan uang kartal secara lebih merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan tetap mengedepankan kualitas uang yang layak edar.
Untuk itu, berbagai upaya memperkuat strategi
pengelolaan uang rupiah melalui penguatan layanan kas terus dilakukan oleh Bank Indonesia. Penguatan strategi layanan kas tersebut tercermin pada pengembangan layanan Kas Titipan dan Kas Keliling dalam pemenuhan kebutuhan uang layak edar masyarakat di seluruh wilayah NKRI, disamping secara rutin melakukan pengiriman uang rupiah ke KPw DN Bank Indonesia untuk menjaga kecukupan persediaan uang rupiah di seluruh satuan kerja kasnya.
Sampai dengan akhir tahun 2012, layanan kas yang dilakukan Bank Indonesia secara umum digolongkan menjadi layanan kas dalam kantor dan layanan kas luar kantor. Layanan kas dalam kantor merupakan kegiatan penerimaan setoran dan penarikan uang rupiah untuk memenuhi kebutuhan uang kartal perbankan. Layanan ini dilakukan di seluruh satuan kerja kas yang ada di KPBI dan di 39 KPw DN Bank Indonesia. Sedangkan layanan kas luar kantor yang dilakukan pada tahun 2012 meliputi layanan kas titipan bagi masyarakat di 19 lokasi blankspot areas serta layanan kas keliling yang dilakukan oleh seluruh satuan kerja kas Bank Indonesia di wilayah kerjanya masing-masing.
Untuk memperoleh gambaran tentang keberhasilan penguatan strategi layanan kas luar kantor, terutama layanan kas titipan dalam memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat, pada tahun 2012 Bank Indonesia melaksanakan pemantauan kualitas uang melalui survei kualitas uang rupiah. Survei ini membandingkan pemenuhan kebutuhan uang dan kualitas uang rupiah yang beredar di wilayah lokasi layanan kas titipan dengan wilayah lainnya yang belum terlayani oleh kas titipan.Selain itu, untuk memperkaya hasil survei dan memperoleh informasi awal tentang pemenuhan kebutuhan dan kualitas uang rupiah, survei juga dilakukan di beberapa wilayah yang merupakan daerah terpencil dan terdepan NKRI. Survei dilaksanakan di 8 wilayah yang terdiri atas 3 wilayah yang dilayani oleh kas titipan dan 3 wilayah yang tidak dilayani oleh kas titipan, serta 2 wilayah yang merupakan daerah terpencil dan terdepan NKRI sebagai pembanding.
Hasil survei menunjukkan beberapa informasi sebagai berikut :
a. Dari seluruh jenis pecahan uang rupiah kertas yang beredar di masyarakat saat ini, pecahan Rp10.000 dan Rp5.000 merupakan pecahan yang paling dibutuhkan untuk transaksi pembayaran masyarakat. Disisi lain tercatat sebanyak 21,9% responden yang menyatakan kebutuhannya terhadap uang rupiah logam pecahan Rp500 dan sebanyak 15,1%, responden memerlukan uang logam pecahan Rp1.000. Hasil survei juga menunjukkan rendahnya penggunaan uang logam pecahan Rp200 ke bawah dalam aktivitas transaksi masyarakat.
b. Keberadaan layanan kas titipan mempengaruhi perbedaan kebutuhan uang kartal di wilayah layanan kas titipan dengan wilayah di luar kas titipan, namun jumlahnya tidak signifikan. Untuk uang rupiah kertas, kedua wilayah menunjukkan kebutuhan yang sama akan uang rupiah pecahan kecil khususnya pecahan Rp10.000 dan Rp5.000. Sementara untuk uang rupiah pecahan besar atau uang pecahan Rp20.000 ke atas, responden di wilayah layanan kas titipan menunjukkan kebutuhan akan ketersediaan uang rupiah pecahan besar dalam denominasi yang lebih tinggi dibanding wilayah di luar layanan kas titipan. Uang pecahan Rp50.000 merupakan pecahan yang paling dibutuhkan masyarakat di wilayah kas titipan, sementara pecahan tertinggi yang paling banyak digunakan masyarakat di luar wilayah kas titipan adalah pecahan Rp20.000. Adapun untuk uang rupiah logam, transaksi masyarakat di wilayah kas titipan paling banyak menggunakan pecahan Rp1.000, sementara sebagian besar responden di wilayah di luar kas titipan lebih membutuhkan uang rupiah logam dalam denominasi yang lebih rendah yaitu Rp500. Kebutuhan akan ketersediaan uang rupiah pecahan Rp1.000 masih cukup tinggi di kedua wilayah survei, namun demikian terdapat preferensi yang lebih