• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Umum Tentang Kepailitan a Pengertian Kepailitan

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN

A. Tinjauan Umum Jaminan Fidusia dan Kepailitan 1 Tinjauan Umum Tentang Jaminan Fidusia

2. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan a Pengertian Kepailitan

Kepailitan berasal dari kata pailit yang dapat dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris dengan istilah yang berbeda-beda.69 Dalam bahasa Perancis, istilah ”faillite” yang artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Untuk arti yang sama di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah ”failliet”. Sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah to fail”, dan di dalam bahasa Latin

69

Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, Cetakan I, (Jakarta : Rajawali, 1991), hal. 24.

dipergunakan istilah ”fallire” yang dalam arti sebenarnya adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tertentu yang cenderung untuk mengelabui pihak krediturnya.70 Munir Fuady menyatakan bahwa yang dimaksud pailit atau bangkrut itu adalah

”suatu sitaan umum atas seluruh harta debitur agar dicapainya perdamaian antara debitur dan para kreditur agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil diantara para kreditur”.71

Pailit menurut ilmu pengetahuan hukum diartikan sebagai keadaan debitur (yang berutang) yang berhenti membayar utang-utangnya.

Lahirnya UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang disebabkan Perpu No. 1 Tahun 1998, yang kemudian dikuatkan menjadi UU No. 4 Tahun 1998 belum dapat memenuhi perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat.72 Dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 menyebutkan pengertian mengenai kepailitan, yakni: ”Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh undang-undang ini”.

Pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutuskan permohonan kepailitan, menurut UU Kepailitan adalah Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga merupakan pengkhususan pengadilan di bidang perniagaan yang dibentuk dalam lingkungan peradilan umum, selain untuk memeriksa dan memutuskan permohonan kepailitan juga berwenang untuk memeriksa dan memutuskan perkara-perkara dibidang perniagaan lainnya. Pengadilan Niaga merupakan bentuk baru dalam khasanah hukum acara di Indonesia. Karena sebelum keluarnya undang-undang tentang kepailitan yang berwenang memeriksa dan memutus permohonan kepailitan adalah Pengadilan Negeri di wilayah hukum mana debitur berdomisili. Dengan adanya Pengadilan Niaga maka semua permohonan kepailitan dapat diajukan untuk diputuskan oleh Pengadilan Niaga.

70

Munir Fuady, Hukum Pailit 1998 Dalam Teori dan Praktek, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 7, dikutip dari Black, Henry Campbell, 1968 : 186.

71 Ibid.

b. Pihak-pihak Dalam Kepailitan

Kepailitan merupakan suatu proses yang melibatkan beberapa pihak yang saling terkait satu sama lain. Pihak-pihak tersebut terdiri dari :73

1. Pihak pemohon pailit.

Adalah pihak yang mempunyai inisiatif untuk mengajukan permohonan pailit ke pengadilan. Menurut Pasal 1 salah satu pihak yang dapat mengajukan kepailitan adalah pihak debitur sendiri, salah satu atau lebih pihak kreditur, pihak kejaksaan yang menyangkut dengan kepentingan umum, pihak Bank Indonesia jika debiturnya adalah suatu bank, Badan Pengawas Pasar Modal jika debiturnya adalah suatu perusahaan efek, yaitu perusahaan yang melakukan kegiatannya sebagai penjamin emisi efek, perantara efek, dan/atau manager investasi, sebagaimana yang dimaksud dalam perundang- undangan di bidang pasar modal.

2. Pihak debitur pailit.

Pihak yang memohon/dimohonkan pailit ke pengadilan yang berwenang. Yang dapat menjadi debitur pailit adalah debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak dapat membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. 3. Hakim Niaga.

Adalah Hakim yang memeriksa dan mengadili serta memutus perkara kepailitan dalam lingkungan Pengadilan Niaga. Perkara kepailitan diperiksa oleh Hakim Majelis.

4. Hakim Pengawas.

Untuk mengawasi pelaksanaan pemberesan harta pailit, diangkat seorang Hakim Pengawas yang dahulu menurut UU Kepailitan Kolonial dikenal dengan nama Hakim Komisaris.

5. Kurator.

Dalam peraturan kepailitan lama (Faillisementwet Verordening) hanya terdapat satu kurator dalam kepailitan yang ditetapkan oleh Pengadilan yaitu Balai Harta

72

Sunarmi, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, (Medan : Pustaka Bangsa, Press, 2008), hal. 322.

