• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip-Prinsip Pengawasan Bank Yang Efektif.

KEBIJAKAN KEPEMILIKAN TUNGGAL (SINGLE PRESENCE POLICY) OLEH BANK INDONESIA

C. Prinsip-Prinsip Pengawasan Bank Yang Efektif.

Arsitektur Perbankan Indonesia mendapatkan pengaruh yang cukup besar dari

The Basel Committee. The Basel Committee didirikan sebagai respon atas kesadaran

yang tumbuh akan perlunya meningkatkan kerja sama internasional antar otoritas pengawasan bank menyusul kegagalan Bankhauss Herstaatt pada tahun 1974, yang dampaknya melebar (spill over) ke bank di Amerika Serikat. The Basel Committee on

Banking Supervision merupakan sebuah komite otoritas perbankan yang dibentuk

oleh Gubernur Bank Sentral negara-negara industri maju yang tergabung dalam

Group of Ten (G-10) pada akhir tahun 1974, dan mengeluarkan Prinsip-Prinsip

Pengawasan Bank Yang Efektif, yang semuanya berjumlah 25 butir.121

Tujuan The Basel Committee adalah melakukan kerjasama dan harmonisasi dalam pengawasan perbankan secara internasional. Dengan adanya harmonisasi standar internasional dalam pengaturan dan pengawasan perbankan, diharapkan dapat memperbaiki iklim dan lingkungan operasi (Operating Environment) bagi bank-bank yang aktif melakukan transaksi internasional di era globalisasi dengan semakin terintegrasinya sistem finansial dunia.

Ada 3 produk kesepakatan The Basel Committee yang relevan untuk kerjasama dan harmonisasi pengaturan dan pengawasan yang relevan untuk

121

The Basel Committee beranggotakan wakil otoritas pengawas perbankan dan bank sentral dari Negara-negara Belgia, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Luxembourg, Belanda, Swedia, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat. Komite ini memiliki sekretariat tetap yang berkantor di Bank for Internasional Settlement (BIS) di Basle. Dalam melaksanakan tugasnya, komite melakukan pertemuan dan berhubungan dengan berbagai otoritas pengawas perbankan di berbagai Negara. Beberapa tahun terakhir komite berupaya meyakinkan semua Negara bagaimana pentingnya memperkuat sistem pengawasan prudensial (prudensial supervision) terhadap sektor perbankan. Dahlan Siamat, Op.Cit, hal. 196.

kerjasama dan harmonisasi pengaturan dan pengawasan bank secara internasional dan menyeluruh dewasa ini, yaitu:122

a. International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards,

Oktober 1988

b. Consultative Document Overview of The New Basel Capital Accord, Januari 2001

c. Core Principles for Effective Banking Supervision, September 1997

Prinsip-prinsip Pengawasan Bank yang Efektif yang disusun oleh The Basel

Committee tahun 1997 terdiri dari 25 butir prinsip. Dari jumlah tersebut dapat

dikelompokkan ke dalam 7 prinsip inti (core principles) pengawasan bank sebagai berikut:123

a. Prinsip Prekondisi Bagi Pengawasan Bank Yang Efektif (Precondition for

Effective Banking Supervision)

Prinsip ini menguraikan bahwa sistem pengawasan bank yang efektif memiliki tanggung jawab dan tujuan yang jelas bagi setiap lembaga atau badan yang melaksanakan pengawasan bank. Masing-masing badan yang terlibat dalam pengawasan perbankan harus memiliki independensi operasional dan kecukupan sumber daya. Kondisi tersebut harus didukung oleh kerangka hukum yang memadai; termasuk didalamnya yang mengatur kewenangan organisasi pengawasan, kekuatan untuk mengatur kepatuhan terhadap ketentuan, dan perlindungan hukum bagi

122

Permadi Gandapradja, Dasar Dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2003), hal 41

123

pengawas. Pengaturan terhadap sharing informasi antara pengawasa dan kerahasiaan informasi juga harus diatur secara jelas.

b. Prinsip Perizinan dan Struktur (Licensing and Structure) Prinsip kedua ini dijabarkan dalam uraian sebagai berikut:

1) Aktifitas perbankan yang diizinkan dan merupakan subyek pengawasan harus didefenisikan secara jelas, selain itu penggunaan kata “bank” harus dikontrol sejauh mungkin.

2) Otoritas perizinan harus memiliki kewenangan untuk menetapkan criteria perizinan dan kewenangan untuk menolak permohonan pendirian yang tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan. Di dalam proses perizinan, setidak- tidaknya wajib meliputi proses penilaian terhadap struktur kepemilikan bank, direktur dan senior management, rencana operasi dan pengendalian internal serta proyeksi kondisi keuangan, termasuk aspek permodalan di mana apabila calon pemilik atau institusi induknya berupa bank asing, maka harus memperoleh izin dari pengawas negara yang bersangkutan.

3) Pengawas harus memiliki kewenangan untuk melakukan penelaahan dan penolakan terhadap rencana pengalihan kepemilikan yang signifikan pada bank kepada pihak lain.

4) Pengawas harus memiliki kewenangan untuk menetapkan kriteria dalam melakukan review terhadap akuisisi atau investasi yang dilakukan suatu bank

serta memastikan pihak terafiliasi tidak menyebabkan bank memiliki resiko yang berlebihan atau menghalangi proses pengawasan.

c. Prinsip Ketentuan Kehati-hatian dan Persyaratan (Prudent Regulation and

Requirements)

Prinsip ketiga ini dijabarkan dalam uraian di bawah ini:

1) Pengawas wajib menetapkan ketentuan kehati-hatian dan persyaratan kecukupan modal minimum bagi seluruh bank. Persyaratan kecukupan modal tersebut harus mencerminkan resiko yang ditanggung oleh bank serta harus mendefinisikan komponen permodalannya. Bagi bank yang telah beroperasi secara internasional, ketentuan tersebut minimal harus sesuai dengan yang ditetapkan dalam Basel Capital Accord dan amandemennya.

2) Bagian penting dalam sistem pengawasan adalah evaluasi terhadap kebijakan, praktik, dan prosedur perbankan yang terkait dengan pemberian kredit dan investasi serta manajemen portofolio kredit dan investasi.

3) Pengawas harus yakin bahwa bank telah memiliki dan mengikuti kebijakan, praktik, dan prosedur yang cukup dalam melakukan evalusi terhadap kualitas asset dan kecukupan provisi kerugian dan pencadangan kerugian kredit.

4) Pengawas harus yakin bahwa bank memiliki sistem informasi manajemen yang memungkinkan manajemen mengidentifikasi konsentrasi portofolio. Pengawas harus menetapkan kebijakan kehati-hatian untuk membatasi

5) Dalam rangka mengantisipasi penyalahgunaan pemberian kredit kepada pihak terkait, pengawas harus memiliki persyaratan. Persyaratan tersebut mengatur bank untuk memberikan kredit kepada pihak terkait dalam rentang pengendalian bank tersebut sehingga memungkinkan penerusan kredit tersebut untuk dimonitor serta diambil tindakan yang tepat untuk mengendalikan resiko.

6) Pengawas harus yakin bahwa bank memiliki kebijakan dan prosedur yang memadai untuk mengidentifikasi, memonitor, dan melakukan kontrol terhadap country risk dan transfer risk dari aktivitas pemberian kredit dan investasi internasional yang dilakukan, serta kemampuan untuk memiliki kecukupan cadangan dalam menghadapi resiko tersebut.

7) Pengawas harus yakin bahwa bank memiliki sistem yang akurat untuk mengukur, memonitor, dan mengontrol resiko pasar. Pengawas harus memiliki kekuatan untuk memberlakukan limit spesifik dan atau specific

capital charge bagi eksposur resiko pasar.

8) Pengawas harus yakin bahwa bank memiliki proses manajemen resiko yang komprehensif untuk mengidentifikasi, mengukur, memonitor, dan mengontrol resiko, termasuk memiliki modal untuk mengantisipasi resiko.

