• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.2 Pembahasan

4.2.1 Perencanaan Strategis Pengembangan dan Pelestarian Destinasi Wisata

4.2.2.7 Kebijakan

Kebijakan merupakan cara mencapai sasaran tahunan. Dalam hal ini kebijakan berupa pedoman, aturan-aturan dan prosedur yang ditetapkan untuk mendukung usaha-usaha mencapai tujuan yang ditetapkan, dengan kata lain kebijakan dapat dikatakan sebagai apa yang telah dilakukan untuk pengembangan Banten Lama secara nyata. Hal ini tentunya berbeda dengan strategi, jika strategi masih berupa rencana dan dalam pelaksanaan, namun kebijakan adalah sebuah hasil atau tindakan baik sebelum pelaksanaan atau dalam pelaksanaan yang sifatnya mendukung strategi yang telah ditetapkan.

Situs dan peninggalan arkeologi di Banten Lama sudah sejak lama menjadi perhatian pemerintah daerah untuk ditumbuh kembangkan sebagai objek wisata. Kebijaksanaan pembangunan daerah yang dirumuskan dalam pola dasar pebangunan daerah Kabupaten DT II Serang pada Pelita IV, V dan VI, kawasan Banten Lama berada dalam wilayah pembangunan Serang utara dan ditetapkan sebagai kawasan pengembangan dan pelestarian yang ditunjang pula oleh penetapan pengembangan Pelabuhan Karangantu dengan tidak menghilangkan sistem tata ruang sesuai dengan kajian arkeologis. Dalam Rahardjo dkk (2011 : 109-110).

Point strategi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Bante terdapat pada tabel strategi berdasarkan misi maka di bawah ini juga akan disajikan kebijakan berdasarkan Misi yang di ambil dari Rencana Strategis 2012-2017 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.7

Jabaran Kebijakan berdasarkan Misi Ke-1

Kebijakan Misi Ke-1 Peningkatan pelestarian kebudayaan daerah

Kebijikan Misi ke-2 Pengembangan destinasi yang berdaya saing dan peningkatan industry pariwisata yang berkelanjutan

Kebijakan Misi Ke-3 Peningkatan kerjasama dan koordinasi strategis lintas sektor Kebijakan Misi Ke-4 Pengembangan pemasaran yang

berorientasi kepada peningkatan ekonomi daerah, masyarakat, dan usaha pariwisata

Kebijakan Misi Ke-5 Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik

Sumber: Rencana Strategis 2012-2017 Disbudpar Provinsi Banten

Tabel di atas apabila dipilah kebijakan mana yang terkait masalah pengembangan dan pelestarian destinasi cagar budaya Banten Lama, maka yang tepat ada pada kebijakan misi Ke-1 dan pada kebijakan misi Ke-2. Yang mana kebijakan tersebut diturunkan dalam bentuk salah satunya adalah perda atau Rencana Induk Pengembangan Pariwisata di Dinas Kebudayaan, dari Rencana IndukPengembangan Pariwisata tersebut dari pihak Kota dan Kabupaten sebagai pemilik wilayah melanjutkan entah dalam hal yang sama yaitu membuat Rencana Induk Pengembangan Pariwisata dalam tingkat Kota atau yang lainnya. Pemerintah terkait di Provinsi Banten pun tidak tinggal diam Bappeda provinsi Banten telah menjadikan Banten Lama sebagai Kawasan Strategis Sosial Budaya.

Kebijakan-kebijakan terkait tentu dilakukan dalam tindakan seperti misalnya relokasi pedagang, penetapan cagar budaya, pembangunan kios-kios, relokasi tempat parkir, pasar dan terminal namun yang disayangkan adalah Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata provinsi Banten, walaupun pada perjalanannya saat ini kebijakan tersebut seperti gagal, misalnya pedagang yang sudah direlokasi kembali ketempat semula, Rahardjo dkk (2011: 153) Penataan kawasan para pedagang kaki lima dianggap tidak memenuhi tuntutan para pedagang yang semula sudah disetujui dinas Budpar. Sehingga mereka kembali ke tempat-tempat strategis yang dilalui peziarah.

