• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.2 Pembahasan

4.2.1 Perencanaan Strategis Pengembangan dan Pelestarian Destinasi Wisata

4.2.2.6 Sasaran Tahunan

Sasaran tahunan merupakan tolak ukuran jangka pendek yang harus dicapai organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjangnya. Dalam setiap kegiatan yang bersifat multi years atau tidak bisa dikerjakan hanya dengan beberapa tahun, maka sangat diperlukan sasaran tahunan agar tujuan dapat tercapai secara perlahan tapi pasti. Sasaran tahunan yang harus di capai oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten dalam rencana strategis 2012-2017 terkait dengan cagar budaya yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.6

Rencana Program, Kegiatan, Indikator Kinerja untuk Cagar Budaya Kegiatan atau

Program

Outcome/output Indikator Target Kinerja Program

2013 2014 2015 2016 2017 pengelolaan dan pengembangan keragaman, kekayaan dan nilai budaya meningkatnya pelestarian dan perlindungan cagar budaya, museum dan kesejarahan

cagar budaya dan bangunan bersejarah yang direvitalisasi 16,13%, 19,35%, 22,58% 19,35% 22,58% pelestarian cagar budaya, museum kesejarahan meningkatnya data kesejarahan dengan indikator jumlah inventarisasi Jumlah inventarisasi, kajian dan penelitian cagar budaya

2 kali 1 kali 2 kali 1 kali 2 kali

Kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan cagar budaya museum dan kesejarahan Meningkatnya cagar budaya dan bangunan bersejarah yang direvitalisasi Jumlah revitalisasi cagar budaya dan bangunan bersejarah

1 kali 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali

Kegiatan pengelolaan Destinasi wisata

Meningkatnya obyek wisata yang berdaya saing

Jumlah penataan dan

pengembangan obyek wisata

4 objek 6 objek 8 objek 9 objek 11 objek

Sumber: Rencana Strategis 2012-2014 disbudpar Provinsi Banten

Tabel di atas menunjukkan sasaran tahun dalam bentuk target dari tahun ke tahun, jika dilihat pada point indikator jumlah revitalisasi cagar budaya dan bangunan bersejarah dari tahun ketahun hanya dilakukan 1 kali sehingga dalam 5

tahun revitalisasi dilakukan sebanyak 5 kali, dan dalam kegiatan pengelolaan destinasi wisata sasaran tiap tahunnya semakin meningkat dari 4 objek, 6 objek, 8 objek, 9 objek dan 11 objek. Namun disayangkan peneliti tidak memperoleh secara jelas apa-apa saja objek yang akan dikelola, maupun direvitalisasi setiap tahunnya, peneliti hanya mendapatkan informasi mengenai bahwa di tahun 2015 akan ada pengembangan dan revitalisasi Banten Lama, sehingga dalam sasaran tahun 2015 pastinya mengenai Banten Lama. Dalam program pengelolaan dan pengembangan keragaman, kekayaan dan nilai budaya memiliki target capaian kinerja mengalami penurunan pada tahun 2015. Saat dikonfirmasi mengenai ini staff bagian evaluasi dan pelaporan program Disbudpar Provinsi Banten yaitu Bapak Elda mengatakan sebagai berikut:

“Penurunan ini bukan menjadi suatu masalah, karena di periode akhir target kita yaitu capaian 2017 yaitu 100%. Memang ada beberapa indikator yang ditunda dahulu, nanti dilanjutkan lagi tahun 2017 namun secara anggaran, dia tetap walaupun di tahun 2015 ada kenaikan dan 2016 tetap kembali” Wawancara dengan Bapak Elda selaku staff bagian evaluasi dan pelaporan program Disbudpar Provinsi Banten, pada Senin 07 Juli 2014, pukul 11.30 WIB di Disbudpar Provinsi Banten.

Ambry dkk (1988 : 20) membahas secara detail kronologi Banten Lama dari analisis peta-peta kuno dalam berdasarkan dari tahun ketahun yaitu sebagai berikut:

1. 1527 – 1570

Menurut kronik-kronik masa itu, sejak Oktober 1526 kota dipindahkan dari Banten Girang ke Banten Lor (13 km ke arah selatan) pada masa pemerintahan ayah Maulana Hasanuddin, yaitu Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Bangunan pertama didirikan oleh Sultan Maulana Jusuf yang memimpin pembangunan kota dan dinding-dindingnya (dengan bata dan batu). Konfigurasi klasik dari mesjid, Keraton, lapangan, pasar, dan

pelabuhan telah diwujudkan. Telaga Tasikardi telah dibangun oleh Maulana Jusuf.

