• Tidak ada hasil yang ditemukan

KURANG BERFUNGS

4. Kelembagaan Kemasyarakatan RT, RW dan Dukuh

Dahulu di desa Morodemak, kehidupan sosial masyarakat sangat solid. gotong royongnya masih kuat, misalnya ada warga yang akan mendirikan rumah, semua warga sambatan membantu. Membuat jaring, rumpon atau bagan di tengah laut mereka semua sambatan. Sekarang semua harus dengan upah, sampai mendorong perahu yang akan melaut pun harus memberi upah. Ada lagi kebiasaan yang hilang, yaitu pencing. Biasanya nelayan pulang dari melaut medapatkan hasil tangkapan banyak, maka sebagiannya diberikan kepada kaum kerabat yang tidak mampu sebagai sedekah. Kebiasaan pencing ini sakarang sudah tidak pernah terdengar lagi.

Tiap RT dan RW masing-masing mempunyai kelompok pengajian manakib

dan perjanjen yang mengadakan masyarakat sendiri. Perkumpulan RT bagi warga melalui jamaah-jamaah pengajian manakib, perjanjen, yasinan, tiap hari malam jumat. Ada juga jamaah Mustaghfiri, yang memiliki kegiatan bila ada keluarga warga yang meninggal didoakan dan ditahlili selama tiga hari tidak dipungut biaya. Untuk pertemuan warga yang membahas pembangunan seperti yang ada di kota itu tidak ada.

Kelembagaan Keagamaan

Pola hubungan kelembagaan masyarakat nelayan Desa Morodemak yang paling baik adalah kehidupan keagamaannya, antara masyarakat dan para kyai memiliki hubungan yang baik. Buktinya kalau ada perselisihan antar warga, akan

dapat diselesaikan dengan cepat oleh kyai disini. Antar sesama kyai pun rukun. Contoh lain, pembangunan masjid Morodemak itu hasil murni masyarakat nelayan kecil Morodemak, bukan dari orang kaya. Dana yang dikumpulkan dari 2% uang hasil penangkapan ikan yang dipungut dari kapal-kapal nelayan. Kalau saat panen hasil tangkapan ikan baik, seminggu bisa terkumpul uang Rp 10 – 15 juta. Pembangunan masjid samapai sekarang sudah menelan biaya hampir Rp 1 milyar. Panitia pembangunan masjid yang membentuk nelayan sendiri.

Masyarakat nelayan Desa Morodemak kalau dimintai untuk pembangunan fasilitas keagamaan sangat bersemangat, namun jika dimintai untuk pembangunan fasilitas umum kurang. Sebenarnya para kyai dalam memberikan himbauan menyumbangkan harta pada masalah yang sudah jelas untuk akhirat, yaitu pembangunan masjid. Padahal fasilitas jalan desa itu juga sangat penting, sehingga yang berkembang di masyarakat, bahwa fasilitas umum itu tanggung jawab pemerintah untuk membangun.

Ada kecenderungan di Desa Morodemak, bahwa masyarakat Desa Morodemak jika diminta partisipasinya untuk hal-hal keagamaan mereka bersemangat, namun jika diminta untuk pembangunan sarana dan prasarana desa, mereka tidak mau. Hal itu disebabkan dalam memahami agama, mereka kurang memiliki wawasan yang luas. Kegiatan keagamaannya itu hanya dipahami sebagai ritual rutinitas saja dan tokoh agama hanya menekankan cara ibadah yang baik, amalan-amalan akhirat, dan amal jariyah untuk keagamaan saja. Mereka belum menekankan bahwa urusan dunia pun kalau diniatkan untuk ibadah bisa bernialai ibadah. Sehingga ketika diminta rapat pertemuan untuk membuat jalan, drainase, kebersihan, perbaikan lingkungan, itu sulit minta ampun. Pembangunan masjid di Desa Morodemak sangat megah dengan biaya yang besar ratusan juta rupiah. Panitia pembangunan masjidnya pun tidak memikirkan bayaran, mereka juga berniat ibadah.

Kegiatan keagamaan yang baik didukung dengan perkembangan ekonomi yang baik. Selain pengajian, sholat dan kegiatan agama rajin juga perlu diimbangi dengan peningkatan ketrampilan dan pendidikan. Agar pandangan dan wawasan mereka semakin luas dan tidak kolot (dalam artian negatif).

Kehidupan kelembagaan keagamaan masyarakat nelayan Desa Morodemak sebetulnya sudah bagus dan berpotensi mengembangkan kemampuan swadaya masyarakat. Masyarakat nelayan memiliki perhatian yang sangat tinggi terhadap kegiatan keagamaan, seperti: Pembangunan masjid, hampir setiap hari ada

pertemuan pengajian, dan perhatian terhadap pendidikan agama anak-anak mereka. Namun hal itu tidak diiringi dengan pemahaman yang lebih luas, sehingga kelembagaan keagamaan yang mereka kembangkan belum dapat berfungsi dengan baik dalam usaha mengentaskan mereka dari kemiskinan.

Kelembagaan Pendidikan

Kondisi pendidikan di desa Morodemak timbul dan tenggelam, karena kesulitan dana. Hal ini disebabkan oleh pendapatan nelayan yang sifatnya musiman dan tidak menentu. Dulu sistem pendidikan yang ada di Desa Morodemak adalah pondok pesantren, belum ada pendidikan formal. Para orang tua memiliki pemikiran, kalau belum bisa menyekolahkan pondok pesantren itu kurang hebat. Oleh karena itu pondok pesantren lokal di desa ini kurang direspon oleh masyarakat. Sekarang masyarakat sudah mulai tumbuh kesadarannya untuk menyekolahkan anak- anaknya.

Kondisi pendidikan anak-anak nelayan desa Morodemak sudah lebih baik dibandingkan 5-10 tahun lalu. Sekarang dengan adanya MTs yang dirintis oleh tokoh-tokoh pendidikan desa Morodemak, banyak anak-anak nelayan yang lulus MTs (setingkat SLTP). Dahulu jarang sekali anak-anak yang lulus SLTP, bahkan lulus SD pun sudah bagus, karena selain ketidakmampuan membiaya sekolah juga sekolahnya sangat jauh sekali. Mengenai pendidikan anak-anak nelayan, selain sekolah umum juga mengikuti pendidikan diniyah (keagamaan).

Di Desa Morodemak ini ada yang namanya Program Kelompok Kerja Madrasah Diniyah (KKMD), itu merupakan program pengembangan pelajaran informal keagamaan, sekarang telah berkembang hampir di seluruh Kabupaten Demak. Di Kecamatan Bonang sendiri sudah ada sekitar 20 Madrasah diniyah yang telah mengikuti Program tersebut. Pada program tersebut anak-anak usia TK sudah mulai belajar Al-Quran dan ada juga program menghafal Al-Quran, sehingga tidak heran di Desa Morodemak sendiri ada sekitar 60 orang putra-putri hafal Al-Quran.

Anak-anak nelayan Desa Morodemak seusia SD, umumnya disekolahkan di MI (Madrasah Ibtidaiyah setingkat SD). Sebagai perbandingan, siswa MI di Morodemak berjumlah 740-an siswa, sedangkan siswa SD hanya 200-an siswa. Padahal SD sudah ada lebih dulu daripada MI. Belum lagi kalau diluar jam sekolah MI, mereka mengikuti pelajaran diniyah. Ketika seusia SLTP, dimasukkan ke MTs (Madrasah Tsanawiyah setingkat SLTP), karena memang di desa Morodemak tidak ada SLTP. Dilihat dari fasilitas gedung sekolah, bangunan sekolah MI dan MTs serta

sekolah Diniyah lebih bagus dibandingkan dengan bangunan SD. MTs Sunan Barmawi berdirinya pada tahun 1984. Sebelum adanya MTs ini, dahulu di Desa Morodemak ada sekolah keagamaan Mualimin dan Mualimat.

Hanya saja ada yang patut disayangkan. Kondisi siswa MTs, kalau sudah kelas 2, mereka banyak yang tidak meneruskan sampai lulus MTs. Begitu naik kelas 3, mereka mendapat pengaruh dari teman-temannya. Biasanya antara siswa kelas 2 dan kelas 3 itu sudah terjalin persahabatan. Ketika kelas 3 sudah lulus, sebagian mereka ada yang melanjutkan ke Madrasah Aliyah. Namun kebanyakan bekerja sebagai nelayan membantu orang tuanya mencari pendapatan. Ini yang mempengarahui siswa kelas 2 yang naik kelas 3, sehingga mereka ikut-ikutan melaut dan tidak melanjutkan sekolah sampai lulus MTs. Bahkan ada juga yang sudah mendaftar untuk ujian kelulusan MTs, kurang beberapa bulan saja tidak dilanjutkan. Mereka lebih memilih bekerja, karena kadang orang tuanya yang mengajak melaut. Perkembangan pendidikan anak-anak nelayan kecil memprihatinkan. Banyak diantara mereka, orang tuanya tidak mampu membayar uang sekolah. Akhirnya pendidikan anaknya terlantar.

Perhatian orang tua terhadap anak dalam masalah menerima pelajaran di sekolah masih kurang, karena waktu untuk memperhatikan perkembangan sekolah anak-anaknya tidak ada. Malam hari bapak-bapak nelayan itu menangkap ikan, pulangnya lelah. Ibunya mencari penghasilan tambahan dan tidak sempat memperhatikan perkembangan pelajaran anak di sekolah. Anaknya sendiri, mereka selain sekolah di MTs juga sibuk mengikuti pelajaran diniyah. Anak-anak nelayan disini umumnya memiliki kegiatan kalau habis sholat subuh mengaji Al Quran, setelah itu mandi dan sarapan lalu pergi sekolah formal MTs. Setelah selesai sekolah, makan siang dan sholat Dhuhur serta istirahat sebentar, kemudian berangkat sekolah diniyah sampai menjelang maghrib. Jadi praktis di rumah, mereka tidak ada waktu untuk mengulang pelajaran, sehingga pelajaran sekolah banyak yang lupa, karena tidak diulang di rumah. Anak-anak nelayan yang sekolah diluar Desa Morodemak justru memiliki nilai yang tinggi, sementara yang sekolah disini nilainya jelek.

Pendidikan yang berkembang di Desa Morodemak adalah pendidikan seperti madrasah. Sekolah Dasar Negeri yang umum justru tidak berkembang. Contohnya, jika diundang rapat pembangunan fasilitas pendidikan BP3, di SD umum wali murid tidak banyak yang datang, tetapi kalau di madrasah banyak wali murid yang datang,

sehingga bangunan madrasah jauh lebih megah daripada bangunan SD Negeri yang umum.

Tingkat pendidikan untuk anak nelayan di desa ini, sebanyak 3.325 anak atau 58,97% berpendidikan tidak sekolah, belum tamat SD, tidak tamat SD dan hanya lulusan SD. Lulusan SLTP sebanyak 571 anak atau 10,13% dan lulusan SLTA sebanyak 149 anak atau 2,64%, sedangkan lulusan akademik dan PT hanya 38 orang atau 0,67%, sehingga tidak mengherankan kondisi sumberdaya manusianya relatif sangat rendah.

Faktor tingkat pendidkan yang relatif rendah dan faktor kesulitan ekonomi juga berpengaruh terhadap munculnya konflik. Masyarakat miskin itu, karena tingkat pendidikan dan ketrampilan mereka yang relatif rendah, sehingga ada keterbatasan lapangan kerja yang bisa menyerap mereka. Untuk memberdayakan mereka perlu adanya BLK untuk pembekalan dan melatih mereka ketrapilan yang bekerjasama dengan perusahaan yang siap memakai tenaga mereka.

Sebetulnya di Desa Morodemak itu banyak yang sarjana, kurang lebih yang masih ada di Desa sekitar 60-an orang sarjana dan sarjana muda, yang lainnya pada cari pekerjaan diluar desa Morodemak karena hidup di desa kurang menjanjikan dan kurang prospek untuk masa depan. Terbatasnya lapangan pekerjaan, membuat mereka banyak yang nganggur. Kadang mereka banyak yang keluar desa untuk mencari alternatif pekerjaan. Ada yang sarjana tidak berhasil bekerja di luar desa Morodemak, ketika pulang justru menjadi anak buah kapal., padahal yang menjadi juru mudinya hanya lulusan SD. Ini yang membuat kecewa orang tua, sudah disekolahkan tinggi-tinggi, pulang-pulang jadi anak buah kapal yang statusnya lebih rendah dari pada juru mudi yang hanya lulusan SD.

Kelembagaan pendidikan yang bersifat untuk peningkatan ketrampilan dan pengembangan perekonomian belum ada, sehingga kelembagaan pendidikan yang berkembang belum dapat berfungsi untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat nelayan.

Kelembagaan Ekonomi

Di Desa Morodemak yang paling lambat perkembangan kelembagaannya adalah kelembagaan ekonomi. Buktinya, trasi, krupuk udang dan krupuk tengiri yang paling enak adalah di desa ini. Namun karena tidak bisa membuat tampilan kemasan, sehingga kalah bersaing. Tidak adanya jaringan pemasaran yang baik, membuat sulit memasarkannya, sehingga yang dibutuhkan oleh warga disini adalah

bimbingan dan pelatihan ketrampilan pengolahan hasil tangkapan ikan dan sistem manajemen pemasarannya serta bantuan modal usaha.

Masyarakat desa ini perlu diberi pelatihan ketrampilan pengolahan hasil tangkapan ikan, perintisan industri rumah tangga, pengelolaan manajemen dan pemasaran untuk peningkatan ekonomi. Kebanyakan anak muda disini setelah lulus MTs, mereka nganggur (tidak kerja), karena tidak ada alternatif pekerjaan lain, mereka akhirnya jadi nelayan. Sedangkan yang istri dan anak perempuan mereka nganggur total di rumah. Seorang anak nelayan yang sudah terjun menjadi nelayan, pikirannya mati. Hanya melaut, datang dari melaut tidur, nanti melaut lagi, begitu seterusnya, pikirannya (wawasannya) tidak berkembang. Kendala yang di masyarakat Desa Morodemak adalah rata-rata SDM-nya itu kurang. Masyarakat Desa Morodemak perkembangan ekonominya sangat tergantung dengan hasil tangkapan di laut. Di desa ini tidak ada pabrik (industri).

Di desa Morodemak ini perekonomian hanya mengandalkan laut, sehingga kurang berkembang. Contohnya, kalau hasil melaut sepi pada seperti musim paceklik ini, maka pasar Gebang (pasar kecamatan) juga ikut sepi. Pada saat hasil tangkapan ikan banyak, nelayan banyak yang membelanjakan uangnya ke pasar Gebang, sehingga pasar gebang ikut ramai dari penjual pakaian, makanan, perabot rumah tangga dan lain-lain ikut memeriahkan pasar.