• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Suatu Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Yang Mengandung Cacat Hukum Dilihat dari Perspektif Undang-Undang No 40

d. Tidak ada kesukarelaan dari Notaris untuk membuat akta, tanpa ada permintaan para pihak

E. Kedudukan Suatu Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Yang Mengandung Cacat Hukum Dilihat dari Perspektif Undang-Undang No 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Dalam konstruksi Hukum Kenotariatan, bahwa salah satu tugas atau jabatan Notaris yaitu “memformulasikan keinginan atau tindakan para penghadap kedalam bentuk akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku.” Hal ini sebagaimana dalam yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, yaitu “Notaris fungsinya hanya mencatatkan atau menuliskan apa-apa yang dikehendaki dan

dikemukakan oleh para pihak yang menghadap notaris tersebut.149

Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menempatkan akta Notaris dalam kedudukan yang sangat penting, karena dalam hal pendirikan

perseroan dan mengadakan perubahan Anggaran Dasar perseroan yang harus dibuat dengan akta Notaris.

Dalam Pasal 1 angka 7 UUJN, dijelaskan bahwa akta notaris adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN, kemudian dalam Pasal 58 ayat (2) juga menjelaskan bahwa Notaris wajib

membuat daftar akta dan mencatat semua akta yang dibuat oleh atau di hadapannya. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUJN harus dipatuhi, ditaati, dan dilaksanakan oleh Notaris.

Notaris berfungsi dalam menjalankan RUPS yang dihadirinya mempunyai

kewajiban untuk mendengarkan dan menyaksikan berlangsungnya jalannya RUPS, sejak dibuka sampai ditutupnya RUPS, sehingga Notaris dapat menyusun dan membuat risalah RUPS atau Akta Berita Acara Rapat.

149 Putusan Mahkamah Agung Nomor: 702 K/Sip/1973, 5 September 1973. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materiil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan notaris tersebut”.

Akta Relaas merupakan akta yang dibuat oleh Notaris atas permintaan para pihak, agar Notaris mencatat segala sesuatu hal yang dibicarakan dalam rapat oleh para pihak, agar yang berkaitan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh para pihak dapat dituangkan ke dalam suatu Akta Otentik. Dalam Akta relaas tersebut, Notaris mencatat segala sesuatu hal yang dilihat dan didengar secara langsung oleh Notaris. Adapun yang termasuk dalam contoh Akta Relaas, yaitu : akta berita acara rapat para pemegang saham dalam perseroan terbatas, akta pencatatan budel, akta pendaftaran atau inventarisasi harta peninggalan, akta berita acara penarikan undian, dan lain-lain.

Selanjutnya seperti yang telah dijelaskan diatas UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam ketentuan pasal 19 dan pasal 21 ayat (4) perubahan anggaran dasar harus ditetapkan oleh RUPS dan harus dinyatakan dalam akta notaris. Adanya perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas yang dilakukan maka perubahan tersebut harus mendapat persetujuan Menteri, sebagaimana hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sesuai dengan

prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku yang terdapat pada peraturan perundang-undangan.

RUPS mengenai perubahan perseroan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu.

RUPS tanpa kehadiran notaris dan RUPS dengan kehadiran Notaris.150 Adanya kehadiran Notaris dalam RUPS yang diselenggarakan, dalam hal ini, notaris yang menyaksikan, melihat, dan mendengar segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat, dan risalah rapat tersebut dibuat oleh notaris. Sehingga bentuk akta yang dihasilkan

merupakan akta dari golongan relaas akta, yaitu: akta yang dikenal sebagai Akta Berita Rapat Umum Pemegang Saham.151 Apabila ditinjau dari cara pembuatannya, maka Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, ini merupakan jenis akta yang dibuat oleh Notaris. Pengertian pembuatan akta yang dibuat “oleh” Notaris, karena Notaris yang bersangkutan itu hadir untuk menyaksikan dan mendengar secara langsung jalannya Rapat Umum Pemegang Saham tersebut, sehingga isi dari seluruh berita acara dalam Rapat Umum Pemegang Saham merupakan laporan dan pernyataan dari Notaris terhadap segala sesuatu yang disaksikan dan didengarnya secara langsung dalam Rapat Umum Pemegang Saham, yang diadakan pada hari, tanggal, waktu, dan tempat yang telah disebutkan dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham.

