• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Diajukan Untuk Meperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Diajukan Untuk Meperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DAN AKTA YANG DIBUATNYA TERKAIT ADANYA KETERANGAN

PALSU DALAM AKTA BERITA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM YANG BERKAITAN

DENGAN PENGALIHAN SAHAM PERSEROAN

TESIS

Diajukan Untuk Meperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SARAH 167011029/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DAN AKTA YANG DIBUATNYA TERKAIT ADANYA KETERANGAN

PALSU DALAM AKTA BERITA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM YANG BERKAITAN

DENGAN PENGALIHAN SAHAM PERSEROAN

TESIS

Diajukan Untuk Meperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SARAH 167011029/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)

Telah Diuji Pada

Tanggal : 16 Agustus 2019

TIM PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H, MS ANGGOTA : 1. Dr. Suprayitno, S. H., SpN., M.Kn

2. Dr. M. Hamdan, S. H., MH

3. Dr.T. Keizerina Devi Azwar, S.H, CN, M.Hum 4. Dr. Dedi Harianto, S.H, M.Hum

(5)

AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DAN AKTA YANG DIBUATNYA TERKAIT ADANYA KETERANGAN PALSU DALAM AKTA BERITA

ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM YANG BERKAITAN DENGAN PENGALIHAN SAHAM PERSEROAN

ABSTRAK

Notaris dalam menjalankan jabatannya harus bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, dan tidak berpihak seperti yang terdapat dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dan Pasal 4 UUJN. Notaris yang melanggar dikenakan sanksi apabila tidak amanah. Tidak amanahnya seorang notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum dapat mengakibatkan memasukkan keterangan palsu dalam akta autentik. Seperti kasus Notaris AP memasukkan keterangan yang tidak benar kedalam Akta Berita Acara RUPS. Adapun yang dikaji dalam tesis ini yaitu bagaimana kewenangan Notaris dalam membuat akta pendirian dan perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas, bagaimana kedudukan suatu Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham yang mengandung cacat hukum dilihat dari perspektif UU Nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, serta bagaimana akibat hukum bagi Notaris yang memasukkan keterangan palsu dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham (Studi Putusan Nomor. 69/PID.B/2016/PN Plk).

Jenis penelitian dalam tesis ini yaitu Yuridis Normatif dengan sifat penelitian deskriptif Analitis. Data yang digunakan adalah Data Sekunder dengan metode pengumpulan data penelitian kepustakaan. Analisis data yang digunakan adalah Analisis Kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara Deduktif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kewenangan Notaris dalam hal pendirian maupun perubahan perseroan harus dituangkan dalam bentuk akta notaris sebagaimana ketentuan UU Nomor 40 tahun 2007 yang kemudian disahkan oleh kementrian hukum dan HAM, dalam hal terjadinya perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh RUPS baik dari segi Akta PKR maupun Akta Berita Acara RUPS notaris memiliki kewenangan membuat akta tersebut.

Kedudukan suatu Akta Berita Acara RUPS tidak sah karena tidak sesuai pengambilan keputusan RUPS yang seharusnya direksi melakukan pemanggilan terlebih dahulu kepada para pemegang saham. Sehingga Akibat hukum bagi Notaris yang dalam menjalankan jabatannya bertentangan dengan UUJN serta KUHP maka notaris dapat dijatuhi sanksi pidana.

Kesimpulannya bahwa dalam pembuatan akta autentik Notaris tidak tunduk pada UUJN dan tata cara pengambilan keputusan RUPS menurut UUPT, sehingga akta yang ditimbulkan batal demi hukum, adapun akibat dari akta tersebut, berdampak pada pertanggungjawaban terhadap perbuatannya dengan sanksi pidana penjara selama 3 bulan. Sarannya dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang menghendaki adanya akta otentik, maka notaris sebagai pejabat umum hendaknya berhati-hati dan tunduk pada ketentuan peraturan yang ada.

Kata Kunci : Akibat Hukum, Notaris, Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang

Saham

(6)
(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. DATA PRIBADI

Nama : Sarah

Tempat/Tanggal lahir : Bireuen / 06 November 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Lr. Keluarga Nomor 6E Dusun Kommes Bireuen

II. KELUARGA

Nama Ayah : Usman Abdullah (Almarhum)

Nama Ibu : Farida AR

Nama Abang : Iyos Muzakkir (Almarhum) M. Rifki

Nama Kakak : Sulasmia Fauzah

III. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri 1 Bireuen : Tahun Lulus 2000

2. SMP Negeri 1 Bireuen : Tahun Lulus 2003

3. SMA Negeri 1 Bireuen : Tahun Lulus 2006

4. S1 Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala : Tahun Lulus 2010

5. S2 Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara : Tahun Lulus 2019

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga penulisan tesis ini dengan judul “AKIBAT HUKUM BAGI

NOTARIS DAN AKTA YANG DIBUATNYA TERKAIT ADANYA KETERANGAN PALSU DALAM AKTA BERITA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM YANG BERKAITAN DENGAN PENGALIHAN SAHAM PERSEROAN” dapat terselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan tugas wajib yang harus diselesaikan untuk melengkapi syarat gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan tesis ini tidak mungkin berhasil diselesaikan tanpa bantuan, bimbingan dan arahan serta dorongan semangat dari berbagai pihak sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu dengan kerendahan hati pada kesempatan ini penulis akan menyampaikan dengan rasa hormat ucapan terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan setinggi tingginya kepada :

1.

Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S. H, M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S. H, CN. M.Hum, selaku Ketua Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen penguji.

3.

Bapak Dr. Edy Ikhsan, S. H, MA, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Bapak Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S. H, M. S, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah dengan begitu baik meluangkan waktu dan penuh kesabaran dalam membimbingan serta nasehat-nasehat dan arahan yang sangat berguna dalam penulisan tesis ini.

5. Bapak Dr. Suprayitno, S. H., Spn., M.Kn, selaku Dosen Pembimbing kedua yang telah dengan begitu baik meluangkan waktu dan penuh kesabaran dalam membimbingan serta nasehat-nasehat dan arahan yang sangat berguna dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak Dr. Muhammad Hamdan, S. H, M. H, selaku Dosen Pembimbing ketiga yang telah dengan begitu baik meluangkan waktu dan penuh kesabaran dalam membimbingan serta nasehat-nasehat dan arahan yang sangat berguna dalam penulisan tesis ini.

7. Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H, M.Hum, selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan masukan dan saran-saran yang membangun kepada penulis untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen pengajar Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan tambahan wawasan ilmu selama menjalankan perkuliahan di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh pegawai Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu selama proses perkuliahan selama ini.

10. Teman- teman seperjuangan dan sahabat-sahabat serta seluruh teman teman

angkatan 2016 Magister Kenotariatan, khususnya Grup A dan B Magister

(10)

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan lainnya yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang selalu mendengar keluhan semenjak membuat tesis ini, selalu mendukung, memberi bantuan, memberi semangat dan mereka menjadi inspirasi dan motivasi penulis selama ini dengan nasehat, memberikan doa yang tulus dan ikhlas sehingga bisa mengakhiri masa masa sulit penulis selama ini.

Teristimewa penulis mengucapkan banyak terima kasih dan rasa sayang yang mendalam kepada motivator terbesar dalam hidup Penulis yang selalu memberikan doa yang tak putus-putusnya

Ayahanda Almarhum Usman Abdullahn dan Almarhum Abang Iyos Muzakkir, yang telah menghadap-Nya namun semasa hidupnya tidak pernah berhenti memberikan dukungan, doa dan kasih sayang kepada penulis. Ibunda Farida AR yang telah melahirkan dan membesarkan serta ketulusan berkorban jiwa raga kepada penulis yang tidak ada bandingannya. Terimakasih juga untuk anggota keluarga tercinta Abang Muhammad Rifki, Kakak dr.Sulasmia dan Kakak Fauzah, S. E dan tidak lupa pula kepada Abang Ipar Muhammad Maulana Rahmat S.IP, M.Si, yang telah memberikan cinta, kasih sayang serta untaian doa yang selalu mendukung dan menyemangati sehingga bisa menyelesaikan penulisan tesis ini.

Atas bantuan dan kebaikan semua pihak yang diberikan kepada penulis,

penulis mengucapkan terimakasih, semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat-

Nya , kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada kita

semua. Amien Ya Rabbal Alamin.

(11)

Penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi teknik penulisan maupun dari segi pembahasannya walaupun telah mengupayakan semaksimal mungkin untuk menyempurnakannya dengan segala kemampuan yang ada, namun penulis menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran serta sumbangan pemikiran yang bersifat membangun agar bisa lebih baik lagi di kesempatan yang akan datang.

Akhir kata dengan kerendahan hati, penulis berharap semoga tesis ini nantinya dapat memberi manfaat bagi pembaca. Penulis juga memohon maaf atas segala kekurangan dalam penulisan tesis ini yang masih jauh dari kesempurnaan.

Medan,

Penulis,

Sarah

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN TANGGAL UJIAN

PERNYATAAN ORISINALITAS PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS ABSTRAK

ABSTRACT

DAFTAR RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penelitian ... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 16

1. Kerangka Teori ... 16

2. Kerangka Konsepsi ... 27

G. Metode Penelitian ... 29

1. Jenis dan Sifat Penelitian... 29

2. Sumber Data ... 31

3. Teknik Pengumpulan Data ... 32

4. Analisis Data ... 33

BAB II KEWENANGAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PERSEROAN

A. Tinjauan Umum Notaris Sebagai Pejabat Umum ... 35

1. Latar Belakang SejarahNotaris di Indonesia ... 35

2. Pengertian dan Syarat-Syarat Notaris ... 37

a. Pengertian Profesi Notaris ... 37

b. Syarat Seorang Notaris ... 41

c. Larangan Terhadap Notaris ... 42

d. Kewenangan Notaris ... 44

3. Pengangkatan dan Pemberhentian Notaris ... 49

4. Tinjauan Kode Etik Notaris... 52

B. Kewenangan Notaris Dalam Pendirian Perseroan Dan Perubahan

Anggaran Dasar Perseroan ... 63

(13)

BAB III KEDUDUKAN SUATU AKTA BERITA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM YANG MENGANDUNG CACAT HUKUM DILIHAT DARI PERPSEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

A. Pengertian Akta Notaris ... 72

B. Jenis-Jenis Akta ... 76

C. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris ... 86

D.Hubungan Hukum Notaris dengan Pihak Penghadap ... 98

E. Kedudukan Suata Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham yang Mengandung Cacat Hukum Dilihat dari Perspektif Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ... 98

BAB IV AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS YANG MEMASUKKAN KETERANGAN PALSU DALAM AKTA BERITAACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (STUDI PUTUSANNO. 69/PID.B/2016/PN PLK)

A. Kasus Posisi ... 111

B. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ... 115

C. Pertimbangan Hukum Hakim ... 118

D. Putusan Hakim ... 121

E. Analisis Akibat Hukum Bagi Notaris Yang Memasukkan Keterangan Palsu Dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham (Studi PutusanNo. 69/Pid.B/2016/PN Plk)... 123

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 141

B. Saran ... 142

DAFTAR PUSTAKA

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Notaris sebagai pejabat umum memiliki posisi yang sangat penting dalam membantu menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi masyarakat.

Sebagai seorang pejabat umum notaris wajib memahami dan mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Notaris seharusnya berada dalam ranah pencegahan (preventif) terjadinya masalah hukum melalui akta otentik yang dibuatnya sebagai alat bukti yang paling sempurna di pengadilan. Seorang notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasehat hukum berkaitan dengan kewenangannya. Segala sesuatu yang ditulis dan ditetapkannya (konstatir) adalah benar, dengan kata lain Notaris adalah pembuat dokumen yang kuat dalam proses hukum.1

Notaris sebagai seorang pejabat umum dihadirkan dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan pembuktian dengan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan demikian Notaris diberi kewenangan dalam menjalankan jabatannya untuk melayani kebutuhan masyarakat tersebut.

Notaris adalah pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diperintahkan oleh peraturan umum atau diminta oleh para pihak yang membuat akta.2

Lebih lanjut dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang kemudian sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 2 Tahun 2014, dinyatakan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum, selain akta otentik yang oleh atau dihadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang menyelenggarakan RUPS untuk kepentingan perseroan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.3

Kewenangan Notaris harus tegas dan jelas dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan notaris, sehingga jika seorang notaris melakukan suatu

1 Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris, Ikhtiar Baru Van Hove, Jakarta, 2007. h. 444.

2 Sudikno Mertokusumo, Arti Penemuan Hukum Bagi Notaris, Renvoi, Bigraf Publishing, Jakarta, 2004. h 49.

3 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta,1993, h.

120.

(15)

tindakan diluar wewenang tersebut sebagai sebuah perbuatan melanggar hukum.

Kewenangan tersebut dikuatkan kembali dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN yang menjelaskan kewenangan notaris sebagai pejabat umum adalah membuat akta otentik.

Peran Notaris sebagai pejabat umum salah satunya adalah dalam hal pembuatan akta otentik sebagai yang telah diuraikan diatas, disamping pembuatan surat-surat lainnya seperti surat keterangan (cover note), surat laporan mengenai wasiat dan lain-lain.

Demikian juga dalam hal penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham suatu perseroan. Kedudukan Notaris menjadi penting, terutama dalam hal pembuatan Akta Berita Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Dalam pembuatan akta otentik, notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut:4

1. Memiliki integritas moral yang baik;

2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri;

3. Sadar akan batas-batas kewenangannya;

4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.

Dalam menjalankan profesinya, ada 4 (empat) pokok yang harus diperhatikan notaris, yaitu:5

1. Notaris harus mempunyai integritas moral yang mantap. Dalam hal ini, segala pertimbangan moral harus melandasi pelaksanaan tugas profesinya. Walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus di hindarkan.

2. Seorang notaris harus jujur, tidak hanya pada kliennya juga pada dirinya sendiri, ia harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak memberi janji-janji sekedar untuk menyenangkan klien, atau agar klien tetap mau memakai jasanya.

Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran tersendiri tentang kadar kejujuran intelektual seorang notaris.

4Liliana Tedjasaputro, Etika profesi Notaris (Dalam Penegakan Hukum Pidana), Bigraf Publishing, Yogyakarta, 1995, h. 86.

5Ismail Saleh, Membangun Citra Profesionalis Notaris Indonesia, Pengarahan Umum Menteri Kehakiman Republik Indonesia, Bandung, Upgrading Course Notaris se-Indonesia, 1993, h.18-21.

(16)

3. Notaris harus menyadari akan batas-batas kewenangannya. Notaris harus mentaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan.

4. Seorang notaris harus berpegang teguh pada rasa keadilan, tidak terpengaruh oleh jumlah uang dan tidak semata-mata hanya menciptakan alat bukti formal mengejar kepastian hukum, tetapi mengabaikan rasa keadilan.

Peran Notaris dalam Pembuatan Akta Berita Rapat Umum Pemegang Saham dapat dilihat dari pendapat umum yang dianut pada setiap akta otentik, dimana notaris memiliki tanggung jawab atas kebenaran isi yang termuat dalam suatu peristiwa mengenai

perbuatan hukum dengan demikian sehingga yang dibuat memiliki nilai pembuktian sebagai suatu akta otentik.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang diselenggarakan oleh suatu perseroan merupakan organ yang sangat penting dalam mengambil berbagai kebijakan yang berkaitan dengan perseroan, sehingga sesuai dengan Pasal 77 ayat (4) UUPT No.40 Tahun 2007 setiap penyelenggaraan RUPS harus dibuat risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS, dalam prakteknya RUPS dituangkan dalam suatu akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris.6

Kedudukan akta yang dibuat oleh Notaris berkaitan dengan RUPS dapat dilihat dalam dua bentuk, yaitu sebagai akta relaas (akta pejabat) dan akta partij7, Menurut Pasal 1 angkat 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 20014 Tentang Jabatan Notaris, menentukan bahwa akta Notaris adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris, menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang. Berkaitan dengan ketentuan tesebut, maka untuk akta berita RUPS dapat dituangkan dalam salah satu bentuk akta tersebut.

Kekuatan Akta Berita Rapat Umum Pemegang Saham memiliki kekuatan yuridis, manakala keputusan RUPS dituangkan oleh Notaris dalam bentuk akta, baik dalam bentuk akta relaas maupun dalam bentuk akta partij. Dalam hal Notaris hadir pada saat berlangsungnya RUPS maka akta yang dibuat oleh Notaris berupa akta Relaas yang disebut dengan Berita Acara Rapat umum Pemegang Saham dan bilamana hanya keputusan rapat yang disampaikan ke notaris diberi nama Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham. Kedua bentuk akta yang memuat risalah rapat RUPS memuat nilai pembuktian, sejauh prosedur dan persyaratan memenuhi ketentuan perundang- undangan. Akta Berita Rapat Umum Pemegang Saham termasuk dalam akta relaas.8

6 Mustakim, Jurnal Ilmu Hukum, Kedudukan Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Sebagai Akta Otentik Dalam Kaitan Dengan Tanggung Jawab Notaris Sebagai Pejabat Umum,Vol.18, No.1, April 2016, h. 1

7 Hilda Sophia Wiradiredja, Jurnal Wawasan Hukum, Pertanggungjawaban Pidana Notaris Dalam Pembuatan Akta Yang Didasarkan Pada Keterangan Palsu Dihubungkan Dengan Undang- undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Dan KUHP, Volume.32, No.1, Februari, 2015, h. 62.

8 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta,1983, h.52.

(17)

Dimana dalam akta tersebut Notaris menerangkan/memberikan dalam jabatannya sebagai pejabat umum kesaksian dari semua apa yang dilihat, disaksikan dan dialaminya yang dilakukan oleh pihak lain. Sehingga akta Relaas dapat memiliki kekuatan sebagai akta otentik.9

Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa,

“Dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan akan menjaga sikap, tingkah laku, serta akan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab Notaris” kemudian ayat (11) menyebutkan “Notaris yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat”.

Notaris yang melanggar ketentuan ayat (1) akan dikenai sanksi apabila Notaris dalam menjalankan jabatannya ternyata tidak amanah,10 tidak amanahnya seorang notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum dapat mengakibatkan terjadinya pemalsuan akta autentik. Apabila akta yang dibuatnya mengandung cacat hukum karena kesalahan Notaris baik kelalaian maupun kesengajaan Notaris itu sendiri, maka Notaris harus memberikan pertanggungjawaban secara moral dan secara hukum. Dalam praktik ditemukan, jika ada akta Notaris dipermasalahkan oleh para pihak atau pihak ketiga lainnya, maka sering pula Notaris ditarik sebagai pihak yang turut serta melakukan atau membantu melakukan suatu tindak pidana, yaitu membuat atau memberikan keterangan palsu atau keterangan yang tidak benar adanya ke dalam akta Notaris.11

Mengenai tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil, dibedakan menjadi 4 (empat) hal, yaitu:12

1. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya;

2. Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

3. Tanggung jawab Notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris, UUJN, terhadap kebenaran materiil dari akta yang dibuatnya.

4. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik Notaris.

9 Ibid.

10 Anta Rini Utama, Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Pertanggungjawaban Pidana Pejabat Notaris Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Akta Autentik, Volume.4, No.2, Mei 2016, h.1.

11 Habib Adjie, Hukum Notariat di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2004, h.21.

12 Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2009, h.34.

(18)

Pada saat ini sering kali ditemui Notaris yang berpotensi melakukan beberapa tindak pidana, diantaranya pemalsuan dokumen atau surat, penggelapan, pencucian uang, memberikan keterangan palsu dibawah sumpah. Sementara itu, potensi lain yang

dilakukan Notaris adalah turut serta melakukan atau membantu melakukan suatu tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana seperti memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik.

Sebagaimana yang terjadi dalam kasus pada Putusan Pengadilan Negeri

Palangkaraya Nomor 69/Pid.B/2016/PN.Plk yang melibatkan seorang Notaris dihukum pidana akibat melanggar kode etik notaris dalam menjalankan tanggungjawabnya.

Putusan Pidana No. 69/Pid.B/2016/PN.Plk merupakan kelanjutan dari adanya Putusan Perdata No. 130/Pdt.G/2014/PN. Plk dalam kasus yang sama. Adapun objek

permasalahan yang melibatkan notaris sebagai pihak yang bersalah tersebut berkaitan dengan Akta Perubahan Anggaran Dasar PT Anugerah Alam Katingan yang dibuat oleh seorang notaris tanpa memperhatikan ketentuan yang telah diatur dalam peraturan

perudang-undangan. Kronologis kasus di atas bermula dari adanya gugatan yang diajukan oleh Sulastri (Direktur PT. Anugerah Alam Katingan Pusat Palangka Raya) sebagai penggugat I dan Sriwati (ahli waris/isteri dari Alm. Hernalis Encu Deahan) sebagai penggugat II melawan Direktur Utama PT. Anugerah Alam Katingan yaitu Adinata Tupel (Tergugat I), dan Masdundung (Tergugat II), serta Agustri Paruna, S.H. sebagai Notaris PPAT yaitu tergugat III.

PT. Anugerah Alam Katingan berdiri atas dasar akta Pendirian Perseroan Nomor 39 tanggal 31 Desember 2003 yang dibuat oleh Notaris Agustri Paruna (tergugat III) dengan komposisi Adinata Tupel sebagai Direktur (tergugat I) dan Kusnadi Bustani Halijam sebagai komisaris yang kemudian dilakukan Perubahan Anggaran Dasar Perseroan berdasarkan akta No. 39 tanggal 31 Desember 2005 yang juga dilakukan oleh notaris yang bersangkutan, dengan perubahan sebagai berikut:

 Direktur Utama dipegang oleh Adinata Tupel (tergugat I), memiliki saham sebesar

10 % atau sebanyak 500 lembar saham senilai 50.000.000 (lima puluh juta rupiah);

 Sulastri (penggugat I) sebagai Direktur, dan memiliki saham sebanyak 2500 lembar

atau 50% senilai 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah);

 Komisaris dijabat oleh Hernalis Encu Dehen, yang memiliki saham sebanyak 2000

lembar saham atau 40% senilai 200.000.000 (dua ratus juta rupiah);

 Di sahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dengan Surat Keputusan Nomor: C-09393 HT.01.01.TH.2006, tanggal 03 April 2006.

Berdasarkan akta perubahan perseroan No. 101 Tgl. 31 Desember 2009 yang dibuat oleh Notaris AP (tergugat III) dan akta No. 109 tanggal 23 November 2010 telah terjadi perubahan perusahaan, yaitu saham Sulastri (penggugat I) telah beralih kepada

(19)

Adinata Tupel (tergugat I) sejumlah 2.500 lembar saham dan saham Alm. Hernalis Encu Dehen yang meninggal pada tahun 2006 (suami Sriwati/penggugat II) telah beralih kepada Adinata Tupel (tergugat I) sejumlah 1.000 lembar saham dan kepada Masdundung (tergugat II) sejumlah 1000 lembar saham. Selain daripada itu, komposisi kepengurusan perseroan yang semula dalam jabatan komisaris dijabat oleh Alm. Hernalis Encu Dehen dirubah/diganti oleh Masdundung (tergugat II).

Bahwa dalam perubahan akta No. 101 Tgl. 31 Desember 2009 yang dibuat oleh Notaris Agustri Paruna banyak terjadi penyimpangan berkaitan mengenai

penyelenggaraan rapat RUPS dan penjualan saham. Dalam akta tersebut menyatakan telah terjadi rapat yang dihadiri oleh 100% pemegang saham atau sebanyak 5000 lembar saham pada hari kamis tanggal 31 Desember 2009 pukul 11.30 Wib yang dilaksanakan di Kantor Notaris PPAT Agustri Paruna (tergugat III) di Jalan Dokter Murjani No. 45 Palangka Raya. Selain itu, di dalam akta tersebut juga menyatakan telah terjadi peralihan saham dimana Ny. Sulastri memberi persetujuan penjualan saham sebanyak 2.500 lembar saham atau Rp.250.000.000,- (50 %) kepada Tuan Adinata Tupel (tergugat I) dan Alm.

Tuan Hernalis Encu Dehen (suami Sriwati penggugat II) memberi persetujuan penjualan saham sebanyak 1.000 lembar saham atau Rp.100.000.000,- ( 20%) Aditana Tupel (tergugat I) dan kepada Tuan Masdundung sebanyak 1.000 lembar saham atau Rp.100.000.000,- ( 20 % ). Hal tersebut merupakan suatu kebohongan besar dan merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum dengan merekayasa Rapat Umum Pemegang Saham, karena Tuan Hernalis Encu Dehen (suami Sriwati penggugat II) telah meninggal dunia pada pada tanggal 27 Nopember 2006. Sementara itu, Sulastri

(penggugat I) tidak pernah memberikan persetujuan dalam bentuk apapun termasuk menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagaimana disebutkan dalam kedua Akta yang dibuat oleh Notaris (tergugat III) tersebut.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Palangkaraya dalam putusan perdata menyatakan bahwa akta perubahan no 101 dan No. 109 yang dibuat oleh Notaris Agustri Paruan mengandung cacat hukum, dan terbukti menyimpang dari UU No. 30 Tahun 2004 jo. UU No 2 tahun 2014. Majelis hakim dalam putusannya mengabulkan sebagian gugatan para penggugat diantaranya adalah menyatakan penerbitan Akta Nomor 101 tanggal 31 Desember 2009 dan Akta Nomor 109 tanggal 23 November 2010 yang dibuat sepihak sebagai perubahan atas Akta Nomor 39 tanggal 31 Desember 2005 tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). PT. Anugerah Alam Katingan yang sah menurut Aggaran Dasar Perseroan adalah perbuatan yang melanggar hukum, serta menyatakan akta yang keduanya merupakan cacat hukum atau batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya.

Berdasarkan putusan tersebut, Notaris Agustri Paruna kemudian dituntut secara pidana berdasarkan Putusan Nomor. 69/Pid.B/2016/PN Plk. Notaris Agustri Paruna didakwa telah memasukan keterangan palsu dalam sebuah akta autentik dalam kasus tersebut yaitu Akta Berita Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana yang terdapat di Pasal 266 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) KUHP yang berbunyi :

(20)

“Barang Siapa menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”

Pasal 55 ayat (1) yang berbunyi:

“Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perbuatan”

Selanjutnya Notaris AP didakwa dengan Pasal 266 ayat (1) jo 55 ayat (1) KUHP dan hakim dalam putusannya menyatakan bahwa notaris AP telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “turut serta menempatkan keterangan palsu kedalam surat autentik” sebagaimana yang terdapat di dalam Pasal 266 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) KUHP

Berdasarkan putusan tersebut menarik untuk dilakukan penelitian dengan judul penelitian “Akibat Hukum Bagi Notaris dan Akta Yang Dibuatnya Terkait Adanya Keterangan Palsu Dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Yang Berkaitan Dengan Pengalihan Saham Perseroan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dianggap perlu untuk diteliti lebih lanjut dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kewenangan Notaris dalam pendirian perseroan dan perubahan anggaran dasar perseroan?

2. Bagaimana kedudukan suatu Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham yang mengandung cacat hukum dilihat dari perspektif undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?

(21)

3. Bagaimana akibat hukum bagi notaris yang memasukkan keterangan palsu dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham (Studi Putusan Nomor.

