• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUASAAN LAHAN

Dalam dokumen Laporan Akhir Studio TKP 2015 pdf (Halaman 49-52)

BAB II KAJIAN TEORI DAN REGULASI

II.1. KAJIAN TEORI

II.1.5. PENGUASAAN LAHAN

Penguasaan lahan merupakan sebuah alat dalam kebijakan pengembangan secara keseluruhan baik secara tidak langsung maupun secara langsung. Karena hal tersebut merupakan penentu utama dari basis pajak daerah dan secara signifikan mempengaruhi kualitas dan pengembalian investasi yang dilakukan dalam struktur tanah (Doebele, 1983).

Menurut Doebele (1983) kriteria kebijakan yang mengatur penguasaan lahan bertujuan: a. Efisiensi

Sistem yang dibentuk harus memungkinkan memaksimalkan produktivitas lahan sebagai sebuah sumber daya

b. Keadilan

Sistem yang dibentuk harus dapat diakses oleh semua kalangan c. Kesesuaian

Sistem yang dibentuk harus sejalan dengan kebijkan lainnya misalnya dalam pengembangan ekonomi dan lahan perkotaan seperti perencanaan tingkat nasional, provinsi dan kotamadya, perpajakan dan manajemen sistem layanan publik.

d. Keberlanjutan

Sistem dapat menjamin keberlanjutannya sendiri.

Penguasaan lahan di Indonesia diatur pada Undang Undang Pokok Agraria atau UU No 5 Tahun 1960 yang selanjutnya akan disebut dengan UUPA. Pengertian “penguasaan” dan “menguasai” Pasal 2 UUPA dipakai dalam aspek publik, seperti dirumuskan dalam Pasal 2 UUPA, bahwa:

1. Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang

terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

2. Hak menguasai dari Negara termasuk dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk : a) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa; b) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; c) Menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa.

3. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) ini digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejatehraan dan kemerdekaan, berdaulat, adil dan kemakmuran dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

4. Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

Dalam hukum tanah nasional ada bermacam-macam hak penguasaan atas tanah. Adapun hak-hak tersebut yaitu:

1. Hak Bangsa Indonesia disebut dalam Pasal 1 UUPA, sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, yaitu hak ulayat.

2. Hak Menguasai dari Negara yang disebut dalam Pasal 2 UUPA

3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang disebut dalam Pasal 3 UUPA. 4. Hak Perseorangan atau Individual, semuanya beraspek perdata terdiri atas:

a. Hak-hak atas tanah sebagai hak-hak individual yang semuanya secara langsung atau pun tidak langsung bersumber pada hak bangsa, yang disebut dalam Pasal 16 UUPA.

Macam-macam hak atas tanah dalam Pasal 16 UUPA, menentukan bahwa Hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh perseorangan itu meliputi :

1. Hak Milik 2. Hak Guna Usaha 3. Hak Guna Bangunan 4. Hak Pakai

5. Hak Sewa

6. Hak Membuka Tanah 7. Hak Memungut Hasil Hutan

8. Hak-hak yang lain termasuk dalam hak-hak tersebut di atas akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.

b. Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) adalah: 1. Hak guna air

2. Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan 3. Hak guna ruang angkasa

5. Wakaf, yaitu hak milik yang sudah diwakafkan dalam Pasal 49 UUPA.

6. Hak jaminan atas tanah yang disebut hak tanggungan dalam Pasal 25, Pasal 33, Pasal 39, dan Pasal 51 UUPA.

Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) butir (h) diatur hak atas tanah yang sifatnya sementara sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 53 UUPA. Berdasarkan Pasal 53 UUPA hak atas tanah yang sifatnya sementara adalah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa tanah pertanian. PERANGKAT MANAJEMEN LAHAN: KEKUATAN KEWENANGAN (POLICE POWER)

Police power diartikan sebagai kewenangan menerapkan peraturan hukum untuk meningkatkan kesehatan umum, keselamatan, moral, dan kesejahteraan. Police power merupakan salah satu perangkat manajemen lahan, yang berfungsi sebagai keterbatasan pada kepemilikan properti pribadi. Adapun tujuan police power harus berdasarkan:

- Pasal 33 UUD 1945, yaitu; “Bumi dan air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat”. - Pasal 2 UU Pokok Agraria, yaitu “Digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur”.

- Tanpa ganti rugi; maksudnya adalah memberikan sebagian hak perorangan untuk kepentingan sosial dan tiap perorangan tidak boleh mengganggu atau menyerang kepentingan orang lain”.

- Keuntungan manfaat umum kepada masyarakat luas (public purposes)

- Melindungi kepentingan umum, masyarakat, moral dan keselamatan (public interest) - Menjamin kesejahteraan umum (general welfare)

Adapun perangkat dari police power dapat berupa:

- Hukum-hukum tertulis yang berlaku (under written law), berdasarkan prosedur standar (berlaku sama untuk semua kalangan/uniform) dan adil;

- Zoning, pengendalian pembangunan/development control yang dapat dilakukan melalui sistem perijinan pembangunan, peraturan pada subdivisi (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang berkaitan dengan masalah perijinan pembangunan, penyediaan peta resmi tentang zonasi yang dapat diakses publik, kode bangunan, prasyarat kesehatan, peraturan keselamatan pencegahan kebakaran, izin usaha, dan lain-lain;

- Perangkat kendali estetika, rambu, pelestarian bangunan dan wilayah rawan bencana (banjir, gempa, dan lain-lain).

Contoh pengaturan dan pengendalian yang diatur melalui police power sebagai berikut.

1. Melarang kegiatan tertentu di lokasi tertentu, misal: pelarangan berjualan (Pedagang Kaki Lima) di jalur pedestrian; pemasangan baliho iklan pada tempat tertentu, dan lain-lain; 2. Melarang memindahkan kepemilikan ke tempat yang bertentangan denngan keinginan

pemiliknya (pembatasan/peniadaan hak);

3. (Tidak) memberikan kompensasi kepada pemilik lahan, artinya pemberian atau tidak didasarkan pada aturan hukum yang berlaku;

4. Mengendalikan gangguan berdasarkan Undang undang Gangguan/HO/Nuisance Control; 5. Dapat memungut retribusi/pajak sebagai imbalan dari perlindungan atas status

kepemilikannya.

Dalam dokumen Laporan Akhir Studio TKP 2015 pdf (Halaman 49-52)

Dokumen terkait