Terkait masalah kebijakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten dalam hal tentunya juga mengeluarkan prosedur dalam pelaksanaan namun yang terjadi di lapangan adalah SOP yang tidak transparan seperti yang telah disebutkan dalam faktor-faktor pemicu Konflik. Hal ini di kemukakan dalam Rahardjo dkk (2011 : 160) bahwa Standard Operational Procedures (SOP) dalam kasus pelaksanaan proyek pembangunan sarana fisik di Banten Lama masing-masing instansi menerapkan prosedur sendiri tanpa mempertimbangkan prosedur pihak lain, bagi BP3, misalnya uji kelayakan dan studi teknis arkeologi adalah prosedur yang harus dilakukan bagi setiap upaya pembangunan fisik di atas lahan situs. Namun prosedur ini tidak dianggap perlu bagi pihak yang memiliki proyek yaitu Disbudpar sehingga muncul penilaian bahwa BP3 mempersulit pekerjaan mereka. Sehingga ini akhirnya menjadi konflik yang menghambat pengembangan dan pelestarian Destinasi Wisata Cagar Budaya Banten Lama.

Terkait kebijakan lain dalam pemeliharaan dan pelestarian Banten Lama, pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banten Lama belum mengeluarkan kebijakan terkait pengendaliaan pemanfaatan situs-situs dan belum melakukan kebijakan terkait menghadapi kurangnya kesadaran masyarakat akan pelestarian

lingkungan sekitar dan pelestarian Cagar budaya Banten Lama, seperti bermain bolanya masyarakat sekitar di dalam situs atau memancing di zona inti dan berdagang di Zona Inti. Sangat sekali diperlukan kebijakan terkait penanganan kurangnya kesadaran masyarakat dengan tujuan mengajak masyarakat untuk turut serta dalam pelestarian Banten Lama.

Pemerintah terkait Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten Lama memang belum memiliki kebijakan dalam hal pengendalian masyarakat, namun bukan berarti pemerintah di luar Disbudpar Provinsi Banten, tidak melakukan pengendalian masyarakat, pemerintah di luar Disbudpar Provinsi Banten yaitu, BPCB dengan Undang-undang Cagar Budaya Banten Lama No.11 tahun 2010 di dalamnya tertera sanksi yang ditetapkan bagi pelanggar namun sepertinya hal ini juga belum dilakukan dengan tegas walaupun pada awalnya terdapat larangan untuk bermain bola seperti yang disampaikan oleh penjaga keraton kaibon sebagai berikut:

“Sudah dilarang untuk main bola neng bahkan saya pernah mencabut tiang gawangnya agar tidak bisa main lagi, tapi main lagi-main lagi, sampe pernah saya mau dipukulin warga sini gara-gara melarang, ya gitu susah” Wawancara dengan Bapak Mulangkara, pada 24 April 2014, pukul 16.00 WIB di Keraton Kaibon

Pedagang di sisi Benteng Speelwijk yang mengatakan sebagai berikut: “Main bola udah biasa neng, tiap sore disini juga latihan bola neng buat turnamen,kan mereka udah ijin dulu ke ihak BPCB jadi ya gapapa ga pernah dilarang neng”.Wawancara dengan I2-1 pada 03 Juni 2014, pukul 12.30 WIB di sisi Kanan Benteng Speelwijk

