• Tidak ada hasil yang ditemukan

Single Presence Policy Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia

KEBIJAKAN KEPEMILIKAN TUNGGAL (SINGLE PRESENCE POLICY) OLEH BANK INDONESIA

B. Single Presence Policy Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia

Pemerintah kini menyadari bahwa perbankan yang sehat tidak hanya ditentukan oleh kondisi internal bank saja, namun juga oleh pengawasan dan pengaturan bank serta kelembagaan yang mendukungnya. Perbankan yang sehat harus diperlakukan sebagai sasaran dalam menyusun strategi dan kebijakan moneter dan dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, serta sebagai sasaran dalam mengatur kestabilan harga dan nilai tukar uang.105

Untuk menghadapi segala perubahan dan tantangan yang bersifat global, perbankan nasional perlu mempersiapkan segala sesuatunya agar memiliki ketahanan yang kuat dalam menghadapi berbegai macam perubahan serta memiliki daya saing yang sehat dan wajar baik di pasar nasional maupun internasional. Kondisi seperti ini mendorong industri perbankan nasional untuk mempunyai adanya suatu kerangka

104

Johannes Ibrahim, Op.Cit. hal.7 105

acuan bagaimana perbankan nasional mampu mengatasi segala perubahan dan tantangan yang ada serta arah yang hendak dicapai di masa yang akan datang.106

Sejak Januari 2004 Bank Indonesia telah memiliki sebuah cetak biru mengenai tatanan industri perbankan ke depan, yaitu Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API adalah sebuah istilah baru di perbankan nasional, tapi sebelum itu dikenal beberapa istilah lain yang mempunyai arti dan tujuan relatif sama, yaitu blueprint perbankan, landsacape perbankan, stratifikasi perbankan, atau pemetaan perbankan nasional. Apabila dibandingkan dengan istilah-istilah tadi, maka istilah API lebih memberi makna dan nuansa yang komprehensif dan luas mengenai tatanan perbankan yang diinginkan untuk masa yang akan datang.107

Laporan Bank Indonesia menyebutkan bahwa API adalah suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan selama lima sampai sepuluh tahun mendatang.108Dimana arah kebijakan API mempunyai visi yaitu mencapai suatu sistem perbankan yang sehat dan kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.

106

Dahlan Siamat, Op.Cit., hal. 125. 107

Keberadaan banking landscape bagi perbankan Indonesia sebenarnya masih dapat diperdebatkan untung ruginya oleh semua pihak. Terutama oleh kalangan perbankan yang harus menyesuaikan diri dengan ketentuan yang sebagian besarnya bersifat mengikat secara hukum (memaksa) . Salah satu argument pokok bagi yang kurang setuju adalah berkenaan dengan dibatasinya “kekuatan pasar” dalam menentukan struktur perbankan yang ideal dan dianggap efisien bagi perekonomian. Awawail Rizky, Nasyith Majidi. Op.Cit., hal. 17.

108

Laporan Bank Indonesia Tahun 2004 dikutip dari Ade Arthesa, Edia Handiman, Op.Cit., hal. 26

Burhanuddin Abdullah mengatakan bahwa API memuat policy direction dalam bentuk program pengembangan perbankan untuk mencapai sesuatu visi dan bentuk industri perbankan nasional, yakni menghasilkan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien yang mampu menciptakan kestabilan sistem keuangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian setiap kebijakan perbankan dalam kurun waktu 10-15 tahun ke depan tidak terlepas dari frame work API.109

Burhanuddin Abdullah juga menyatakan bahwa untuk mempercepat terwujudnya industri perbankan yang sehat, kuat dan efisien, Bank Indonesia telah merumuskan arah kebijakan perbankan yang kiranya akan mengisi dinamika industri perbankan nasional pada beberapa waktu mendatang, yaitu:110 Pertama, akslerasi proses konsolidasi industri perbankan. Melalui kebijakan API, Bank Indonesia telah menetapkan program konsolidasi industri perbankan sebagai salah satu inisiatif pokok yang mengarahkan gerak langkah industri perbankan nasional ke depan. Adapun skenario program konsolidasi bagi penyehatan dan penguatan industri perbankan tersebut terdiri dari:

1) skenario konsolidasi yang bersifat market driven; 2) skenario konsolidasi yang bersifat directives;

3) skenario konsolidasi yang bersifat sebagai kewajiban (heavy handed).

109

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 178

110

Kedua, reorientasi mekanisme dan pola kerja industri perbankan nasional ke depan yang lebih akomodatif terhadap kebutuhan perekonomian nasional. Ketiga, implementasi langkah-langkah penguatan infrastruktur sistem keuangan. Sistem perbankan yang sehat dan efisien membutuhkan keberadaan infrastruktur yang memadai. Keempat, membawa industri perbankan nasional untuk berada pada level of

playing field, dan Kelima, penguatan aspek-aspek prudensial perbankan dan

peningkatan fungsi intermediasi.

