• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Pemegang Saham Pengendali Setelah Keluarnya Single Presence Policy

KEDUDUKAN PEMEGANG SAHAM PENGENDALI DALAM STRUKTUR KEPEMILIKAN BANK DI INDONESIA

A. Kedudukan Pemegang Saham Pengendali Setelah Keluarnya Single Presence Policy

Memperkuat industri perbankan adalah suatu upaya berkesinambungan yang harus dilakukan. Upaya tersebut dilakukan mengacu pada cetak biru perbankan nasional yang dikenal dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Salah satu program API adalah mewujudkan struktur perbankan yang sehat dan kuat, bahwa untuk mewujudkan struktur perbankan yang sehat dan kuat tersebut diperlukanlah langkah-langkah konsolidasi perbankan. Dengan konsolidasi diharapkan terjadi peningkatan skala ekonomi sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengawasan bank.

Langkah konsolidasi dilakukan dengan penataan kembali struktur kepemilikan bank yang dimaksudkan untuk menciptakan struktur perbankan yang sehat sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta mendorong pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Penataan kembali struktur kepemilikan diwujudkan dengan penerapan kebijakan Kepemilikan Tunggal atau yang dikenal dengan Single Presence Policy (SPP) yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/16/PBI/2006.

SPP adalah suatu kondisi dimana suatu pihak hanya menjadi pemegang saham pengendali pada 1 (satu) bank. Pemegang Saham Pengendali (PSP) adalah badan hukum dan atau perseorangan dan atau kelompok usaha yang:139

a. Memiliki saham bank sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan bank dan mempunyai hak suara;

b. Memilki saham bank kurang dari 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah saham yang dikeluarkan bank dan mempunyai hak suara namun dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian bank baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Black’s Law Dictionary, PSP atau controlling shareholders adalah pemegang saham yang dapat mengendalikan manajemen perseroan secara tidak langsung melalui penempatan wakilnya sebagai anggota direksi dan anggota dewan komisaris perseroan.140 Bagi PSP yang merupakan badan hukum, menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/25/2003 tentang Perubahan Atas PBI No. 2/23/PBI/2000 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test), pengertian PSP merupakan sampai dengan pemegang saham terakhir (ultimate shareholder) dari badan hukum yang bersangkutan.141

139

Pasal 1 angka (3) PBI No: 8/16/PBI/2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia

140

Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Op.Cit, hal. 40-41. 141

Penjelasan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/16/PBI/2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia.

Sejak mulai diberlakukannya PBI No: 8/16/PBI/2006 ini, kepada pihak-pihak yang telah menjadi PSP pada lebih dari 1 (satu) bank wajib melakukan penyesuaian struktur kepemilikan sahamnya pada bank-bank yang dikendalikannya. Untuk melakukan penyesuaian struktur kepemilikan saham bank tersebut PSP dapat memilih beberapa alternatif cara penyesuaian yang disediakan oleh ketentuan ini. Beberapa alternatif cara penyesuaian tersebut diberikan dengan mengacu pada tujuan SPP atau Kebijakan Kepemilikan Tunggal yakni konsolidasi perbankan dan peningkatan efektivitas pengawasan bank dengan tetap memperhatikan kepentingan para PSP yang sudah menanamkan modalnya di perbankan Indonesia.

Opsi atau pilihan yang diberikan kepada PSP dalam melakukan penyesuaian struktur kepemilikannya antara lain:

a. Mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan sahamnya pada salah satu atau lebih bank yang dikendalikannya kepada pihak lain sehingga yang bersangkutan hanya menajadi PSP pada 1 (satu) bank; atau

b. Melakukan merger atau konsolidasi atas bank-bank yang dikendalikannya atau

c. Membentuk Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company) dengan cara:

1) mendirikan badan hukum baru sebagai Bank Holding

2) menunjuk salah satu bank yang dikendalikannya sebagai

Bank Holding Company.

