• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegiatan Ekspor Belimbing Dewa di Lokasi Penelitian

Total 15 100,00 15 100,00 30 100,00 Tabel 24 menunjukkan bahwa persentase petani responden terbesar d

5.3 Gambaran Umum Usahatani Belimbing Dewa di Lokasi Penelitian

5.4.3 Kegiatan Ekspor Belimbing Dewa di Lokasi Penelitian

Kegiatan ekspor belimbing di Kota Depok sejauh ini masih dalam bentuk penjajakan ke Arab Saudi dan Singapura. Puskop sendiri pernah mendapatkan tawaran dari Negara Jepang untuk mengekspor belimbingnya, namun Puskop menolaknya mengingat belum adanya kontinuitas belimbing dari para petani serta belum siapnya perlengkapan logistik yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan ekspor seperti mobil kontainer dan lain-lain. Dinas Pertanian Kota Depok juga mengemukakan bahwa saat ini Dinas Pertanian sedang melakukan persiapan untuk membuat SOP Ekspor belimbing dewa Kota Depok. Selama di lokasi penelitian, dirasakan pula bahwa para petani belimbing pun belum memiliki kesiapan penuh. Hal ini terlihat dari sertifikasi kebun yang belum dimiliki petani serta penggunaan pestisida kimia yang masih cukup tinggi (akan memengaruhi kadar residu pada buah belimbing yang akan diekspor). Keterangan dari penyuluh pertanian di Kota Depok, dari 320 orang petani belimbing di Kota Depok baru sekitar 18 orang petani yang mulai menerapkan sistem organik dalam usahatani belimbing yang dijalankannya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh di lokasi penelitian, dapat disimpulkan kegiatan Ekspor belimbing dewa di Kota Depok sejauh ini masih belum berjalan. Namun, ke depannya seluruh stakeholders agribisnis belimbing dewa di Kota Depok (petani, pemerintah, koperasi, pengusaha dan lain-lain) berharap dapat melakukan kegiatan tersebut. Oleh karena itu, saat ini seluruh stakeholders masih dalam masa persiapan dan pembenahan diri. Penelitian ini pun diharapkan dapat membantu persiapan kegiatan ekspor tersebut dengan menunjukkan gambaran mengenai dayasaing belimbing dewa di Kota Depok. Sehingga kita dapat mengetahui sejauh mana tingkat dayasaing belimbing dewa di Kota Depok, mampukah bersaing jika dilakukan kegiatan ekspor serta mengetahui apakah kebijakan pemerintah selama ini telah memberikan dukungan atau justru menghambat dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok.

93 5.5 Kebijakan Pemerintah terhadap Komoditas Belimbing Dewa di Kota

Depok

Perkembangan dan pembangunan agribisnis belimbing dewa di Kota Depok tidak terlepas dari sentuhan peran pemerintah. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah diindikasi dapat memengaruhi kondisi dayasaing komoditas belimbing dewa di Kota Depok. Kebijakan pemerintah yang diindikasi dapat memengaruhi kondisi dayasaing sistem komoditas belimbing dewa di Kota Depok, di antaranya adalah sebagai berikut :

a) Intervensi Pemerintah Daerah Kota Depok

Sebelum diluncurkannya program belimbing sebagai icon Kota Depok, pemerintah daerah Kota Depok telah lama melakukan persiapan agar belimbing dapat menjadi icon kota. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 2007 dalam upaya mempersiapkan belimbing sebagai icon kota adalah memfasilitasi pembuatan Standard Operational Procedure (SOP) dan Good Agriculture Practice (GAP) belimbing dewa Depok serta melakukan pembinaan dan pelatihan kepada petani dalam menerapkan SOP dan GAP tersebut guna mendorong peningkatan produktivitas dan kualitas belimbing yang dihasilkan oleh petani, melakukan pengembangan pasar dan pemasaran belimbing dengan mendukung dan memfasilitasi pendirian Pusat Koperasi Pemasaran Buah dan Olahan Belimbing Dewa Depok (Puskop) serta membantu pengembangan industri olahan belimbing dalam rangka meningkatkan nilai tambah yaitu dengan melakukan pelatihan-pelatihan mengenai produk-produk turunan (pengolahan) dari belimbing kepada masyarakat serta memfasilitasi pendirian pabrik pengolahan belimbing.

