• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEKERASAN FISIK DAN BERBAGAI PRAKTIK BERBAHAYA LAINNYA

Berbagai bentuk kekerasan meningkat selama situasi kemanusiaan. Keluarga dan berbagai sumber perlindungan lainnya seringkali berada di bawah tekanan besar dan melemahnya lingkungan yang memberikan perlindungan di sekitar anak-anak dapat meningkatkan kejadian anggota keluarga atau anggota masyarakat melakukan kekerasan terhadap anak, membuat anak-anak semakin berisiko mengalami kekerasan dalam rumah tangga, perlakuan salah secara fisik dan seksual, serta hukuman fisik.

Keluarga mungkin juga menggunakan praktik-praktik berbahaya sebagai mekanisme pertahanan diri (coping) setelah situasi darurat. Contohnya, mereka mungkin mengatur pernikahan anaknya dengan tujuan mencukupi kebutuhan mereka atau meningkatkan situasi ekonomi keluarga. Berbagai praktik berbahaya semacam ini adalah bentuk kekerasan dan perlakuan salah. Terutama selama konflik, anak-anak dapat mengalami kekerasan luar biasa, seperti pembunuhan, tindakan yang mengakibatkan disabilitas, siksaan dan penculikan.

KESIAPSIAGAAN

• Advokasi di tingkat nasional untuk memasukkan strategi pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak sebagai subjek penting yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan program dan penyusunan panduan-panduan terkait penanggulangan bencana;

• melalui konsultasi bersama anak-anak dan orang dewasa, cari tahu bagaimana pandangan keluarga, pemimpin masyarakat dan mitra pemerintah terhadap

Aksi kunci

ST

AND

AR 8

STANDAR

Anak perempuan dan anak laki-laki dilindungi dari kekerasan fisik dan praktik berbahaya lainnya, dan penyintas memiliki akses terhadap penanganan yang sesuai dengan usia dan budaya.

• petakan praktik-praktik berbahaya yang mungkin meningkat selama situasi darurat, termasuk yang mungkin digunakan sebagai mekanisme pertahanan diri keluarga;

• bangun atau perkuat keberadaan kelompok pekerja perlindungan anak dengan berbagai latar belakang, aparat penegak hukum dan penyedia layanan kesehatan, dan latih mereka tentang strategi pencegahan sekaligus penanganan yang sesuai untuk jenis kelamin dan kelompok usia anak ketika berurusan dengan kekerasan dan praktik-praktik berbahaya terhadap anak; • petakan penyedia layanan penanganan yang efektif dan sesuai untuk anak,

identifikasi kesenjangan dan kembangkan strategi untuk mengatasinya; • latih para guru, orang tua dan tokoh masyarakat dalam strategi yang sesuai

dengan kondisi lokal, untuk mencegah bentuk-bentuk umum kekerasan – seperti disiplin positif, mediasi masyarakat, atau intervensi dari pemimpin agama; pastikan mereka juga dilatih mengenai cara merespon dan merujuk kasus-kasus tertentu;

• siapkan materi dan media kampanye tentang pencegahan kekerasan terhadap anak yang sederhana dan mudah dimengerti untuk anak, orangtua, dan masyarakat dalam konteks situasi darurat;

• bangun berdasarkan berbagai proses yang sudah ada, kembangkan sistem rujukan yang ramah anak diantara berbagai penyedia layanan; dan • sebarkan informasi mengenai sistem rujukan dengan cara yang mudah

dimengerti oleh mereka yang bekerja dengan anak-anak.

RESPONS

• Identifikasi pola kekerasan terhadap anak yang terjadi atau mungkin terjadi di masyarakat yang terdampak situasi darurat;

• bangun kesadaran tentang gejala tekanan psikososial pada anak-anak maupun orang dewasa, dan tentang strategi untuk mengatasinya tanpa kekerasan (lihat Standar 10);

• libatkan anak dan tokoh masyarakat dalam menciptakan dan menyampaikan pesan-pesan peningkatan kesadaran mengenai kekerasan fisik dan praktik-praktik berbahaya. Sertakan informasi mengenai risiko, konsekuensi dan layanan dukungan (lihat Standar 3);

• gunakan berbagai contoh konsekuensi praktik-praktik berbahaya untuk meningkatkan kesadaran, memfasilitasi diskusi, dan mencari jalan untuk merangsang komitmen bersama dalam rangka mengakhiri praktik-praktik ini; • sediakan perawatan multisektor yang sesuai untuk berbagai usia anak dan

jenis kelamin untuk anak yang telah menjadi korban kekerasan fisik dan praktik-praktik berbahaya, serta untuk keluarga mereka (termasuk dukungan psikososial, dukungan medis, reintegrasi, kesempatan pelatihan keterampilan, bantuan tunai, pendampingan hukum, dll.);

ST

AND

yang efisien di antara berbagai penyedia layanan yang melakukan penanganan. • identifikasi dan rujuk anak yang mungkin terpapar kekerasan fisik dan

praktik-praktik berbahaya;

• bangun sistem untuk memonitor situasi anak perempuan dan anak laki-laki yang mungkin menghadapi risiko kekerasan - termasuk penelantaran. Termasuk juga, misalnya, anak-anak yang ada di lembaga pengasuhan, anak dengan disabilitas, anak yang terpisah dari keluarga, anak jalanan, atau anak yang sebelumnya terlibat dengan angkatan bersenjata atau kelompok bersenjata;

• dukung pendirian ruang ramah anak dan tempat kegiatan masyarakat yang aman dan secara khusus upayakan untuk memastikan semua ruang ini aman dan menghindarkan anak dari kekerasan; dan

• pastikan semua pekerja perlindungan anak atau pekerja kemanusiaan lain yang akan melakukan kontak dengan anak-anak telah menandatangani kode etik yang melarang kekerasan terhadap anak, dan telah dilatih mengenai disiplin positif (lihat Standar 2).

Pengukuran

INDIKATOR HASIL (OUTCOME) OUTCOMETARGET CATATAN

1. Strategi untuk mencegah dan menangani kekerasan fisik dan praktik-praktik berbahaya terhadap anak dimasukkan ke dalam program respons situasi darurat Ya

(1) “Strategi” dan “dimasukkan” harus

dijelaskan di dalam konteks 2. Persentase kelompok masyarakat yang telah menerapkan

respons ramah anak bagi penyintas kekerasan fisik dan

praktik-praktik berbahaya 80%

INDIKATOR AKSI TARGET AKSI

3. Jumlah kampanye dilakukan di tingkat masyarakat dengan pesan utama mengenai kekerasan fisik dan praktik-praktik berbahaya

Minimal 1 per lokasi/ kelompok masyarakat 4. Persentase proposal proyek perlindungan anak yang

menyertakan informasi mengenai kecenderungan perilaku masyarakat sasaran terhadap kekerasan fisik dan praktik-praktik berbahaya terhadap anak

100% 5. Persentase anak-anak yang telah menerima dukungan

penanganan dari tim multidisiplin. 20% 6. Persentase orang tua dan pengasuh di kelompok

masyarakat yang diberikan informasi mengenai

pengasuhan anak tanpa kekerasan 70%

ST

AND

1. Norma-norma sosial:

• Norma sosial adalah ketentuan-ketentuan yang ada di suatu masyarakat yang mengatur bagaimana orang harus berperilaku di dalam konteks tertentu. • di dalam banyak konteks, praktik-praktik berbahaya adalah norma sosial. Banyak bentuk kekerasan yang mungkin didukung norma sosial, seperti “hak” orang tua untuk memukul anak-anak mereka. Beberapa norma ini adalah bagian dari warisan budaya.

• situasi darurat dapat menyediakan kesempatan untuk mendiskusikan norma-norma sosial yang menimbulkan kekerasan, terutama jika kekerasan dialami selama masa krisis dan ada keinginan kuat untuk mempromosikan penyelesaian konflik dan perselisihan secara damai.

• cara sederhana untuk mengetahui apakah sebuah praktik berbahaya terhadap anak termasuk norma sosial adalah dengan menanyakan:

apakah semua orang melakukan praktik yang sama terhadap anaknya? jika ya, apakah mereka percaya bahwa anaknya berpikir bahwa mereka memang harus terlibat atau menerima praktik-praktik berbahaya atau kekerasan fisik itu?

jika ya, maka tingkah laku itu memang disepakati bersama, sehingga memang merupakan sebuah norma sosial.

2. Asesmen:

• Kajian perlu dilakukan untuk mengetahui faktor yang mendorong dan motivasi di balik kekerasan fisik dan praktik-praktik berbahaya terhadap anak. • aktivitias ini juga harus mengkaji berbagai perubahan pada peran dan tugas

anak-anak setelah krisis, akses mereka ke layanan, dan bagaimana kondisi ini membuat mereka lebih terpapar kepada kekerasan.

• pengkajian harus mencakup anak-anak dengan berbagai jenis kelamin, usia, dan disabilitas, dan juga pemetaan sistem layanan dan rujukan (lihat juga Standar 4).

3. Mengumpulkan informasi:

• Mengumpulkan dan melaporkan informasi mengenai kekerasan fisik dan praktik-praktik berbahaya harus dilakukan sejalan dengan ketentuan hukum, dan jika ada dengan sistem manajemen informasi perlindungan anak yang dibangun dalam mekanisme kerjasama antar lembaga.

Catatan panduan

ST

AND

• ketika mempersiapkan sistem monitoring perlindungan anak atau melakukan asesmen awal, pertimbangkan untuk mengumpulkan informasi yang ada mengenai:

risiko yang berhubungan dengan kekerasan bagi anak perempuan dan anak laki-laki

risiko khusus untuk anak perempuan dan anak laki-laki dengan disabilitas risiko khusus untuk anak laki-laki dan risiko khusus untuk anak perempuan risiko khusus untuk remaja perempuan dan remaja laki-laki

tempat yang paling berisiko bagi anak perempuan dan anak laki-laki, orang yang dianggap berbahaya bagi anak perempuan dan anak laki-laki kapasitas anak perempuan dan anak laki-laki untuk menghadapi beragam

risiko ini

mekanisme pencegahan dan penanganan yang telah tersedia

layanan dukungan dan program kesehatan, psikososial, penegakan hukum, dan bantuan hukum lain apa yang sudah ada untuk korban, dan ke mana anak perempuan dan anak laki-laki dapat mencari bantuan. 4. Kesadaran:

• Orang tua dan pengasuh adalah pihak yang paling penting dalam melindungi anak dari kekerasan fisik dan praktik-praktik berbahaya, serta mempromosikan kesejahteraan psikososial mereka.

• kesadaran dan pemahaman masyarakat, keluarga, dan anak mengenai kekerasan adalah sebuah titik awal yang penting untuk melibatkan mereka di dalam berbagai aktivitas pencegahan dan penanganan.

• sangatlah penting untuk meningkatan kesadaran mengenai macam-macam gejala tekanan psikososial baik pada anak maupun dewasa, dan strategi untuk mengatasinya tanpa kekerasan (lihat Standar 3 dan 10).

5. Aktivitas masyarakat:

• Perkuat mekanisme perlindungan yang ada di masyarakat dan usahakan untuk tidak merusaknya. Kegiatan yang umumnya bisa dilakukan antara lain seperti mendukung komite perlindungan anak atau komite pengawas yang dibentuk masyarakat.

• dorong diskusi dan dialog yang mengarah pada komitmen bersama yang jelas untuk melindungi baik anak laki-laki maupun anak perempuan dari kekerasan. Semua komitmen ini harus dibuat secara bersama, dan terbuka untuk umum serta dipublikasikan, sehingga calon pelaku kekerasan dapat melihat bahwa akan ada perlawanan dan konsekuensi yang serius dari tindakannya.

• melibatkan anak laki-laki, anak perempuan, dan kaum muda sebagai pemimpin dalam perancangan dan pelaksanaan program pencegahan kekerasan akan membangun kepercayaan diri mereka, dan memberi mereka perasaan

ST

AND

6. Wawancara:

• Seorang anak penyintas kekerasan yang berulang kali diwawancarai atau diperiksa cenderung mengalami bahaya lebih lanjut. Hal ini juga mungkin menempatkan anak dalam risiko yang lebih besar jika rahasianya tersebar. • harus ada kesepakatan di antara penyedia layanan penanganan kasus-kasus

kekerasan terhadap anak yang menekankan pentingnya penerapan prinsip-prinsip panduan, pengendalian penyebaran informasi yang menjamin kerahasiaan, persetujuan dari penyintas setelah mendapat penjelasan, dan pengormatan terhadap harapan, hak, dan martabat penyintas (lihat Standar 5).

7. Gender:

• Gender akan mempengaruhi jenis dan tingkat risiko anak terhadap kekerasan fisik dan praktik-praktik berbahaya.

• anak laki-laki akan lebih berada dalam risiko kekerasan di masyarakat jika mereka terlibat dalam perilaku berisiko. Memburuknya fungsi pengawasan dan pengasuhan orangtua dan masyarakat selama masa krisis, membuat anak laki-laki, terutama usia remaja, semakin rentan menjadi korban atau pelaku kenakalan dan kekerasan.

• anak perempuan mungkin akan mengalami risiko lebih tinggi dari kekerasan dan eksploitasi seksual, serta praktik-praktik berbahaya tertentu seperti perkawinan anak atau pernikahan paksa, atau praktik-praktik lain yang berhubungan dengan kehormatan.

8. Kesempatan pengembangan program:

Program-program yang dimulai selama situasi darurat adalah sebuah kesempatan untuk memperkuat sistem perlindungan anak untuk jangka panjang, sekaligus untuk meningkatkan kesadaran dan mempersiapkan adanya peraturan sosial baru mengenai isu-isu sensitif seperti kekerasan terhadap anak. Semuanya harus dibangun di atas sistem perlindungan anak yang sudah tersedia, dan harus mempertimbangkan norma dan perilaku budaya dan sosial saat ini.

ST

AND

Referensi

• IRC, OHCHR, Save the Children, Terre des Hommes, UNHCR, Unicef (2009). Action for the Rights of Children

• NGO Advisory Council for Follow-Up to the UN Study on Violence Against Children (2011). Five Years On: A Global Update on

Violence Against Children

Pinheiro P.S./ United Nations Secretary-General’s Study on Violence against Children (2006). World Report on Violence Against Children UNICEF (2010). Child Disciplinary Practices at Home: Evidence

from a Range of Low- and Middle-Income Countries

• Convention on the Rights of the Child (1989)

• International Covenant of the Civil and Political Rights (1966) • Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination

against Women (1979)

• Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

ST

AND

STANDAR 9