Peninggalan.74 Setelah berlakunya UU No. 4 Tahun 1998, BHP bukan lagi sebagai lembaga tunggal yang mengurus dan membereskan harta pailit. UU No. 4 Tahun 1998 menentukan bahwa yang menjadi kurator dalam kepailitan adalah : (1) Balai Harta Peninggalan ; atau (2) Kurator lainnya. Adanya dua kurator dalam kepailitan ini tetap dipertahankan dengan keluarnya UU No. 37 Tahun 2004. Yang dimaksud dengan kurator lainnya adalah :

1. Orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit ; 2. Terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang

hukum dan peraturan perundang-undangan (Pasal 70 UU No. 37 Tahun 2004). Kurator mulai bertugas sejak kepailitan diputuskan karena debitur tidak berhak lagi untuk melakukan pengurusan atas harta kekayaannya. Kurator merupakan satu-satunya pihak yang akan menangani seluruh kegiatan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan kreditur maupun debitur pailit.75

6. Panitia Kreditur.

Yaitu pihak yang mewakili pihak kreditur serta memperjuangkan kepentingan dari pihak kreditur. Panitia kreditur terdiri dari panitia kreditur sementara yaitu yang diangkat dalam putusan pernyataan pailit dan panitia kreditur (tetap) yakni yang dibentuk oleh Hakim Pengawas apabila dalam putusan pailit tidak diangkat panitia kreditur sementara.

c. Kewenangan atas Harta Pailit.

Dengan adanya putusan kepailitan dari pengadilan yang dijatuhkan kepada debitur, maka seluruh harta kekayaan miliknya baik yang sudah ada maupun yang akan ada berada di bawah penguasaan kurator atau Balai Harta Peninggalan sebagai lembaga yang ditunjuk oleh pengadilan untuk mengurus harta kekayaan si pailit tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal

73

Munir Fuady, Op. Cit., hal. 35.

1131 KUHPerdata. Dengan demikian putusan pailit yang ditimbulkan karena adanya suatu perikatan,76 maka semua harta si pailit menjadi tanggungan untuk penyelesaian hutang piutang. Karena si pailit dalam hal ini debitur sejak ditetapkannya putusan pailit, ia kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya (Persona Standi in Iudicio).77

d. Perdamaian (Accoord)

Penggunaan istilah accoord masih belum seragam. Bahkan setelah keluarnya UU No. 37 Tahun 2004, pemakaian istilah accoord masih berbeda-beda di kalangan sarjana. Ada yang memakai istilah akur, akor, acord dan adapula yang masih mempergunakan istilah aslinya accoord.78

Accoord dalam hukum kepailitan diartikan sebagai suatu perjanjian perdamaian antara si pailit dengan para kreditor, dimana diadakan suatu ketentuan bahwa si pailit dengan membayar sesuatu persentase tertentu (dari utangnya), ia akan dibebaskan untuk membayar sisanya.79 Dalam kepailitan ada 2 (dua) accoord, yaitu: 80

a. Accoord yang ditawarkan dalam kepailitan yaitu pada saat rapat verifikasi.

b. Accoord yang ditawarkan dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yaitu sebelum debitor dinyatakan pailit.

Jangka waktu bagi debitor pailit untuk mengajukan perdamaian ditentukan dalam Pasal 145 UU No. 37 Tahun 2004 yang menentukan:

1. Apabila debitor pailit mengajukan rencana perdamaian dan paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang menyediakannya di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh setiap orang yang berkepentingan,

75

Ibid., hal. 117. 76

Perikatan adalah suatu hubungan hukum, dalam hal ini mengenai harta benda antara dua orang yang memberi hak pada pihak yang satu untuk menuntut suatu prestasi dari pihak lainnya, sedangkan pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.

77

Zainal Asikin, Op.Cit. hal. 45. 78

Sunarmi, Op. Cit,, hal. 144. 79

Ibid., sebagaimana dikutip dari HFA. Vollmar, De Faillisementwet, vierde druk, HD, tjeenk Wlink & Zoon., NV. Harlem, 1953, hal. 236.

rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang, kecuali dalam hal yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147.

2. Bersamaan dengan penyediaan rencana perdamaian tersebut di Kepaniteraan Pengadilan, maka salinannya wajib dikirimkan kepada masing-masing anggota kreditur sementara (Pasal 145 UU No. 37 Tahun 2004).

