• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELEMBAGAAN

Dalam dokumen Laporan Akhir Studio TKP 2015 pdf (Halaman 67-75)

BAB II KAJIAN TEORI DAN REGULASI

II.2. REGULASI DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN

II.2.6. KELEMBAGAAN

Aspek kelembagaan dalam hal ini berkaitan dengan tugas, kewenangan, dan fungsi Pemerintah Daerah dijelaskan dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini, mengatur pemerintah daerah dimana merupakan pengganti Undang-Undang No.32 Tahun 2004. Jika dibandingkan dengan Undang-Undang sebelumnya yang mengatur Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dan Desa, Undang-Undang ini lebih fokus mengatur tentang pemerintah daerah yang terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Berikut ini adalah penjabaran lebih lanjut mengenai UU No.23 Tahun 2014.

Kondisi geografis yang sangat luas, menjadikan pemerintah harus cerdas dalam mewujudkan efektifitas dan efisiensi pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota, Presiden sebagai penanggung jawab akhir pemerintahan secara keseluruhan melimpahkan kewenangannya kepada Gubernur untuk bertindak atas nama pemerintah pusat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan Kepada Daerah Kabupaten/Kota agar melaksanakan otonominya dalam koridor norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Oleh karena perannya sebagai wakil pemerintah pusat maka hubungan Gubernur dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersifat

hierarkis. Hal ini sesuai dengan pasal 91 Undang-Undang No.23 Tahun 2014 dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota dan tugas pembantuan oleh daerah kabupaten/kota, Presiden dibantu oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mempunyai tugas:

a. Mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah kabupaten/kota.

b. Melakukan monitoring, evaluasi, dan supervisi terhadap penyelenggaraan Pemerintah Kabupaten/kota yang ada di wilayahnya.

c. Memberdayakan dan memfasilitasi daerah kabupaten/kota di wilayahnya.

d. Melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda Kabupaten/kota tentang RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjwaban pelaksanaan APBD, tata ruang daerah, pajak daerah dan retribusi daerah.

e. Melakukan pengawasan terhadap Perda kabupaten/kota

f. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, dalam menjalankan tugasnya terdapat beberapa kewenangan Gubernur salah satunya adalah: Pembatalan Perda Provinsi yang dapat dilakukan oleh Presiden melalui menteri, sementara pembatalan Perda kabupaten/kota dapat dilakukan oleh Gubernur. Agar Perda dapat terinventarisasi secara baik maka dibuat kode register perda dimana untuk perda provinsi akan mendapatkannya dari menteri sementara Perda kabupaten/kota akan mendapatkan register tersebut dari Gubernur.

Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, pasal 9 menyatakan bahwa urusan pemerintah terdiri atas tiga jenis yaitu urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan konkuren merupakan urusan pemerintah pusat, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Urusan konkuren inilah yang kemudian menjadi dasar dari pelaksanaan otonomi daerah. Selanjutnya pada Pasal 11 disebutkan bahwa urusan konkuren ini menjadi kewenangan daerah yang terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan wajib diuraikan menjadi urusan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Urusan pemerintah wajib tersebut meliputi:

a. Pendidikan b. Kesehatan

c. Pekerjaan umum dan penataan ruang d. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman

e. Ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat f. Sosial

a. Tenaga kerja

b. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak c. Pangan

d. Pertanahan e. Lingkungan hidup

f. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil g. Pemberdayaan masyarakat dan desa

h. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana i. Perhubungan

j. Komunikasi dan informatika

k. Koperasi, usaha kecil dan menengah l. Penanaman modal

m.Kepemudaan dan olah raga n. Statistik

o. Persandian p. Kebudayaan q. Perpustakaan, dan r. Kearsipan

Kemudian pada pasal 13 disebutkan bahwa pembagian urusan pemerintahan konkuren ini dilakukan salah satunya atas kepentingan strategis nasional. Berikut ini akan dijelaskan beberapa perbedaan urusan berdasarkan kewenangannya, meliputi:

a. Urusan pemerintah yang lokasinya lintas daerah provinsi atau lintas negara b. Urusan pemerintah yang penggunaannya lintas daerah provinsi atau lintas negara

c. Urusan pemerintah yang manfaat atau dampak negatif lintas daerah provinsi atau lintas negara

d. Urusan pemerintah yang penggunaan sumber dayanya lebih efisen apabila dilakukan oleh pemerintah pusat

e. Urusan pemerintah yang peranannya strategis bagi kepentingan nasional. Adapun urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi adalah:

a. Urusan pemerintahan yang lokasinya lintas daerah kabupaten/kota b. Urusan pemerintahan yang penggunaannya lintas daerah kabupaten/kota

c. Urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah kabupaten / kota d. Urusan pemerintahan yang penggunaannya sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan

oleh daerah provinsi.

Sedangkan untuk urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota meliputi: a. Urusan pemerintahan yang lokasinya dalam daerah kabupaten/kota

c. Urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam daerah kabupaten/kota

d. Urusan pemerintah yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh daerah kabupaten/kota.

Setiap daerah sesuai karakter daerahnya akan mempunyai prioritas yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Ini merupakan pendekatan yang bersifat asimetris artinya walaupun daerah sama-sama diberikan otonomi yang seluas-luasnya, namun prioritas urusan pemerintahan yang dikerjakan akan berbeda satu daerah dengan daerah lainnya. Konsekuensi logis dari pendekatan asimetris tersebut adalah bahwa daerah akan mempunyai prioritas urusan pemerintahan dan kelembagaan yang berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan karakter daerah dan kebutuhan masyarakatnya. Besaran organisasi perangkat daerah baik untuk mengakomodasikan urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan paling sedikit mempertimbangkan faktor jumlah penduduk, luasan wilayah, beban kerja, dan kemampuan keuangan daerah. Untuk mengakomodasi variasi beban kerja setiap urusan pemerintahan yang berbeda-beda pada setiap daerah, maka besaran organisasi perangkat daerah juga tidak sama antara satu daerah dengan derah lainnya. Dari argumen tersebut dibentuk tipelogi dinas atau badan daerah sesuai dengan besarannya agar terbentuk perangkat daerah yang efektif dan efisien.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah (pasal 208) yang terdiri dari sekretaris daerah, sekretaris DPRD, inspektorat, dinas dan badan. Selain itu dalam memaksimalkan fungsinya pemerintah daerah dibantu oleh skup yang lebih kecil seperti camat. Hal ini sesuai dengan pasal 221 ayat 1 menyatakan bahwa daerah kabupaten/kota membentuk kecamatan dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan. Kecamatan ini kemudian pada pasal 223 dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu:

a. Kecamatan tipe A yang dibentuk untuk Kecamatan dengan beban kerja yang besar b. Kecamatan tipe B yang dibentuk untuk kecamatan dngna beban kerja yang kecil. Camat-camat tersbut pada pasal 225 camat memiliki tugas sebagai berikut:

a. menyelenggaraan urusan pemerintahan umum

b. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat

c. mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum d. mengoordinasikan penerapan dan penegakan Perda dan Perkada

e. mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan sarana pelayanan umum

f. mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang dilakukan oleh perangkat daerah di kecamatan

h. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota yang tidak dilaksanakan oleh unit kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang ada di kecamatan i. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Sementara itu, menurut pasal 236 dalam menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan, daerah membentuk perda. Pembentukan perda dilakukan oleh DPRD dengan persetujuan bersama kepala daerah. Menurut pasal 254 bahwa kepala daerah wajib menyebarluaskan perda yang telah diundangkan dalam lembaran daerah dan perkada yang telah diundangkan dalam berita daerah. Adapun sifat pembangunan menrut pada pasal 258 menyebutkan bahwa daerah melaksanakan pembangunan yang bertujuan untuk peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, lapangan berusaha, meningkatkan akses dan kualitas pelayanan publik dan daya saing daerah.