69/PID.B/2016/PN Plk)?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan tesis ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang lebih dalam mengenai persoalan yang telah dikemukakan dalam rumusan masalah yang telah disebutkan di atas yaitu:

1. Untuk mengkaji dan menganalisis kewenangan Notaris dalam pendirian perseroan dan perubahan anggaran dasar perseroan .

2. Untuk mengkaji dan menganalisis kedudukan suatu Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham yang cacat hukum dilihat dari perspektif Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

3. Untuk mengkaji dan menganalisis akibat hukum bagi notaris yang memasukkan keterangan palsu dalam Akta Berita Acara RUPS (Studi Putuan Nomor.

69/PID.B/2016/PN Plk).

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan pandangan subjektif dan pernyataan kegunaan dari penelitian ini. Dengan demikian manfaat penelitian yang diperoleh dari hasil ini

diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis, maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan, ide-ide serta sumber informasi bagi perkembangan ilmu khususnya terkait dengan pemalsuan akta rapat umum pemegang saham, dan juga sebagai referensi

tambahan pada program studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, khusunya mengenai akibat hukum bagi notaris yang memasukkan keterangan palsu.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari hasil penelitian dalam tesis ini dapat digunakan sebagai bidang kajian yang dapat diajukan sebagai bahan rujukan bagi masyarakat umum agar dapat memahami tentang akta berita acara rapat umum pemegang saham menurut peraturan-peraturan hukum yang berlaku, disamping itu penelitian ini juga memberi

(22)

manfaat bagi notaris terkait kewenangan Notaris dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham serta akibat hukum suatu akta yang mengandung keterangan palsu.

E. Keaslian penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran data kepustakaan dan pemeriksaan yang telah dilakukan, baik penelusuran kepustakaan di lingkungan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, belum ada penelitian mengenai “Akibat Hukum Bagi Notaris dan Akta Yang Dibuatnya Terkait Adanya Keterangan Palsu Dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Yang Berkaitan Dengan Pengalihan Saham Perseroan”. Meskipun ada beberapa karya tulis yang penulis temukan yang meneliti mengenai Notaris yang melakukan perbuatan melanggar hukum dalam membuat akta outentik, namun secara judul dan subtansial pokok permasalahan yang dibahas berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitian tesis yang berkaitan dengan Akibat Hukum Bagi Notaris dan Akta Yang Dibuatnya Terkait Adanya Keterangan Palsu Dalam Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Yang Berkaitan Dengan Pengalihan Saham Perseroan adalah :

1. Irda Pratiwi (NIM 087011053), Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Tahun 2011, Judul Tesis “ Analisis Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat Kuasa Yang Dibuat Notaris (Study Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 303/K/Pid/2004)”. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan oleh Notaris terhadap akta surat kuasa yang mengandung unsur tindak pidana ?

b. Faktor-faktor apakah penyebab terjadinya tindak pidana pemalsuan surat kuasa yang dibuat Notaris dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 303 K/Pid/2004 ? c. Bagaimana upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pemalsuan surat kuasa

yang dilakukan oleh Notaris ?

2. Parulian Henokh Sitompul (NIM 127011048), Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Tahun 2015, Judul Tesis “Pertanggungjawaban Notaris Dalam Melaksanakan Tugasnya Sebagai Pejabat Publik Terhadap Akta Yang Diterbitkan Menimbulkan Perkara Pidana (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014/K/Pid 2013)”. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

(23)

a. Bagaimana tanggung jawab Notaris dalam pelaksanaan tugas pembuatan akta menimbulkan perkara pidana berkaitan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/PID/2013 ?

b. Bagaimana Akibat Hukum terhadap penerbiatan akta notaris yang menimbulkan perkara pidana berkaitan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1014 K/Pid/2013 ?

c. Apa sajakah hal-hal yang membuat seorang Notaris terlibat tindakan pidana khususnya dalam hal pemalsuan akta Notaris berkaitan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 104 K/Pid/2013 ?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kata teori artinya pandangan atau wawasan13. Teori juga bermakna sebagai pengetahuan dan pengertian yang terbaik.14 Secara umum teori diartikan sebagai pengetahuan yang hanya ada dalam alam pikiran tanpa dihubungan dengan kegiatan- kegiatan yang bersifat praktis untuk melakukan sesuatu.15 Menurut Mukti Fajar, teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.16

Kerangka secara etimologis bermakna garis besar atau rancangan. Teori adalah keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan.17 Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi. Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita dapat merenkonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.18 Kerangka teori

13Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Cahaya Atma Pustaka, Jakarta, 2012, h. 4.

14Bernard, Yoan N.Simanjuntak dan Markus Y.Hage, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi, Genta Publising, Yogyakarta, 2010, h. 41.

15 Sudikno, op.cit., h.7.

16Mukti Fajar, Dualisme Penelitian Hukum Nommatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, h. 134.

17J.JH. Bruggink alih bahasa oleh Arief Shidarta, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, h.2.

18Ibid, h. 253.

(24)

merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa.19

Setiap penelitian memerlukan adanya landasan teori, sebagaimana dikemukakan oleh M. Solly Lubis bahwa landasan teoritis merupakan kerangka pemikiran atau butir- butir pendapat, teori, asas maupun konsep yang relevan digunakan untuk mengupas suatu kasus ataupun permasalahan.20

Menurut Kaelan M.S, Landasan teori terhadap suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian bersifat

strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.21

Sehubungan dengan uraian singkat di atas, adapun yang menjadi kerangka teori pada penelitian ini adalah teori kewenangan, teori kepastian hukum, dan teori

pembuktian.

1. Teori Kewenangan

Kewenangan atau wewenang memiliki kedudukan penting dalam konsep hukum publik, dimana kewenangan atau wewenang merupakan kekuasaan hukum, hak untuk memerintah atau bertindak, hak atau kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi aturan hukum dalam lingkungan melaksanakan kewajiban publik. Wewenang sebagai konsep hukum publik sekurang-kurangnya terdiri dari

tiga komponen, yaitu: pengaruh, dasar hukum dan konformkitas hukum22.

1. Komponen pengaruh adalah bahwa penggunaan wewenang dimaksudnkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum.

2. Komponen dasar hukum bahwa wewenang itu selalu dapat ditunjukan dasar hukumnya.

3. Komponen konformitas mengandung makna adanya standar wewenang yaitu standar umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu).

Apabila ditinjau darimana kewenangan itu lahir atau diperoleh, maka terdapat tiga kategori kewenanagan, yaitu Artibut, Delegatif, Mandat, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :23

1. Kewenangan Atribut

Kewenangan atribut biasanya digariskan atau berasal dari adanya pembagian kekuasaan oleh peraturan Perundang-undangan. Dalam pelaksanaann kewenangan atributif ini pelaksanaanya dilakukan sendiri oleh pejabat atau

19Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, h.520.

20 M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1944, h. 80.

21Kaelan M.S., Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, Paradigma, Yogyakarta, 2005, h. 239.