Setiap penyelenggaraan RUPS harus dibuatkan berita acara rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta Rapat Umum Pemegang Saham, yang

sebagaimana hal tersebut itu diatur dalam Pasal 77 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam prakteknya, Rapat Umum Pemegang Saham itu dituangkan ke dalam bentuk akta yang namanya disebut dengan “Akta Berita Acara”, yang merupakan akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris, dimana

150 Wawancara dengan Notaris Teuku Irwansyah, T. Hasan Dek Nomor 101, Beurawe, Kuta Alam kota Banda Aceh, tanggal 19 Juni 2019, pukul 13.00

151A.A. Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia., Cetakan ke-1, Putra Media Nusantara, Surabaya, 2010, h. 69.

penandatanganan oleh semua peserta Rapat Umum Pemegang Saham tidak menjadi mutlak, tetapi cukup ditandatangani oleh ketua atau salah seorang peserta rapat dan Notaris yang bersangkutan. Namun demikian, Notaris yang bersangkutan harus

menerangkan bahwa para yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum menandatangani akta itu.

Sebagai pejabat umum, maka Akta Berita Acara RUPS yang dibuat oleh Notaris itu harus mempunyai kekuatan pembuktian otentik. Akta otentik pada hakikatnya itu

membuat kebenaran formal, yang sesuai dengan apa yang diberitahukan oleh para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris ini, sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak dari para pihak, yaitu dengan cara membacakannya, sehingga menjadi jelas isi dari Akta Notaris itu, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak dalam

penandatanganan akta. Hasil dari pencatatan itu akan berbentuk risalah rapat dalam bentuk akta yang disebut dengan Akta Berita Acara Rapat.

Berkaitan dengan ketentuan di atas jika dikaitkan dengan kasus yang terjadi pada PT Anugrah Alam Katingan yang pada mulanya berdiri berdasarkan akta Pendirian Perseroan Nomor 39 tanggal 31 Desember 2003, yang kemudian dengan akta perubahan anggaran dasar nomor 39 tanggal 31 desember 2005 dengan 2500 lembar saham milik Sulastri, dan 2000 lembar saham milik Sriwati, serta 500 lembar saham milik Adinata tupel. Kemudian terjadi perubahan perseroan dengan diikuti peralihan saham berdasarkan akta perubahan perseroan No. 101 Tgl. 31 Desember 2009 yang dibuat oleh Notaris AP dan akta No. 109 tanggal 23 November 2010. Dalam akta tersebut menerangkan bahwa saham Sulastri beralih kepada Adinata Tupel sebanyak 2500 lembar saham, selanjutnya saham milik Hernalis Encu Dehan beralih 1000 lembar saham kepada Adinata Tupel dan 1000 lembar saham kepada Masdundung, perubahan akta perseroan juga diikuti

perubahan kepengurusan perseroan khususnya jabatan komisaris yang semula di pegang oleh Alm. Hernalis Encu Dehen kemudian digantikan oleh Masdundung.

Dalam akta yang dibuat melalui Notaris AP menerangkan bahwa telah terjadi rapat yang diketuai oleh Adinata tupel selaku Direktur Utama Perseroan, selain itu dalam akta tersebut juga menerangkan bahwa rapat dihadiri oleh 100% (seratus persen) pemegang saham dan telah dikeluarkan 5000 saham dari hasil rapat tersebut. Dengan rincian pengalihan saham sebagai berikut: “Ny. Sulastri memberi persetujuan penjualan saham sebanyak 2.500 lembar saham atau Rp.250.000.000,- (50 %) kepada Tuan Adinata Tupel dan Alm. Tuan Hernalis Encu Dehen (Suami Sriwati) memberi persetujuan penjualan saham sebanyak 1.000 lembar saham atau Rp.100.000.000,- ( 20 % ) Aditana Tupel dan kepada Ir. Masdundung sebanyak 1.000 lembar saham atau Rp.100.000.000,- ( 20 % ).”

