Pada Saat Listing di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2017
TESIS
OLEH :
MEIGIA NIDYA SARI 147017075 / Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
Studi Kasus Pada Perusahaan Yang Hanya Mengalami Underpriced Pada Saat Listing di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2017
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Akuntansi Pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
OLEH :
MEIGIA NIDYA SARI 147017075 / Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
PANITIA PEGUJI TESIS
Ketua : Prof. Erlina, SE., M.Si., Ph.D., Ak Anggota : 1. Prof. Erlina, SE., M.Si., Ph.D., Ak
2. Dr. Rujiman, M.Si
3. Dr. Iskandar Muda, SE., M.Si., Ak, CA 4. Keulana Erwin, SE., M.Si., Ph. D., Ak, CA
YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PADA SAAT INITAL PUBLIC
OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA”, yang disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Akuntansi Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya penulis sendiri. Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Medan, 20 Maret 2018 Yang membuat pernyataan,
Meigia Nidya Sari
i
investor tertarik untuk membeli. Underpricing dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran perusahaan, return on asset, financial leverage, persentase penawaran saham ublik, volume perdagangan, reputasi auditor, umur perusahaan, dan jenis industri dengan tujuan untuk mengetahui bagimana pengaruhnya terhadap underpricing saat IPO di Bursa Efek Indonesia. Jumlah sampel yang digunakan berjumlah 130 perusahaan dan dikumpulkan dengan teknik sensus.
Teknik analisis data menggunakan regresi linier berganda. Berdasarkan hasil analisis data, volume perdagangan dan reputasi auditor berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing. Sedangkan financial leverage berpengaruh signifikan positip terhadap underpricing, sementara itu Ukuran Perusahaan, Umur perusahaan, Jenis industri, tidak berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing, sedangkan Return On Asset dan Persentase Penawaran Saham Publik tidak berpengaruh signifikan positip terhadap underpricing.
Kata Kunci : Underpricing, Ukuran Perusahaan, Return On Asset, Financial Leverage, Persentase Penawaran Saham Publik, Volume Perdagangan, Reputasi Auditor, Umur Perusahaan, dan Jenis Industri
ii
interested in purchasing. Underpricing is influenced by several factors, such as firm size, return on asset, financial leverage, persentage of public offering, trading volume, auditor reputation, firm age, and industrial type to underpricing during the IPO in the Indonesia Stock Exchange. 130 samples of companies were used. The technical of collecting samples using sensus. The data analyzed using multiple linear regression. Based on the results of data analysis, trading volume and auditor reputation had significantly negative effect on underpricing, while financial leverage had significantly positive affect on underpricing, while firm size, firm age, industrial type had unsignificantly negative affect on underpricing, and persentage of public offering had unsignificantly positive affect on underpricing.
Keywords : underpricing, firm size, return on asset, financial leverage, persentage of public offering, trading volume, auditor reputation, firm age, and industrial type
iii
Maha Esa, yang telah memberi rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang judul “FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PADA SAAT INITAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA”. Dalam penulisan tesis ini, ada berbagai kesulitan yang dihadapi penulis, sehingga penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna. Namun berkat dukungan serta bimbingan dari Bapak dan Ibu selaku dosen pembimbing akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Dalam penulisan tesis ini banyak andil orang-orang yang membantu baik dalam hal waktu, tempat, dukungan materi, moril dan doa. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Erlina, SE., M.Si., Ph.D., Ak, selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Utara yang juga selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dalam pengerjaan tesis saya.
4. Ibu Dr. Rina Bukit,SE., M.Si., Ak., CA selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.
5. Bapak Rujiman, selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk perbaikan dan penulisan tesis ini.
6. Bapak Dr. Iskandar Muda, SE., M.Si., Ak., CA, selaku Sekretaris Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang juga selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dalam pengerjaan tesis saya.
iv
dukungan, semangat, doa, motivasi dan tenaganya kepada penulis sehingga penulis senantiasa dapat menyelesaikan pendidikan ini.
9. Seluruh dosen dan pegawai Program Magister Akuntansi Universitas Sumatera Utara atas segala bantuan dan pelayanan yang telah diberikan kepada peneliti selama menempuh studi.
10. Teman seperjuangan mahasiswa magister akuntansi tahun 2015, Puteri Anggi Lubis dan Yulia Laila Faizra yang memberikan semangat dan banyak membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.
11. Seluruh team STATCAL, terkhusus kepada Prana Ugiana Gio yang telah membantu memberikan informasi yang sangat berguna dalam penulisan ini.