Masalah ini tentunya didapatkan dua gambaran yaitu, pihak BPCB atau BP3 Serang dianggap lemah dalam memberikan sanksi, dan masyarakat dianggap sulit untuk di atur, sehingga menimbulkan konflik dan menjelekkan citra masing-masing pihak, sehingga dalam hal ini tentunya perlu ada ketegasan dari kedua pihak yaitu ketegasan dari pihak BP3 Serang untuk melarang bermain bola dan aktivitas lain, dan warga pun harus memiliki kesadaran bahwa cagar budaya bukan tempat bermain bola apalagi turnamen, tentunya yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah sosialisasi intensif bahwa bermain bola di cagar budaya itu dilarang dan sanksi yang tegas dari pihak BP3 Serang, selain itu perlunya dukungan dari pihak tokoh masyarakat seperti Kecamatan Kasemen, Kelurahan Banten, tokoh masyarakat seperti Kenadziran, Ketua RW atau Ketua RT setempat dalam melarang kegiatan tersebut tentunya akan sangat membantu karena biasanya mereka akan lebih mendengarkan tokoh masyarakat setempat sehingga, para stakeholder itu sangat diharapkan untuk mengawasi warganya dalam pemanfaatan situs lahan untuk kegiatan sehari-hari.

Menurut peneliti keberadaan juru situs sangat di perlukan dalam hal ini pertama untuk merawat situs dan menjaga apabila situs dimanfaatkan dengan tidak benar, misalnya seperti Keraton Kaibon, walaupun kondisinya juga dapat dikatakan memprihatinkan, namun situs ini dapat dikatakan paling baik kondisinya jika dibandingkan dengan Speelwijk dan Keraton Surosowan terlebih lagi jika dibandingkan dengan Masjid Pecinan. Keberadaan juru situs sangat penting karena dianggap cukup efektif dalam kebersihan situs, atau misalnya seperti Klenteng Avalokitesvara dengan keberadaan juru situs atau pengelolaanya

kondisinya terawat. Sehingga peneliti sangat menganjurkan untuk disediakan juru situs untuk keberlangsungan situs, namun tentunya untuk penanganan situs Keraton Surosowan dan Speelwijk perlu dibuatkan pagar lalu di siapkan rumah untuk juru situs tentunya tanpa merusak kondisi situs. Namun dalam wawancara dengan Ibu Elly mengatakan sebagai berikut:

“Dulu pemeliharaan itu dilakukan oleh juru pelihara, namun dengan adanya juru pelihara tersebut tidak mengurangi kekumuhan yang ada sehingga pemeliharaan dilakukan oleh pihak ketiga,dan terlihat hasilnya”. Wawancara dengan Ibu Ely selaku Kasubag TU di BPCB atau BP3S, pada Selasa, 01 Juli 2014 pukul 13.30 WIB di BPCB Serang

Seperti yang telah dijelaskan bahwa satuan pengaman atau juru situs tetap diperlukan agar setidaknya situs lebih terjaga karena destinasi cagar budaya Banten Lama merupakan salah satu aset Provinsi Banten, yang mana aset ini menimbulkan berbagai dampak bila dikelola dan dimanfaatkan dengan baik atau dengan kata lain dimaksimalkan potensinya, salah satu dampaknya adalah kawasan atau destinasi cagar budaya ini menjadi tempat wisata yang menarik karena di kawasan ini terdapat cagar budaya berupa peninggalan sejarah, makam-makam para pejuang pada masa lalu dan kawasan pelabuhan yang berdekatan dengan pantai. Untuk menunjang kegiatan pariwisata tentunya dibutuhkan sarana dan prasarana serta infrastruktur pendukung pariwisata seperti toilet, penginapan, kios-kios souvenir, tempat ibadah, akses jalan yang mudah dan akses kendaraan yang mudah. Selama ini perawatan fisik bangunan sarana dan prasarana serta infrastruktur dan aset atau cagar budaya daerah di rasa kurang maksimal.

Pembangunan dan perawatan sarana dan prasarana, infrastruktur, dan cagar budaya oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten dalam Rencana

Strategis 2012-2017 tidak ada kegiatan untuk melaksanakan pembangunan dan perawatan baik sarana dan prasarana, infrastruktur dan cagar budaya Banten Lama hal ini di sampaikan oleh:

“Kalo untuk tahun-tahun 2012, 2013 dan tahun ini kita belum ada buat Banten Lama, tapi ada rencana tahun depan tahun 2015, pernah dilakukan tapi tahun 2006-2007 tapi dokumennya sudah tidak ada” (Wawancara dengan, Pak Elda ,staff Bagian evaluasi dan pelaporan program di Disbudpar Provinsi Banten, pada tanggal 16 Mei 2014, pukul 13.00 WIB di Disbudpar Provinsi Banten)

Hal Senada di ungkapkan oleh Pak Sapta selaku Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata yang menyatakan sebagai berikut:

“Tahun ini kita dan tahun sebelumnya kita belum ada fokus ke Banten Lama, adapun fokus untuk ke Banten Lama tahun depan tahun 2015, dan

rencananya kita akan melakukaan penataan pedagang” (Wawancara

dengan Pak Sapta, Bagian Pengembangan Destinasi, Pada Tanggal 10 Juni 2014, pukul 10.00 WIB di Disbudpar Provinsi Banten.

Tidak berbeda jauh dengan dua pernyataan di atas dikatakan bahwa memang belum ada pengembangan ke arah Banten Lama diungkapkan pula oleh Bapak Tasrief sebagai berikut:

“Tahun ini belum ada pengembangan Banten Lama, rencananya tahun 2015, adapun pengembangan Banten Lama di lakukan tahun 2006-2007 itupun dokumennya sudah hilang” (Wawancara dengan Bapak tasrief, selaku Kepala Pengelola Museum Negeri Banten, Pada tanggal 05 Juni 2014, pukul 09.00 WIB di Museum Negeri Banten)

Telaahan dari berbagai sumber melalui wawancara, untuk melihat apa yang telah dibuat terkait sarana dan prasarana, serta infrastruktur dan cagar budaya di Banten Lama digunakan Laporan Evaluasi Kinerja Tahun 2013, yang

menunjukkan bahwa tidak ada kegiatan kearah pengembangan dan Pelestarian destinasi cagar budaya Banten Lama. Sementara itu dalam Rencana Strategis Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten Tahun 2012-2013 pada BAB 5 Rencana Program dan Kegiatan, Indikator Kinerja dan Pendanaan Indikatif beberapa program memberikan sasaran dan indikator program terkait Banten Lama yaitu sebagai berikut:

Sasaran dan indikator Program Pengelolaan dan Pengembangan Keragaman, Kekayaan dan Nilai Budaya adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya kualitas Perlindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan melalui:

a. Meningkatnya kajian seni daerah, difokuskan kepada HaKI bidang kesenian; pelaksanaan forum rembug kesenian; dan pendokumentasian seni budaya daerah

b. Meningkatnya fasilitas seni daerah, difokuskan kepada penyediaann sarana prasarana berkesenian, dan fasilitas pentas seni.

c. Meningkatnya Gelar Seni Daerah, difokuskan kepada pelaksanaan festival seni, lomba seni serta pameran seni.

d. Meningkatnya misi kesenian, difokuskan kepada fasilitasi pentas seni skala nasional

2. Meningkatnya pelestarian nilai-nilai tradisi

1) Meningkatnya tradisi masyarakat adat, melalui: meningkatnya fasilitas bagi masyarakat adat, difokuskan kepada fasilitasi event masyarakat adat Cisungsang, Cisitu, Citorek dan Baduy.

