• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Konflik dalam Struktur Kepemilikan Bank

STRUKTUR KEPEMILIKAN BANK DI INDONESIA

B. Potensi Konflik dalam Struktur Kepemilikan Bank

Struktur kepemilikan dalam suatu perusahaan dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori. Struktur kepemilikan dapat dikelompokkan dalam kepemilikan terkonsentrasi dan menyebar. Selain itu juga dapat dikelompokkan secara lebih spesifik lagi dalam kategori struktur kepemilikan yang meliputi kepemilikan oleh institusi domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan, dan individual domestik. Struktur kepemilikan yang menyebar luas umumnya hanya terdapat di Amerika Serikat dan Inggris.

79

Ibid, hlm. 121. 80

Di negara-negara maju lainnya dan negara-negara sedang berkembang, umumnya perusahaan masih dikendalikan oleh keluarga. Perusahaan yang dikendalikan oleh keluarga mempunyai struktur yang menyebabkan berkurangnya konflik agensi antara pemegang saham dan kreditur, dimana kreditur menganggap kepemilikan keluarga lebih melindungi kepentingan kreditur. Perusahaan yang dikendalikan keluarga masalah agensinya lebih kecil karena berkurangnya konflik antara principal dan agent.

Konflik kepentingan secara alamiah akan terjadi dalam struktur kepemilikan perusahaan yang terdiri dari dua tipe tersebut, yaitu struktur kepemilikan yang tersebar kepada outside investor atau para pemegang saham publik dan struktur kepemilikan dengan pengendalian (control) pada segelintir pemegang saham saja

(concentrated ownership). Ketika struktur kepemilikan perseroan tersebar kepada outside investor seperti yang terjadi di pasar modal, maka konflik kepentingan yang

muncul adalah benturan kepentingan antara para outside investors dengan pihak direksi yang juga memiliki saham perusahaan bersangkutan.81

Berdasarkan studi Bautista terhadap 2.980 perusahaan publik di sembilan negara Asia Timur, yaitu: Hongkong, Indonesia, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, dan Thailand menunjukkan bahwa lebih dari setengah perusahaan publik yang ada dikontrol oleh keluarga karena tingginya tingkat kepercayaan antara sesama anggota keluarga.Kondisi ini menyebabkan kurangnya keterbukaan dalam

81

Jensen M.C. dan Meckling, ”Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure,” dalam Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Op.Cit. hal. 3.

pengambilan keputusan oleh pengurus perusahaan, karena tidak adanya kebutuhan terhadap hal itu. Akibatnya, outside investor atau pemegang saham minoritas tidak memiliki informasi tentang kondisi perusahaan yang sebenarnya.82

Tersebarnya mayoritas kepemilikan saham kepada outside investors, maka pelaksanaan hak kontrol para pemegang saham tersebut kepada pihak manajemen perusahaan menjadi lemah. Kelemahan tersebut memicu konflik kepentingan antara pihak manajemen dengan para pemegang saham. Pada sisi lain, semua pemegang saham yang tidak dalam posisi pengendali tidak memiliki potensi untuk melakukan pengeksploitasian satu pemegang saham terhadap pemegang saham lainnya. Dapat dikatakan kecil kemungkinan timbulnya konflik kepentingan di antara pemegang saham.

Sebaliknya terkonsentrasinya control terhadap perusahaan pada segelintir pemegang saham, membuat pelaksanaan control terhadap pihak manajemen menjadi lebih mudah dan juga dapat menurunkan potensi konflik kepentingan yang timbul karenanya. Kondisi seperti ini memunculkan konflik kepentingan lain, yaitu antara pemegang saham pengendali dengan outside investors atau pemegang saham publik yang memiliki kedudukan minoritas. Terkonsentrasinya control ini menimbulkan dilema ketika perusahaan mencari pembiayaan di pasar modal. Perusahaan dapat saja menjanjikan dividen yang tinggi kepada outside investors untuk meyakinkan investor untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Secara teoritis cara tersebut memiliki

82

Frank Jurgen Richter dan Pamela C.M. Mar, Recreating Asia, dalam Yunus Husein, Rahasia Bank:Privasi versus Kepentingan Umum,(Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003) hal. 71.

kelemahan. Apabila kondisi perlindungan hukum lemah, maka sangatlah mudah bagi perusahaan dengan insiders yang tidak jujur untuk mencurangi outside investors.

Pada banyak negara, hak atas kepemilikan saham terdiri atas dua bagian. Pertama, pemegang saham mendapatkan hak atas keuntungan (profit) perusahaan berdasarkan persentase saham yang dimilikinya (cash flow rights). Kedua, pemegang saham dapat menggunakan control atas aset-aset perusahaan dengan menggunakan hak suara yang dimilikinya (control rights). Tingkat konsentrasi dari kedua hak tersebut akan mendasari perbedaan atas sistem keuangan ataupun sistem corporate

governance83 yang dianut oleh hampir semua negara, yaitu outsider systems dan insider system.84

Outsiders system dianut oleh negara, seperti Amerika Serikat dan Inggris.

