• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM 1. Latar Belakang Sejarah Notaris di Indonesia

KEWENANGAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PERSEROAN

A. TINJAUAN UMUM NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM 1. Latar Belakang Sejarah Notaris di Indonesia

Sejarah lembaga kenotariatan di Indonesia bermula dari Notariswet pada tanggal 9 Juli 1842, yaitu Undang Negeri Belanda. Notariswet mengadopsi dari Undang-Undang Notaris Perancis yang pernah berlaku di Belanda, dari 25 Ventosean XI pada tanggal 16 Maret 1603. Namun, awal mula munculnya lembaga notariat pertama kali pada abad 11 di Negara Italia, dimana terdapat salah satu daerah pusat perdagangan yang sangat berkuasa di Italia Utara yang merupakan tempat asal dari notariat yang dinamakan

“Latijnse Notariaat” yang kemudian diangkat oleh penguasa umum untuk kepentingan masyarakat serta menerima uang jasa (honorarium) dari masyarakat pula.62

Notaris Reglement Stb. No 3 yang di sahkan pada tanggal 1 Juli 1860 merupakan dasar hukum berlakunya lembaga notariat di Indonesia,63 adanya Notaris Reglement Stb.

No 3 berkaitan dengan masuknya Belanda ke Indonesia yang melatarbelakangi landasan historis lembaga notariat di Indonesia

Pada tanggal 16 Juni 1625, setelah jabatan “Notaris Public” dipisahkan dari jabatan

“secretarius van den gerechte” dengan surat keputusan Gubernur Jenderal tanggal 12 Nopember 1620. Pada saat itu notaris tidak mempunyai kebebasan di dalam menjalankan jabatan, karena kedudukan notaris hanya sebagai pegawai dari Oost Ind. Compagnie.64 Pada tahun 1632 dikeluarkan Plakkaat yang berisi ketentuan bahwa para Notaris,

sekretaris dan pejabat lainnya dilarang untuk membuat akta-akta transport, jual-beli, surat wasiat dan lain-lain akta, Notaris harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari

Gubernur Jenderal dan Raden van Indie. Apabila ketentuan tersebut diingkari maka sanksinya adalah kehilangan jabatan. Dalam prakteknya, ketentuan tersebut tidak dipatuhi oleh pejabat-pejabat yang bersangkutan sehingga akhirnya ketentuan tersebut menjadi tidak terpakai lagi.65

Pada tahun 1860 pemerintah Belanda memperbaharui dan menyesuaikan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan jabatan Notaris di Indonesia dengan membentuk

Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement) pada tanggal 26 Januari 1860 (Stb. No. 3) yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1860. Dengan adanya “Notaris Reglement” maka

62 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1996, h.3.

63 Ibid., h.6.

64 Ibid., h.9.

65 Ibid.

menjadi dasar bagi pembentukan lembaga notariat di Indonesia. Peraturan Jabatan Notaris terdiri dari 66 Pasal, dimana 39 Pasal mengandung ketentuan sanksi, disamping banyak sanksi-sanksi untuk membayar penggantian biaya, ganti rugi dan bunga. Ketiga puluh sembilan pasal tersebut terdiri dari 3 Pasal mengenai hal-hal yang menyebabkan hilangnya jabatan, 5 Pasal tentang pemberhenti, 9 Pasal tentang pemecatan sementara, dan 22 Pasal mengenai denda.66 Hal ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan pendidikan notaris, serta pengabdiannya kepada masyarakat umum. Seorang Notaris harus juga mempunyai ciri kualitas khas pemimpin yang baik, yaitu integritas, antusiasme, kehangatan, ketenangan, serta tegas dan adil.67