9) Pengawas wajib menetapkan bahwa bank memiliki kecukupan pengendalian internal yang sesuai dengan bidang dan skala bisnisnya. Hal ini meliputi pengaturan yang jelas terhadap pendelegasian wewenang dan tanggung jawab,

pemisahan fungsi-fungsi, seperti penilaian asset dan kewajiban, proses rekonsiliasi, pengamanan asset serta audit internal dan eksternal yang independent dan fungsi kepatuhan untuk menguji kemampuan kontrol terhadap hukum dan ketentuan yang berlaku.

10) Pengawas harus menetapkan bahwa bank memiliki kecukupan kebijakan, praktik, dan prosedur termasuk peraturan “know your customer” yang ketat, yang menjunjung tinggi kode etik dan standar professional di sektor keuangan, serta mencegah pemanfaatan bank baik secara sengaja maupun tidak sengaja oleh praktek kejahatan.

d. Prinsip Metode Pengawasan Perbankan Yang Sedang Berjalan (Methods of on

Going Supervision)

Prinsip ini dijabarkan sebagai berikut:

1) Sistem pengawasan perbankan yang efektif harus meliputi sistem pengawasan

on site dan off site.

2) Pengawas harus secara teratur melakukan kontak dengan manajemen bank guna memahami aktivitas operasi bank secara menyeluruh.

3) Pengawas harus memilikiperangkat untuk mengumpulkan, menelaah, dan menganalisa laporan dan kinerja statistik bank baik secara individu maupun secara konsilidasi.

4) Pengawas harus memiliki perangkat validasi yang independent terhadap informasi pengawasan yang diperoleh baik melalui pemeriksaan on site maupun dengan penggunaan auditor eksternal.

5) Elemen penting dalam pengawasan bank adalah kemampuan pengawasan untuk melakukan pengawasan terhadap kelompok usaha bank secara konsolidasi.

e. Prisip Persyaratan Informasi (Information Requirements)

Prinsip ini menerangkan bahwa pengawas harus yakin bahwa masing-masing bank telah melakukan dokumentasi yang sesuai dengan penerapan kebijakan dan praktik-praktik akuntansi yang konsisten. Dokumentasi tersebut yang memungkinkan pengawas untuk mendapatkan informasi kondisi keuangan bank dan profitabilitas bisnisnya secara benar dan wajar. Pengawas juga harus yakin bahwa bank telah mempublikasikan laporan keuangannya secara teratur yang mencerminkan kondisi bank yang sebenarnya.

f. Prinsip Kewenangan Pengawas (Formal Powers of Supervisors)

Prinsip ini menerangkan bahwa pengawas harus memiliki ukuran pengaturan pengawasan yang memadai untuk melakukan tindakan perbaikan secara cepat pada saat bank gagal untuk memenuhi kebutuhan kehati-hatian (misalnya ketentuan kecukupan modal), pada saat terjadi pelanggaran ketentuan, atau pada saat deposan dalam posisi terancam. Dalam situasi yang ekstrim, pengawas harus memiliki

kemampuan untuk mencabut izin usaha bank atau merekomendasikan pencabutan tersebut.

g. Prinsip Lintas Batas Perbankan (Cross Border Banking) Prinsip ini menjabarkan sebagai berikut:

1) Pengawas harus mempraktikkan pengawasan global secara konsilidasi, melakukan pemantauan yang memadai dan menerapkan norma kehati-hatian yang tepat disegala aspek kegiatan usaha terhadap bank yang beroperasi secara internasional, khususnya terhadap kantor cabang di luar negeri joint

venture dan kantor cabangnya.

2) Komponen utama dari pengawasan secara konsilidasi adalah kerjasama dan pertukaran informasi antar lembaga pengawasan yang terlibat, khususnya otoritas pengawas negara asal.

3) Pengawas wajib menerapkan persyaratan yang sama terhadap kegiatan usaha lokal dari bank asing dengan persyaratan yang diberlakukan bagi institusi domestik. Pengawas juga harus memiliki kemampuan untuk melakukan tukar- menukar informasi yang diperlukan oleh pengawas negara asal bank asing dalam rangka melakukan pengawasan secara konsilidasi.