2) Meningkatnya data tradisi dan kearifan lokal, difokuskan kepada pelaksanaan inventarisasi tradisi dan kearifan lokal

3) Meningkatnya Pemahaman masyarakat tentang nilai-nilai budaya daerah, difokuskan kepada Sarasehan/dialog nilai-nilai budaya

4) Ketersediaan kebijakan pelestarian kebudayaan daerah, difokuskan kepada kebijakan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan daerah serta kebijakan teknis lainnya bidang kebudayaan. 3. Meningkatkan kualitas pelestarian warisan budaya

1) Meningkatnya pelestarian dan perlindungan cagar budaya museum dan kesejarahan melalui:

a. Meningkatnya data kesejarahan, difokuskan kepada inventarisasi arsip dan naskah kuno, serta kajian dan penelitian cagar budaya b. Meningkatnya cagar budaya dan bangunan bersejarah yang

direvitalisasi, difokuskan kepada revitalisasi cagar budaya dan bangunan bersejarah di Kawasan Situs Benda Purbakala dan Masjid Banten Lama; dan cagar budaya lainnya yang menjadi kewenangan pemeliharaan tingkat provinsi

c. Meningkatnya pengadaan dan pemeliharaan koleksi Museum, difokuskan kepada pengadaan dan pemeliharaan koleksi museum negeri Provinsi Banten

d. Meningkatnya penyebarluasan informasi Museum, difokuskan kepada pameran koleksi Museum Provinsi Banten

Sasaran dan indikator program Pengelolaan dan pengembangan pariwisata dapat diukur dengan:

1. Mengembangkan destinasi pariwisata yang berdaya saing 1. Meningkatkan pengembangan daya tarik wisata, melalui:

a. Peningkatan sarana objek wisata yang berdaya saing, difokuskan kepada penataan dan pengembangan objek wisata di:

i. Kawasan Pariwisata terpadu Padarincang

ii. Kawasan Pantai Wisata Anyer dan pulau Tunda beserta pulau shangiang

iii. Kawasan Ekonomi khusus pariwisata Tanjung Lesung iv. Kawasan Pariwisata Pulau Umang;

v. Kawasan wisata pantai carita, dan kawasan wisata alam serta wisata religi;

vi. Daerah penyangga Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dan pemberdayaan masyarakat sekitarnya; vii. Kawasan Wisata Pantai Sawarna dan Bagedur,

viii. Kawasan Wisata Alam Arum Jeram Ciberang, serta wisata Religi;

2. Meningkatnya Kualitas Pengelolaan Destinasi Wisata, melalui: a. Meningkatkan pengembangan desa wisata,difokuskan kepada

peningkatan sarana dan manajerial pengelolaan desa wisata b. Meningkatnya investasi bidang pariwisata, difokuskan kepada

c. Meningkatnya ketersediaan dokumen perencanaan pengembangan pariwisata, difokuskan kepada dokumen perencanaan pembangunan pariwisata.

Dari penjabaran mengenai sasaran dan indikator program di atas beberapa diantaranya menyebutkan Banten Lama, namun ada keganjilan yaitu pada Peningkatan sarana objek wisata yang berdaya saing, difokuskan kepada penataan dan pengembangan objek wisata yang mana di dalamnya Kawasan Cagar Budaya Banten Lama tidak tersebut di dalamnya, sedangkan dengan sangat jelas di dalam berbagai perencanaan yang telah dijabarkan di atas, Kawasan banten Lama menjadi prioritas. Di bawah ini adalah pernyataan bapak Elda selaku Kepala Bidang Program dan bapak Tasrief selaku Kepala Pengelola Museum Negeri Banten, mengenai mengapa dalam beberapa tahun antara tahun 2010-2014 belum ada arah kegiatan dalam pengembangan Banten Lama.

