• Tidak ada hasil yang ditemukan

Opsi Pemerintah Sebagai Pemegang Saham Pengendal

KEDUDUKAN PEMEGANG SAHAM PENGENDALI DALAM STRUKTUR KEPEMILIKAN BANK DI INDONESIA

C. Opsi Pemerintah Sebagai Pemegang Saham Pengendal

Selain Pemegang Saham Pengendali (PSP) pada bank-bank swasta, salah satu PSP yang juga harus ikut menyesuaikan diri dengan ketentuan single presence policy (SPP) adalah Pemerintah sebagai PSP pada empat Bank BUMN, yaitu Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN. Bank Indonesia tidak memberikan pengecualian dalam penerapan aturan kepemilikan tunggal atau SPP bagi perbankan, baik itu bank swasta maupun bank nasional.169

Diberlakukannya ketentuan SPP merupakan momentum bagi pemerintah untuk mengkaji ulang untung rugi memiliki bank baik dalam kerangka kesehatan sistem perbankan maupun kesehatan bank secara individu. Pengalaman menunjukkan, Bank BUMN memiliki kinerja yang kurang cemerlang, dililit kredit macet melebihi jumlah yang dapat ditolerir. Survei yang dilakukan oleh Bank Sentral Cina menunjukkan bahwa kredit macet yang terjadi pada Bank BUMN Cina disebabkan oleh intervensi pemerintah. 30% kredit macet terjadi karena intervensi pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Banyak studi menunjukkan bahwa terjadi penurunan produktivitas, alokasi dan dinamisasi efisiensi pada sistem perbankan yang didominasi oleh bank milik pemerintah.

169

Detik Finance, ”BI: SPP Berlaku Bagi Semua Bank”,

http://www.detikfinance.com/read/2010/01/16/133253/1279780/5/bi-spp-berlaku-bagi-semua-bank, diakses tanggal 23 November 2009.

Kehadiran Bank BUMN dalam sistem perbankan juga membawa masalah yaitu timpangnya medan permainan. Sebagai milik pemerintah, Bank BUMN mendapat keuntungan tertentu. Sementara itu sebagai perusahaan milik negara, Bank BUMN juga terkendala aturan main yang berlaku khusus untuk perusahaan milik negara, seperti misalnya untuk menyelesaikan kredit macet, dibutuhkan prosedur khusus yang tidak efisien untuk dilaksanakan. Selanjutnya kepemilikan bank yang semakin besar oleh pemerintah cenderung mengalami perkembangan kinerja yang melambat. Beberapa temuan dan kesimpulan dari kajian yang berkaitan dengan struktur kepemilikan dan perkembangan bank adalah sebagai berikut:170

1. Membatasi kepemilikan bank oleh prusahaan non-keuangan tidak berkaitan dengan kerapuhan keuangan maupun kinerja bank tersebut.

2. Semakin besar industri perbankan dikontrol atau dikendalikan oleh bank pemerintah, maka inovasi di sektor perbankan akan semakin berkurang. 3. Kepemilikan pemerintah yang semakin besar pada bank cenderung berkaitan

dengan semakin banyaknya bank yang perkembangannya lambat atau buruk. 4. Bukti empiris memperlihatkan hubungan yang negatif antara tingkat

kepemilikan bank oleh pemerintah dan perkembangan keuangan. Negara- negara dengan kepemilikan bank oleh pemerintah semakin besar cenderung untuk memiliki bank-bank maju (developed banks) yang lebih sedikit.

170

Bank Indonesia, ”Kajian Mengenai Struktur Kepemilikan Bank Di Indonesia”,

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/0A5EA2D0-5D87-488E-A263-

44988C6EE1A0/7825/KajianmengenaiStrukturkepemilikanBank.pdf, diakses tanggal 23 November 2009.