Prinsip-Prinsip Pengawasan Bank Yang Efektif ini menjadi acuan pengawasan bank di negara-negara anggota G-10 dan diharapkan akan digunakan dan diterapkan pula oleh lembaga-lembaga pengawas perbankan di semua negara dalam melaksanakan wewenangnya sebagai otoritas pengawas di sektor perbankan. Prinsip-

prinsip ini pada dasarnya merupakan standar minimum, oleh karena itu dalam beberapa hal perlu dilakukan penambahan ketentuan-ketentuan lain yang disesuaikan dengan kondisi perbankan termasuk pertimbangan resiko dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan.124 Sesuai dengan tujuan penyusunannya, Prinsip-Prinsip Pengawasan Bank ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai referensi atau acuan dasar dalam melaksanakan pengawasan bank di semua negara tidak hanya di negar- negara anggota Kelompok-10 dan negara-negara yang ikut membahas dan mempersiapkan konsepnya, tapi diharapkan akan menjadi acuan bagi otoritas pengawas perbankan secara internasional.

The Basle Committee meyakini bahwa pengadopsian prinsip-prinsip tersebut

oleh semua negara menjadi langkah penting dalam proses memperbaiki dan meningkatkan stabilitas keuangan baik di dalam negeri masing-masing maupun dunia internasional. Namun percepatan penerapan prinsip-prinsip ini oleh masing-masing negara tentunya akan sangat bervariasi. Di bebarapa negara diperlukan perubahan kerangka hukum dan penyesuaian wewenang otoritas pengawas. Hal ini akan sangat penting karena banyak otoritas pengawas memiliki keterbatasan wewenang untuk menerapkan peraturan-peraturan yang diatur dalam prinsip-prinsip tersebut. Jika hal seperti itu terjadi, The Basle Committee meyakini bahwa sangat esensial bagi setiap negara melakukan perubahan hukum dan peraturan yang memungkinkan implementasi semua aspek dari Prinsip-Prinsip Pengawasan Bank Yang Efektif tersebut.

124

D. Kesehatan Bank

Industri perbankan yang sehat dan berada dalam kondisi stabil berperan mutlak dalam kegiatan atau pembangunan ekonomi dalam pengertian bahwa lembaga keuangan tersebut terutama perbankan diyakini dapat memenuhi seluruh kewajibannya tanpa dukungan atau bantuan pihak luar (eksternal). Suatu negara bisa saja memiliki sistem perbankan yang kuat, dengan perekonomian yang lemah. Tetapi, tidak pernah dalam sejarah menunjukkan bahwa suatu negara dengan sistem perbankan yang lemah menjadikan perekonomiannya kuat.125

Pentingnya kesehatan lembaga keuangan, khususnya perbankan, dalam penciptaan sistem keuangan yang sehat mempunyai beberapa alasan, antara lain:

a) Keunikan karakteristik perbankan yang rentan terhadap serbuan masyarakat yang menarik dana secara besar-besaran (bank runs126) sehingga berpotensi

merugikan deposan dan kreditur bank;

b) Penyebaran kerugian di antara bank-bank sangat cepat melalui contagion

effect sehingga berpotensi menimbulkan system problem;

125

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah…, Op.Cit.,hal. 22. 126

Runs adalah suatu kondisi dimana nasabah-nasabah yang menyimpan uangnya di suatu bank mulai tidak yakin akan kemampuan bank tersebut dalam membayar kewajibannya secara penuh sehingga mereka menarik uangnya. Runs menjadi masalah karena ketika bank mengalami permintaan akan uang yang meningkat, mereka harus menyediakan dana dalam jumlah yang mencukupi. Masalahnya menjadi lebih pelik sebab bank harus mengambil simpanan dananya yang ada di bank sentral atau bank lain. Jika belum mencukupi, hal tersebut harus dipenuhi dengan menjual asetnya dan atau menjual utangnya (yang tentunya dalam harga yang lebih rendah). Dalam keadaan normal, sebagian asset perbankan berbentuk piutang. Pada kondisi dimana bank menghadapi permintaan akan kas dalam jumlah besar dan mendadak, maka kegoncangan pada suatu bank dapat memberikan efek domino pada bank lain melalui hubungan pinjaman antar bank atau lewat kenaikan suku bunga pasar uang antar bank. kondisi ini yang akan menyebabkan insolvensi pada satu atau lebih atau bahkan semua sistem perbankan. HLB Hadori & Rekan, Studi EkonomiBantuan Likuiditas Bank Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, 2002), hal. 32-33.