Dalam penyusunan perda tersebut, disebutkan bahwa daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional (pasal 260) yang menggunakan daerah menggunakan pendekatan teknokratik, partisipatif, politis serta atas bawah dan bawah atas (pasal 261).

Mengenai pembiayaan pembangunannya, berdasarkan pasal 285 pemerintah daerah memiliki sumber-sumber pendapatan yang berasal dari:

1. Pendapatan asli daerah yang meliputi: a. pajak daerah

b. retribusi daerah

c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. pendapatan asli Daerah yang sah

2. Pendapatan transfer

3. Pendapatan daerah yang sah

Pada pasal 300 disebutkan bahwa pembiayaan penyelenggaraan pembangunan pada pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Pusat, Daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat. Kemudian Kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai infrastruktur dan/atau investasi yang menghasilkan penerimaan Daerah setelah memperoleh pertimbangan dari menteri dan persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan. Keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan di daerah harus juga diamati dengan melakukan pengendalian dan evaluasi agar apa yang telah direncanakan dapat berjalan sesuai harapan yang berdasarkan pasal 275 meliputi:

a. Pengendalian terhadap perumusan kebijakan perencanaan pembangunan daerah b. Pelaksanaan rencana pembangunan daerah

Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dengan pusat, pemerintah pusat memiliki hubungan dengan daerah lainnya (pasal 281) yaitu meliputi: bagi hasil pajak dan nonpajak antar-daerah, pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang menjadi tanggung jawab bersama sebagai konsekuensi dari kerja sama antar-daerah, pinjaman dan/atau hibah antar-daerah; bantuan keuangan antar-daerah; dan pelaksanaan dana otonomi khusus yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

Dalam hal penyelenggaraan pelayanaan publik, menurut pasal 344 disebutkan bahwa pemerintah daerah wajib menjamin terselenggaranya pelayanan publik berdasarkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Pelayanan publik diselenggarakan berdasarkan pada asas:

a. Kepentingan umum b. Kepastian hukum c. Kesamaan hak

d. Keseimbangan hak dan kewajiban e. Keprofesionalan

f. Partisipatif

g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif h. Keterbukaan

i. Akuntabilitas

j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan k. Ketepatan waktu

l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan

Undang-Undang ini yaitu pada pasal 354 juga menekankan adanya keterlibatan publik dalam hal pembangungan yang meliputi: konsultasi publik, musyawarah, kemitraan, penyampaian aspirasi, pengawasan, keterlibatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Partisipasi masyarakat yang dimaksud mencakup: penyusunan Perda dan kebijakan daerah yang mengatur dan membebani masyarakat; perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemonitoran, dan pengevaluasian pembangunan daerah; pengelolaan aset dan/atau sumber daya alam daerah; dan penyelenggaraan pelayanan publik.

Teknopolis merupakan salah satu pendekatan untuk pengembangan tema kawasan. Pengembangan konsep teknopolis bersifat non statutory (lihat UU No. 25 Tahun 2004 dan UU 26 tahun 2007), artinya tidak ada keharusan dan tidak ada arahan secara nasional untuk mengembangkan kota Teknopolis berdasarkan suatu pedoman tertentu, tetapi lebih merupakan suatu kreasi dalam pengembangan tema kawasan.

Gambar II.13. Fokus Pengembangan Kawasan Strategis

Sumber: Dokumen Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage Tahun 2014

Dalam mengembangkan konsep tersebut, diperlukan Kerangka Hukum Prosedur Perencanaan dan Penganggaranya dalam Konteks Desentralisasi di Indonesia, yang dijelaskan melalui gambar mekanisme berikut:

Gambar II.14. Kerangka Hukum Prosedur Perencanaan dan Penganggaran dalam Konteks Desentralisasi di Indonesia

Sumber: Dokumen Penyusunan Perencanaan Pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage Tahun 2014

Dalam perwujudan kawasan pengembangan kawasan baru Teknopolis Gedebage, perlu adanya kelembagaan yang mengatur adanya perwujudan ruang yang diharapkan dapat berkoordinasi guna mewujudkan kawasan Teknopolis di Gedebage. Mekanisme perwujudan kelembagaan tersebut telah tercantum dalam Undang-Undang 26 tahun 2007 tentang tata ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antar pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dua regulasi tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam pembentukan kelembagaan guna perwujudan Kawasan Inti Teknopolis Gedebage.