2. 1570 – 1596

Banten telah dikelilingi dinding batu dan bagian dalamnya terbagi dalam kampung-kampung berpagar. Telah dibuat sebuah kanal untuk mengalirkan air sungai Banten ke dalam kota. Selama periode ini, pertumbuhan kota masih terus berlanjut. Menurut Cornelis de Houtman (tiba di Banten pada tanggal 23 Juni 1596), kota tersebut besarnya seperti Kota Amsterdam.

3. 1596-1659

Kota Banten bertumbuh terus dan memerlukan perluasan kanal-kanal dan tembok-tembok keliling. Dinding Kota menghadap ke arah laut dan telah diperkuat dengan bastion-bastion serta kubu pertahanan. Lokasi pasar Karangantu terletak (masih diluar dinding kota) disebelah timur muara sungai Banten dan telah diberi tembok keliling. Disebelah barat didirikan perkampungan bertembok keliling yang diperuntukkan bagi orang-orang asing.Menurut Cortemunde, di sebelah barat kota terdapat penginapan orang-orang Eropa dan kompleks orang-orang Cina; beberapa kanal dinding kota dan jalan dipindahkan.

4. 1659-1725

Setelah dua abad pertumbuhan kota masih terus berlanjut. Sekarang kanal-kanal telah ditambah salah satu yang tertua diantaranya digunakan untuk perkampungan orang-orang asing (Kota Baru) dan di sebelah timurnya terdapat pasar yang juga berkembang. Perbentengan keliling sekarang telah disempurnakan. Meskipun tidak digambarkan di dalam peta Valentijn, Belanda telah mendirikan perbentengan yang kuat (Speelwijk) di sudut utara berhadapan dengan laut.Tembok-tembok kota dank anal dipindahkan.

5. 1725-1759

Perluasan jalan dan sistem kanal telah dibuat dengan membuat parit-parit di sekeliling Keraton Surosowan dan perbentengan Belanda. Kanal yang dilintasi Jembatan Rante telah diluruskan kea rah timur sampai ke bagian selatan pasar Karangantu. Dari peta Heydt terdapat gambar proses perpindahan dan perubahan rencana kota yang meliputi aspek arsitektur, kanal-kanal, jalan-jalan dan tembok-tembok kota. Dengan menganalisis peta-peta kuno dan penginderaan jauh, kita dapat menelusuri perpindahan dan penafsiran kota lama Banten. Pada tahun 1750 terjadi pemberontakan terbesar di Banten. Di dalam perluasan bangunan-bangunan belanda, menurut sejarah tahun 1751 revolusi dapat ditindas. Situasi ini telah memperkokoh kedudukan kompeni Bekanda dan menjadikan Banten semakin lemah.

6. 1759 – 1902

Setelah kunjungan Stravorinus 1769, tidak terdapat sumber-sumber lain mencatat perkembangan kota ini. Menurut Breughel, yang menulis catatan tentang Banten tahun 1787, terdapat beberapa gudang dan penjara, juga

sebuah pendopo dengan sebuah platform setinggi 10-12 kaki memenuhi permukaan alun-alun. Bagian-bagian permukiman penduduk asli kota itu tampak tidak terlalu banyak berubah, hanya beberapa rumah yang beratap genteng pada masa itu. Pada tahun 1795 cacah jiwa distrik Banten diperkirakan sebanyak 90.000, du luar cacah jiwa seluruh jawa yaitu 3,5 juta orang. Di sana masih terdapat Kampung Arab yang terletak di antara keraton Surosowan dan Karangantu, tetapi dikatakan pada waktu itu bahwa 4/5 rumah-rumah Cina sedang kosong (tidak dihuni). Kekuatan ekonomi Batavia terlalu kuat, Banten menurut statusnya menjadi permukiman provinsi (daerah). Peristiwa-peristiwa politik dan militer dalam perang Napoleon, pendudukan oleh Inggris, sertta kembalinya penduduk ke Belanda, menyebabkan permukiman Banten perlahan-lahan menurun dan kedudukannya menjadi desa dan kemudian terbakar pada tahun 1808-1809. Kota lenyap untuk selama-lamanya, hanya tercatat bahwa Kaibon sebagai keraton (didirikan pada tahun 1815) untuk ibu dari Sultan Rafiudin, dan kerajaannya digunakan sebagai sebuah boneka pemerintahan Belanda.