Negara-negara yang menganut outsider systems, struktur kepemilikan dari perusahaannya banyak tersebar (dispersed ownership). Prinsip ”one share one vote (satu saham satu suara)” dijadikan dasar bagi pembentukan perangkat corporate

governance untuk mendistribusikan hak suara (voting rights) diantara para pemegang

saham.

Karakteristik dari outsider system ini dapat diuraikan sebagai berikut:

83

Corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance adalah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). I Nyoman Tjager. F. Antonius Alijoyo, Humphrey R. Djemat, Bambang Soembodo, Corporate Governance-Tantangan dan Kesempatan Bagi Komunitas Bisnis Indonesia, (Jakarta: Prenhalindo, 2004), hal. 3.

84

1. Kepemilikan saham yang tersebar kepada publik, khususnya melalui institusi investor, seperti dana pensiun, investment banking. Institusi investor ini bekerja berdasarkan prinsip diversifikasi portofolio, memiliki satu tujuan yaitu mendapatkan return yang maksimal atas dana yang telah diinvestasikan dalam perusahaan yang bersangkutan;

2. Adanya hukum perusahaan yang melindungi kepentingan pemegang saham perusahaan;

3. Penekanan atas pelaksanaan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal bagi perlindungan pemegang saham minoritas;

4. Ketatnya ketentuan seputar keterbukaan informasi.

Lebih lanjut sistem ini dapat digambarkan sebagai sistem yang mengandalkan

disclosure atau keterbukaan. Regulator di negara-negara tersebut memberikan

kebebasan bagi para investor dalam menghitung besarnya risiko berdasarkan pertimbangan investor bersangkutan, bahkan regulator tersebut kerap kali menerapkan standar keterbukaan yang ketat untuk mencegah kerugian yang dapat merugikan investor tersebut.

Berbeda dengan negara-negara yang menganut insider systems, sistem ini memiliki pola terkonsentrasinya kepemilikan saham pada segelintir pihak atau individu atau keluarga.85 Pihak tersebut memiliki control rights melebihi dari cash

flow rights dalam perusahaan. Sehingga perbedaan antara outsider systems dengan

85

insider systems adalah pada tingkat konsentrasi atas control. Contoh dari negara-

negara ini adalah Jerman, Perancis, dan Italia.

Control perusahaan oleh pihak keluarga juga banyak ditemukan seperti di

negara-negara Asia termasuk Indonesia, bahkan negara yang lebih maju perekonomiannya seperti Swedia dan Italia. Negara juga memiliki peran control yang juga besar dalam perusahaan seperti Indonesia bahkan di negara yang lebih maju seperti Austria. Tidak seperti outsider system yang memiliki aturan begitu ketat seputar keterbukaan, insider system memberikan kemudahan atas pertukaran informasi yang masih belum dibuka untuk publik di antara pihak orang dalam perusahaan. Sama halnya dengan kerahasiaan perbankan dalam hubungan antara bank dengan nasabahnya. Hal tersebut mencerminkan adanya ketergantungan pembiayaan pada industri perbankan dan minimnya peran aktif investor institusional, seperti dana pensiun, manajer investasi, dan perusahaan asuransi. Kebijakan regulator juga cenderung membuat berbagai ketentuan yang bersifat melarang transaksi spekulatif daripada mendorong kualitas keterbukaan.

Perusahaan publik di Indonesia memiliki karakteristik konsentrasi kepemilikan dan pengendalian pada sekelompok keluarga atau grup usaha. Berdasarkan data PDBI misalnya pada tahun 1995, 58% dari 300 perusahaan besar (konglomerat) di Indonesia merupakan perusahaan yang mempunyai afiliasi pada keluarga (family bussiness). Sedangkan dari 52 responden riset IICG terlihat bahwa pemegang saham pengendali (di atas 51%) terdapat di 31 perusahaan (59,8%).

Penyebab tingginya konsentrasi kepemilikan antara lain karena individu maupun negara, kedua-duanya dapat melakukan tindakan untuk melindungi hak milik. Suatu negara yang memiliki kelemahan dalam enforcement terhadap perlindungan hak milik, akan mendorong si pemilik untuk lebih tergantung pada dirinya sendiri daripada bergantung pada peran negara. Struktur kepemilikan yang ada dengan sendirinya akan mempengaruhi sampai sejauh mana kontrak perusahaan dapat dilaksanakan, karena hal tersebut akan mempengaruhi kemampuan dan insentif para pemegang saham dalam mengeksekusi haknya.

Lemahnya penegakan hukum atas perlindungan hak milik pribadi merupakan penyebab utama tingginya konsentrasi kepemilikan saham pada perusahaan- perusahaan di Asia, yang menghadapi kendala berupa lemahnya sistem hukum, penegakan hukum, dan korupsi. Lemahnya perlindungan terhadap hak milik di Asia mendorong dominannya bisnis grup keluarga. Bisnis grup dan pengendalian oleh keluarga merupakan cara yang digunakan untuk melakukan transaksi-transaksi. Penyebab lain munculnya bisnis grup keluarga adalah belum terciptanya faktor-faktor

external market secara baik, seperti pasar keuangan, manegerial, dan faktor-faktor

lainnya. Kecenderungan yang terjadi hanya mengalokasikan sumber daya pada

internal market saja.