Dalam Undang-undang 26 tahun 2007 tercantum pada pasal 8 dan pasal 9 terkait pelaksanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional dapat dilaksanakan pemerintah daerah melalui dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan, sedangkan pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis dapat dilaksanakan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui tugas pembantuan. Terkait dengan rencana pengembangan Kawasan Teknopolis Gedebage, pemerintah provinsi dan kota memiliki kewenangan untuk pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan khususnya kawasan strategis. wewenang tersebut meliputi penyebar luasan informasi yang berkaitan dengan pengembangan kawasan dan menetapkan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang pada kawasan. Dalam pengembangan kawasan strategis provinsi atau kabupaten/kota pemanfataan dan pengendalian ruang dapat dilakukan dengan cara arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. Berikut merupakan mekanime yang melibatkan pihak terkait dalam pemanfaatan dan pengendalian kawasan strategis.

Gambar II.15. Mekanisme Insentif Non Fiskal Berupa Pengadaan Sarana dan Prasarana

Sumber: Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang

Pada model kelembagaan, diperlukan penguatan kelembagaan baik mekanisme dan struktur organisasi, serta koordinasi antar lembaga terkait modal teknologi dan dukungan sumberdaya untuk pengembangan Teknopolis. Dalam rangka mencapai hal tersebut, diperlukan pengembangan linkage terkait dengan penyediaan sumberdaya pendukung (energi misalnya) dan antisipasi pergeseran nilai sosial budaya serta aktivitas ekonomi masyarakat. Selain dapat mengacu padaundang-undang tata ruang, sistem kelembagaan di perkotaan juga dapat mengacu pada RPJMN Bidang kota berkelanjutan dan tata kelola, yaitu sebagai berikut :

Gambar II.16. Rancangan Kelembagaan Perkotaan di Tingkat Pusat–Kawasan Megapolitan/Metropolitan–Provinsi–Kabupaten/Kota

Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2014

Badan Otorita Sektor Priotitas (sektor air bersih, transportasi, lingkungan, dsb) harus bekerja sama dalam konsultansi dengan Badan Kerjasama Antar Daerah dan Komite Pembangunan perkotaan Provinsi (KP3P) dalam pelaksanaan program-program daerah agar selalu sinkron dengan program- program Provinsi Jawa Barat. Badan Otorita Sektor Priotitas juga harus bertanggung jawan terhadap Komite Percepatan Pembangunan Perkotaan Nasional (KP3N) seperti pembangunan Kawasan Teknopolis Gedebage. Program-program tersebut selanjutnya diintegrasikan dalam koordinasi di tingkat Kota Bandung, yaitu pada instansi Komite Pembangunan Perkotaan Kota (KP3K). KP3K inlah yang bertanggung jawab secara langsung terhadap SKPD pengelola Kawasan Teknopolis Gedebage. Dalam Peraturan pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antar pemerintah, pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pasal 6 dicantumkan bahwa urusan pemerintahan terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Selain menjalankan urusan wajib (pasal 7 butir 2), Pemerintah Provinsi memiliki urusan pilihan (pasal 7 butir ke 4) yang dapat ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Dalam konteks Kawasan Teknopolis Gedebage, yang dimaksud dengan urusan pilihan adalah menjadi tim koordinasi lembaga atau menjadi bagian dari lembaga pengelola kawasan Teknopolis Gedebage.

Dalam dokumen Laporan Akhir Studio TKP 2015 pdf (Halaman 67-75)

Dokumen terkait