c) Proses penyelesaian bank-bank bermasalah membutuhkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit;

d) Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sebagai lembaga intermediasi akan menimbulkan tekanan-tekanan dalam sektor keuangan

(financial distress);

e) Ketidaksatabilan sektor keuangan akan berdampak pada kondisi makro ekonomi, khususnya dikaitkan dengan tidak efektifnya transmisi kebijakan moneter. 127

Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas128, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.129 Penilaian kesehatan bank dilakukan oleh Bank Indonesia secara teratur dan diberitahukan kepada bank secara berkala. Sistem penilaian tingkat kesehatan bank telah dimulai sekitar tahun 1970 dengan menggunakan kriteria yang dikembangkan dari asas-asas usaha bank dan perkreditan yang sehat. Dalam periode ini kriteria penilaian tingkat kesehatan tidak hanya didasarkan atas kriteria tradisonal yaitu: aspek likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas,

127

Anwar Nasution, “Masalah-masalah Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia”, disampaikan pada “ Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII”, (Denpasar: Badan Pembinaan Hukum Nasional-Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 14-18 Juli 2003), hlm.5.

128

Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya. 129

Pasal 29 ayat (2) Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan

namun juga telah memasukkan unsur penilaian atas kemampuan modal untuk memikul risiko yang mungkin timbul dari kegiatan usahanya.130

Faktor-faktor yang dapat menurunkan nilai tingkat kesehatan bank menjadi tidak sehat yaitu perselisihan intern, campur tangan pihak di luar manajemen bank,

window dressing131, praktik bank dalam bank, penghentian keikutsertaan kliring,

praktik perbankan lain yang membahayakan kelangsungan bank.

Proses penyehatan dan penguatan perbankan telah ada dirumuskan dalam PAKFEB 1991. kebijakan tersebut mengadopsi ”Prudential Banking” (prinsip kehati-hatian dalam usaha perbankan), yang digunakan sebagai ”Best Practice

Guide” di dunia perbankan internasional. Beberapa ketentuan yang penting adalah

syarat kecukupan modal minimum (CAR), kewajiban penyisihan cadangan risiko, pengetatan klasifikasi likuiditas kredit (kolektabilitas) dan BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit).132

Struktur pasar keuangan (financial markets) yang sehat ditunjang oleh pelaku pasar yang sehat pula akan membentu berbagai langkah stabilitas ekonomi mencapai sasarannya. Oleh karena itu dibutuhkan pelaku pasar keuangan yang mampu menangkap sinyal-sinyal indikatif yang diisyaratkan otoritas perbankan. Sejalan dengan itu Bank Indonesia harus terus berupaya meningkatkan profesionalisme pelaku dalam sektor perbankan agar dapat menciptakan bankir yang tangguh dan

130

HLB Hadori & Rekan, Studi Hukum Bantuan..., Op.Cit., hlm. 49. 131

Window dressing adalah penyajian laporan keuangan yang lebih baik daripada keadaan sesungguhnya. Kamus Keuangan, http://www.perencanakeuangan.com/files/w1.html diakses tanggal 28 November 2009.