7. 1902-1977

Situs sekarang dikenal sebagai Banten Lama (10 km sebelah utara Serang). Banten kini tersisa sebagai runtuhan. Hanya sistem kanal, tembok-tembok keraton, Keraton Kaibon, Speelwijk serta beberapa sarana pelabuhan yang miskin yang masih ada. Menurut Serruirer, sebuah peta Banten Lama diterbitkan pada tahun 1902 itu tlah dibuat sekitar tahun 1879, Serrurier, seorang curator koleksi etnografi BG memperoleh peta tersebut dari residen Banten pada tahun 1893 telah membuat gembira dirinya selama mengunjungi Banten. Peta ini membagi Banten menjadi 33 kampung, dan terdapat tanda-tanda lahan lainnya. Peneliti Belanda (Brandes) menemukan peta yang “tidak dapat dipercaya”, tetapi menyetujui bahwa pemberian nama bagi beberapa kelompok pemukiman sangat berguna sebagai petunjuk kelompok-kelompok yang pernah menghuni berbagai perkampungan di Banten. Banten dipugar dari tahun 1915 sampai 1930 oleh pemerintah Belanda, tetapi tidak mencatat setiap peralihan secara kronologis, khususnya kanal-kanal dan tembok-tembok kota. Restorasi dan pemeliharaan Banten Lama dilanjutkan oleh pemeritah Indonesia dari tahun 1945 sampai sekarang. Masalah utama ialah bahwa beberpa runtuhan dan situs rusak berhamburan. Tetapi kita mencoba menyelesaikan dan merancang untuk mengembangkan situs ini sebagai “Taman Arkeologi Banten Lama”.

8. 1977 1987

Suatu masterplan (Rencana Induk) taman arkeologi Banten dibuat dan dilakukan restorasi, perumusan hipotetik tata kota dari berbagai periode, mencari kesejajaran di berbagai kota lainnya memperbaikinya sebagai suatu informasi baru menjadi memungkinkan. Rencana ini dapat membantu mengidentifikasi area-area yang harus terpelihara secara terbuka. Situs ini, secara umum masih tetap terpelihara dan beberapa dari sisa-sisa fondasi bangunan, masih terpendam dalam tanah. Untuk eksavasi

berjangka panjang, dan beberapa area yang memiliki desa-desa khusus dapat dihuni terus (dengan ijin dari direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala).

Penjabaran mengenai kronologi Banten Lama dari masa ke masa dapat digunakan sebagai gambaran baik pengembangan Banten Lama saat ini atau sekedar memberikan gambaran apa saja yang harus dilakukan dalam pengembangan Banten Lama, karena beberapa waktu belakangan ini Banten Lama mengalami penurunan dalam kualitas kesejahteraan, baik kesejahteraan situs, maupun kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Selin itu kronologi di atas dapat digunakan untuk membuat masterplan yang secara komperhensif dengan melihat background masa lalu dari Banten Lama itu sendiri, yang mana masterplan nantinya akan dilaksanakan dengan acuan sasaran dari tahun ketahun, karena dalam pembangunan atau pengembangan situs tentunya tidak dapat dilakukan secara sekaligus namun berlangsung secara multiyears. Seperti halnya Banten Lama, Kota Lama di Serang pun memiliki kriteria yang hamper sama dengan Banten Lama, namun kawasan Kota Lama di Semarang masih mendapatka perhatian yang lebih dari Pemerintah Setempat yang mana dalam penelitian yang dilakukan oleh Baruna Bagus P (2012) menggambarkan bahwa stiap tahunnya Kota Semarang mengalokasikan anggaran APBD untuk pengembangan Kawasan Kota Lama, yang mana hal ini belum dilakukan oleh Kota Serang.