“Tahun-tahun sebelumnya dan tahun ini belum ada arahan pengembangan ke Banten Lama, karena dari kita belum ada anggarannya, karena tahun ini saja 80% anggaran untuk belanja pegawai, tapi tahun 2015 kita rencana

fokus ke banten Lama dengan rencana penataan pedagang” hasil

wawancara dengan Bapak Tasrief, selaku Kepala Seksi Pengelolaan Museum Negeri Banten, pada Tanggal 26 Februari 2014, pukul 09.00 WIB, di Museum Negeri Banten)

Pernyataan di atas memberikan jawaban mengenai alasan mengapa antara tahun 2010-2014 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten yaitu masalah anggaran, namun untuk lebih mengetahui apa saja yang menyebabkan antara tahun tersebut belum ada pengembangan dan pelestarian untuk Banten Lama yaitu sebagai berikut pernytaan dari Bapak Elda

“Banten Lama memang PR untuk Provinsi dan Kota dahulu sudah dilakukan dengan APBD dan APBN dengan revitalisasi sekitar alun-alun, sebenarnya jika menangani Banten Lama itu kita terbentur masalah klasik, yaitu masalah banyaknya kepentingan yang terdapat di sana yaitu seperti: BPCB, Kenadziran dan kabupaten Kota, tapi di tahun 2015 kita sudah menyiapkan rencana kantong anggaran untuk revitalisasi Banten Lama” hasil Wawancara dengan Bapak Elda, selaku staff Bidang Evaluasi dan Pelaporan Program di Disbudpar Provinsi Banten, Pada tanggal 16 Juni 2014, pukul 10.00 WIB di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten”

Dari pendapat kepala bidang dan kepala seksi di atas maka dapat di simpulkan bahwa tidak adanya kegiatan pengembangan dan pelestarian Banten Lama antara tahun 2012-2014, sedangkan dalam prioritasnya di rencana strategis tahun 2012-2017 disebutkan bahwa prioritas pembangunan pariwisata salah satunya adalah Kawasan Wisata Cagar Budaya Banten Lama, Selain itu dalam kutipan wawancara yang dijabarkan di atas tersirat alasan mengapa antara 2012-2014 belum diadakan kegiatan dan peneliti menyimpulkan hal tersebut di karenakan oleh hal-hal sebagai berikut:

1. Masalah Anggaran;

2. Masalah Koordinasi antar berbagai pihak yang memiliki kepentingan di Banten Lama.

Masalah anggaran tentunya menjadi salah satu kendala yang cukup berat, karena terkadang manusia merencanakan namun modal menentukan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak Juhaeri selaku Kasi Pengembangan nilai-nilai tradisional di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Serang saat di

wawancarai mengapa beberapa perencanaan yang telah di buat belum berjalan secara maksimal sebagai berikut pernyataannya:

“Manusia perencana, modal menentukan, keterbatasan dana sehingga kita

mengerjakan yang kecil-kecil dahulu” Wawancara dengan Bapak Juhaeri selaku Kasi Pengembangan nilai-nilai tradisional di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Serang, pada tanggal 17 Juni 2014, pukul 11.00 WIB di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Serang.

Selain itu peneliti memperoleh informasi bahwa BPCB atau BP3S Serang dalam melakukan pemeliharaan dilakukan selama 2 bulan sekali seperti pembersihan sampah, dan pemotongan rumput liar, namun sejak akhir tahun 2013 sampai Juni 2014 belum dilakukan pembersihan rumput liar tersebut, penjaga keraton kaibon mengatakan sebagai berikut:

“Tiap tahun ada dana untuk melakukan pemeliharaan dan pelestarian, namun saat ini dananya tersedat, mungkin beberapa bulan lagi dana turun

untuk melakukan pemeliharaan” Wawancara dengan Bapak Mulangkara

selaku Juru Situs Keraton Kaibon, pada 24 Juni 2014, pukul 16.00 WIB di Keraton Kaibon.

Dari pernyataan tersebut terlihat sepertinya pihak BPCB atau BP3S kesulitan dalam hal pendanaan pemeliharaan dan pelestarian, apalagi terkait banyaknya cangkupan kewenangannya yaitu Lampung, Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat, sehingga tentunya dalam hal ini BPCB tidak bisa memperlakukan Banten Lama secara khusus sehingga perlu bantuan dari pihak lain yaitu termasuk pemerintah setempat, saat di konfirmasi kepada pihak Bappeda Kota Serang terkait masalah kesulitan anggaran dalam hal pelestarian mengatakan sebagai berikut:

Kita bisa melakukan kerja sama dalam pelestarian, terutama dalam pendanaan, namun itu tentunya lewat kerja sama atau perundingan atau duduk bersama”Wawancara dengan Bapak Sigit selaku staff Bappeda, pada 11 Juni 2014 pukul 10.00 WIB di Bappeda Kota Serang

Dari pernyataan di atas dapat terlihat bahwa koordinasi antara pihak BPCB dan pemerintah setempat kurang diperhatikan, selain itu perhatian yang diberikan oleh pemrintah terkait masih minim dan hal tersebut akan dibahas lebih jauh dalam masalah koordinasi pada paragraph di bawah ini.

Masalah koordinasi antar berbagai pihak yang memiliki kepentingan di Banten Lama juga merupakan masalah yang menjadi hambatan terbesar, kurangnya koordinasi antara berbagai pihak, dan yang lebih menyulitkan lagi adalah banyaknya kepentingan yang terdapat di dalamnya baik kepentingan dari sisi masyarakat dan kepentingan dari sisi pemilik kewenangan dan kekuasaan. Hal ini berdasarkan kesimpulan dari beberapa wawancara peneliti dengan narasumber yaitu sebagai berikut:

Dalam Pengembangan Banten Lama ada aturan mengenai cagar budaya, yang memiliki aturan apa-apa saja yang boleh yang tidak boleh dilakukan terkait Banten Lama, sehingga kita kesulitan dalam mengintervensi secara langsung, selain itu Banyaknya kepentingan yang terdapat disana juga membuat kita kesulitan melakukan intervensi, sehingga koordinasi harus lebih intens” Wawancara dengan Bapak Irfan staf bagian Tataruang, pada tanggal 16 Juni 2014, Pada Pukul 11.00 WIB di Bappeda Provinsi Banten

Peneliti melihat bahwa sudah banyak yang dilakukan pemerintah untuk Banten Lama termasuk berkoordinasi dengan pihak lain atau dinas terkait, namun belum berkoordinasi dengan pemilik kepentingan di Banten Lama sehingga yang terjadi adalah miss komunikasi. Pemerintah melakukan rapat-rapat terkait

membahas apa saja yang dilakukan untuk Banten Lama, namun dalam hal ini pemerintah tidak melibatkan masyarakat didalamnya, misal seperti Sosialisasi Undang-undang No.10 tentang Cagar Budaya Banten Lama yang di adakan di Hotel Mahadria. Sosialisasi ini seharusnya dilakukan ditengah masyarakat Banten Lama, tentunya juga memanggil dinas terkait dari berbagai daerah,sehingga sosialisasi undang-undang ini tersampaikan dan setidaknya sedikit demi sedikit masyarakat sekitar sadar bahwa terdapat aturan yang mengatur tentang cagar Budaya sehingga mereka mengurangi pemanfaatan yang berlebihan terhadap Banten Lama dan ikut melestarikan Destinasi Cagar Budaya ini.

Kurangnya koordinasi terlihat dalam pembuatan masterplan kota serang. Kota Serang meminta bantuan pihak provinsi untuk dibuatkan masterplan, namun yang mengejutkan adalah sejak masterplan itu selesai dibuat oleh Dinas Sumber Daya Air dan Pemukiman Provinsi Banten, bahkan Bappeda Kota Serang dan Bappeda Provinsi belum menerima draft tersebut, hal ini berdasarkan pernyataan narasumber sebagai berikut:

“terkait Masterplan kita meminta bantuan pihak provinsi, karena

keterbatasan Dana. Akhirnya yang menangani pihak SDAP, tapi belum ngasihin tuh kekita Masterplannya, sampai saat ini” Wawancara dengan