Substansi atau isi dalam akta-akta yang dibuat oleh Notaris AP mengandung cacat hukum yaitu memuat informasi yang tidak benarnya, yaitu akta No. 101 yang dibuat pada hari kamis tanggal 31 Desember 2009, dan akta No. 109 yang dibuat pada hari Selasa tanggal 23 November 2010 pukul 10.00 Wib di kantor Notaris AP di Jalan Dokter

Murjani No. 45 Palangka Raya. Salah satu hal yang diterangkan dalam akta yang dibuat oleh Notaris AP bersama Adinata tupel dan masdundung yang menerangkan telah terjadi peralihan saham Alm. Hernalis Encu Dehen atau suami sriwati yang memberi persetujuan penjualan saham sebanyak 1.000 lembar saham atau senilai Rp.100.000.000,- ( 20 %) kepada Adinata Tupel dan dengan jumlah saham yang sama kepada Masdundung (1.000 Lembar saham). Hal tersebut dianggap sebuah kebohongan karena pada kenyataannya Hernalis Encu Dehen (suami sriwati) telah meninggal dunia sejak 27 November 2006.

Begitu juga dengan Sulastri yang tidak pernah merasa ikut menghadiri RUPS dan tidak pernah mengalihkan saham yang ia miliki seperti yang diterangkan dalam akta No. 101 dan akta No. 109 tersebut.

Berdasarkan kasus tersebut diatas majelis hakim pada putusan perdata menjatuhkan putusan yang menyatakan akta yang dibuat oleh Notaris AP batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya. Apabila dihubungkan Doktrin Onrectmatige Daad (Arrest 1919) maka tidak terbantahkan bahwa perbuatan Adinata Tupel dan Masdundung merupakan perbuatan melanggar hukum. Demikian juga dalam konteks dengan perbuatan Notaris AP yang juga bertentangan Onrectmatige daad, terlebih lagi telah melanggar ketentuan dalam UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diubah dengan UU Nomor 2 tahun 2014 yang menimbulkan kerugian bagi para penggugat sehingga

beralasan hukum jelas kedua akta tersebut dinyatakan batal atau tidak sah dengan segala akibat hukumnya.

Akta No 101 dan akta No. 109 yang dibuat oleh Notaris AP berdasarkan

permintaan Adinata Tupel dan Masdundung telah merekayasa adanya RUPS PT Anugrah Alam Katingan yang diadakan tanggal 31 Desember 2009, bertempat di Jalan Dr. Murjani No 45, selain itu Notaris AP juga merekayasa adanya penjualan saham yang beralih dari saham Hernalis Ency Dehen (suami Sriwati) kepada Adianta Tupel dan Masdundung.

Adapun analisa dalam kasus tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas PT. Anugerah Alam Katingan No.

39 tertanggal 31 Desember 2003 bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan berbadan hukum yang didirikan oleh Kusnadi Bustani Halijam bersama Adinata Tupel yang dibuat oleh Notaris AP.

Kemudian pada tanggal 31 Desember 2005 terjadi perubahan Akta Pendirian Perseroan Terbatas PT. Anugerah Alam Katingan yang disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Dalam perubahan akta tersebut dijelaskan bahwa Sulastri memiliki 2500 lembar Saham sekaligus sebagai Direktur Perseroan, Adinata Tupel memiliki 500 lembar saham, dan Hernalis Encu Dehan sebagai pemilik 2000 lembar saham sekaligus sebagai komisaris, yang kemudian meninggal dunia pada tanggal 27 Nopember 2006, sehingga kepemilikan sahamnya beralih kepada isterinya sebagai ahli waris, hal tersebut dibuktikan dengan Surat Keterangan Kematian Nomor:

140/065/Pem.Des.01/XI/2013, tanggal 21 Nopember 2013 yang menerangkan bahwa Hernalis Encu Dehan telah meninggal dunia serta diperkuat dengan Surat Keterangan

