• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.2 Persepsi terhadap Kemampuan Diri

6.2.1 Kemampuan Bertahan Hidup

Banyaknya warga yang setuju bahwa kampung mereka tadak lagi layak dijadikan sebagai tempat tinggal bukan berarti dengan serta merta mereka pergi mencari tempat baru dan meninggalkan kampung serta lahan garapan mereka. Hingga saat ini belum ada satupun warga yang telah menyatakan diri pindah ke tempat lain dengan alasan mencari tempat yang lebih aman.

Tabel 20 menggambarkan berbagai faktor penyebab yang masih menjadi pertimbangan warga sehingga masih tetap bertahan meskipun telah mengetahui kondisi kampung yang tidak lagi layak untuk dihuni. Mayoritas memilih alasan bertahan karena mereka tidak memiliki lahan lain. Sebagian lagi menjawab karena lahan-tanah yang mereka tempati adalah tanah (warisan) leluhur. Hanya sebagian kecil yang setuju bahwa kampung mereka masih nyaman dan aman. Pilihan responden bahwa lahan mereka masih subur juga rendah.

Pilihan jawaban para responden tersebut sangat beragam karena alasan mereka yang juga berbeda-beda. Warga yang merasa nyaman karena mereka warga telah akrab dan mengenal kampung mereka sejak kecil. Secara psikologis, ikatan emosional telah terbangun. Sebagian lagi ada yang menganggap masih aman terlebih setelah mereka diungsikan ke tenda dan Huntara meskipun hanya bersifat sementara. Jawaban lain yang kurang menjadi alasan warga adalah karena lahan mereka mengandung batu bara, sering

15%

mendapat bantuan dari pihak lain serta tidak memiliki kerabat yang dapat menolong.

Berbagai pertimbangan tersebut menjadi alasan warga mengapa masih bertahan. Namun jika ditanya lebih jauh tentang faktor yang paling sulit untuk mereka atasi adalah tidak adanya lahan lain untuk pindah. Beberapa responden yang kebetulan memiliki lahan lain juga merasa enggan pindah karena merasa bahwa di tempat baru nanti mereka belum tentu memiliki nasib yang lebih baik.

Tabel 20 Penyebab Warga Bertahan Hidup di Daerah Rawan Longsor (n=55)

Dengan berbagai jawaban tersebut, secara riil warga memang tetap bertahan. Mereka menganggap bahwa saat ini mereka tidak memiliki pilihan hidup yang lebih baik untuk bisa keluar dari kampung. Sebelum pilihan hidup yang lebih baik ada maka pilihan untuk tetap bertahan dengan kondisi yang sulit menjadi konsekwensi warga untuk mampu bertahan.

Dari seluruh responden, sebagian besar warga memilih menjawab bahwa mereka masih sanggup untuk bertahan menjalani aktivitas hidup sehari-hari di kampung. Sebagaimana terlihat pada gambar 18. Meskipun di sisi lain sebagian warga menjawab bahwa mereka sudah tidak mampu lagi untuk bertahan namun pada akhirnya tetap memaksakan diri untuk surive di kampung dengan kondisi yang sulit. Hal tersebut semakin memperkuat keadaan warga yang memang tidak memiliki alternatif penghidupan lain yang lebih baik.

No. Faktor Penyebab Distribusi Responden (%)

Ya Tidak

1. Tidak memiliki lahan lain 96 4

2. Masih merasa nyaman 56 44

3. Masih merasa aman 56 44

4. Tidak memiliki keluarga di luar kampung-desa 53 47

5. Warisan leluhur 38 62

6. Kesuburan lahan 27 73

7. Sering mendapat bantuan dari pihak luar 13 87

Gambar 18 Persepsi Warga tentang Kemampuan Diri untuk Bertahan Hidup

Pilihan untuk tetap bertahan dan kesanggupan diri untuk tidak meninggalkan kampung berdampak pada munculnya beberapa alternatif cara bertahan hidup. Secara praktis, warga memahami dasar bertahan hidup yang paling utama adalah pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari yakni pangan.

Pada tabel 21, terlihat beberapa cara bertahan hidup yang dipilih oleh warga. Seluruh responden memilih jawaban tentang perlunya mencari tambahan pendapatan dari pekerjaan lain. Sebagian juga memilih untuk merubah cara bercocok tanam dari lahan basah menjadi lahan kering. Mayoritas warga di kedua kampung masih tergantung dengan keberadaan lahan. Jawaban lain yang dipilih adalah meminta bantuan. Peristiwa longsor yang membawa kerusakan ekologis mengancam sumber nafkah sehingga warga mulai berfikir untuk mengupayakan cara-cara sebagai bentuk survive.

Pertama, mencari alternatif nafkah lainnya yang tidak berbasis lahan. Sebagian warga mulai beternak kambing meskipun masih dalam jumlah yang kecil. Sebagian lagi menganggap bahwa pekerjaan di sektor jasa seperti menjadi tukang ojek, berdagang hingga mencari pekerjaan ke kampung-desa tetangga merupakan alternatif mata pencaharian yang paling memungkinkan untuk dilakukan, mengingat minimnya lapangan kerja yang tersedia di dalam desa.

Kedua, merubah pola bercocoktanam dengan menyesuaikan kondisi lahan saat ini. Hal tersebut dilakukan oleh warga khususnya mereka yang bekerja sebagai petani sekaligus sebagai pemilik lahan dimana lahan garapan telah mengalami kerusakan. Selain pola bercocoktanam, pemilihan jenis tanaman juga disesuaikan berdasarkan kebutuhan pangan dan kondisi tanah. Mereka yang menjadikan perubahan pola bercocoktanam sebagai strategi bertahan hidup adalah mereka yang bergantung hidup dari lahan (bertani). Pada umumnya mereka adalah para petani yang berkuasa atas lahan garapan (pemilik dan

96% 4%

penyewa). Meski demikian, tidak semua petani (buruh tani) merasa sanggup merubah pola bercocoktanam sebab mereka bukan sebagai pemilik lahan sehingga tidak mempunyai wewenang untuk melakukan perubahan.

Ketiga, meminta bantuan dari pihak lain juga menjadi salah satu alternatif strategi bertahan, yakni kepada pemerintah dan keluarga. Banyak warga yang memilih cara ini karena mereka menyadari bahwa permasalahan yang mereka hadapi tidak dapat diselesaikan sendiri. Warga membedakan jenis bantuan yang diharapkan. Kepada pemerintah warga lebih berharap bantuan yang bersifat materiil dan non materiil yang sustainable. Materiil disini berupa bantuan untuk pembangunan tempat tinggal yang lebih layak di lahan yang aman, sedangkan non materiil berupa pengembangan kapasitas warga berupa transformasi pengetahuan melalui penyuluhan serta membuka lapangan kerja yang tidak berbasis lahan. Kepada kerabat keluarga, warga lebih memilih meminta bantuan yang bersifat temporer pada kondisi darurat, sedangkan kepada sesama tetangga warga lebih membangun kekuatan dan kerjasama (toleransi) dalam menghadapi perubahan lingkungan.

Tabel 21 Persepsi Warga tentang Cara Bertahan Hidup di Daerah Rawan Longsor (n=55)