• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBIAYAAN PUBLIK

Dalam dokumen Laporan Akhir Studio TKP 2015 pdf (Halaman 43-49)

BAB II KAJIAN TEORI DAN REGULASI

II.1. KAJIAN TEORI

II.1.4. PEMBIAYAAN PUBLIK

A. KERJASAMA PUBLIC PRIVATE PATRNERSHIP (PPP)

Public Private Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) adalah salah satu bentuk kerjasama sebagai alternatif pengadaan infrastruktur atau pelayanan kepada warganya. Dalam skema ini, pemerintah dapat membagi tugas penyelenggaraan infrastruktur dan pelayanan swasta, sehingga pemerintah lebih berkonsentrasi pada tugas-tugas lain yang lebih penting. Di luar negeri telah banyak digunakan skema ini, untuk pembiayaan fasilitas infrastruktur jalan tol, jaringan air minum, listrik, pelabuhan laut dan udara, pelayanan kesehatan dan pendidikan. Beberapa contoh negara-negara lain yang sudah melaksanakaan KPS selama 50 tahun seperti Portugal dan Inggris dalam rangka pembangunan jalan tol; Belanda, Amerika dan Jepang untuk infrastruktur lainnya seperti gedung kantor pemerintahan, sekolah, penjara, rumah sakit, asrama polisi dll. KPS di Indonesia sebagian besar dalam bentuk pengusahaan jalan tol. Namun pembiayaan dengan mekanisme KPS tentu saja tidak hanya digunakan untuk jalan tol saja tetapi juga infrastruktur lainnya. Perlu diteliti lebih lanjut, aspek- aspek apa saja yang dapat membuat pengadaan jalan tol lebih diminati oleh pemilik modal sehingga dapat diterapkan untuk sektor-sektor lainnya (Dwinanta, 2010).

Latar belakang mengapa digunakan pembiayaan KPS adalah terbatasnya dana infrastruktur oleh pemerintah sedangkan infrastruktur tidak memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitas dan swasta yang memiliki keahlian atau teknologi tersebut. Pada masa mendatang, pelaksanaan KPS akan menjadi trend dengan pendekatan multifunction approach dan multiactor approach. Multifunction adalah integrasi dari berbagai fungsi seperti perumahan, perdagangan, prasarana infrastruktur, sarana perdagangan, perhubungan sedangkan multiactor maksudnya akan banyak pihak yang terlibat dalam kerjasama pembiayaan ini seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, investor, kontraktor,konsultan, bank dll (Dwinanta, 2010).

Pengertian PPP atau KPS adalah keterkaitan/sinergi yang berkelanjutan (kontrak kerjasama jangka panjang) untuk meningkatkan pelayanan umum atau pelayanan publik, antara lain (Dwinanta, 2010):

1. Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagai regulator 2. Perbankan atau konsorsium sebagai penyandang dana

3. Pihak BUMN atau BUMD selaku Special Purpose Company yang bertanggung jawab atas pelaksanaan suatu proyek melalui dari desain, konstruksi, pemeliharaan dan operasional

Skema pembiayaan secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar II.11. Skema Kelembagaan dalam Public Private Partnership Sumber: Dwinanta, 2010

Bentuk kerjasama PPP dapat berupa (Dwinanta, 2010): A. BOT (Build Operate Transfer)

Swasta membangun,mengoperasikan fasilitas dan menyerahkan kepada pemerintah setelah masa konsesi / kontrak berakhir.

2. BTO (Build Transfer Operate)

Swasta membangun, menyerahkan aset pada pemerintah dan mengoperasikan fasilitas tersebut sampai masa konsesi atau kontrak berakhir

3. ROT (Rehabilitate Operate Transfer)

Swasta memperbaiki, mengoperasikan fasilitas dan mengembalikannya ke pemerintah setelah masa kontrak atau konsesi berakhir.

