BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konseptual
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperikan bukti empiris tentang berbagai faktor yang dapat mempengaruhi underpricing saham pada perusahaan-perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO). Variabel-variabel independen yang digunakan adalah ukuran perusahaan, return on asset, Financial Leverage, persentase penawaran saham publik, volume perdagangan, reputasi auditor, umur perusahaan, jenis perusahaan, sedangkan variabel dependennya yaitu underpricing.
Gambar 3.1.
Kerangka Konseptual Ukuran Perusahaan (X1)
Return on Asset (X2) Financial Leverage (X3)
Underpricing (Y) Volume Perdagangan (X5)
Persentase Penawaran Saham Publik(X4)
Reputasi Auditor(X6)
Jenis Industri (X8) Umur Perusahaan (X7)
Penelitian ini dilakukan terhadap underpricing saham karena underpricing merupakan biaya tidak langsung (indirect cost) bagi perusahaan yang melakukan IPO (issuer). Artinya, bilaharga saham dapat diterima di pasar dengan harga yang lebih tinggi, kenapa tidak dijual pada harga tersebut, yaitu harga pada saat penutupan hari pertama di pasar sekunder. Para pemilik perusahaan menginginkan agar dapat meminimalisir underpricing. Underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana atau saat IPO. Selisih harga inilah yang dikenal sebagai initial return atau positif return bagi investor.
Pada kerangka konsep ini akan dijelaskan mengenai hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen dengan uraian sebagai berikut:
a. Hubungan antara Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing
Ukuran perusahaan dapat dijadikan sebagai proxy tingkat ketidakpastian saham. Perusahaan yang berskala besar cenderung lebih dikenal masyarakat sehingga informasi mengenai prospek perusahaan berskala besar lebih mudah diperoleh investor daripada perusahaan berskala kecil. Tingkat ketidakpastian yang akan dihadapi oleh calon investor mengenai masa depan perusahaan emiten dapat diperkecil apabila informasi yang diperolehnya banyak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2011) bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Penelitian ini menambahkan beberapa variabel independen dari penelitian sebelumnya. Diduga semakin besar ukuran perusahaan maka akan semakin kecil underpricing. Menurut Durukan (2002) menyatakan
ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing yang dihasilkan. Demikian pula hasil penelitian Yolana (2005) bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing.
b. Hubungan Antara Return on Asset Terhadap Underpricing
Return on Asset (ROA) digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan cara memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Nilai return on asset yang semakin tinggi akan menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba di masa yang akan datang dan laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai pertimbangan dalam menanamkan modalnya. Profitabilitas yang tinggi dari suatu perusahaan akan mengurangi ketidakpastian bagi investor sehingga akan menurunkan tingkat underpricing. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ghozali (2002) menyatakan bahwa return on asset berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing. Penelitian ini menambahkan beberapa variabel independen dari penelitian sebelumnya.
c. Hubungan antara Persentase Penawaran kepada Publik terhadap Underpricing Persentase penawaran kepada publik menunjukkan porsi kepemilikan saham yang dikuasai oleh publik. semakin besar dana yang diharapkan maka semakin besar persentase penawaran kepada publik. Jumlah hutang menggambarkan kemungkinan perusahaan menggunakan dana dari hasil penawaran umum untuk membayar hutangnya. Yong (2009) menyatakan bahwa persentase penawaran kepada publik dapat dijadikan indikator untuk melihat aktivitas investor di pasar sekunder, karena persentase penawaran berhubungan dengan kegiatan spekulatif dari investor. Dana yang diperoleh perusahaan pada
saat IPO berhubungan dengan persentase penawaran kepada publik. Investor melihat perusahaan yang persentase penawarannya besar memiliki prospek yang baik pada masa yang akan datang. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2008) menyatakan bahwa persentase saham yang ditawarkan ke public berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Penelitian ini menambahkan beberapa variabel independen dari penelitian sebelumnya.
d. Hubungan Volume Perdagangan terhadap Underpricing.
Berbagai penelitian terhadap hubungan antara volume perdagangan dengan perubahan harga pada berbagai pasar modal di luar menunjukkan korelasi positif antara keduanya di mana hal ini sesuai dengan semboyan kuno dari Wall Street bahwa “it takes volume to make prices move”. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Crouch (1970) menunjukkan korelasi positif antara volume harian dengan perubahan harga dalam bursa saham secara keseluruhan maupun pada sampel beberapa saham. Semakin tinggi volume perdagangan maka harga saham akan cenderung berfluktuatif, namun apakah akan terjadi underpricing atau tidak kita dapat melihatnya di sesi terakhir penutupan bursa saham pada hari pertama.