12. Saudaraku tercinta Tuty Zariatni, Egi Yulanda, Marshall Naim, M Rifani, keponakan-keponakan kecilku, dan seluruh keluarga yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah menyemangati dan mendoakan.
13. Dan semua pihak yang telah memberikan masukan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.
Medan, Maret 2018
Penulis,
MEIGIA NIDYA SARI
v
1. Nama : MEIGIA NIDYA SARI
2. Tempat/Tanggal Lahir : Binjai, 17 Mei 1991
3. Alamat Rumah : Jln. Dr.wahidin LK.II NO.20 Binjai
4. Agama : Islam
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Status : Lajang
7. Nama Ayah/ Ibu : Ayah : H. Legino Ibu : Hj. Suati
8. Anak Ke : 3 dari 3 bersaudara
B. Pendidikan
1. 1996-2002 : SD PAB Utama Binjai.
2. 2002-2005 : SLTP Negeri 6 Binjai.
3. 2005-2008 : SMA Al-Ulum Medan.
4. 2008-2013 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pembangunan Panca Budi Medan (S1 Akuntansi)
5. 2013-2014 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara (Profesi Akuntan/Ak).
vi
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ... ii
KATA PENGANTAR ... ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
1.5. Originalitas ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9
2.1. Landasan Teoritis ... 9
2.1.1. Underpricing ... 9
2.1.2. Initial Public Offering (IPO) ... 14
2.1.3. Ukuran Perusahaan ... 20
2.1.4. Return on Asset ... 21
2.1.5. Financial Leverage ... 21
2.1.6. Persentase Saham yang ditawarkan ... 24
2.1.7. Volume Perdagangan ... 24
2.1.8. Reputasi Underwriter ... 25
2.1.9. Umur Perusahaan ... 27
2.1.10. Jenis Industri ... ... 28
2.2. Review Penelitian Terdahulu ... 28
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ... 31
3.1. Kerangka Konseptual ... 31
3.2. Hipotesis Penelitian ... 38
BAB IV METODE PENELITIAN ... 39
4.1. Jenis Penelitian ... 39
4.2. Lokasi dan Jadwal Penelitian ... 39
4.3. Populasi dan Sampel ... 39
4.4. Metode Pengumpulan Data ... ... 40
vii
4.7. Pengujian Asumsi Klasik ... 45
4.7.1. Uji Normalitas ... ... 46
4.7.2. Uji Multikolinearitas ... ... 46
4.7.3. Uji Autokorelasi ... ... 47
4.7.4. Uji Heteroskedastisitas ... ... 48
4.8. Pengujian Hipotesis ... ... 49
4.8.1. Interpretasi Koefisien Determinasi (R²) ... 50
4.8.2. Uji Statistik F ... 50
4.8.3. Uji Statistik t ... 51
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52
5.1. Analisis Statistik Deskriptif ... 52
5.2. Uji Asumsi Klasik ... 54
5.2.1. Uji Normalitas ... ... 54
5.2.2. Uji Multikolinearitas ... ... 56
5.2.3. Uji Heteroskedastisitas ... 57
5.2.4. Uji Autokorelasi ... ... 59
5.3. Analisis Koefisien Determinasi (R²) ... 59
5.4 Uji Signifikansi Pengaruh Simultan (Uji F) ... 60
5.5. Analisis Regresi Linear Berganda dan Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t) ... 61
5.6. Pembahasan Hasil Penelitian ... 64
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
6.1. Kesimpulan ... 70
6.2. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN
viii
Tabel 1.5 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan yang Sekarang ... 8
Tabel 2.2 Review Penelitian Terdahulu ... 29
Tabel 4.5 Definisi Operasional Variabel ... ... 44
Tabel 5.1 Statistik Deskriptif Variabel Independen (X) dan Dependen (Y) 52
Tabel 5.2. Uji Normalitas ... 55
Tabel 5.3. Uji Multikolinearitas ... 57
Tabel 5.4. Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Glejser ... 57
Tabel 5.5. Uji Autokolerasi ... 59
Tabel 5.6. Koefisien Determinasi ... 59
Tabel 5.7. Uji Pengaruh Simultan dengan Uji F ... 60
Tabel 5.8 Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t ) ... 61
ix
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ... 31 Gambar 5.1 Uji Normalitas dengan Pendekatan Normal Probability Plot ... 55 Gambar 5.1 Uji Heteroskedastisitas dengan Uji Grafik Scatter Plot ... 58
x
Lampiran 1 Daftar Sampel Perusahaan Periode 2008-2017 ... L-1 Lampiran 2 Daftar Harga Penawaran dan Penutupan ... L-5 Lampiran 3 Daftar Total Aset, Persentase Publik, Volume Perdagangan... L-11 Lampiran 4 Daftar Umur Perusahaan, Kantor Akuntan Publik,