Ad.a. Mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan saham pada salah satu atau lebih bank yang dikendalikannya kepada pihak lain sehingga yang bersangkutan hanya menjadi PSP pada 1 (satu) bank.

Divestasi adalah suatu upaya pemilik perusahaan untuk menjual aset atau sebuah divisi kerjanya kepada pihak lain, yang mampu memberikan harga penawaran paling tinggi. Pada proses divestasi perusahaan akan menerima dana dalam bentuk tunai dan biasanya diinvestasikan lagi atau dikembalikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau stock buybacks. Pola divestasi yang dilakukan hampir seragam, yakni melalui strategic sales diikuti dengan market placement. Meskipun sudah demikian banyak yang didivestasi, tapi persoalan muncul terus menganjal terkait dengan ”keberhasilan” divestasi.142

Melalui divestasi atau penjualan saham, kepemilikan atau pengendalian suatu bank dapat beralih kepada pihak lain, baik melalui secondary offering maupun instrumen lainnya. Namun, divestasi tidak akan mencapai tujuan dari konsolidasi tersebut, karena bank yang dijual tidak bubar dan jumlah bank masih tidak berkurang. Dengan investasi, tidak terjadi sebuah konsolidasi, namun yang ada hanyalah peralihan kepemilikan atau pengendalian. Pengendali semula bank tersebut justru ”berpisah” dari bank yang didivestasikan.

142

Indonesia Merdeka, “Divestasi “,

http://perjuanganindonesiabaru.wordpress.com/2009/06/07/divestasi/, diakses tanggal 10 September 2009.

Beberapa alasan menempuh langkah divestasi antara lain:143

1. Aset yang dijual lebih tinggi nilainya bagi pembeli, dalam arti pembeli bisa menggunakan secara lebih efisien;

2. Divestasi bukan didorong oleh nilai aset, tetapi lebih ditekankan pada kemunculan kebutuhan mendesak atas dana tunai oleh perusahaan yang melakukan divestasi. Hasil divestasi itu biasanya digunakan untuk melunasi kewajibannya;

3. Alasan bahwa aset-aset yang dijual tidak ada hubungannya dengan bisnis utama perusahaan yang bersangkutan.

Ad.b. Melakukan merger atau konsolidasi atas bank-bank yang dikendalikannya

Merger, konsolidasi dan akuisisi merupakan suatu upaya perusahaan dalam menyiasati kondisi perekonomian melalui bentuk penggabungan diri menjadi satu dengan perusahaan yang telah ada atau meleburkan diri dengan perusahaan lain, atau bahkan membentuk perusahaan baru dengan maksud menghasilkan suatu sinergi baru yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan.144

Di sektor perbankan upaya merger, konsolidasi, dan akuisisi pun suatu hal yang sering dilakukan. Ada banyak alasan pelaku usaha untuk melakukan upaya tersebut, di antaranya untuk menciptakan bank yang lebih baik dengan merivitalisasi secara sadar sehingga terbentuk sinergi yang kuat dan akhirnya memberikan dampak pada sistem perbankan yang sehat, efisien, tangguh dan mampu bersaing di kancah

143 Ibid 144

perekonomian global dan pasar bebas yang semakin ketat. Berkaitan dengan penerapan SPP, PSP diberikan pilihan oleh Bank Indonesia dalam rangka melakukan penyesuaian struktur kepemilikan sahamnya salah satunya yaitu dengan melakukan merger, konsolidasi atau akuisisi.

Ketentuan tentang merger, konsolidasi dan akuisisi bank diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/51/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum, dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/52/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat.145

Merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin dari Pimpinan Bank Indonesia.146 Dalam memberikan izin tersebut, Bank Indonesia akan menilai apakah pelaksanaan merger, konsolidasi, dan akuisisi bank tersebut:147

a. dapat mendorong kinerja dan sistem perbankan nasional;

b. tidak menimbulkan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu orang atau suatu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat: c. tidak merugikan kepentingan para nasabah.

145

Rachmadi Usman,Op.Cit., hal. 85 146

Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang PerubahanAtas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

147

Merger, konsolidasi, dan akuisisi di bidang perbankan tidaklah dapat dilakukan dengan sebebas-bebasnya, tetapi dibatasi oleh peraturan perundang- undangan yang terkait. Pelaksanaan merger, konsolidasi, dan akuisisi harus memperhatikan kepentingan dari semua pihak, yaitu kepentingan bank, kepentingan kreditor, kepentingan pemegang saham minoritas dan karyawan bank, juga kepentingan rakyat banyak, dan persaingan yang sehat dalam melakukan usaha bank.148 Berdasarkan ketentuan tersebut, jelas bahwa dalam rangka pelaksanaan merger, konsolidasi, dan akuisisi bank kepentingan nasabah penyimpan sebagai kreditor telah memperoleh perlindungan hukum.

Merger, konsolidasi, dan akuisisi mempunyai pengertian dan akibat hukum yang berbeda yang dapat mempengaruhi baik terhadap aktiva dan passiva maupun terhadap pemegang saham minoritas perusahaan yang menggabungkan diri.

Ad.b.1. Merger

Di masa mendatang tantangan yang semakin berat dihadapi oleh perbankan. Kompetisi perbankan di tanah air diperkirakan akan semakin ketat. Di sektor eksternal, dengan telah terbentuknya World Trade Organization (WTO) atau organisasi perdagangan internasional, seluruh isi perjanjian dan keputusan yang dihasilkan dalam kesepakatan Putaran Uruguay telah menjadi hukum nasional. Salah satu perjanjian hasil Putaran Uruguay adalah Perjanjian Umum Perdagangan Jasa

148

(GATTS) yang antara lain menyangkut perbankan.149 Hal ini mungkin yang menyebabkan hampir di setiap kesempatan pertemuan di kalangan perbankan maupun wartawan, pemerintah senantiasa terus mengimbau pihak bank bermasalah untuk segera melakukan merger. Imbauan yang berkali-kali tersebut wajar-wajar saja karena merger selain mampu meningkatkan aset perusahaan bank yang bersangkutan, menambah nasabah, memperluas jaringan, juga semakin mempermudah Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan terhadap bank-bank yang ada.

Merger merupakan salah satu cara pengembangan dan pertumbuhan perusahaan. Merger juga merupakan salah satu alternatif lain untuk melalui investasi modal pertumbuhan secara internal atau organis. Dari waktu ke waktu, perusahaan- perusahaan lebih menyukai pertumbuhan eksternal dibandingkan dengan pertumbuhan internal.150 Melalui merger, perusahaan-perusahaan menggabungkan dan membagi sumber daya yang mereka miliki untuk mencapai tujuan bersama. Para pemegang saham dari perusahaan-perusahaan yang bergabung sering kali tetap dalam posisi sebagai pemilik bersama entitas yang digabungkan.

Merger dimaksudkan adalah sebagai suatu ”fusi” atau ”absorpsi” dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Pengertian merger menurut Black’s

149

J. Soedrajat Djiwandono. Kebijakan Moneter-Perbankan Indonesia: Peranannya Dalam Mendukung Pembangunan Nasional. Makalah pada Ceramah Umum Gubernur Bank Indonesia di Medan, 6 Juli 1996. hal. 25. Dalam Adrian Sutedi, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 95.

150

P.S Sudarsanam. The Essence of Mergers and Acquisitions dalam Adrian Sutedi, Op.Cit hal. 83

Law Dictionary adalah, fusion or absorption of one thing or right into another,151 yaitu bahwa fusi atau absorpsi tersebut dilakukan oleh suatu subjek yang kurang penting dengan subjek lain yang lebih penting. Subjek yang kurang penting tersebut kemudian membubarkan diri. Dengan demikian merger perusahaan berarti dua perusahaan melakukan fusi, dimana salah satu di antaranya akan lenyap atau dibubarkan.

Esiklopedia Ekonomi, mengatakan bahwa merger sebagai kombinasi dua perusahaan, yang umumnya melalui pertukaran saham dan penggabungan dua atau lebih perusahaan sejenis menjadi sebuah perusahaan tunggal dengan cara sedemikian rupa, sehingga yang satu menyerap atau menampung yang lainnya. Dari pendapat tersebut disimpulkan bahwa pengertian merger adalah penggabungan antara dua perusahaan atau lebih untuk tujuan memperkuat permodalan perusahaan atau untuk tujuan kepemilikan perusahaan dengan penguasaan mayoritas saham.152

Defenisi merger pada sektor perbankan antara lain terdapat dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 278/KMK.10/1989 tentang Peleburan dan Penggabungan Usaha Bank, dikatakan bahwa merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara mempertahankan berdirinya salah satu bank dan melikuidasi bank-bank lainnya. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 Angka 25 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

151

Henry Campbell Black. Black’s Law Dictionary. Sixth Edition. (St. Paul Minn. West Publishing Co. 1991), hal. 682.

152

Agus Budianto, Merger Bank Di Indonesia Beserta Akibat-Akibat Hukumnya, (Jakarta: Gahalia Indonesia, 2004), hal. 88

Perbankan, merger di bidang perbankan adalah penggabungan dari 2 (dua) bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi.

Akibat hukum dari merger, antara lain:153

a. Pemegang saham bank yang melakukan merger menjadi pemegang saham bank hasil merger;

b. Aktiva dan pasiva bank (seluruh hak dan kewajiban bank yang tercatat dalam neraca maupun dalam rekening administratif) yang melakukan merger beralih karena hukum kepada bank hasil merger.

Merger di bidang perbankan dapat dilakukan atas, inisiatif bank yang bersangkutan, permintaan Bank Indonesia atau inisiatif khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan. Untuk menjaga bank tetap sehat, ditetapkanlah kriteria-kriteria tertentu antara lain, sebagai berikut:154

1) Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau sering juga disebut dengan Legal Lending Limit (3L) yaitu larangan memberi kredit untuk perusahaan-perusahaan terafiliasi (satu kelompok dengan bank tersebut) melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan, yang saat ini batas maksimum tersebut adalah 20% dari modal disetor.

153

Pasal 2 PP No. 28 Tahun 1999 Tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank

154

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 39- 40.

2) Capital, Assets, Management, Earnings dan Liquidity (CAMEL) yang

dalam hal ini dihitung dalam persentase.

3) Kecukupan Penyertaan Modal Minimum atau yang sering disebut Capital

Adequate Ratio (CAR), yang terus ditingkatkan dari tahun ke tahun, yaitu

8% dan terus dinaikkan.

4) Perbandingan Pinjaman terhadap Simpanan atau yang sering disebut dengan Loan to Deposit ratio (LDR), yang dalam hal ini ditetapkan 110%. 5) Kualitas Aktiva Produktif (KAP).

6) Posisi Devisa Netto (PDN).

7) Margin Trading Limits (MTL), yaitu adanya batasan tertentu (ceiling)

dalam hal bank melakukan kegiatan margin trading.

8) Kewajiban modal setor menjadi 50 miliar rupiah bagi bank umum non devisa dan 150 miliar bagi bank devisa.

9) Kewajiban Giro Wajib Minimum atau Reserve Requirement (RR) sebesar 5% dari total dana pihak ketiga yang dihimpun.

10) Margin Pendapatan Bunga Bersih (NIM). 11) Return on Average Assets (ROA).

12) Return on Average Equity (RAE)

13) Debt to Equity Ratio (DER).