Rencana perdamaian dibicarakan setelah rapat verifikasi selesai dalam suatu rapat kreditur dengan dipimpin oleh Hakim Pengawas yang bermaksud membahas rencana perdamaian yang diajukan. Jika para kreditur konkuren menolak, maka kepailitan akan dilanjutkan, sebaliknya jika para kreditur konkuren menerima maka akan tercapai perdamaian. Dalam hal ini tercapai kesepakatan antara debitur pailit dengan para kreditur konkuren mengenai perdamaian untuk menyelesaikan utang piutang diantara mereka.

Apabila pengambilan keputusan tidak bisa dilakukan secara mufakat, maka pengambilan keputusan dalam rapat kreditur mengenai rencana perdamaian diatur dalam Pasal 151 ayat (1) UU Kepailitan dimana disetujui oleh lebih dari ½ (setengah) kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir, dan yang tagihannya diakui atau sementara diakui dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh jumlah piutang atau tagihan dari kreditur konkuren yang diakui atau sementara diakui dan hadir dalam rapat kreditur yang diselenggarakan.

Rencana perdamaian yang disetujui oleh rapat kreditur agar mempunyai kekuatan mengikat harus disahkan oleh pengadilan dalam sidang yang ditetapkan untuk itu. Hakim Pengawas akan menetapkan hari sidang pengesahan perdamaian, selanjutnya akan melakukan pengesahan terhadap perdamaian. Dengan disahkannya perdamaian maka telah mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga berakibat berakhirnya kepailitan. Dengan berakhirnya kepailitan, kurator wajib mengumumkan dalam satu atau lebih surat kabar harian. Jika perdamaian yang diajukan debitur pailit tidak dilaksanakan seperti yang telah disepakati, maka kreditur yang merasa dirugikan dapat mengajukan pembatalan perdamaian dalam

80 Ibid.

persidangan. Dengan dibatalkannya perdamaian maka kepailitan secara serta merta akan dibuka kembali dan prosesnya akan dilanjutkan.

e. Pemberesan Harta Pailit

Bila rencana Perdamaian ditolak oleh kreditur, maka debitur selanjutnya akan dinyatakan dalam keadaan insolvensi. Dalam keadaan demikian Hakim Pengawas akan mengadakan rapat kreditur untuk membicarakan cara-cara pemberesan harta pailit. Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004, kurator harus memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan debitur apabila :81

a. Usul untuk mengurus perusahaan debitur tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, atau usul tersebut telah diajukan atau ditolak ; atau

b. Pengurusan terhadap perusahaan debitur dihentikan.

Kurator wajib menyusun suatu daftar pembagian untuk dimintakan persetujuan kepada Hakim Pengawas. Daftar pembagian memuat rincian penerimaan dan pengeluaran termasuk di dalamnya upah kurator, nama kreditur, jumlah yang dicocokkan dari tiap-tiap piutang dan bagian yang wajib diterimakan kepada kreditur. Daftar pembagian ini dapat dibuat sekali atau lebih dari sekali dengan memperhatikan kebutuhan. Daftar pembagian yang telah disetujui oleh Hakim Pengawas wajib disediakan di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat oleh kreditur selama tenggang waktu yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas pada waktu daftar tersebut disetujui dan diumumkan oleh kurator dalam surat kabar. Daftar pembagian ini dapat dilawan oleh kreditur dengan mengajukan surat keberatan disertai alasan kepada Panitera Pengadilan dengan menerima tanda bukti penerimaan. Hakim Pengawas akan menetapkan hari untuk memeriksa perlawanan di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Dalam sidang tersebut Hakim Pengawas memberi laporan tertulis, sedangkan kurator dan setiap kreditur atau kuasanya dapat mendukung atau membantah daftar pembagian

tersebut dengan mengemukakan alasannya dan pengadilan paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari wajib memberikan putusan yang disertai dengan pertimbangan hukum yang cukup. Terhadap putusan pengadilan ini dapat diajukan permohonan kasasi.82

Setelah berakhirnya tenggang waktu untuk melihat daftar pembagian atau setelah putusan akibat diajukan perlawanan diucapkan, kurator wajib segera membayar pembagian yang telah ditetapkan. Setelah kurator selesai melaksanakan pembayaran kepada masing- masing kreditur berdasarkan daftar pembagian maka berakhirlah kepailitan. Kurator melakukan pengumuman mengenai berakhirnya kepailitan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan surat kabar (Pasal 201 dan 202 UU No. 37 Tahun 2004).83