4. BOO (Build Own Operate )

Swasta membangun, dan swasta merupakan pemilik fasilitas dan mengoperasikannya 5. O & M (Operation and Maintenance)

Untuk kasus khusus, pemerintah membangun sedangkan swasta mengoperasikan dan memelihara

PPP di Indonesia sebenarnya sudah dilaksanakan sejak tahun 1974, yaitu sejak adanya Undang- Undang yang mengatur tentang pembangunan jalan tol. Sampai saat ini fokus pelaksanaan PPP hanya pada infrastruktur yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Persiapan yang dilakukan dalam proses PPP biasanya meliputi pra studi kelayakan, desain awal, AMDAL, sosialisasi, kelayakan keuangan, pengadaan/pelelangan. Kriteria yang digunakan dalam pengadaan Tender /Pengadaan adalah biaya, tarif, desain, proses pemeliharaan. Kinerja KPS dapat dilihat berdasarkan pendapatan atau revenue yang diperoleh, efisiensi yang dihasilkan penanganan resiko dan inovasi yang dihasilkan. Badan yang bertugas untuk memfasilitasi kerjasama pemerintah dan swasta adalah Bappenas c.q Direktorat Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (DJPK RI, 2012)

Tabel II.3. Peraturan Pelaksanaan KPS di Indonesia

Sumber: Dwinanta, 2010

B. PENERIMAAN PAJAK

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang dibebankan oleh orang pribadi atau badan yang berifat memaksa. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta wajib pajak untuk bersama-sama melaksanakan perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional (Direktorat Jenderal Pajak, Kementrian Keuangan, 2013). Pajak terdiri dari dua jenis pajak yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat merupakan pajak yang dikelola langsung oleh Direktorat Jenderal Pajak- Kementrian Keuangan, Sedangkan pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten. Beberapa tujuan pajak untuk manajemen lahan antara lain 1) mengendalikan spekulasi lahan 2) membatasi urabn sprawl, 3) mengendalikan perubahan pemanfaatan lahan. Pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat terdiri dari berbagai macam pajak, antara lain:

a. Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diperoleh. Penghasilan dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honor, dan lain sebagainya. b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi baang dan jasa. Pada dasarnya seluruh barang dan jasa dikenakan pajak kecuali yang telah ditentukan oleh undang-undang. c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Pajak yang dikenakan atas penjualan barang mewah, barang yang digolongkan sebagai barang mewah antara lain yaitu :

- Bukan merupakan kebutuhan pokok

- Dikonsumsi leh golongan masyarakat tertentu

- Pada umumnya barang dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi - Barang yang dikonsumsi untuk menunjukan status

- Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta mengganggu ketertiban masyarakat

a. Bea Materai

Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 1985 terkait Bea Materai, pajak bea materai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut undang-undang termasuk ke dalam objek bea materai.

b. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB dikenakan terhadap objek pajak berupa tanah dan atau bangunan yang didasarkan pada azas kenikmatan dan manfaat, dan dibayar setiap tahun. PBB pengenaannya didasarkan padaUndang-undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.12 tahun 1994. Tidak semua objek bumi dan bangunan akan dikenakan PBB, terdapat objek yang dikecualikan untuk dikenakan PBB yaitu antara lain, 1) Digunakan untuk melayani kepentingan umum 2) kuburan, 3) hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, dan taman nasional 4) digunakan untuk perwakilan diplomatik dan 5) digunakan untuk badan atau perwakilan organisasi internasional.

Dalam penelitian ini jenis pajak yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk mengintervesi pengembang di kawasan inti teknopolis yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dalam kawasan inti teknopolis direncanakan beberapa guna lahan yaitu perumahan, kawasan industri dan perdagangan dan jasa.

Untuk kawasan industri dan perdagangan dan jasa terdapat pajak yang wajib dibayar oleh pihak pengembang sesuai aturan pajak. Dalam pembangunan property yang dibangun oleh pihak pengembang maka pihak pengembang wajib membayar beberapa pajak sesuai denga jenis property yang dibangun. Berikut merupakan skema pajak yang wajib dipatuhi oleh pengembang karena mekanisme ini berlandaskan peraturan perundang-undangan terkait pajak. Baik developer maupun perseorangan akan dikenakan pajak dengan jenis pajak PPN apabila harga property tersebut lebih dari Rp.36.000.000.

Gambar II.12. Skema Pajak untuk Property Sumber: Wahyudi, 2014

Dari beberapa jenis pajak yang berlandaskan perundang-undangan maka Pemerintah Kota Bandung dapat mengintervensi pengembang melalui peraturan daerah terkait pajak yang mencantumkan peraturan-peraturan terkait pajak yang wajib dibayar pengembang untuk membangun guna lahan tertentu. Hal tersebut dapat mengintervensi pengembang untuk membatasi pembangunan dan penggunaan lahan.