Melihat kriteria diatas jelas bahwa tidak mudah bagi suatu bank untuk mendapatkan penilaian sehat dari Bank Sentral. Salah satu upaya untuk mencapainya adalah dengan melakukan merger satu dengan yang lain. Namun perlu diingat bahwa tidak selamanya bank yang melakukan merger adalah bank yang tidak sehat. Banyak juga bank-bank yang sehat bahkan bank besar melakukan merger, agar menjadi lebih besar lagi atau agar dapat membentuk sinergi.

Syarat adanya merger telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas

juncto Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan

Akuisisi Bank. Khusus tata cara merger di bidang perbankan diatur dalam pasal 11 sampai dengan pasal 22 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.

Ad. b.2. Konsolidasi

Kata konsolidasi berasal dari bahasa Inggris ”consolidation”, yang berarti “peleburan”. Secara sederhana konsolidasi diartikan penggabungan dua perseroan atau lebih dengan cara membentuk perseroan baru dan membubarkan perseroan yang bergabung tadi. Jadi bebarapa perseroan yang ada bergabung atau menyatukan diri menjadi perseroan baru, di mana hak dan kewajiban perseroan yang diambil oleh perseroan baru yang telah dibentuk.155

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

155

juncto Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999, Pasal 1 angka 3 juncto SK

Direksi BI No. 32/51/KEP/DIR pasal 1 huruf c, konsolidasi di bidang perbankan adalah penggabungan dari 2 (dua) bank atau lebih, dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank tersebut dengan atau tanpa melikuidasi. Dari pengertian tersebut dapat ditarik suatu unsur-unsur konsolidasi, yaitu adanya pencampuran dua perseroan yang kemudian membentuk suatu perseroan yang baru.156

Syarat adanya konsolidasi tidak mempunyai perbedaan dengan syarat yang diberikan untuk merger, hal ini telah diatur juga dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas juncto Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasidan Akuisisi Bank. Sedangkan tata cara konsolidasi diatur dalam pasal 20 sampai dengan pasal 25, dimana ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 sampai pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998, yang mengatur tentang tata cara merger berlaku juga terhadap konsolidasi. Syarat tambahan untuk konsolidasi yang kemudian diatur dalam Surat Keputusan Direksi BI No. 32/51/KEP/DIR tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum, seperti tersebut dalam tambahan syarat mergerjuga berlaku terhadap konsolidasi. Pasal 20 sampai dengan pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 digunakan sebagai tata cara konsolidasi khusus di bidang perbankan yang kemudian diatur dalam pasal 23 sampai dengan pasal 28 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.

156

Akibat hukum dari konsolidasi, antara lain:157

a. pemegang saham bank yang melakukan konsolidasi menjadi pemegang saham bank hasil konsolidasi;

b. aktiva dan pasiva bank (seluruh hak dan kewajiban bank yang tercatat dalam neraca maupun dalam rekening administratif) melakukan konsolidasi beralih karena hukum kepada bank hasil konsolidasi.

Meskipun adanya akibat hukum seperti di atas, namun sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi, tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar.

Ad. b.3 Akuisisi

Menurut Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juncto Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank juncto SK Direksi BI No.32/51/KEP/DIR pasal 1 huruf d menyatakan bahwa akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap bank.

Pengambilalihan kepemilikan dapat berupa pembelian sebagian terbesar atau seluruhnya saham-saham dari perusahaan lainnya itu. Masing-masing perusahaan, baik perusahaan yang mengambil alih maupun perusahaan yang diambil alih tetap mempertahankan aktivitasnya, identitasnya, dan kedudukannya sebagai perusahaan-

157

perusahaan yang mandiri. Pengambilalihan perusahaan ini sering diistilahkan dengan

”Acquisition”, ”Take Over”, dan ”Overname”, yaitu pengambilalihan suatu

perusahaan (perusahaan target) oleh perusahaan lainnya (perusahaan raider), melalui penawaran untuk membeli sebagian atau seluruh saham dari perusahaan target dengan harga yang lebih tinggi dari nilai harga pasar yang normal.