Ahli Waris tanggal 15 Juli 2014, yang menyatakan bahwa Sriwati adalah ahli waris dari almarhum Hernalis Encu Dehan. Akan tetapi, dalam akta No 101 dan akta No. 109 yang dibuat melalui Notaris AP menerangkan bahwa saham yang dimiliki oleh Alm. Hernalis Encu Dehan sebanyak 2000 lembar saham telah beralih kepada Adinata Tupel sebanyak 1000 lembar saham dan Masdundung sebanyak 1000 lembar saham. Selain itu, dalam akta tersebut juga menerangkan bahwa telah terjadi RUPS yang dihadiri oleh seluruh pemegang saham, hal tersebut dibantah oleh sulastri dan sriwati karena merasa tidak pernah menghadiri adanya RUPS yang dilakukan di kantor Notaris AP. Oleh karena itu, akta tersebut jelas mengandung keterangan yang tidak sebenarnya (palsu).

Perbuatan Adinata Tupel, Masdundung, dan khususnya Notaris AP merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana dalam penerbitan akta yang dibuat sepihak sebagai akta perubahan tanpa melalui RUPS yang sah menurut UU perseroan. Selain itu, notaris AP melanggar kode etik jabatan notaris dan ketentuan UU Nomor 30 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang No 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Hal tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Ketua Majelis Pengawas Wilayah Notaris Propinsi Kalimantan Tengah Nomor: M-05/Mpwn/Prov/Kalteng/01/11 tertanggal 2 Pebruari 2015 menyatakan bahwa Notaris AP dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman disiplin berupa Teguran Tertulis berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diubah dengan UU Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.

Jika mengacu pada UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 91 yang mengatur tentang RUPS, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan RUPS. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menentukan bahwa: RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh Saham dengan Hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS, dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.152

Apabila dihubungkan dengan ketentuan pasal yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas tersebut Adinata Tupel, Masdundung, Notaris AP serta saksi-saksi yang disertakan tidak dapat menerangkan dan menjelaskan secara rinci mengenai proses jalannya Rapat Umum Pemegang Saham pada tanggal 31 Desember 2009 dan pada tanggal 23 November 2010 terutama pemanggilan yang dilakukan direksi dalam RUPS maupun Komisaris dalam RUPS sebagai suatu ketentuan yang wajib dilakukan sebelum pelaksanaan RUPS. Selain itu, beberapa saksi juga tidak mengetahui secara pasti siapa-siapa yang benar-benar hadir sehingga memenuhi forum 2/3 (dua pertiga) RUPS.

Demikian pula mengenai persetujuan penjualan saham, dan bagaimana cara

pembayarannya apakah tunai atau tidak, ke tiga saksi tersebut tidak menjelaskan secara terperinci.

152Lihat Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Menurut Notaris Teuku Irwansyah, yang harus disikapi dalam kasus ini, dikatakan pemilik saham hadir 100 persen dihadapan notaris. Yang menjadi persoalan orang tidak hadir dikatakan hadir karena dikatakan persetujuan, sedangkan yang meninggal lebih dahulu dari pada RUPS itu dilakukan. Hal tersebut merupakan sebuah rekayasa karena mendapat persetujuan sedangkan orang tersebut sudah meninggal 2006, dan akta itu dibuat 2009 oleh karena itu bisa terpenuhi unsur pidana. Kalau dikatakan kerugian ini terjadi, notaris bisa dituntun ganti rugi bagi para pihak yang merasa dirugikan tetapi harus dibuktikan kerugian itu seperti apa.153 Dalam putusan pengadilan secara perdata, majelis hakim menyatakan batal demi hukum. Batal demi hukum seolah-olah penjanjian itu tidak pernah ada, jadi akta yang telah dibuat dan setelah hakim menyatakan batal demi hukum mengandung arti bahwa akta tersebut dianggap tidak pernah terjadi, yang berarti bahwa kepemilikan saham masih hak dari penggugat.154

Cacat hukum itu karena ada proses yang tidak dilalui, maka cacatlah akta itu. Bisa jadi prosedur tidak dilalui. Maka dari itu akta notaris tersebut batal demi hukum karena adanya ketentuan atau prosedur dilanggar.