Pemerintah Kota Depok secara resmi mengumumkan bahwa belimbing ditetapkan menjadi icon Kota Depok pada tanggal 21 Juli 2009. Pencanangan tersebut dilakukan bertepatan pada diselenggarakannya Peringatan Hari Krida Pertanian ke-37 Tingkat Provinsi Jawa Barat, dimana Kota Depok menjadi tuan rumah pada saat itu. Dalam perjalanannya, pemerintah Kota Depok juga telah memberikan insentif input produksi kepada para petani belimbing di Kota Depok berupa pemberian bibit tanaman belimbing dewa, pupuk, pestisida, pembungkus buah belimbing, pompa air serta menyalurkan dana bantuan program Peningkatan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) yang dikelola oleh kelompok tani.

94 b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241/PMK.011/2010

Pada tanggal 22 Desember 2010, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.241/PMK.011/2010 yang menjadi dasar kebijakan kenaikan bea masuk atas impor barang. PMK No.241/PMK.011/2010 merupakan perubahan keempat dari PMK Nomor 110/2006 tentang penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor. Perubahan ini terjadi dalam rangka melaksanakan program harmonisasi tarif bea masuk Indonesia tahun 2005-2010 sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 591/KMK.010/2004 tentang program harmonisasi Tarif bea masuk 2005-2010 untuk produk-produk pertanian, perikanan, pertambangan, farmasi, keramik, dan besi baja.

Berdasarkan peraturan tersebut, produk bahan baku yang diimpor seperti pupuk dan obat-obatan mengalami kenaikan bea masuk (pajak impor) sehingga akan berdampak terhadap naiknya harga pupuk dan obat-obatan. Adanya peningkatan harga pupuk dan obat-obatan akan meningkatkan biaya produksi pengusahaan belimbing dewa di Kota Depok, yang akhirnya akan memengaruhi tingkat keuntungan yang diperoleh petani.

c) Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2007

Produk primer pertanian yang merupakan kebutuhan pokok seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam bukan merupakan Barang Kena Pajak (non BKP) sehingga tidak pernah dan tidak akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Produk primer pertanian selain itu termasuk dalam pengertian Barang Kena Pajak (BKP) yang atas penyerahan dan atau impornya terutang PPN. Apabila produk primer pertanian seperti buah-buahan tidak dikenakan PPN maka atas impor produk yang sama juga tidak dapat dikenakan PPN. Hal ini sesuai dengan aturan internasional, dalam hal suatu negara tidak mengenakan PPN atas suatu komoditas, maka ketentuan tersebut harus diberlakukan sama terhadap komoditas dalam negeri maupun impornya. Menurut pemerintah kondisi seperti itu akan melemahkan dayasaing produk primer pertanian dalam negeri, karena atas produk primer pertanian yang diimpor tidak dikenakan PPN, sedangkan produk primer pertanian dalam negeri masih terdapat unsur PPN yaitu yang dibayar pada saat membeli pupuk dan atau peralatan pertanian.

95 Dengan demikian, input-input produksi yang dibutuhkan dalam pengusahaan belimbing dewa di Kota Depok seperti peralatan pertanian, pupuk dan obat-obatan yang digunakan oleh petani diindikasi terkena PPN. Hal tersebut akan berdampak pada harga-harga input produksi ditingkat petani menjadi lebih tinggi dari kondisi tanpa adanya kebijakan tersebut (pada saat kondisi pasar persaingan sempurna atau tanpa adanya intervensi pemerintah maupun distorsi pasar). Hal ini akan menyebabkan biaya produksi menjadi lebih tinggi dan akan memengaruhi tingkat keuntungan yang diterima petani.

96 VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN

PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA