• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM PEMBANGUNAN DAN NORMA MASYARAKAT YANG MENGHAMBAT PARTISIPAS

8. Perilaku Tokoh yang tidak memberi Keteladanan

Pemerintah memberikan dana bantuan pinjaman yang harus diangsur oleh masyarakat tanpa jaminan pada Program Pengembangan Kecamatan (PPK), namun masyarakat mengira itu adalah bantuan rutin tahunan pemerintah yang tidak perlu untuk dikembalikan. Seharusnya pemerintah dalam memberikan pinjaman modal meminta jaminan. Apalagi tidak ada sanksi hukumnya apabila ada yang melanggar. Masyarakat kalau bulan ini tidak ditagih, maka dapat dipastikan bulan depan tidak akan membayar. Bahkan ada seorang tokoh masyarakat, ketika ditagih tidak mau membayar. Ini dijadikan alasan warga lain juga tidak mau membayar. Hal ini menunjukkan, bahwa perilaku yang kurang baik dari tokoh masyarakat nelayan yang dicontoh oleh masyarakat. Akhirnya menjadi kebiasaan bagi masyarakat. Mereka beranggapan, bahwa semua dana bantuan yang diberikan pemerintah melalui program pembangunan merupakan bantuan pemerintah yang tidak perlu dikembalikan (gratis) tiap tahun pasti ada dana bantuan gratis tersebut.

Mengubah pola pikir yang dimiliki masyarakat ini memerlukan proses dan waktu yang panjang dan penuh kesabaran dalam membimbing secara terus menerus serta membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Diibaratkan mereka itu seperti bayi yang baru lahir, harus kita bimbing untuk belajar berdiri, berjalan dan akhirnya dapat berlari kencang sendiri dengan penuh kesabaran dan jangan terlalu cepat dilepaskan begitu saja sebelum mereka mampu berdiri sendiri. Yang jadi masalah adalah apakah mereka mau atau tidak dibimbing, diarahkan dan dibina untuk menjadi baik. Peran sistem kelembagaan keluarga, pendidikan, agama, dan

penegakan hukum sangat besar dalam usaha mengubah pola pikir masyarakat yang sudah sulit diperbaiki.

Lemahnya Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan

Banyaknya program bantuan pemerintah berupa pengentasan kemiskinan di Desa Morodemak, ternyata belum mampu membuahkan hasil sesuai dengan yang diinginkan, yaitu mengentaskan kemiskinan masyarakat nelayan di Desa Morodemak. Margono Slamet (2003:7) menyatakan, bahwa keberhasilan program pembangunan itu ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan usaha kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan dengan mengakomodasi aspirasi, nilai budaya dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan.

Namun partisipasi masyarakat dalam pembangunan masih dipahami oleh pemerintah sebagai dukungan mutlak yang harus diberikan oleh masyarakat terhadap program pembangunan yang dirancang, direncanakan dan ditentukan tujuannya oleh pemerintah, sehingga masyarakat hanya menerima asal jadi berupa paket bantuan dari pemerintah secara instan. Akhirnya yang terjadi adalah mobilisasi masyarakat untuk mendukung pelaksanaan program pembangunan, sehingga masyarakat tidak merasa memiliki hasil pembangunan. Hal ini menyebabkan lemahnya keinginan masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan.

Kemauan masyarakat untuk melestarikan dan mengembangkan program pembangunan tidak ada. Begitu program pembangunan selesai, setelah itu tidak ada kelanjutannya. Sebetulnya bila pemerintah dapat melibatkan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan keberlanjutan program pembangunan, maka akan lebih efektif dan tidak mengeluarkan biaya yang terlalu mahal, karena masyarakat sendirilah yang akan memelihara dan menjaganya secara berkelanjutan.

Masyarakat nelayan di Desa Morodemak belum dapat merasakan hasil pembangunan di desanya secara penuh. Pembangunan di desa Morodemak belum mendapatkan dukungan dari masyarakat setempat, dikarenakan dua hal yang

“Sesungguhnya ALLAH tidak akan mengubah nasib/keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’du (13): 11))

mendasari, yaitu program pembangunan yang terkesan dipaksakan dari pemerintah dan norma perilaku masyarakat nelayan sendiri yang kurang mendukung dalam proses pembangunan.

Gambaran lemahnya partisipasi masyarakat Desa Morodemak, jika mereka diundang untuk mengadakan rapat atau diskusi, mereka biasanya pasti menanyakan: “apakah ada uang transportnya atau uang saku?” Itu sudah berlangsung sejak lama. Mereka berfikiran, setiap hari kalau mereka bekerja paling tidak minimum mendapatkan uang Rp 20.000,- maka kalau dia diundang rapat atau pertemuan dan otomatis tidak bekerja, harusnya yang mengundang rapat itu memberi gantinya. Kalau didatangi untuk diwawancarai, mereka pasti menanyakan: “saya mau dikasih apa, kok ditanya-tanyai?” Mereka kalau diundang rapat atau musyawarah untuk sosialisasi atau penjelasan, mereka beralasan kalau datang ke balai desa untuk rapat atau musyawarah dan tidak ada apa-apanya (uang), lebih baik kerja akan dapat uang sehingga kalau tidak dikasih uang mereka tidak mau datang. Tetapi anehnya, kalau mereka diajak untuk acara pengajian atau pengumuman kerja bakti pembangunan masjid lewat pengeras suara, mereka banyak yang datang.

Partisipasi masyarakat untuk pembangunan sarana dan prasarana desa seperti jalan, jembatan, selokan, tempat sampah dan air bersih, mereka tidak mau memberika sumbangan dana atau tenaga. Alasan mereka, lebih baik uang disedekahkan ke masjid daripada untuk pembangunan desa. Pembangunan desa menurut mereka itu adalah tanggung jawab pemerintah untuk membangunnya dengan bantuan tiap tahun yang ada. Untuk program-program pembangunan pemerintah, masyarakat desa Morodemak tidak mau membantu baik dana maupun tenaga untuk gotong royong. Pernah kejadian, sewaktu pembangunan gedung MI yang sebagian dananya disubsidi pemerintah, setelah mereka tahu kalau pemerintah juga ikut mensubsidi, masyarakat justru tidak mau membantu dana

Partispasi masyarakat kurang mendukung program pembangunan itu dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu (1) secara kultur turun temurun masyarakat memiliki pandangan yang keliru, karena ditanamkan kepada mereka, bahwa yang namanya sedekah dan bernilai pahala itu hanyalah menyumbang masjid, madrasah dan kegiatan yang bersifat keagamaan saja; (2) Secara struktur, banyak kebijakan pemerintah berupa program-program pembangunan yang tidak berpihak kepada mereka. Kebanyakan program pemerintah hanya berpihak pada orang-orang tertentu dikalangan mereka, sehingga praktek di lapangan justru tidak menyentuh dengan apa yang mereka butuhkan. Dua faktor itulah yang saya kira menyebabkan masyarakat disini kurang berpartisipasi dalam program pembangunan (008/28-WCR-FDK/93/3/PAR)

maupun tenaga. Alasan mereka itu adalah tanggung jawab pemerintah. Padahal MI itu swasta.