Di dalam penerapan SPP, Bank Indonesia mempunyai kepentingan strategis.171 Yakni, selain memperbaiki struktur pasar dan menyehatkan iklim persaingan, SPP diharapkan menjadi alat menuju pembentukan bank nasional berkaliber internasional dengan modal Rp 50 triliun. Saat ini masing-masing Bank BUMN masih memiliki modal yang jauh di bawah angka tersebut. Pemerintah dihadapkan pada pilihan sulit dan dilematis, karena penanganannya sangat kompleks. Dahulu memang pernah terjadi konsolidasi empat Bank BUMN menjadi Bank Mandiri. Namun saat itu suasana dan kondisinya jauh berbeda dengan sekarang. Tindakan hati-hati dari pemerintah selaku PSP atau ultimate shareholders sangat dibutuhkan, mengingat tiga Bank BUMN berstatus terbuka. Diyakini saat ini investor tengah mencermati perkembangan lebih lanjut atas langkah yang akan diambil pemerintah.

Menurut Zulkarnain Sitompul, pilihan optimal yang dapat diambil adalah melepas kepemilikan pemerintah pada Bank BUMN.172 Pilihan ini merupakan yang terbaik untuk kepentingan pemerintah maupun bagi sistem perbankan. Melepas kepemilikan pemerintah bukan hanya sebatas privatisasi dalam pengertian mengubah kepemilikan pemerintah menjadi kepemilikan swasta. Privatisasi harus dalam bentuk menjual dan menyebarkan kepemilikan kepada masyarakat sehingga akan terjadi pemisahan antara kepemilikan dan kepengurusan yang dalam literatur korporasi dikenal dengan Berle-Means Corporation.

171

TRUST, ”Perlu Hati-Hati Mengkonsolidasikan Bank BUMN”,

http://www.majalahtrust.com/danlainlain/kolom/1546.php, diakses tanggal 23 November 2009. 172

Pemisahan antara pemilik dengan pengurus akan menghilangkan dominasi pemilik atas perusahaan. Dipandang dari kacamata ekonomi pemilik yang tidak memiliki kewenangan dalam mengurus perusahaan dan hanya menjadi observer pasif konsisten dengan kepentingan terbaik pemegang saham. Akan tetapi pemisahaan tersebut tidak sejalan dengan kebutuhan psikologis pemilik yaitu kebutuhan turut berpartisipasi dan terlibat aktif mengawasi perusahaan. Oleh karena itu melepaskan kepemilikan pemerintah pada bank BUMN membutuhkan adanya kemauan politik.

Bila opsi melepaskan kepemilikan ini yang ditempuh maka cara yang efektif adalah melalui pasar modal. Baik pencatatan di bursa domestik maupun di bursa negara lain. Namun demikian harus diingat bahwa listing di bursa hanya langkah awal mereformasi Bank BUMN. Tujuan akhir dari listing adalah menerapkan keseluruhan sistem pasar berupa insentif dan diisisentif pada Bank BUMN.untuk mencapai hasil optimal tentu saja sebelum melakukan listing, kinerja bank harus diperbaiki dan neraca bank dibersihkan dari obligasi rekap, misalnya dengan melakukan buy back.173

Beberapa hal yang menyebabkan implementasi SPP ini tidak berjalan lancar bagi Bank BUMN, antara lain:174

1. Pemerintah memang bisa menjual kepemilikan mayoritasnya di Bank BUMN sehingga nantinya tinggal menjadi PSP di satu bank saja, namun

173 Ibid. 174

Wealth Indonesia, “Pelaksanaan Single Presence Policy di Bank BUMN,”

pilihan ini kurang tepat karena keberadaan pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas di sejumlah bank tetap dibutuhkan.

2. Terdapat hambatan regulasi bila pemerintah menempuh solusi merger atau konsolidasi. Hambatan regulasi tersebut antara lain berasal dari Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank. Pasal 8 butir c menyebutkan bahwa pada saat terjadinya merger atau konsolidasi, jumlah aktiva bank hasil merger atau konsolidasi dimaksud tidak melampaui 20% dari jumlah aset keseluruhan bank di Indonesia. Pdahal posisi saat ini menunjukkan bahwa total aset bank-bank BUMN mencapai 36% dari total aset perbankan nasional. Hambatan regulasi lainnya berasal dari Undang-undang No. 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas pada pasal 62. hambatannya dikarenakan sebagian besar bank BUMN telah go public, pemerintah harus mempersiapkan diri sebagai pembeli siaga (standby buyer) apabila terdapat pemegang saham yang tidak setuju dengan kebijakan merger atau konsolidasi. Karena dikhawatirkan pemerintah tidak mampu membeli kembali saham-saham dari pemegang saham minoritas.

Pemerintah sendiri melalui Kementrian Negara BUMN lebih memilih untuk melaksanakan holding, Hal ini ditegaskan oleh Sofyan Djalil, Mentri Negara BUMN saat itu yang memutuskan holding untuk Bank BUMN. Namun mengenai perihal tersebut, Deputi Bidang Usaha Perbankan dan Jasa Keuangan, Kementrian Negara

BUMN, Parikesit Suprapto masih enggan untuk merinci lebih lanjut.175 Berkaitan dengan hal tersebut, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Muliaman D. Hadad menyatakan dengan melihat kondisi Bank BUMN saat ini, pemerintah tampaknya lebih condong untuk memilih membuat perusahaan induk. Hal ini disebabkan jika memilih merger, pangsa pasar Bank BUMN sangat besar sehingga dikhawatirkan akan terkena aturan persaingan usaha.

Mengingat kompleksitas yang cukup tinggi yang dimiliki oleh Bank BUMN terkait pelaksaan SPP, pemerintah melalui Kementrian Negara BUMN telah meminta penerapan kebijakan SPP terhadap Bank BUMN agar ditunda selama 2 tahun dari ketentuan awal yaitu akhir Desember 2010.176 Gayung bersambut, Bank Indonesia kemudian memberikan peluang perpanjangan waktu penerapan aturan SPP untuk bank-bank milik pemerintah.

Menurut Muliaman Hadad bahwa pada prinsipnya kebijakan SPP akan diberlakukan bagi Bank BUMN maupun swasta. Namun pilihan untuk menunda penerapan aturan itu tetap dimungkinkan sepanjang PSP memiliki kompleksitas permasalahan yang tinggi. Pemerintah selaku PSP di sejumlah Bank BUMN menghadapi persoalan yang lebih kompleks dibandingkan PSP lain, seperti Temasek dan Khazanah Berhad. Temasek adalah PSP Bank Internasional Indonesia (BII) dan

175

PT.PAA (Persero), ”Holding Bank BUMN Lebih Baik”,

http://www.ptppa.com/index.php?option=com_content&view=article&id=174%3Aholding-bank- bumn-lebih-baik-&catid=1%3Alatest-news&lang=in, diakses tanggal 23 November 2009.

176

Detik Finance, ”Pemerintah Minta Penundaan SPP Bank BUMN Selama 2 Tahun”,

http://www.detikfinance.com/read/2010/02/03/141113/1291989/5/pemerintah-minta-penundaan-spp- bank-bumn-selama-2-tahun diakses 23 November 2009.

Bank Danamon, sedangkan Khazanah Berhad adalah PSP pada Bank Niaga dan Bank Lippo. Pemerintah masih membutuhkan keberadaan bank-bank BUMN untuk mendorong implementasi kebijakan nasional, seperti pembangunan infrastruktur dan ketersedian perumahan.177

Permintaan penundaan oleh pemerintah ini sesuai dengan PBI No. 8/16/PBI/2006 tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia. Dalam PBI tersebut Bank Indonesia dapat memberikan perpanjangan waktu penyesuaian struktur kepemilikan jika menurut penilaian Bank Indonesia kompleksitas permasalahan yang tinggi dihadapi bank-bank yang dikendalikannya membuat penyesuaian struktur kepemilikan tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.178

177

PT.PAA (Persero), Loc.cit. 178

Pasal 7 ayat (2) PBI No. 8/16/PBI/2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia

BAB V