API menjadi kebutuhan mendesak bagi perbankan Indonesia dalam rangka memperkuat fundamental industri perbankan. Krisis ekonomi tahun 1997 menunjukkan bahwa industri perbankan nasional belum memiliki kelembagaan perbankan yang kokoh yang didukung dengan infrastruktur untuk dapat mengatasi gejolak internal maupun eksternal. Belum kokohnya fundamental perbankan nasional merupakan tantangan, bukan hanya bagi industri perbankan secara umum, tetapi juga bagi Bank Indonesia sebagai otoritas pengawasnya.

Pentingnya keberadaan API secara kontekstual setidaknya didasarkan atas 3 (tiga) alasan, yaitu:111

Pertama, bank masih merupakan institusi penting bahkan terpenting dalam menyediakan sumber dana untuk dunia usaha. Fungsi financial intermediary bank, yakni kemampuan untuk mengumpulkan dana masyarakat untuk kemudian membiayai pembangunan ekonomi, menyebabkan perbankan menjadi industri penting.

111

Kedua, industri perbankan memiliki potensi risiko yang dapat memicu

instabilitas perekonomian suatu negara bahkan perekonomian global. Potensi resiko ini menjadi lebih besar lagi karena adanya liberalisasi dan globalisasi, yang meningkatkan persaingan serta memicu bertambahnya jumlah, serta kompleksitas produk perbankan. Kondisi ini menuntut kita untuk mampu menyamakan level of

playing field agar setara dengan perbankan di negara lain yang lebih maju. Kita

dituntut berubah, antara lain dengan menyesuaikan features industri perbankan yang ada saat ini dengan best practices, seperti penerapan prinsip dan praktik risk

management, Basel II, perbaikan corporate governance maupun penerapan konsep

anti money laundering. API dalam hal ini memungkinkan dilakukannya perubahan tersebut dalam satu framework yang terencana dan terkelola sehingga tidak menimbulkan guncangan.

Ketiga, API juga menggambarkan upaya Bank Indonesia sebagai otoritas

perbankan untuk lebih transparan dalam kebijakan perbankannya dan merupakan salah satu bentuk dari adanya peningkatan good governance di pihak Bank Indonesia. Adanya API tentu saja akan memudahkan perbankan untuk mengikuti kebijakan perbankan dengan antisipasi yang dapat dilakukan sejak jauh-jauh hari.

Bank Indonesia mengatakan bahwa API dirancang sebagai rekomendasi kebijakan (policy recommendation) bagi industri perbankan nasional dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi di masa mendatang, sekaligus menjadi arah kebijaksanaan (policy direction) yang harus ditempuh oleh perbankan dalam

kurun waktu yang cukup panjang.112 Dengan kata lain, API merupakan suatu

blueprint mengenai tatanan industri perbankan ke depan.113 Isi dokumennya menyangkut hampir semua aspek yang berhubungan dengan perbankan, seperti: kelembagaan, struktur, pengawasan, pengaturan dan lembaga penunjang lainnya.

Perbankan Indonesia diarahkan untuk beroperasi pada skala yang lebih besar. Dengan pangsa aset terhadap keseluruhan sistem keuangan yang melebihi 80%, industri perbankan yang sehat dan kuat sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjamin kesinambungan pembangunan ekonomi nasional, termasuk pencegahan krisis dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Sehubungan dengan hal tersebut, bersesuaian dengan visi yang ditetapkan dalam API, Bank Indonesia menetapkan arah pengembangan struktur perbankan dalam 5-10 tahun ke depan sebagai berikut:114

a. 2 sampai 3 bank yang berpotensi dan mampu beroperasi dalam skala internasional dengan modal di atas Rp 50 triliun.

b. 3 sampai 5 bank umum nasional dengan cakupan usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional, yaitu bank yang memiliki modal antara Rp 10 triliun sampai dengan Rp 50 triliun.

112

Ibid .hal. 18. 113

Perlu diakui bahwa pada dasarnya imlementasi API di Indonesia amat dipengaruhi oleh wacana internasional tentang arsitektur keuangan global yang diprakarsai oleh Bank for International Settlements (BIS). BIS adalah organisasi internasional yang memprakarsai dan memfasilitasi kerjasama anatara bank sentral berbagai Negara ditambah dengan beberapa organisasi keuangan internasional. Wacana arsitektur keuangan global itu sendiri mulai berkembang sejak tahun 1998. Awawail Rizky, Nasyith Majidi. Loc. Cit.

114

c. 30 sampai 50 bank umum yang kegiatan usahanya fokus pada segmen usaha tertentu sesuai kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank, yaitu bank yang memiliki modal antara Rp 100 miliar sampai dengan Rp 10 triliun. d. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan usha terbatas yaitu

bank yang memiliki modal di bawah Rp 100 miliar.

Visi ini akan membuat bank-bank yang ada di Indonesia segera mempersiapkan diri dan mengarahkan banknya sehingga dalam jangka panjang mereka telah memiliki tujuan dan arah yang jelas. Tatanan baru di bidang perbankan ini merupakan rencana yang terpadu dengan program restrukturisasi perbankan maupun white paper penyehatan perbankan nasional pasca krisis.115

Guna mempermudah pencapaian visi API tersebut maka ditetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam 6 (enam) pilar API, yaitu:116

1. Struktur perbankan yang sehat dan mampu mendorong pembangunan ekonomi nasional dan berdaya saing internasional.

Struktur perbankan yang sehat merupakan sasaran utama bagi industri perbankan di negara mana saja termasuk di Indonesia sehingga masalah struktur tersebut menjadi Pilar Pertama dalam API. Dengan adanya struktur perbankan yang sehat, diharapkan kita dapat memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat. Dalam rangka mendukung terwujudnya struktur perbankan yang sehat tersebut, maka

115

Ade Arthesa, Edia Handiman, Op.Cit., hal. 27 116

Bank Indonesia, Arsitektur Perbankan Indonesia, http:///www.bi.go.id.2004 / diakses tanggal 28 November 2009.

langkah yang ditempuh adalah melalui kebijakan konsolidasi yang ditujukan kepada aspek permodalan dan juga pada aspek kepemilikan.

2. Sistem pengaturan yang efektif dan mampu mengantisipasi perkembangan pasar keuangan domestik dan internasional

Mengenai pengaturan perbankan yang penting dan utama adalah ketaatan terhadap pengaturan perbankan yang mengacu kepada standar internasional. Ini berkaitan erat dengan peningkatan daya saing dan ketahanan menghadapi risiko bagi perbankan serta praktik Good Corporate Governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional. Struktur perbankan yang sehat sulit untuk diwujudkan apabila tidak disertai dengan sisitem pengaturan yang efektif. Untuk membangun industri perbankan yang kuat harus disertai dengan pembenahan pada sistem pengaturan perbankan yang telah ada. Berkaitan dengan hal tersebut Bank Indonesia akan memperbaiki proses penyusunan peraturan dan ketentuan perbankan dengan lebih banyak melibatkan para stakeholders perbankan dalam proses penyusunannya sehingga peraturan yang dibuat akan selalu memperhatikan kemampuan stakeholders. Selain itu, best practices ketentuan perbankan yang bersifat internasional yang dikenal dengan 25 Basel Core Principles for Effective

Banking Supervision akan terus diimplementasikan secara bertahap dalam jangka

panjang.

Industri perbankan yang sehat juga perlu didukung dengan pengawasan bank yang independen dan efektif seperti yang tertuang dalam Pilar Ketiga ini. Pengawasan yang independen dan efektif sangat diperlukan baik untuk saat ini maupun jangka panjang sebagai jawaban atas meningkatnya kegiatan usaha maupun kompleksitas risiko yang dihadapi oleh perbankan. Oleh karena itu, Bank Indonesia selaku otoritas pengawas bank akan menyempurnakan sistem pengawasan bank dengan terus mengembangkan metode pengawasan bank yang berbasis pada resiko

(risk-based supervision) serta melakukan konsolidasi organisasi pengawasan bank

yang ada di Bank Indonesia.

4. Penguatan kondisi internal industri perbankan

Terciptanya industri perbankan yang kuat merupakan cita-cita kita semua dan untuk mewujudkannya diperlukan peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan. Peningkatan kualitas manajemen bank diperlukan untuk meningkatkan

Good Corporate Governance dari manajemen bank itu sendiri, sehingga praktik-

praktik perbankan yang tidak sehat (improper behavior) dapat diminimalisir atau dihilangkan. Peningkatan kualitas manajemen bank juga diperlukan untuk memperkecil terjadinya risiko-risiko bank khususnya operational risk yang pada akhir-akhir ini terjadi pada kasus fraud di Bank BNI dan BRI. Selain perlunya kualitas manajemen yang baik, fundamental perbankan kita juga perlu didukung dengan adanya operasional perbankan yang efisien.

Kehadiran infrastruktur pendukung perbankan sangat dibutuhkan untuk menunjang industri perbankan yang kuat. Dari sekian banyak infrastruktur pendukung yang dibutuhkan oleh perbankan, yang merupakan prioritas adalah tersedianya credit bureau yang sangat dibutuhkan oleh perbankan untuk memperbaiki dan mempercepat proses pemberian kredit dari bank kepada debitornya.

