• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Single Presence Policy Dan Ruang Lingkupnya

KEBIJAKAN KEPEMILIKAN TUNGGAL (SINGLE PRESENCE POLICY) OLEH BANK INDONESIA

A. Pengertian Single Presence Policy Dan Ruang Lingkupnya

Sebelum membahas tentang Single Presence Policy atau yang disebut dengan Kebijakan Kepemilikan Tunggal, maka sebelumnya haruslah diketahui mengenai kepemilikan bank. Kepemilikan bank merupakan salah satu upaya pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia.97 Kepemilikan bank berkaitan dengan pihak yang menjadi pemilik dari suatu bank termasuk di dalamnya pemilikan saham dari bank yang telah go public, juga persyaratan posisi seseorang atau badan hukum sebagai pemilik bank atau komposisi dari pihak asing dari sebuah bank, serta mekanisme dan prosedur peralihannya. Hal ini berarti kepemilikan ini tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan pendirian bank itu sendiri. Pihak yang menjadi pemilik awal dari sebuah bank pada dasarnya merupakan mereka yang mendirikan bank tersebut.98

Pengaturan komposisi kepemilikan dari suatu bank pada mulanya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992, khususnya pada Pasal 13 dan 14. Ketentuan pasal tersebut mengatur hal-hal sebagai berikut:99

97

Abdul Kadir Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 85.

98

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Op.Cit., hal. 228. 99

a. Suatu badan hukum dapat memiliki saham bank umum sebanyak-banyaknya sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan.

b. Warga Negara Asing dan/atau badan hukum asing dapat membeli saham bank umum yang dijual melalui bursa efek di Indonesia sebanyak-banyaknya 49% dari saham yang dicatatkan pada bursa.

c. Khusus bagi Bank Umum Milik Negara, maksimum saham yang dapat dicatatkan pada bursa efek Indonesia adalah sebesar 49% dari modal disetor. Dalam perkembangannya melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1996, saham bank umum milik negara untuk dicatatkan dalam bursa efek tidak dibatasi sehingga memungkinkan warga negara asing dan/atau badan hukum asing untuk membeli saham bank umum milik negara yang dijual pada bursa sampai dengan 49% dari saham yang dicatatkan pada bursa.

Single Presence Policy (SPP) merupakan kebijakan yang dikenal dengan

Pakto (Paket Kebijakan Oktober) 2006 ini mengingatkan pada Pakto sebelumnya di tahun 1988, yaitu dengan delapan belas tahun yang silam dimana perbankan nasional mempromosikan konsep “liberalisasi”. SPP ini adalah kebijakan yang dikeluarkan sesudah Arsitektur Perbankan Indonesia (API), yaitu Penguatan Struktur Perbankan Nasional dan Peningkatan Fungsi Pengawasan. Kebijakan ini mengharuskan kepada semua pemilik bank khususnya pemegang saham pengendali (PSP) untuk

mengkonsolidasikan kepemilikannya di bank-bank yang ada dalam satu grup usahanya dengan batas waktu hingga tahun 2010.100

Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau SPP yang dikeluarkan Bank Indonesia ini tentunya dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing perbankan nasional dalam mengelola bisnis mereka. SPP dibuat untuk mempercepat konsolidasi perbankan dimana Bank Indonesia mewajibkan satu pemegang saham hanya memiliki satu bank. Jadi pengertian SPP ini sendiri berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia merupakan suatu kondisi dimana suatu pihak hanya menjadi pemegang saham pengendali pada 1 (satu) bank.

PSP itu sendiri mempunyai arti yang terdapat dalam pasal 1 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 yang bunyinya:

“Pemegang saham pengendali adalah badan hukum dan/atau perorangan dan/atau kelompok usaha yang:

a. Memiliki saham bank sebesar 25 % (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan bank dan mempunyai hak suara;

b. Memiliki saham bank kurang 25 % (dua puluh lima perseratus) dari jumlah saham yang dikeluarkan bank dan mempunyai hak suara namun dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian bank baik secara langsung maupun tidak langsung.”

Ketentuan mengenai SPP ini dikecualikan bagi:101

100

Johannes Ibrahim, Penerapan Single Presence Policy dan Dampaknya Bagi Perbankan Nasional, (Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis Vol. 27. No. 2. Tahun 2008), hal. 5.

101

Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia.

1) Pemegang saham pengendali pada 2 (dua) bank yang masing-masing melakukan kegiatan usaha dengan prinsip yang berbeda, yakni secara konvensional dan berdasarkan prinsip syariah.

2) Pemegang saham pengendali pada 2 (dua) bank yang salah satunya merupakan bank campuran.

3) Bank Holding Company, yaitu badan hukum yang dibentuk dan atau dimiliki

oleh pemegang saham pengendali untuk mengkonsolidasikan dan mengendalikan secara langsung seluruh aktivitas bank-bank yang merupakan anak perusahaannya.

Penerapan Kebijakan Kepemilikan Tunggal disini, termasuk kewajiban penyesuaian struktur kepemilikan bagi saham pengendali yang lebih dari satu bank, memberikan pengecualian bagi kantor cabang bank asing dan bank campuran, mengingat Indonesia terikat pada komitmen yang telah diberikan dalam Perjanjian Putaran Uruguay pada forum World Trade Organization (WTO) untuk tetap menghargai kehadiran pihak asing dalam bentuk kantor cabang bank asing dan bank campuran (Joint Venture Bank).102

Demikian juga pengecualian diberikan bagi PSP yang mengendalikan 2 (dua) bank yang masing-masing melakukan kegiatan usaha dengan prinsip yang berbeda, yakni secara konvensional dan berdasarkan prinsip syariah, mengingat berdasarkan

102

Penjelasan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia.

karakteristiknya, kedua jenis bank dimaksud lebih tepat melakukan kegiatan usaha sebagai badan usaha yang terpisah.

Perlu diketahui, sasaran dari Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau SPP ini adalah:103

1) Mempercepat konsolidasi perbankan sesuai program API.

2) Meningkatkan efektivitas pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia.

3) Memudahkan pelaksanaan proses pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK).

Struktur Kepemilikan SPP ini dilakukan dalam jangka waktu paling lama akhir Desember 2010. Berdasarkan permintaan PSP dan bank-bank yang dikendalikannya, Bank Indonesia dapat memberikan perpanjangan jangka waktu penyesuaian struktur kepemilikan apabila menurut penilaian Bank Indonesia kompleksitas permasalahan yang tinggi yang dihadapi PSP dan atau bank-bank yang dikendalikannya menyebabkan penyesuaian struktur kepemilikan tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang diberikan yaitu paling lama akhir Desember 2010 tersebut.

Bank Indonesia di dalam upaya pelaksanaan SPP juga memberikan insentif untuk mendorong terwujudnya konsolidasi perbankan, hal ini tertuang di dalam PBI No. 9/12/PBI/2007 tentang Perubahan Atas PBI No. 8/17/PBI/2006 tentang Insentif Dalam Rangka Konsolidasi Perbankan. Adapun insentif yang diberikan berupa

103

Ryan Kiryanto, Konsolidasi Perbankan Nasional Menuju Best Practices,

http://www.rahmansaleh.files.wordpress.com, diakses tanggal 5 Oktober 2009.

kemudahan dalam pemberian izin menjadi bank devisa, kelonggaran sementara atas kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM), perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang timbul sebagai akibat merger atau konsolidasi, kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang bank, penggantian sebagai biaya konsultan pelaksaan due diligence, dan atau kelonggaran sementara atas pelaksanaan beberapa ketentuan dalam PBI yang mengatur tentang Good Corporate Governance bagi Bank Umum.104