Pengertian secara luas dari akuisisi adalah pembelian hak atas suatu bagian perusahaan lain, sehingga akuisitor (perusahaan pembeli) dapat menguasai atau mengambil alih perusahaan lain (target company) dengan melakukan kontrol terhadapnya. Dapat juga dikatakan bahwa akuisisi adalah pengambilalihan suatuperusahaan oleh perusahaan lainnya yang dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu yang pertama dengan mengambil alih aset perusahaan yang diambil alih. Misalnya, mesin-mesin, pabrik-pabrik. Sementara cara kedua, adalah dengan membeli saham- saham dari perusahaan yang diambil alih.158

Akusisi saham merupakan salah satu bentuk akusisi yang paling umum ditemui dalam kegiatan akuisisi. Ada perbedaan antara akuisisi saham dengan akusisi aset perseroan, akuisisi saham akan mengakibatkan perubahan mayoritas kepemilikan saham dan ada kemungkinan campur tangan dalam manajemen, karena segala untung rugi dan tanggung jawab serta risiko beralih kepada pemegang saham dan manajemen baru. Sebaliknya jika dilakukan akusisi terhadap aset perseroan yang biasanya berupa tanah, bangunan, mesin yang semuanya berupa aktiva tetap, maka pemegang saham

158

Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hal. 55.

lama akan memperoleh dana segar dari hasil akuisisi tersebut yang akan dipergunakan untuk membayar utangnya kepada pihak kreditur, setelah itu bisa saja perseroan tersebut dilikuidasi.

Tujuan akusisi umumnya antara lain untuk meningkatkan barrier of market

entry bagi calon pesaing yang akan muncul, memperoleh akses pada teknologi baru

atau teknologi yang lebih baik yang dimiliki oleh perusahaan yang menjadi objek akuisisi, menciptakan penguasaan pangsa pasar yang lebih luas, mendorong harga saham di pasar modal, memperkuat struktur permodalan, dan menjamin kelangsungan perusahaan.

Akibat hukum dari pengambilalihan secara akuisisi ini adalah:159

1. Baik melalui pengambilalihan saham bank secara langsung maupun melalui bursa efek, yang mengakibatkan kepemilikan saham oleh pemegang saham perorangan atau badan hukum menjadi lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari saham bank yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara dianggap mengakibatkan beralihnya pengendalian bank, kecuali yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya;

2. Pengambilalihan saham yang mengakibatkan kepemilikan saham oleh pihak yang mengambil alih menjadi 25% (dua puluh lima persen) atau kurang dari saham bank yang telah dikeluarkan dan mempunyai hak suara dianggap tidak mengakibatkan beralihnya pengendalian bank, kecuali yang bersangkutan

159

Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) PP No.28 Tahun 1999 Tentang Merger, Konsolidasi dan Akusisi Bank.

menyatakan kehendaknya untuk mengendalikan atau dapat dibuktikan bahwa yang bersangkutan secara langsung atau tidak langsung mengendalikan bank tersebut.

3. Segala perbuatan hukum perusahaan target tidak berakibat pada hilangnya perusahaan.

Syarat adanya akuisisi tidak mempunyai perbedaan dengan syarat yang diberikan untuk merger dan konsolidasi. Selain itu, syarat akuisisi lainnya telah diatur dalam pasal 4 sampai dengan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas juncto pasal 3 sampai dengan pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akusisi Bank. Sedangkan tata cara akuisisi diatur dalam pasal 26 sampai dengan pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998. Ketentuan tentang tata cara ini kemudian digunakan sebagai tata cara pengambilalihan bank, yang dituangkan dalam pasal 29 sampai dengan pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.

Ad. c. Membentuk Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company)

Penerapan SPP yang diatur dalam PBI No. 8/16/PBI/2006 tentang Kebijakan Kepemilikan Tunggal juga memberikan opsi bagi pihak-pihak yang telah menjadi PSP pada lebih dari 1 (satu) bank untuk melakukan penyesuaian struktur