C. SPENDING POWER (KEKUATAN BELANJA DANA PUBLIK)

Spending power atau yang disebut dengan kekuatan belanja publik merupakan Kewenangan pemerintah dalam membelanjakan dana publik sesuai dengan daya beli. Belanja publik merupakan faktor kunci bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang sangat esensial untuk mendanai infrastruktur, termasuk jalan, listrik, dan air. Belanja publik menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan yang diperlukan untuk ekonomi modern dengan lebih efisien dan efektif dibandingkan yang mampu disediakan pasar. Menurut Hall (2010a) hampir separuh pekerjaan di dunia didukung oleh belanja publik; dua pertiga darinya di sektor swasta melalui kontrak-kontrak dan efek pengganda (multiplier effect). Melalui klausul “upah yang adil” dan skema-skema jaminan pekerjaan ia dapat menyebarkan pekerjaan yang layak bagi banyak orang melampaui sektor publik itu sendiri. Sebagian besar sektor ekonomi kini terhubung dengan belanja publik melalui subsidi, kontrak, dan pembiayaan investasi.

Adapun tujuan dari spending power adalah:

a.

Mengarahkan pertumbuhan

b.

Mempengaruhi kegiatan ekonomi

c.

Menciptakan atau mengendalikan akses

d.

Menarik investasi swasta

e.

Melestarikan pemandangan indah dan menciptakan ruang terbuka publik

f.

Mencadangkan lahan untuk pembangunan masa depan.

g.

Mengurangi ongkos dari harga lahan yang terlalu tinggi

Dalam implementasinya belanja publik ini dapat dilakukan dengan teknik sebagai berikut: a. Menentukan investasi publik / pemerintah

b. Mengatur pola / anggaran belanja pemerintah

c. Menyusun perangkat administrasi perencanaan pembiayaan dan penganggaran modal d. Mengkoordinasikan pendapatan dan belanja secara sistematik

Dalam Bab III, pasal 11 sampai dengan pasal 15 UU. No.17 Tahun 2003, dijelaskan mengenai penyusunan dan penetapan APBN. APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang, terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan. Sesuai pasal 12 UU No.17 Tahun 2003 bahwa APBN disusun berdasarkan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara. Selain itu menurut pasal 14 UU No.17 Tahun 2003 bahwa rencana kerja dan APBN juga disusun berdasarkan prestasi kerja yang dicapai. Pendapatan negara terdiri atas pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.

Dalam sistem pemerintahan Indonesia, selain adanya APBN juga dikenal APBD. APBD di Indonesia yang disetujui oleh DPRD. Struktur APBD sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Mendagri No.21 Tahun 2011 terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Khusus untuk belanja daerah, belanja diklasifikan atas belanja tidak langsung (belanja aparatur) dan belanja langsung (belanja publik). Belanja publik, digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan atau pembangunan asset tetap berwujud yang memiliki nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah dan kegiatan masyarakat secara umum. Seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, serta gedung dan bangunan. Dalam penyusunan APBD, penganggaran untuk belanja publik perlu diberi perhatian khusus karena seyogyanya belanja publik itu harus berefek pada pelayanan publik.

Dalam kondisi ideal, belanja aparat harus lebih kecil daripada belanja publik dalam struktur belanja di APBD. Dari rasio antara belanja publik dan belanja aparat dapat dilihat apakah pemerintah lebih pro kepada publik atau kepada aparat. Untuk itu, perlu adanya transparansi publik dari pemerintah daerah kepada masyarakat luas yang menuntut keterbukaan timbal balik antara pemerintah legislative/eksekutif dengan masyarakat luas. Hal ini sesuai dengan intruksi Mendagri Nomor 188.52/1797/SJ Tahun 2012 tentang Peningkatan Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah.

Belanja publik merupakan faktor kunci bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Ia sangat esensial untuk mendanai infrastruktur, termasuk jalan, listrik, dan air. Ia menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan yang diperlukan untuk ekonomi modern dengan lebih efisien dan efektif dibandingkan yang mampu disediakan pasar. Belanja publik dimanfaatkan untuk memberikan stimulus ekonomi guna melawan resesi, dan menyelamatkan bank-bank melalui kepemilikan publik. Krisis tidak disebabkan oleh defisit pemerintah, tapi krisis tengah dikelola melalui belanja publik (Hall, 2010b).

Dalam dokumen Laporan Akhir Studio TKP 2015 pdf (Halaman 43-49)

Dokumen terkait