Upaya mewujudkan unifikasi hukum di bidang kenotariatan maka dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 jo Undnag-Undang No 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004. Adapun Undang-undang tersebut mengatur tentang jabatan umum yang dijabat oleh notaris, sehingga diharapkan bahwa akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Mengingat Akta Notaris sebagai akta otentik merupakan alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, maka notaris tidak boleh semena-mena dalam melakukan pembuatan akta otentik tersebut, semua harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yg berlaku. Oleh karena itu maka Undang-Undang Jabatan Notaris juga mengatur tentang kewenangan, kewajiban serta larangan-larangan bagi notaris dalam hal melakukan tindakan dalam jabatannya.68

2. Pengertian dan Syarat-Syarat Notaris a. Pengertian Profesi Notaris

Dalam Pasal 1868 KUHPerdata sendiri tidak menjelaskan secara rinci penjelasan tentang notaris, hanya dijelaskan apa yang dimaksud akta otentik saja. Oleh karena itu, definisi notaris tidak diatur dan tidak dijelaskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pengertian serta fungsi notaris hanya ditemukan dalam peraturan jabatan notaris dimana peraturan tersebut untuk memenuhi peraturan pelaksaan dari pasal 1868

KUHPerdata.

Notaris berasal dari kata natae, yang artinya tulisan rahasia, jadi pejabat itu semacam penulis stero.69 Dalam pengertian harian notaris adalah orang yang diangkat oleh pemerintah untuk membuat akta otentik atau akta resmi. Notaris adalah pejabat umum, seorang menjadi pejabat umum apabila ia diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu.70

66 Ibid., h 20.

67 Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Di Indonesia, Mandar Maju, Jakarta, 2009, h.72.

68 Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2009, h.150.

69 Soetarjo Soemoatmodjo, Apakah Notaris, PPAT, Pejabat Lelang, Liberty, Yogyakarta, 1986, h. 4.

70 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1993, h. 44.

Definisi seorang Notaris dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris menyebutkan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Artinya bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat lainnya.71

Bahwa notaris sebagai pejabat umum, berkaitan kepadanya diberikan dan dilengkapi dengan kewenangan atau kekuasaan umum yang menjangkau publik

(openbaar gezag). Sebagai pejabat umum notaris diangkat oleh Negara/Pemerintah dan bekerja untuk pelayanan kepentingan umum, walaupun notaris bukan merupakan pegawai negeri yang menerima gaji dari negara atau pemerintah dan juga dipensiunkan oleh negara tanpa mendapat pensiunan dari pemerintah.72

Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris juga dijelaskan pengertian notaris. Dalam Pasal 1 angka 1 bahwa seorang Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Istilah dari Pejabat Umum sendiri ialah terjemahan dari openbare ambtenaren yang terdapat pada Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris, dan Pasal 1868 Burgerlijk Wetboek yaitu sebagai Pejabat yang diserahkan tugas untuk membuat akta otentik yang melayani kepentingan masyarakat dan kualifikasi seperti itu diberikan kepada notaris.73

Berdasarkan kedua peraturan jabatan notaris tersebut maka Notaris sebagai Pejabat Umum ialah Pejabat yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik dengan melayani kepentingan masyarakat, sebagai Pejabat Umum membuat akta otentik bersifat umum, sedangkan wewenang Pejabat lainnya merupakan pengecualian, artinya

wewenang itu tidak lebih dari pada pembuatan akta otentik yang secara tegas ditugaskan kepada mereka oleh Undang-Undang.

Akta otentik berupa akta notaris merupakan salah satu prosuk hukum seorang notaris yang hanya dibuat oleh Notaris. Notaris sebagai pejabat umum memiliki beberapa ciri, yaitu:

a. Notaris sebagai jabatan.

71 Pasal 1 ayat (1) Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Jo Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.

72 G. H. S. Lumban Tobing, op. cit., h. 31.

73 Selly Masdalia Pratiwi, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik yang Berakibat Batal Demi Hukum Pada Akhir Masa Jabatannya, Tesis Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar, 2014, h. 48.

Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris merupakan unifikasi dibidang pengaturan Jabatan Notaris yang artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur jabatan notaris di Indonesia. Segala hal yang berkaitan dengan notaris di Indonesia harus mengacu kepada UU No 30 Tahun 2004 yang kemudian diperbaharui dengan UU No 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Kenotariatan merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara. Menempatkan notaris sebagai jabatan pada suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum berdasarkan fungsi dan

kewenangan tertentu yang bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap.74

b. Notaris diangkat dan diberhentikan oleh menteri. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, “Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri”. Dalam hal ini yang mengangkat dan memberhentikan notaris adalah Meri Hukum dan Ham (Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris).

c. Notaris mempunyai kewenangan berdasarkan peraturan jabatan notaris, Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan hukum yang mengaturnya sebagai suatu batasan supaya jabatan tersebut dapat berjalan dengan baik dan tidak berbenturan dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang pejabat notaris melakukan suatu tindakan diluar dari wewenang yang telah ditentukan, maka pejabat tersebut dapat dikategorikan telah melakukan suatu perbuatan melanggar kewenangan.75

d. Akuntabilitas dalam pekerjaan dalam melayani masyarakat. Notaris mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat atas akta yang dibuatnya. Masyarakat berhak menggugat notaris apabila ternyata akta yang dibuatnya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.76

74Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, UII Press, Jakarta, 2004, h.15.

75Ibid.

76 Ibid., h.53.

e. Notaris pada dasarnya tidak menerima gaji pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan kepada masyarakat berdasarkan kewenangannya. Hononarium seorang Notaris diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.77

b. Syarat Seorang Notaris

Untuk menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum, seorang Notaris harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, yang mengatur tentang syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi notaris, beberapa syarat harus dipenuhi adalah:78

1. Warga Negara Indonesia;

2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

3. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;

4. Sehat jasmani dan rohani;

5. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang dua (S-2) Kenotariatan;

6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;

7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, jabatan negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan notaris.

8. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.79

Menurut Ira Koesoemawati & Yunirman Rijan, masih ada beberapa beberapa persyaratan untuk menjadi notaris di Indonesia, yaitu:80

1. Secara umum, syarat menjadi calon notaris adalah orang yang berkewarganegaraan Indonesia;

2. Memiliki kedewasaan yang matang. Dengan kemampuan hukum yang mumpuni dan kedewasaan mental yang baik, maka keputusan-keputusan yang diambil merupakan keputusan yang berkualitas;

77 Ibid., h.52.

78 G.H.S Lumban Tobing, op.cit., h.31.

79 Habibi Ajdie, Hukum Notaris Indonesia (Tasir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Reflika Aditama, Bandung, 2008, h. 55-56.

80 Yanti Jacline Jennier Tobing, “Pengawasan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pelanggaran Jabatan dan Kode Etik Notaris”, Jurnal Media Hukum, No 2. Vol. 2, 2010, h.23.

3. Tidak memiliki catatan kriminal. Terbebas dari catatan kriminal merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Ada kekhawatiran bahwa jika seseorang pernah berbuat kriminal maka di masa depan ia tidak segan untuk mengulanginya kembali. Meskipun tidak ada jaminan bahwa mereka yang bersih dari catatan kriminal akan selamanya bersih, tetapi persyaratan ini akan menyaring calon yang tidak baik;

4. Pengetahuan hukum yang baik. Sebagai wakil negara dalam membuat akta autentik yang sah dan mendidik masyarakat awam terkait masalah pembuatan, pengadaan, serta hal lainnya seputar akta.

c. Larangan Terhadap Notaris

Notaris dalam melakukan atau menjalankan tugas dan jabatanya diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Notaris Nomor 30 Tahun 2004 Jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yaitu mengenai larangan menjadi seorang Notaris. Jika notaris melanggar larangan, maka Notaris akan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 85 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.81

Larangan adalah sikap, perilaku dan perbuatan atau tindakan apapun yang tidak boleh dilakukan oleh anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, yang dapat menurunkan citra, serta wibawa lembaga kenotariatan ataupun keluhuran harkat dan martabat jabatan Notaris.

Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2004 Jo. UU Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris mengemukakan adanya larangan Etika profesi Notaris, yang ditegaskan dalam Pasal 17 ayat (1) huruf (i) yang berbunyi bahwa: “Notaris dilarang melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris”.

Adapun larangan-larangan yang diatur dalam ketentuan Pasal 17 UU No 30 tahun 2004 Jo. UU No 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris adalah sebagai berikut:82

1) Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya;

2) Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

3) Merangkap sebagai pegawai negeri;

4) Merangkap jabatan sebagai pejabat negara;

5) Merangkap jabatan sebagai advokat;

6) Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

7) Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;

8) Menjadi Notaris Pengganti; atau

9) Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

Selain itu, dalam Pasal 17 Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris juga menentukan bahwa notaris tidak diperbolehkan meninggalkan tempat kedudukanya lebih dari 7 hari kerja berturut-turut, hal ini dapat dikaitkan dengan Pasal 19 ayat (2) UUJN yang menyebutkan bahwa notaris tidak berwenang secara teratur dalam menjalankan tugas jabatanya diluar

tempat/wilayah kedudukannya. Jika hal ini terjadi maka notaris mendapatkan sanksi yang didasarkan ketentuan Pasal 1868 dan Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu notaris yang bersangkutan tidak memiliki kewenangan berkaitan dengan tempat dimana akta dibuat, maka akta yang dibuat tidak diperlakukan sebagai akta otentik tapi mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan, jika ditandatangani para pihak.83

d. Kewenangan Notaris

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, menyatakan secara tegas bahwa notaris adalah satu-satunya pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, kecuali jika undang-undang ada yang menentukan lain.84

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris, kewenangan notaris adalah membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan dan dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.85 Tugas notaris adalah mengontrol hubungan hukum antara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu, sehingga merupakan suatu akta otentik dia dapat membuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.86

Notaris tidak hanya memiliki kewenangan dalam membuat akta otentik dalam arti

“verlijden” (menyusun, membacakan dan menanda-tangani) tetapi juga dapat menolak pembuatan akta jika terdapat alasan yang dibenarkan bagi notaris untuk menolaknya.

(Pasal 16 huruf d Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris).87

Berkaitan dengan wewenang notaris, bahwa notaris hanya diperkenankan untuk menjalankan jabatannya di daerah yang telah ditentukan dan ditetapkan dalam Undnag-Undang Jabatan Notaris dan di dalam daerah hukum tersebut notaris mempunyai

83 Habib Adjie, op.cit. h. 91.

84 Ibid., h.91.

85 Ibid., h.159.

86 Tan Thong Kie, op. cit.,h.59.

87 G.H.S Lumban Tobing, op. cit., h.32.

kewenangan. Apabila seorang notaris tidak tunduk pada UUJN tersebut maka akta yang dibuat oleh notaris menjadi tidak sah. Adapun kewenangan notaris meliputi 4 (empat) hal yaitu sebagai berikut:88

1) Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu;

2) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang, untuk kepentingan siapa akta itu dibuat;

3) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat;

4) Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.

Selain ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1) dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dijelaskan pula kewenangan seorang notaris dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang

menerangkan bahwa notaris juga memiliki wewenang, yaitu:89

1) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; Ketentuan ini merupakan legalisasi terhadap akta dibawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang bermaterai cukup dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan oleh notaris.

2) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

3) Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

4) Melakukan pengesahan kecocokan fotocopi dengan surat aslinya;

5) Memberikan penyuluhan hukum sesuai dengan pembuktian akta;

6) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan membuat akta risalah lelang.

88 Ibid., h. 49-50.

89 Habib Adjie, op. cit., h 73-74.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa