• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masyarakat Desa Morodemak 100% beragama Islam, sehingga struktur sosial masyarakatnya didominasi oleh nilai-nilai keagamaan. Kondisi masyarakat Desa Morodemak yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, dimanfaatkan oleh para juru kampanye untuk mencapai tujuan dan kepentingan partai politik mereka. Peran tokoh agama sangat berpengaruh dalam struktur sosial politik di Desa Morodemak. Berawal dari kepentingan politik masa orde baru berkuasa, terjadilah konflik antar tokoh masyarakat (aparat desa) yang pro-“kuning” dengan tokoh agama yang “hijau”, sehingga hubungan antara tokoh aparat desa dan tokoh agama kurang baik. Hal ini berimbas pada masyarakat, mereka lebih percaya dan menghormati tokoh agama daripada tokoh aparat desa yang mereka anggap pro-“kuning”. Peran tokoh agama memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk norma dan perilaku masyarakat yang mementingkan nilai-nilai keagamaan saja untuk melanggengkan kepentingan politik mereka, sehingga yang muncul dalam pandangan masyarakat, bahwa aparat desa dan semua program pembangunan sarana dan prasarana desa adalah tanggung jawab pemerintah yang mendukung GOLKAR.

Secara struktur, runtuhnya pemerintahan orde baru dengan sebab reformasi telah meninggalkan tiga jenis kemiskinan di Desa Morodemak, yaitu (1) kemiskinan keterbatasan sarana dan prasarana desa;(2) kemiskinan kultural berupa norma dan perilaku masyarakat yang hanya mementingkan agama;(3) Kemiskinan struktural berupa lemahnya keswadayaan kelembagaan masyarakat.

Kemiskinan merupakan suatu keadaan ketidakberdayaan memanfaatkan potensi tenaga, mental maupun fisiknya untuk memelihara diri sesuai dengan taraf kehidupan yang berlaku disekitarnya (Soekanto, 2002:365). Kompleksitas permasalahan kemiskinan dan keterbelakangan yang disebabkan oleh faktor natural (alami), faktor struktural maupun faktor kultural telah mendominasi karakteristik masyarakat nelayan, sehingga tingkat kesejahteraan menurun dan potensi kemampuan untuk mengembangkan diri secara swadaya terhambat.

Bermacam-macam program pembangunan telah digulirkan oleh pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan yang melilit kehidupan nelayan, mulai dari IDT (Inpres Desa Tertnggal), PEMP (Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir), P3EMDN (Program Pengembangan Ekonomi Masyarakat Desa Nelayan) dan PPK (Program Pengambangan Kecamatan). Victor P.H. Nikijuluw (2001:32) menambahkan keseluruhan program dan pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nelayan dan mengentaskan mereka dari kemiskinan , seperti: motorisasi armada perikanan, pengembangan kelompok usaha bersama, rehabilitasi lingkungan, pengembangan koperasi perikanan, Protekan 2003 dan lain- lainnya, diibaratkan seperti membuang garam di laut. Hasilnya tidak pernah membekas dan tidak pula berdampak sesuai dengan yang diinginkan.

Ketidakberhasilan program pembangunan yang telah digulirkan oleh pemerintah selama ini kurang memperhatikan kebutuhan yang semestinya dipenuhi, yaitu melibatkan masyarakat pesisir dalam pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan suatu hal yang sangat penting, agar muncul dalam hati masyarakat sikap benar-benar merasa memiliki dan memelihara hasil-hasil pembangunan.

Hambatan pertama yang dialami untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat adalah belum dipahaminya makna sebenarnya dari konsep partisipasi masyarakat dalam pembangunan oleh pihak perencana, pelaksana dan penentu kebijakan. Definisi partisipasi masyarakat yang berkembang di kalangan perencana, pelaksana dan penentu kebijakan adalah masyarakat harus ikut berpartisipasi untuk mendukung secara mutlak program-program pembangunan yang telah dirancang dan ditentukan tujuannya oleh pemerintah. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dikesankan oleh mereka sebagai usaha memobilisasi masyarakat untuk mendukung program pembangunan yang mereka inginkan (Sutrisno, 1995:207-208). Masyarakat tidak merasa dilibatkan dan tidak merasa memiliki program pembangunan tersebut, sehingga masyarakat enggan untuk ikut

berpartisipasi, apalagi berkorban dengan suka rela untuk pembangunan. Akibatnya program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, banyak yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, sehingga menjadi tidak terpakai dan percuma. Seharusnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan mempunyai pengertian bahwa masyarakat bersama-sama pemerintah dibantu oleh swasta, perguruan tinggi dan LSM dalam merencanakan, malaksanakan dan membiayai pembangunan.

Hambatan kedua yang menyebabkan lemahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah berkembangnya norma ditengah masyarakat yang kurang mendukung terhadap program pembangunan. Kecenderungan munculnya pola pikiran yang berkembang ditengah masyarakat, bahwa pemerintah sebagai

badan amal yang setiap tahun datang membantu dengan gratis dan cuma-cuma. Jika ada program bantuan dana pengembangan yang seharusnya bergulir dari masyarakat yang satu dengan yang lain, ternyata program tersebut seringnya macet

dan tidak jelas kelanjutannya. Adanya norma tertentu yang berkembang ditengah masyarakat, sehingga masyarakat merasa enggan untuk berpartisipasi dalam pembangunan.

Lemahnya partisipasi masyarakat dalam sistem kelembagaan swadaya menyebabkan sistem kelembagaan swadaya masyarakat nelayan tidak berfungsi dengan baik. Tidak berfungsinya sistem kelembagaan swadaya masyarakat, menyebabkan masyarakat nelayan belum mampu memperbaiki kehidupan sosial dan ekonomi mereka. Tidak berkembangnya keswadayaan masyarakat nelayan mengakibatkan mereka tetap terbelit dalam kemiskinan.

Untuk itu diusulkan suatu bentuk sistem kelembagaan swadaya berkelanjutan masyarakat nelayan di Desa Morodemak, agar mereka mau ikut berpartisipasi. Langkah-langkah strategis perlu dirumuskan untuk pengembangan bentuk sistem kelembagaan swadaya masyarakat nelayan, sehingga mampu melindungi dan memperjuangkan aspirasi mereka secara berkelanjutan dalam pembangunan.

Secara diagramatis kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Secara sosiologis, sebab-sebab timbulnya problem tersebut (kemiskinan-red) adalah karena salah satu lembaga kemasyarakatan tidak berfungsi dengan baik, yaitu lembaga kemasyarakatan di bidang ekonomi. Kepincangan tersebut akan menjalar ke bidang-bidang lainnya, misalnya pada kehidupan keluarga yang tertimpa kemiskinan tersebut (Soekanto, 2002:366)

Gambar 2 Diagram Alur Berpikir Faktor Natural Faktor Struktural Faktor Kultural Rezim Orba “Kuning” Tokoh Agama “Hijau” Historis Struktur Sosial Politik KEMISKINAN Sarana dan Prasarana Desa tidak diperhatikan pemerintah

Norma dan perilaku masyarakat yang hanya

mementingkan agama

Program Pemerintah Pengentasan Kemiskinan Program pembangunan

bersifat top down dan kurang memahami

konsep partisipasi masyarakat dalam pembangunan

Norma dan perilaku masyarakat yang terkesan kurang mendukung program pembanguanan Lemahnya Partisipasi Masyarakat

Tidak Berfungsinya Sistem Kelembagaan Swadaya Masyarakat

KEMISKINAN

Usulan Bentuk Sistem Kelembagaan Swadaya Mayarakat Nelayan Desa

Morodemak

Strategi Pengembangan Sistem Kelembagaan Swadaya SISTEM KELEMBAGAAN SWADAYA BERKELANJUTAN SEBAGAI MEDIA

PARTISIPASI MASYARAKAT NELAYAN DESA MORODEMAK

DALAM PEMBANGUNAN konflik

Kurangnya sarana dan aktivitas alih teknologi, ilmu pengetahuan dan

ketrampilan

Norma dan perilaku masyarakat yang apatis terhadap Pembangunan Fasilitas Umum Desa

Kelembagaan Keluarga Kelembagaan Agama Kelembagaan Pendidikan Kelembagaan Ekonomi Pol Kelembagaan Hukum Lemahnya Keswadayaan