Akta yang dianggap tidak sesuai dan melanggar UU Perseroan serta UU Jabatan Notaris dalam pembuatannya adalah Akta Nomor 101 tanggal 31 Desember 2009 dan Akta Nomor 109 yang dibuat pada tanggal 23 Nopember 2010, karena tidak sesuai dengan anggaran dasar UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Oleh karena kedua akta tersebut mengandung cacat hukum maka perbuatan Adinata tupel, Masdundung yang bekerja sama dengan notaris AP dalam menerbitkan kedua akta tersebut merupakan perbuatan melanggar hukum. Oleh karena itu, Akta Nomor 101 tanggal 31 Desember 2009 dan Akta Nomor 109 tanggal 23 November 2010 yang dibuat sepihak oleh Adinata Tupel, Masdundung dan notaris AP sebagai perubahan atas Akta Nomor 39 tanggal 31 Desember 2005 tanpa melalui RUPS.

Dalam akta perubahan no 101 tahun 2009 dan akta no 109 tahun 2010 jika dilihat dari perspektif UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terdapat beberapa hal yang bertentangan dengan ketentuan undang-undang tersebut, diantaranya adalah dalam hal pembuatan akta perubahan yang ternyata tidak melalui RUPS yang sah menurut peraturan perseroan, dalam akta tersebut mencantumkan bahwa telah terjadi pengalihan saham Alm. Hernalis Encu kepada Adinata Tupel dan Masdundung, kemudian adanya perubahan pengurusan perseroan PT Anugrah Alam Katingan yang ternyata apa yang diterangkan dalam akta tersebut tidak melalui RUPS, hal tersebut jelas bertentangan dengan Pasal 75 ayat (2) UU Nomor 40 tahun 2007 Perseroan Terbatas yang menentukan bahwa dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang

153 Wawancara dengan Notaris Teuku Irwansyah, T. Hasan Dek Nomor 101, Beurawe, Kuta Alam kota Banda Aceh, tanggal 19 Juni 2019, pukul 13.00.

154 Wawancara dengan Notaris Teuku Irwansyah, T. Hasan Dek Nomor 101, Beurawe, Kuta Alam kota Banda Aceh, tanggal 19 Juni 2019, pukul 13.00.

berkaitan dengan perseroan dan direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang

berhubungan dengan acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan155. Selain itu, juga bertentangan dengan Pasal 75 ayat (3) yang menyatakan bahwa RUPS tidak berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan acara rapat.156 Dan dalam keputusan acara rapat RUPS harus disetujui dengan suara bulat. 157 Tidak hanya itu, RUPS yang berdasarkan keterangan Adinata Tupel dan Masdundung telah diselenggarakan juga bertentangan dengan Pasal 76 ayat (5) bahwa RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengambil keputusan jika keputusan tersebut harus disetujui dengan suara bulat.

Akta yang dibuat oleh notaris juga bertentangan dengan Pasal 79 dan Pasal 81 UU No 40 Tahun 2007, yang mengharuskan penyelenggaraan RUPS harus melalui

pemanggilan RUPS, pada kenyataannya Adinata Tupel selaku direksi tidak pernah melalukan pemanggilan kepada Sriwati dan Ahli waris Hernalis Endu Dehen untuk melakukan RUPS berkaitan dengan perubahan anggaran dasar perusahaan. Selain itu, juga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 88 UUPT. Oleh karena itu, akta tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan dianggap tidak pernah terjadi dan tidak terjadi perubahan terhadap perusahaan tersebut, baik saham maupun susunan kepengurusan perusahaan.

Selain itu, Notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya harus tunduk pada Undang-undang No 30 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang No 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, konsekuensi apabila notaris dalam menjalankan profesinya tidak sesuai dengan UUJN maka notaris dapat dikenakan sanksi administrasi dan sanksi pidana.

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam kasus ini notaris AP melanggar ketentuan Pasal 16 UUJN bahwa notaris tidak menjalankan kewajibannya sebagai pejabat umum dalam pembuatan akta.

155 Pasal 75 ayat (2) UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

156 Pasal 75 ayat (3) UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

157 Pasal 75 ayat (2) UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

BAB IV

AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS YANG MEMASUKKAN KETERANGAN