• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Kreditur Pemegang Hak Jaminan Fidusia Dalam Hukum Kepailitan Kreditur separatis ialah kreditur yang memiliki jaminan hutang kebendaan (hak jaminan)

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN

D. Kedudukan Kreditur Pemegang Hak Jaminan Fidusia Dalam Hukum Kepailitan Kreditur separatis ialah kreditur yang memiliki jaminan hutang kebendaan (hak jaminan)

seperti pemegang hak tanggungan, hipotik, gadai, jaminan fidusia, dan lain-lain. Kreditur dengan jaminan yang bukan jaminan kebendaan seperti garansi termasuk garansi bank, bukan merupakan kreditur separatis.

Hak jaminan kebendaan yang dimiliki oleh kreditur pemegang jaminan kebendaan tersebut memberikan kewenangan bagi kreditur tersebut untuk menjual secara lelang kebendaan yang dijaminkan kepadanya dan untuk selanjutnya memperoleh pelunasan secara mendahulu dari kreditur-kreditur lainnya dari hasil penjualan kebendaan yang dijaminkan kepadanya tersebut. Bahkan jika diperkirakan hasil penjualan jaminan hutang tersebut tidak menutupi masing-masing seluruh hutangnya, maka kreditur separatis dapat memintakan agar kekurangan tersebut diperhitungkan sebagai kreditur konkuren. Sebaliknya, apabila hasil penjualan tersebut melebihi hutang-hutangnya, plus bunga setelah pernyataan pailit, ongkos-ongkos dan hutang, maka kelebihan tersebut haruslah diserahkan kepada pihak debitur. Akan tetapi, jika terdapat kreditur diistimewakan yang tingkatannya di atas tingkatan kreditur separatis, maka kurator dan kreditur diistimewakan tersebut dapat meminta kreditur separatis agar hasil penjualan harta jaminan hutang tersebut diserahkan kepadanya sejumlah yang sama dengan piutang yang diistimewakan tersebut.104

Pasal-pasal dalam KUHPerdata sebagaimana dijelaskan di atas mengatur mengenai urutan prioritas para kreditur, apabila tidak ditentukan bahwa suatu piutang merupakan hak istimewa yang berkedudukan lebih tinggi daripada piutang yang dijamin dengan suatu hak jaminan, maka urutan krediturnya adalah sebagai berikut :105

a. Kesatu, kreditur yang memiliki piutang yang dijaminkan dengan hak jaminan ; b. Kedua, kreditur yang memiliki hak istimewa ;

c. Ketiga, kreditur konkuren.

103

Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit., hal. 12. 104 Pasal 58 ayat (2) UUK dan PKPU. 105

Sutan Remy Sjahdeni, Hukum Kepailitan, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 2004), hal. 11.

Apabila suatu hak istimewa ditentukan harus dilunasi terlebih dahulu daripada kreditur lainnya termasuk kreditur pemegang hak jaminan, maka urutan para kreditur adalah sebagai berikut :106

a. Kesatu, kreditur yang memiliki hak istimewa ;

b. Kedua, kreditur yang memiliki piutang yang dijaminkan dengan hak jaminan ; c. Ketiga, kreditur Konkuren.

Tetapi, walaupun kreditur separatis dapat mengeksekusi dan mengambil sendiri hasil penjualan hak jaminan, ia tetap tunduk pada hukum tentang penangguhan eksekusi untuk masa tertentu yakni maksimum selama 90 hari untuk kepailitan, dan maksimum 270 hari untuk penundaan kewajiban pembayaran hutang. Maka dalam hubungan dengan asset-asset yang dijamin tersebut, kreditur separatis sangat tinggi, lebih tinggi dari kreditur yang diistimewakan lainnya. Dengan perkataan lain, bahwa kreditur separatis adalah yang tertinggi dibandingkan kreditur lainnya, kecuali undang-undang menentukan sebaliknya.

Sekilas Pasal 55 UUK dan PKPU mengakui hak separatis dari pemegang hak jaminan sebagaimana ditentukan oleh KUHPerdata. Pencantuman Pasal 55 ini sangat penting bagi kepentingan dan pemberian perlindungan kepada kreditur. Menurut Pasal 56 ayat (2) Fv, apabila penagihan kreditur pemegang hak jaminan adalah suatu piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 dan 127 Fv, maka kreditur pemegang hak jaminan diperkenankan untuk berbuat demikian hanya sesudah piutang tersebut dicocokkan yang dilakukan dengan maksud untuk mengambil pelunasan atas jumlah piutang yang telah diakui dalam pencocokan utang piutang tersebut.107

Apabila membaca Pasal 55 UUK dan PKPU, nampaknya UUK dan PKPU memang mengakui hak separatis dari kreditur pemegang hak jaminan, tetapi hal tersebut berbeda dengan Pasal 56 UUK dan PKPU dimana hak kreditur pemegang hak jaminan tersebut ditangguhkan paling lama 90 hari sejak putusan pailit ditetapkan. Hal ini menunjukkan tidak sejalannya Pasal 56

106

Ibid., hal. 11. 107

UUK dan PKPU dengan Pasal 55 UUK dan PKPU yang mengakui hak dari kreditur pemegang hak jamiman tersebut.

Sutan Remy Sjahdeini berpendapat, bahwa asas yang sebaiknya adalah setelah pernyataan pailit dijatuhkan oleh pengadilan, tidak ada lagi upaya perdamaian. Upaya perdamaian tersebut seharusnya hanya ada sebelum pernyataan pailit diputuskan, seharusnya kepailitan merupakan koridor terakhir dan upaya perdamaian harus optimal diusahakan sebelum kepailitan. Namun UUK dan PKPU menganut asas bahwa kepailitan bukan koridor terakhir bagi upaya-upaya para kreditur dalam menyelamatkan tagihan-tagihannya.108

Ketentuan Pasal 56 UUK dan PKPU mengatur hak separatis dari kreditur pemegang hak jaminan tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hukum jaminan bahwa hak dari kreditur pemegang hak jaminan ialah benda-benda yang dibebani dengan hak jaminan tidak termasuk dan berada di luar harta pailit. Menurut Pasal 57 ayat (2) UUK dan PKPU, kreditur atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan dapat mengajukan permohonan kepada kurator untuk mengangkat penangguhan atau mengubah syarat penangguhan tersebut. Apabila kurator menolak permohonan tersebut maka kreditur atau pihak ketiga dapat mengajukan permohonan tersebut kepada Hakim Pengawas. Hakim Pengawas dalam waktu paling lama 1 (satu) hari setelah permohonan diterima, wajib memerintahkan kurator untuk segera memanggil kreditur dan pihak ketiga untuk didengar pada sidang pemeriksaan atas permohonan tersebut. Setelah itu Hakim Pengawas wajib memberikan penetapan atas permohonan tersebut dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari setelah permohonan diajukan kepada Hakim Pengawas.

Pertimbangan Hakim dalam memutuskan permohonan tersebut adalah :109 1. Lamanya jangka waktu penangguhan yang sudah berlangsung ;

2. Perlindungan kepentingan kreditur dan pihak ketiga dimaksud ; 3. Kemungkinan terjadinya perdamaian ;

4. Dampak penangguhan tersebut atas kelangsungan usaha dan manajemen usaha debitur serta pemberesan harta pailit.

Penetapan Hakim Pengawas atas permohonan tersebut dapat berupa diangkatnya penangguhan untuk satu atau lebih kreditur dan menetapkan persyaratan tentang lamanya waktu penangguhan.

108 Ibid, hal. 285.

Apabila Hakim Pengawas menolak untuk mengangkat atau mengubah persyaratan penangguhan tersebut, Hakim Pengawas wajib memerintahkan kepada Kurator agar memberikan perlindungan yang wajar untuk melindungi kepentingan pemohon. Yang dimaksud dengan perlindungan yang wajar di sini adalah perlindungan yang perlu diberikan untuk melindungi kepentingan kreditur atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan. Perlindungan yang dimaksud antara lain :110

1. Ganti rugi atas terjadinya penurunan nilai harta pailit ; 2. Hasil penjualan bersih ;

3. Hak kebendaan pengganti ;

4. Imbalan yang wajar dan adil serta pembayaran tunai (utang yang dijamin).

Terhadap keputusan dari Hakim Pengawas tersebut, kreditur dan pihak ketiga yang mengajukan permohonan tersebut dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah putusan diucapkan, dan pengadilan wajib memutuskan perlawanan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah perlawanan tersebut diterima dan terhadap putusan pengadilan tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum apapun termasuk peninjauan kembali.

Penjelasan Pasal 56 ayat (1) UUK dan PKPU yang salah satunya mengemukakan bahwa penangguhan bertujuan antara lain untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit adalah sama dengan mengemukakan harta debitur tersebut dinyatakan pailit.111 Dari penjelasan Pasal 56 ayat (1) di atas menunjukkan ketidak konsistenan UUK dan PKPU pada asasnya. Di satu pihak Pasal 55 mengakui hak dari kreditur pemegang hak jaminan, tetapi di lain pihak justru mengingkari hak separatis itu dengan menentukan barang yang dibebani hak agunan tersebut masuk kedalam harta pailit.

Sikap UUK dan PKPU yang tidak menempatkan harta debitur yang telah dibebani dengan hak jaminan di luar harta pailit merupakan sikap yang meruntuhkan sendi-sendi sistem hukum hak jaminan. Hal tersebut telah membuat tidak ada artinya penciptaan lembaga hak jaminan di dalam

109

Pasal 57 ayat (6) UUK dan PKPU.

hukum perdata dan membuat kaburnya konsep dan tujuan hak jaminan itu.112 Menurut peraturan kepailitan yang lama, yaitu Faillissementsvevordening, kreditur pemegang hak jaminan dapat melaksanakan hak nya sekalipun tidak ada kepailitan, yang berarti ketentuan mengenai penundaan 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana terdapat di dalam UUK dan PKPU tidak ada. Dengan kata lain, menurut kepailitan yang lama hak kreditur pemegang hak jaminan benar-benar dihormati.