132

profesional. Melihat jumlah kantor bank yang semakin bertambah, Bank Indonesia jelas memiliki keterbatasan dalam melakukan pengawasan. Untuk itu Bank Indonesia mengembangkan pola pembinaan dan pengawasan yang mengarah pada industri perbankan yang mampu mengatur sendiri dalam menerapkan pelaksanaan prinsip kehati-hatian.133

Penilaian untuk menentukan kondisi suatu bank , biasanya menggunakan berbagai alat ukur. Ukuran kinerja bank umum yang lebih komprehensif adalah CAMEL, yang mencakup seluruh aspek yang penting dalam evaluasi kesehatan/kinerja bank umum, yaitu: C = Capital Adequacy (tingkat kecukupan modal), A = Assets Quality (kualitas aktiva), M = Management Quality (kualitas manajemen), E = Earnings (kemampuan menghasilkan pendapatan), L = Liquidity (tingkat likuiditas).134 Berikut ini aspek yang dinilai dalam analisis CAMEL, yaitu:135

1. Aspek Permodalan (Capital)

Dalam aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang dimiliki oleh bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modalminimum bank. Penilaian tersebut didasarkan kepada CAR (Capital Adequacy Ratio) yang telah ditetapkan Bank Indonesia.

2. Aspek Kualitas Aset (Assets)

133

Dahlan Siamat, Op.Cit., hal. 70. 134

Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter (Kajian Konstektual Indonesia),(Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), hal. 157.

135

Dalam aspek ini upaya yang dilakukan adalah untuk menilai jenis-jenis asset yang dimiliki oleh bank. Penilaian asset harus sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia dengan memperbandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif diklasifikasikan. Rasio ini dapat dilihat dari neraca yang telah dilaporkan secara berkala kepada Bank Indonesia.

3. Aspek Kualitas Manajemen (Management)

Dalam mengelola kegiatan bank sehari-hari juga dinilai kualitas manajemennya. Kualitas manajemen juga dilihat dari kualitas manusianya dalam bekerja. Kualitas manajemen juga dilihat dari segi pendidikan dan pengalaman dari karyawannya dalam menangani berbagai kasus-kasus yang terjadi. Dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas.

4. Aspek Rentabilitas (Earning)

Merupakan aspek yang digunakan untuk mengukur kemempuan bank dalam meningkatkan keuntungan. Kemampuan ini dilakukan dalam suatu periode. Kegunaan aspek ini juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat di atas standar yang telah ditetapkan.

Suatu bank dapat dikatakan likuid jika bank yang bersangkutan mampu membayar semua utangnya, terutama utang-utang jangka pendek yang ada di bank antara lain adalah simpanan masyarakat seperti simpanan tabungan, deposito, dan giro. Dikatakan likuid apabila pada saat ditagih bank mampu membayar. Kemudian bank juga harus dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai.

Teknik analisa CAMEL yang digunakan untuk penilaian kinerja keuangan bank mengacu pada ketentuan penilaian yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/2/UPPB/Tgl.30/4/1997 jo. SE No. 30/UPPB/Tgl19/03/1998.136 Berdasarkan penjelasan Surat Edaran Bank Indonesia tersebut, penerapan analisis CAMEL dilakukan dengan langkah sebagai berikut:137

1. Melakukan review data laporan keuangan (Neraca dan Laporan Rugi Laba) dengan sistem akuntansi yang berlaku maupun penjelasan lain yang mendukung;

2. Menghitung angka rasio masing-masing aspek CAMEL; 3. Menghitung nilai kotor masing-masing rasio;

4. Menghitung nilai bersih masing-masing rasio dengan jalan mengalikan nilai kotor masing-masing dengan standar bobot masing-masing rasio;

5. Menjumlahkan nilai bersih rasio CAMEL;

136

M. Faisal Abdullah, Manajemen Perbankan (Teknik Analisis Kinerja Keuangan Bank), (Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang, 2005), hal. 129-130

137

Universitas Kristen Petra, http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/2007-32403056-8776- kebangkrutan.pdf diakses tanggal 28 November 2009.

6. Membandingkan hasil penjumlahan keseluruhan rasio CAMEL dengan standar Bank Indonesia.

Asas kehati-hatian (Prudential Banking) pada dasarnya merupakan suatu tolak

ukur pengendalian CAMEL. Dalam prinsip tersebut, hal-hal yang belakangan sering mengemuka seperti Capital Adequacy Ratio (CAR), Cadangan Risiko/Provisi, Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), termasuk cakupan asas kehati-hatian dalam usaha bank.138

138

BAB IV

KEDUDUKAN PEMEGANG SAHAM PENGENDALI DALAM STRUKTUR