117

6. Perlindungan dan pemberdayaan nasabah.

Perlindungan nasabah perbankan merupakan salah satu permasalahan yang sampai saat ini belum mendapatkan tempat yang baik di dalam sistem perbankan nasional. Diangkatnya masalah perlindungan dan pemberdayaan nasabah tersebut dalam API menunjukkan besarnya komitmen Bank Indonesia dan perbankan untuk menempatkan konsumen jasa perbankan dalam posisi yang sejajar dengan bank-bank. Dalam pelaksanaannya perbankan bersama-sama dengan masyarakat akan memiliki beberapa agenda yang bertujuan untuk memperkuat perlindungan konsumen. Agenda tersebut adalah dengan menyusun mekanisme pengaduan nasabah, membentuk lembaga mediasi perbankan, meningkatkan transaparansi informasi produk dan melakukan edukasi produk-produk dan jasa bank kepada masyarakat luas.

117

Credit bureau adalah tersedianya data historis kondisi keuangan calon debitur sehingga dengan adanya credit bureau tersebut bank memiliki kapasitas untuk meningkatkan kualitas kredit sekaligus mengurangi potensi resiko kredit yang akan muncul. Disamping itu, konsep credit bureau tersebut memungkinkan terjadi clearing informasi di antara semua lembaga keuangan bank termasuk BPR maupun lembaga keuangan bukan bank serta perusahaan-perusahaan ritel sehingga seseorang yang pernah memiliki kredit macet di perusahaan leasing akan sulit memperoleh kredit dari suatu bank. Hermansyah, Op.Cit., hal. 188

Pilar-pilar API yang diuraikan di atas memang bersifat fundamental dan diharapkan dapat menjamin tercapainya tujuan yaitu perbankan yang sehat, kuat dan efektif, sehingga mampu mendorong pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional. Salah satu implementasi dari program API khususnya Pilar 1 mengenai Penguatan Struktur Perbankan Nasional dan Pilar 3 mengenai Peningkatan Fungsi Pengawasan adalah pelaksanaan konsolidasi perbankan. Konsolidasi perbankan merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan struktur perbankan yang sehat dan kuat. Dengan konsolidasi diharapkan terjadi peningkatan skala ekonomi sehingga juga dapat meningkatkan efektivitas pengawasan bank. Pelaksanaan kebijakan konsolidasi perbankan ditujukan kepada aspek permodalan dan juga kepada aspek kepemilikan.

Pada aspek permodalan, peningkatan modal bank merupakan salah satu upaya untuk memperkuat sistem perbankan. Melalui permodalan yang kuat, bank dapat mengemban risiko yang tinggi. Itulah sebabnya kecukupan modal tetap merupakan fokus utama regulator dalam menciptakan bank yang sehat dan aman. Modal bank- bank di Indonesia tergolong rendah jika dibandingkan dengan modal bank di negara tetangga padahal bank dikenal sebagai usaha padat modal dan berisiko tinggi. Tidak satupun bank di Indonesia termasuk dalam 200 besar bank tingkat dunia dibandingkan dengan Singapura yang memiliki 3 bank, Thailand memiliki 1 bank, India memiliki 2 bank dan Korea Selatan memiliki 7 bank. Dari 131 bank di

Indonesia hanya 9 bank yang tercatat dalam peringkat 1000 dunia. Bank Mandiri sebagai bank terbesar dari sisi aset hanya menduduki peringkat ke 251 dunia.118

Untuk meningkatkan permodalan bank, Bank Indonesia menetapkan ketentuan agar bank umum meningkatkan modal inti menjadi minimal Rp 80 Milyar pada Desember 2007 dan minimal Rp 100 Milyar pada Desember 2010. Pemenuhan kewajiban modal inti minimum tersebut dapat dilakukan dengan penambahan modal disetor, pertumbuhan laba, merger, konsolidasi atau akuisisi.119 Bank indonesia menegaskan terdapat sanksi bagi bank yang tidak memenuhinya yaitu pembatasan kegiatan usaha dan pengubahan izin usaha bank dari bank umum menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).120 Hal ini sesuai dengan PBI No.7/15/PBI/2005 Tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum yang telah diubah dengan PBI No.9/16/PBI/2007.

Langkah konsolidasi perbankan juga dilakukan dengan penataan struktur kepemilikan bank umum. Dalam rangka mendorong konsolidasi perbankan dan mendukung efektivitas pengawasan bank, khususnya consolidated bank supervision, Bank Indonesia menata kembali struktur kepemilikan bank umum yang dilakukan melalui penerapan kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy.

118

The Bankers, Edisi Juli 2007, dalam Zulkarnain Sitompul, “Merger, Akuisisi dan Konsolidasi …..”,Loc.Cit.

119

Pasal 2A PBI No. 9/16/PBI/2007 tentang Perubahan Atas PBI No. 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum

120