Konsentrasi kepemilikan menyebabkan banyak hal seperti lemahnya kontrol perusahaan, karena dominasi tersebut juga terjadi di jajaran direksi dan komisaris; kecenderungan terjadinya conflict of interest antara fungsi kepemilikan dan

pengendalian; rendahnya akuntabilitas dan perhatian terhadap pemegang saham minoritas. Konsentrasi kepemilikan bukan merupakan suatu hal yang dilarang, tetapi dapat mempengaruhi akuntabilitas, transparansi, dan seberapa besar perusahaan dapat mengakomodasi semua kepentingan yang terkait dengan perusahaan.

Adanya konsentrasi kepemilikan pada sekelompok keluarga/grup bisnis menyebabkan kekuatan pengendalian yang besar pada majority shareholder ini yang akhirnya mengakibatkan adanya perbedaan perlakuan antar pemegang saham. Pemegang saham yang umumnya dirugikan dengan kondisi seperti ini adalah pemegang saham minoritas. Lemahnya posisi pemegang saham minoritas ini terkait erat dengan fenomena sentralisasi kepemilikan tersebut.

Sebagai upaya untuk mencari perbandingan dan acuan yang sesuai untuk penerapan di Indonesia dapat dijelaskan beberapa ketentuan dan praktek struktur kepemilikan yang berlaku di negara lain, sebagai berikut:86

1. Pada prinsipnya tidak ada pembatasan perizinan pembukaan bank asing. Bank asing dapat beroperasi sebagai kantor cabang penuh dan atau anak perusahaan, selain kantor perwakilan yang pada dasarnya tidak melakukan kegiatan operasional.

2. Persyaratan permodalan, terutama untuk bank asing, pada masing-masing negara responden maupun di Indonesia berbeda satu dengan yang lainnya.

86

Bank Indonesia, ”Kajian Mengenai Struktur Kepemilikan Bank Di Indonesia”,

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/0A5EA2D0-5D87-488E-A263-

44988C6EE1A0/7825/KajianmengenaiStrukturkepemilikanBank.pdf, diakses tanggal 23 November 2009

Amerika Serikat membedakan pengaturan mengenai persyaratan permodalan. Demikian pula dengan Korea Selatan , jumlah modal minimum yang dipersyaratkan oleh otoritas pengawas untuk bank asing yang beroperasi sebagai kantor cabang berbeda dengan jumlah minimum atas bank asing yang beroperasi sebagai anak perusahaan, sedangkan di Indonesia tidak membedakan jumlah persyaratan modal minimum. Malaysia mengatur bank asing beroperasi sebagai anak perusahaan dengan badan hukum setempat. 3. Pada umumnya otoritas pengawas pada negara responden tidak mewajibkan

bank dalam yurisdiksinya untuk melakukan go public, kecuali di Korea Selatan.

4. Defenisi pemegang saham pengendali pada setiap negara responden tidak sama berkisar antara 10 % sampai dengan 50% khusus di Korea Selatan tidak ada batasan minimum persentase.

5. Negara yang secara tegas mengatur dan menyebutkan pembatasan jumlah kepemilikan saham oleh individu dan non-individu adalah Malaysia. Sementara, di Indonesia pengaturan pembatasan kepemilikan saham hanya untuk kepemilikan oleh pihak asing, baik perorangan dan badan hukum, serta kepemilikan oleh badan hukum Indonesia.

Salah satu penyebab buruknya kondisi perbankan di Indonesia adalah campur tangan pemilik yang berlebihan dalam manajemen bank. Bahkan tidak sedikit pemilik yang merangkap jabatan sebagai pengurus bank. Bank-bank swasta hampir

seluruhnya dimiliki oleh atau merupakan bagian dari konglomerat besar yang bergerak di bidang usaha non bank seperti usaha properti dan usaha manufaktur.87

Adanya struktur kepemilikan seperti itu, maka peran komisaris yang berdasarkan undang-undang bertugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perusahaan menjadi tidak efektif. Kedudukan komisaris diisi oleh pemilik bank atau diangkat sebagai jabatan kehormatan. Hal ini menyebabkan fungsi pengawasan internal bank tidak berjalan dan pengawasan terhadap jalannya perusahaan tersisa pada pengawasan eksternal oleh Bank Indonesia.

Efektivitas pengawasan berkaitan erat dengan pola dan struktur kepemilikan bank.88 Hal ini merupakan sesuatu yang sangat kritis dalam mencapai praktek perbankan yang sehat. Kepemilikan secara mayoritas memungkinkan timbulnya campur tangan pemilik secara berlebihan dalam kepengurusan bank. Fungsi komisaris sebagai pengawas utama dari suatu perseroan menjadi tidak efektif sehingga pengawasan bank tergantung sepenuhnya kepada pengawas bank. Bahkan untuk pengawasan bisnis sehari-hari (day to day business).