22 Nur Basuki Winarno, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2008, h. 66.

23 Ibid, h. 70.

(25)

badan yang tertera dalam peraturan dasarnya. Terhadap kewenangan atributif mengenai tanggung jawab dan tanggung gugat berada pada pejabat atau badan sebaimana tertera dalam peraturan dasarnya.

2. Kewenangan Delegatif

Kewenangan delegatif bersumber dari pelimpahan suatu organ pemerintah kepada organ lain dengan dasar peraturan perundang-undangan. Dalam hal kewenangan delegatif tanggung jawab dan tanggung gugat beralih kepada yang diberi wewenang tersebut dan beralih pada delegataris.

3. Kewenangan mandat

Kewenangan mandat merupakan kewenangan yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat atau badan yang lebih rendah. Kewenangan mandat terdapat dalam hubungan rutin atasan dan bawahan, kecuali bila dilarang secara tegas.

Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum merupakan suatu kewenangan yang diperoleh secara atribut yang terdapat peraturannya didalam Undang- Undang Jabatan Notaris. Sebagai pejabat umum yang diangkat oleh negara, Notaris yang bersifat mandiri dan otonom dapat menjalankan fungsi dan wewenangnya kapan saja dan tanpa memperoleh persetujuan pemerintah pusat, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-udangan yang mengatur. Notaris dalam menjalankan tugasnya diwajibkan terlebih dahulu untuk melaksanakan sumpah jabatan, hal ini bertujuan agar dalam melaksanakan tugasnya, notaris senantiasa menjunjung tinggi martabat jabatan notaris.24

Penggunaan teori wewenang dalam penelitian ini dengan tujuan untuk membahas dan menganalisis kewenangan Notaris dalam pembuatan akta berita acara Rapat Umum Pemegang Saham sesuai dengan Undang-Undang Jabatan notaris dan Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2. Teori Kepastian Hukum

Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau ketetapan.25

Sedangkan hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksaannya dengan suatu sanski.26 Jadi kepastian hukum adalah peraturan-peraturan yang telah diatur secara pasti dan jelas.

Hukum tanpa nilai kepastian akan hilang makna karena tidak lagi dapat dijadikan pedoman perilaku bagi semua orang. Sebagaimana dikenal dengan istilah ubi jus incertum, ibi jus nullum (dimana tiada kepastian hukum, disitu tidak ada hukum).27

24 Hadia Setia Tunggal, Peraturan Pelaksanaan Undnag-Undang Jabatan Notaris, Dilengkapi Putusan Mahkamah Konstitusi dan AD, ART dan Kode Etik Notaris, Harvarindo, Jakarta, 2006, h. 39.

25 Acham ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Gunung Agung, Jakarta, 2002, h. 85.

26 Sudikno Mertokusumo dalam H. Salim Hs, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, h. 24.

27 Ibid, h. 82.

(26)

Menurut Gustaf Radbruch Teori kepastian hukum yaitu hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh karena kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam negara, maka hukum positif selalu ditaati, walaupun isinya kurang adil atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi dapat pengecualian bilamana pertentangan antara isi tata hukum tentang keadilan begitu besar. Sehingga tata hukum itu tampak tidak adil pada saat itu tata hukum boleh dilepaskan.28

Pendapat Gustav Radbruch didasarkan pada pandangan bahwa kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri. Kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan.

Jan M. Otto mengemukakan bahwa kepastian hukum dalam situasi tertentu mensyaratkan sebagai berikut :29

a) Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas atau jernih, konsisten dan mudah diperoleh (accesible), yang diterbitkan oleh kekuasaan negara;

b) Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya;

c) Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut;

d) Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum; dan

e) Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.

Lon Fuller mengemukakan bahwa terdapat 8 (delapan) asas sebagai landasan dan syarat-syarat legitimasi bagi implementasi asas legalitas (kepastian hukum), yakni :30

a. Hukum dipresentasikan dalam aturan-aturan umum;

b. Hukum harus dipublikasi;

c. Hukum harus non retroaktif (tidak beraku surut);

d. Hukum harus dirumuskan secara jelas;

e. Hukum harus tidak mengandung pertentangan antara hukum yang satu dengan yang lain;

f. Hukum harus tidak menuntut atau mewajibkan sesuatu yang mustahil;

g. Hukum harus relatif konstan;

h. Pemerintah sejauh mungkin berpegang teguh pada aturan-aturan hukum (yang diciptakan sendiri atau yang diakuinya).

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu

28 Theo Huibers, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, Kanisius, Yogyakarta,1982, h.162.

29Arief Sidharta, Ethika Hukum, Laboraturium Fakultas Hukum, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2008, h. 85.

30 Ibid, h.8.

(27)

dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.31

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan

diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keraguan (multi tafsir) dan logis dalam artian dia menjadi sistem norma dengan norma lain, sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan karena ketidak pastian aturan dapat berbentuk kontesti norma, reduksi norma atau distrosi norma.32

Sebagaimana diketahui bahwa tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia.

Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal peristiwa konkrit. Bagaimana hukumnya itulah yang berlaku, pada dasarnya tidak boleh menyimpang fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat.33

Ronald Dworkin mengemukakan bahwa:

“Law as it is written in the books and law as it is decided by the judge through judicial process (hukum adalah apa yang tertulis di dalam buku maupun yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan)”.34

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama adanya aturan hukum yang bersifat umum untuk membuat individu mengetahui perbuatan apa saja yang boleh dilakukan atau perbuatan apa saja tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.35

Pada dasarnya putusan hakim merupakan bagian dari proses penegakan hukum yang bertujuan salah satunya untuk mencapai kepastian hukum. Dalam upaya

menerapkan kepastian hukum, idealnya putusan hakim harus sesuai tujuan dasar dari suatu pengadilan dan harus mengandung kepastian hukum sebagai berikut:

31Ridwan Syahrani, Rangkuman Instisari Ilmu Hukum, Citra Adity Bakti, Bandung, 1999, h. 23.

32 Ibid., h. 89.

33 Sudikno Mertukusumo dan A. Pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Yogyakarta, 1993, h.1.

34 Lihat Bismar Nasution, “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum”, Makalah, Disampaikan pada Dialog Interaktif tentang Penelitian Hukum dan Hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003, h.1.

35 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, 2008, h.158.

(28)

a. Melakukan solusi autoritatif, artinya memberikan jalan keluar dari masalah hukum yang dihadapi oleh para pihak

b. Efisiensi artinya dalam proses harus cepat, sederhana dan biaya ringan

c. Sesuai dengan tujuan undang-undang yang dijadikan dasar dari putusan hakim tersebut

d. Mengandung aspek stabilitas, yaitu dapat memberikan rasa tata tertib dan rasa aman dalam masyarakat

e. Mengandung equality, yaitu memberi kesempatan yang sama bagi pihak yang berperkara

Jika dikait dengan penelitian ini, teori kepastian hukum ini dikemukakan dengan tujuan untuk menganalisis akibat hukum dari suatu akta yang dibuat oleh notaris berkaitan dengan akta perubahan anggaran dasar perusahaan. Dengan adanya kepastian hukum, maka akta yang dibuat oleh notaris dalam hal ini Akta Berita Rapat Umum Pemegang Saham dapat memberikan kepastian terhadap isinya.

3. Teori Pembuktian

Sistem pembuktian adalah sistem yang berisi terutama tentang alat-alat bukti apa yang digunakan untuk membuktikan, cara bagaimana alat bukti itu boleh dipergunakan, dan nilai kekuatan dari alat-alat tersebut serta standar/kriteria yang menjadi ukuran dalam mengambil kesimpulan tentang terbuktinya sesuatu (objek) yang dibuktikan. Sistem pembuktian merupakan suatu kebulatan atau keseluruhan dari berbagai ketentuan perihal kegiatan pembuktian yang saling berkaitan dan berhubungan satu dengann yang lain yang tidak terpisahkan dan menjadi satu kesatuan yang utuh.36 Adapun sistem atau teori pembuktian yang dikenal dalam dunia hukum yaitu conviction intime atau teori

pembuktian berdasarkan keyakinan hakim semata-mata, conviction rasionnee atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim dalam batas-batas tertentu atas alasan yang logis, positif wettelijk bewijstheorie atau teori Pembuktian yang hanya berdasarkan kepada alat-alat pembuktian yang disebut oleh undang-undang secara positif, dan negatief wettelijk bewijstheorie atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim yang timbul dari alat-alat bukti dalam undang-undang secara negatif.37

a. Conviction intime atau Teori pembuktian berdasaran keyakinan hakim semata-mata Conviction intime diartikan sebagai pembuktian berdasarkan keyakinan hakim belaka. Teori pembuktian ini lebih memberikan kebebasan kepada hakim untuk menjatuhkan suatu putusan berdasarkan keyakinan hakim, artinya bahwa jika dalam pertimbangan putusan hakim telah menganggap terbukti suatu perbuata sesuai dengan keyakinan yang timbul dari hati nurani, terdakwa yang diajukan kepadanya dapat dijatuhkan putusan. Keyakinan hakim pada teori ini adalah menetukan dan mengabaikan

36 Adhami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Alumni, Bandung, 2008, h.24.

37Hendar Soetarna, Hukum Pembuktian dalam Acara Pidana, Alumni, Bandung, 2011, h.11.

(29)

hal-hal lainnya jika sekiranya tidak sesuai atau bertentangan dengan keyakinan hakim tersebut38

b. Conviction Rasionnee atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim dalam batas-batas tertentu atas alasan yang logis.

Sistem pembuktian conviction rasionnee adalah sistem pembuktian yang tetap menggunakan keyakinan hakim, tetapi keyakinan hakim didasarkan pada alasan-alasan (reasoning) yang rasional. Dalam sistem ini hakim tidak dapat lagi memiliki kebebasan untuk menentukan keyakinannya, tetapi keyakinannya harus diikuti dengan alasan-alasan yang reasonable yakni alasan yang dapat diterima oleh akal pikiran yang menjadi dasar keyakinannya itu. 39

Conviction rasionnee sebagai jalan tengah antara teori pembuktian berdasarkan Undang-Undang dan teori pembuktian semata-mata berdasar keyakinan hakim. Dalam teori ini, hakim dapat memutuskan terdakwa bersalah berdasarkan keyakinannya, namun tidak semata-mata keyakinan yang diciptakan oleh hakim sendiri, tetapi keyakinan hakm sampai batas tertentu, yaitu keyakinan hakim yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian dengan suatu kesimpulan (conclusive) yang berlandaskan kepada ketentuan pembuktian tertentu. 40

c. Positif Wettelijk Bewijstheorie atau Teori Pembuktian yang hanya berdasarkan kepada alat-alat pembuktian yang disebut oleh undang-undang secara positif.

Sistem pembuktian positif wettelijk bewijstheorie adalah pembuktian berdasarkan alat bukti menurut undang-undang secara positif atau pembuktian dengan menggunakan alat-alat bukti yang sebelumnya telah ditentukan dalam undang-undang. Untuk

menentukan kesalahan seseorang, hakim harus mendasarkan pada alat-alat bukti yang tersebut dalam undang-undang, jika alat-alat bukti tersebut telah terpenuhi, hakim sudah cukup beralasan untuk menjatuhkan putusannya tanpa harus timbul keyakinan terlebih dahulu atas kebenaran alat-alat bukti yang ada. Dengan kata lain, keyakinan hakim tidak diberi kesempatan dalam menentukan ada tidaknya kesalahan seseorang, keyakinan hakim harus dihindari dan tidak dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan kesalahan seseorang.41

Sistem ini hanya sesuai dengan pemeriksaan yang bersifat inkuisitor yang dulu pernah dianut di Eropa yang saat ini sudah tidak digunakan lagi karena bertentangan dengan hak-hak asasi manusia yang saat ini sangat diperhatikan dalam hal pemeriksaan tersangka atau terdakwa oleh negara. Sistem ini sama sekali mengabaikan perasaan hati nurani hakim, di mana hakim bekerja menyidangkan terdakwa seperti robot yang tingkah lakunya sudah diprogram melalui undang-undang. 42

38Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, h.186.

39 Ibid., h.187.

40 Hendar Soetarna, op.cit, h.40.

41Rusli Muhammad, op. cit, h. 190.

42Adhami Chazawi, op cit, h. 27-28.

(30)

d. Negatief Wettelijk Bewijstheorie atau Teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim yang timbul dari alat-alat bukti dalam undang-undang secara negatif.

Pembuktian negatief wettelijk bewijstheorie atau pembuktian berdasarkan undang- undang secara negatif adalah pembuktian yang selain menggunakan alat-alat bukti yang dicantumkan di dalam undang-undang, juga menggunakan keyakinan hakim. Sekalipun menggunakan keyakinan hakim, namun keyakinan hakim terbatas pada alat-alat bukti yang ditentukan dalam undang-undang. Sistem pembuktian ini menggabungkan antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dan sistem pembuktian menurut keyakinan hakim sehingga sistem pembuktian ini disebut pembuktian berganda (doubelen grondslag). 43

Negatief wettelijk bewijstheorie memadukan dua unsur yaitu ketentuan pembuktian berdasarkan undang-undang dan unsur keyakinan hakim menjadi satu unsur yang tidak dapat terpisahkan. Keyakinan hakim dipandang tidak ada apabila keyakinan tersebut tidak diperoleh dari sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dan dua alat bukti yang sah dipandang nihil bila tidak dapat menciptakan keyakinan hakim. 44

Penggunaan teori pembuktian dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji

pembuktian hakim dalam membuktikan akta yang dibuat oleh notaris yang mengandung keterangan palsu berdasarkan ketentuan Pasal 266 KUHP jo. Pasal 55 KUHP.