Hal ini diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap hubungan volume perdagangan terhadap underpricing. Penelitian ini menambahkan beberapa variabel independen dari penelitian sebelumnya.
e. Hubungan Antara Financial Leverage dengan Underpricing
Financial leverage merupakan salah satu dari sub pembahasan mengenai rasio solvabilitas yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya yang terdiri dari beberapa pendekatan baik pendekatan dari sisi modal, maupun dari sisi aset yang dimilikinya. Apabila financial leverage ini tinggi
menunjukkan resiko suatu perusahaan dan akan mengurangi minat investor sehingga akan meningkatkan ketidakpastian suatu perusahaan. Menurut Kim, et al,. (2001), secara teoritis, financial leverage menunjukkan risiko suatu perusahaan dan kondisi ketidakpastian. Besarnya financial leverage perusahaan akan menunjukkan semakin besarnya risiko finansial atau risiko keagagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjamannya sehingga dapat mempengaruhi penetapan harga saham yang wajar pada saat IPO. Financial leverage yang tinggi akan mengakibatkan penetapan harga saham yang cenderung underpriced karena akan berpengaruh pada tingginya ketidakpastian return yang akan diterima investor atas investasinya. Oleh karena itu semakin tinggi financial leverage perusahaan maka akan semakin besar pula tingkat underpricing (Setianingrum dan Suwito, 2008). Penelitian yang dilakukan Setianingrum dan Suwito (2008) serta Ghozali dan Mansur (2002) menunjukkan bahwa financial leverage mempunyai pengaruh positif terhadap underpricing. Namun penelitian Witjaksono (2012) menunjukkan bahwa financial leverage tidak mempunyai pengaruh terhadap underpricing.
f. Hubungan Antara Reputasi Auditor dengan Underpricing
Salah satu persyaratan bagi perusahaan yang akan go public adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Selain itu dalam kelanjutannya auditor akan menjadi narasumber bagi investor mengenai laporan keuangan yang diterbitkan emiten. Laporan keuangan merupakan indikator dasar dalam melakukan pengambilan keputusan investasi. Dengan demikian, emiten sangat berkepentingan dengan penilaian dan pendapat yang dibuat oleh auditor agar memperoleh nilai laporan keuangan yang bagus. Reputasi auditor sangatlah
berpengaruh pada kredibilitas laporan keuangan ketika perusahaan melakukan IPO. Informasi yang ada dalam prospektus tingkat kepercayaannya tergantung dari pihak auditor yang melakukan audit. Oleh karena itu, kualitas auditor turut memberikan pengaruh terhadap keberhasilan IPO yang ditunjukkan dengan adanya underpricing yang kecil (Moizer, 1997). Penelitian yang dilakukan Beatty (1989) dan penelitian Aini (2013) menunjukkan bahwa reputasi auditor mempunyai pengaruh negatif terhadap underpricing. Namun penelitian yang dilakukan Kristiantari (2012) serta penelitian Daljono (2000) menunjukkan bahwa reputasi auditor tidak mempunyai pengaruh terhadap underpricing.
g. Hubungan Antara Umur Perusahaan dengan Underpricing
Umur perusahaan merupakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam bertahan. Perusahaan yang sudah lama berdiri dapat dijadikan sebagai indikasi bahwa perusahaan tersebut banyak pengalaman dan kemampuan yang besar untuk bertahan. Investor cenderung lebih percaya pada perusahaan yang sudah lama berdiri jika dengan perusahaan yang masih baru. Kepercayaan investor ini akan mengakibatkan investor yakin untuk menginvestasikan dananya pada perusahaan emiten. Perusahaan yang telah lama berdiri mempunyai lebih banyak pengalaman terkait dengan bidang bisnis yang dilakukan dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Namun perusahaan yang sudah lama berdiri cenderung memiliki birokrasi yang kompleks dan kurang fleksibel dalam pengambilan keputusan (Beatty, 1989). Perusahaan yang telah lama berdiri memiliki lebih banyak pengalaman dan lebih baik dalam mengeksploitasi pasar secara lebih baik dibanding dengan perusahaan yang baru. Diharapkan perusahaan lama yang lebih berpengalaman ini mampu mengurangi asimetri informasi dan memperkecil
ketidakpastian di masa akan datang (Sharma and Seraphim, 2010). Penelitian yang dilakukan Beatty (1989) menunjukkan bahwa umur perusahaan mempunyai pengaruh negatif terhadap underpricing. Namun penelitian yang dilakukan Puspaningsih dan Mujib (2011) menunjukkan bahwa umur perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap underpricing.
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Putra (2010) dan Beatty (1989) yang menghasilkan bahwa terdapat pengaruh signifikan umur perusahaan terhadap underpricing saham pada perusahaan yang melakukan IPO di BEI Tahun 2006-2010. Penelitian Safitri (2013) menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan umur perusahaan terhadap underpricing saham pada perusahaan yang melakukan IPO.
h. Hubungan Antara Jenis Industri dengan Underpricing
Jenis industri digunakan sebagai variabel independen untuk melihat apakah underpricing terjadi pada hampir semua jenis industri yang IPO atau hanya pada jenis industri tertentu saja dan apakah terdapat perbedaan signifikan dalam tingkat underpricing-nya. Variabel jenis industri bisa saja mempengaruhi underpricing karena tiap industri memiliki risiko dan tingkat ketidakpastian yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi.
Risiko untuk setiap jenis industri berbeda karena adanya perbedaan karakteristik.
Perbedaan risiko ini menyebabkan tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor untuk setiap sektor industri juga berbeda sehingga tingkat underpricing juga mungkin akan berbeda (Yolana dan Martani, 2005). Penelitian yang dilakukan Suyatmin dan Sujadi (2006) menunjukkan bahwa jenis industri tidak mempunyai pengaruh terhadap underpricing.