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka Konsepsi merupakan kerangka yang mengambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin diteliti. Selain itu konsepsi adalah suatu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah bagian penghubung yang menerangkan suatu yang sebelumnya hanya baru ada dipikirkan. Peranan konsep dalam pemeliharaan adalah untuk menghubungkan dunia teori dan obsevasi antara abstraksi dan realitas.45

Pentingnya defini operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu, dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Dengan adanya penegasan kerangka konsepsi, maka akan diperoleh suatu pandangan dalam menganalisa masalah yang akan diteliti baik pandangan dari aspek yuridis maupun aspek sosiologis. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau defenisi operasional sebagai berikut:

a. Notaris

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.46

43Rusli Muhammad ,op.cit, h. 187.

44 Hendar Soetarna, op.cit, h. 41

45 Masri Singaribun dkk, Metode Penelitian Surve, LP3E3, Jakarta, 1999, h.15.

46 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

(31)

b. Akta

Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang.47 Sedangkan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Akta Otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu dimana akta itu dibuat.

c. Perseroan Terbatas

Menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 perseroan terbatas ialah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

d. Rapat Umum Pemegang Saham

Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ perseroan yang mempunyai

wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan atau anggaran dasar.48

e. Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham

Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS dikenal dengan istilah risalah RUPS. Risalah RUPS merupakan catatan lengkap yang memuat segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat.49

f. Keterangan Palsu

Keterangan Palsu adalah suatu pernyataan yang berbeda antara yang diterangkan/dinyatakan dengan fakta yang sebenarnya.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan ini yaitu penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif, yakni suatu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder seperti peraturan perundang-undangan, teori hukum, dan pendapat para sarjana hukum terkemuka.50 Menurut Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai suatu sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma,

47 Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

48 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007

49Penjelasan Pasal 100 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

50Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, h.1.

(32)

kaedah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).51

Berdasarkan kegunaannya, jenis metode penelitian yuridis normatif berguna untuk mengetahui apakah dan bagaimanakah hukum positifnya mengenai suatu masalah tertentu dan juga dapat menjelaskan atau menerangkan kepada orang lain hukumnya mengenai peristiwa atau masalah tertentu.52

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (doctrinal), sebagai sebuah penelitian hukum normatif, titik berat penelitian adalah pada penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Penelitian ini menggunakan penelitian normatif yang bersifat kualitatif yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum yang selalu berkaitan dengan filosofi hukum. Penelitian doctrinal atau penelitian dogmatik (dogmatic research) merupakan penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it is written in the books maupun hukum sebagai law as it is decided by judge through judicial process.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, untuk menggambarkan secara lengkap, menyeluruh dan mendalam aturan hukum yang relevan dengan penelitian ini, yang didasarkan pada penjelasan-penjelasan maupun argumen-argumen terkait dengan peran hakim dalam mewujudkan keadilan bagi para pencari keadilan (iustisiable) sesuai dengan prinsip-prinsip yang dalam negara hukum (rule of law).

Oleh karena itu pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang- undangan (statute-approach). Selain itu, untuk mendukung pendekatan perundang- undangan tersebut digunakan pula pendekatan analitis (analytical approach).

Pendekatan perundang-undangan digunakan karena dasar yang dijadikan pokok penelitian ini adalah Undang-Undang No.2 Tahun 2014 jo. UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseron Terbatas, serta KUHP.53

2. Sumber Data

Pengumpuan data adalah bagian penting dalam suatu penelitian, karena dengan pengumpalan data akan peroleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalis sesuai kehendak yang diterapkan. Dalam penelitian mengunakan metode pengumpalan data kepustakaan.54 Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara menghimpun data dengan

51Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Hukum Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, h.34.

52Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni, Bandung, 1994, h. 140.

53Ibid., h.101.

54Bambang sugono, Metode Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, h.10.

(33)

melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.55

Data Sekunder diperoleh melalui studi pustaka atau literatur, data sekunder tersebut meliputi :

a. Bahan Hukum Primer yang merupakan bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer yang terdiri dari buku-buku, jurnal-jurnal, majalah, artikel, dan berbagai tulisan yang relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier atau bahan non hukum, yaitu berupa kamus, ensiklopedia dan lain-lain.56

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dan strategis dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah untuk pengumpulan data57. Teknik pengumpulan data yang sesuai dan dipakai dalam penelitian ini adalah Penelitian Melalui Kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data atau infomasi dari perpustakaan seperti peraturan perundang- undangan, buku-buku, jurnal penelitian ilmiah yang berhubungan dengan penelitian ini serta wawancara dengan Notaris Teuku Irwansyah di Kota Banda Aceh guna

mengarahkan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan atau mendapatkan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan kajian penelitian.

Alat pengumpulan data yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengindetifikasi, dan menganalisa data primer yakni peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penelitian. Sebagai pendukung data dalam penelitian kepustakaan, dilakukan juga pedoman wawancara agar mendapat yang lebih baik, sistematis dan terstruktur.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurtukan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.58

55Soejono Soekanto dan Sri Manudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Indonesia, Jakarta, 1995, h.38.

56 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, op. cit., h.156-159.

57 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, 2010, h. 62

58 Miles and Hubberman, Analisis Data Kualitatif, Universitas Indonesia Press, Jakarta, h.

19

(34)

Menurut Mudjiarahardjo, analisis data adalah sebuah kegiatam untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokkan memberi kode atau tanda dan mengkategorikannya.59 Data yang telah diperoleh terlebih dahulu diolah untuk memperoleh gambaran yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif.60

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu suatu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengoperasikan data, memilah-milah menjadi satu kesatuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan suatu pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.61 Setelah analisis data selesai maka hasilnya tersebut akan disajikan secara deskriptif dan akan dapat ditarik suatu kesimpulan secara deduktif.

59 V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, Pusat Baru Press, Yogyakarta, 2014, h. 34

60 H. Abu Yasid, Aspek-Aspek Penelitian Hukum, Pusat Pelajar, Yogyakarta, 2010, h. 77

61 Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, h. 248.

Referensi

Dokumen terkait

lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk invensi yang sama maka dapat dimintakan penghapusannya kepada Pengadilan Niaga, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 132

Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah Kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli atau membayar sebuah bangunan rumah tinggal

37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU merupakan prosedur dan tata cara dalam melakukan renvoi terhadap perbedaan atau selisih dari jumlah hutang debitor pailit yang

Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa undang-undang telah mengatur umur para pihak yang hendak melakukan perbuatan hukum, termasuk dalam hal yang

Kendala yang dialami PPAT dalam melaksanakan perannya turut mengawasi pemungutan BPHTB atas transaksi jual beli hak atas tanah dan bangunan di Kabupaten Samosir antara

atas 3 (tiga) objek tanah dan bangunan tersebut sekaligus melakukan peralihan hak atau balik nama ke atas nama Penggugat. Pertimbangan hukum oleh majelis hakim

Dalam hal status kekuatan alat bukti akta Notaris, suatu akta tersebut dapat mengalami penurunan mutu atau kemunduran atau kemerosotan status apabila dalam

Selain pengajuan gugatan derivatif sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang saham, apabila direksi lalai dalam pelaksanaan tugas dalam hal ini