Jenis Industri ... ... L-15 Lampiran 5 Daftar Laba Bersih, Ekuitas, Liabilitas ... .... L-19 Lampiran 6 Daftar Emiten Yang Mengalami Overpricing
Tahun 2008-2017 ... ... L-23 Lampiran 7 Daftar Angka Variabel ... ... L-26 Lampiran 8 Daftar Angka Variabel ... ... L-30
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap perusahaan tentu ingin mengembangkan usahanya hingga menjadi perusahaan yang kuat dan berpengaruh besar dalam kegiatan bisnis di suatu wilayah ataupun dalam rangka memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari sumber pendanaan yang akan diperoleh baik sebagai modal perusahaan ataupun investasi. Beberapa cara dapat digunakan untuk memperoleh pendanaan ini baik yang bersumber dari dalam perusahaan maupun yang bersumber dari luar perusahaan. Pendanaan dari dalam perusahaan seperti kegiatan pengumpulan modal dari para investor pendiri perusahaan itu sendiri ataupun bersumber dari kegiatan operasional perusahaan yang terus berkembang dan diputar dan dialokasikan untuk pendanaan perusahaan kembali.
Adapun sumber pendanaan yang berasal dari luar perusahaan seperti pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya. Pendanaan dari luar perusahaan juga dapat diperoleh dari pelepasan saham ke publik (go public) atau disebut dengan istilah IPO (Initial Public Offering). IPO kerap dijadikan sumber alternatif pendanaan karena tidak beresiko membayar kewajiban bunga tapi lebih kepada pembagian dividen kepada para pemegang saham (Daljono, 2000).
IPO juga alternatif yang sangat ampuh bagi perusahaan untuk memperoleh dana segar karena jumlahnya cenderung cukup signifikan. Namun ada kalanya saat IPO penentuan harga saham perdana yang layak sulit dilakukan. Banyak pertimbangan yang perlu dilakukan. Karena dalam penentuan harga saham
perdana disepakati oleh emiten (perusahaan penerbit) dengan underwriter (penjamin emisi), sedangkan harga saham yang dijual di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar baik tingkat permintaan maupun tingkat penawaran. Penetapan harga saham perdana suatu perusahaan adalah hal yang tidak mudah. Salah satu penyebab sulitnya menetapkan harga penawaran perdana karena tidak adanya informasi harga yang relevan. Hal ini terjadi karena sebelum pelaksanaan penawaran perdana, saham perusahaan belum pernah diperdagangkan sehingga kesulitan untuk menilai dan menentukan harga yang wajar. Di samping itu, keterbatasan informasi mengenai apa dan siapa perusahaan yang akan go public membuat underwriter maupun calon investor harus melakukan analisis yang baik sebelum memutuskan untuk membeli (memesan) saham (Hatta, 2010).
Penentuan harga saham yang akan ditawarkan pada saat IPO merupakan faktor penting karena berkaitan dengan jumlah dana yang akan diperoleh emiten dan resiko yang akan ditanggung oleh underwriter. Jumlah dana yang diterima emiten adalah perkalian antara jumlah saham yang ditawarkan dengan harga per lembar saham, sehingga semakin besar harga per lembar saham maka semakin tinggi pula dana yang akan diperoleh. Maka tak heran jika emiten sering menawarkan harga yang tinggi karena menginginkan pemasukan dana semaksimal mungkin. Sedangkan underwriter sebagai penjamin emisi berusaha untuk meminimalkan resiko agar tidak mengalami kerugian akibat tidak terjualnya saham-saham yang ditawarkan, terutama dalam tipe penjaminan full commitment karena dalam tipe penjaminan ini pihak underwriter akan membeli saham yang tidak laku terjual. Upaya yang dilakukan underwriter untuk mencegah tidak terjualnya saham-saham emiten adalah dengan melakukan
negosiasi dengan emiten agar harga saham tersebut tidak terlalu tinggi (Ghozali, 2002).
Apabila harga saham pada pasar perdana (IPO) lebih rendah dibandingkan dengan harga saham pada pasar sekunder pada hari pertama, maka akan terjadi fenomena harga rendah di penawaran perdana, yang disebut underpricing.
Sebaliknya, apabila harga saat IPO lebih tinggi dibandingkan dengan harga saham pada pasar sekunder pada hari pertama, maka fenomena ini disebut overpricing (Hanafi, 2010).
PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk melakukan IPO pada tahun 2010 dengan melepaskan saham ke publik sebanyak 3.155.000.000 lembar saham baru dan mencatatkannya pada Bursa Efek Indonesia. Saham perdana yang ditawarkan melalui proses bookbuilding (penawaran awal) mencatat kelebihan permintaan sebanyak 9 kali. Kepemilikan saham PT. Krakatau Steel setelah IPO terbagi menjadi 80% dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, dan sisanya 20% akan dimiliki oleh publik. Dalam penawaran ini, Perseroan menunjuk PT. Bahana Securities, PT. Danareksa Sekuritas, dan PT. Mandiri Sekuritas sebagai para penjamin emisi. Harga pelaksanaan IPO ditetapkan sebesar Rp. 850 per lembar saham atau perolehan dana IPO ditetapkan sebesar Rp. 2,681 triliun. Penetapan harga sebesar inilah yang menimbulkan kontroversi di masyarakat mengenai harga saham perdana yang ditawarkan apakah relatif sesuai atau wajar dengan kondisi perusahaan saat ini. PT. Krakatau Steel menjadi salah satu perusahaan yang mengalami underpricing pasca IPO yaitu dari penetapan harga Rp. 850 per lembar saham langsung melejit ke level Rp. 1.200 per lembar saham yakni naik sekitar 40% lebih, padahal dana yang diserap semestinya bisa lebih jauh di atas Rp. 2,681 triliun (Soesatyo, 2010)
Dengan kondisi underpricing yang terlampau jauh tersebut menjadi kondisi yang sangat kurang menguntungkan bagi perusahaan yang melakukan IPO karena dana yang diperoleh tidak maksimal. Kita asumsikan saja apabila ada seorang investor yang berhasil mendapatkan jatah beli 100.000 lot atau 10.000.000 lembar saham PT. Krakatau steel diharga penawaran Rp. 850 dengan mengeluarkan dana sebesar Rp. 8,5 miliar dalam kurun waktu yang sangat singkat nilai saham menjadi Rp. 1.200 per lembar, dengan demikian itu artinya nilai saham investor tersebut menjadi Rp. 12 miliar yang apabila dijual maka return yang langsung diperoleh investor tersebut adalah Rp. 3,5 miliar. Fenomena seperti inilah yang diharapkan dapat diminimalisir oleh perusahaan agar penyerapan dana menjadi maksimal dan tidak semata-mata hanya menguntungkan investor saja dengan initial return yang sangat tinggi. Sebaliknya, bila terjadi overpricing maka investor kehilangan kesempatan untuk memperoleh initial return.
Underpricing merupakan suatu harga sama yang ditentukan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak yakni antara emiten dan penjamin emisi, sehingga akan menimbulkan fenomena Underpricing karena terdapat banyak perbedaan informasi yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam penawaran perdana yaitu emiten, penjamin emisi maupun investor. Sebelum saham yang diperdagangkan di pasar sekunder, saham akan terlebih dahulu di jual di pasar perdana. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Supriya Katti, B.V. Phani. 2016 dengan judul Underpricing of Initial Public Offerings: A Literature Review menyatakan bahwa pengaruh berbagai faktor terutama bergantung pada peraturan spesifik negara, struktur mikro pasar dan mekanisme penentuan harga. Meskipun banyak faktor telah membenarkan tingkat underpricing, mengendalikan faktor- faktor ini tidak sepenuhnya menghilangkan tingkat di bawah harga. Pembenaran
underpricing residual melalui faktor-faktor ini memiliki keterbatasan dalam hal kegagalan untuk benar-benar menjelaskan underpricing IPO. Penelitian ini mengulas berbagai faktor yang disajikan dalam literatur yang ada yang mempengaruhi mekanisme penentuan harga penawaran saham perdana (initial public offering / IPO) di berbagai ekonomi. Kami menyimpulkan bahwa tingkat underpricing bersifat dinamis dan berbagai kekuatan pasar berinteraksi secara bersamaan dalam mengamati variasi dalam penetapan harga isu ekuitas baru.
Penelitian ini menunjukkan pentingnya kerangka peraturan dalam menjelaskan tingkat underpricing IPO. Dari penelitian diatas maka pentingnya penelitian ini untuk dilakukan sehingga dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi underpricing saham pada saat initial public offering di Bursa Efek Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Apakah faktor-faktor yang terdiri dari ukuran perusahaan, return on Asset, financial leverage, persentase saham yang ditawarkan, volume perdagangan, reputasi auditor, umur perusahaan, dan jenis industri berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap underpricing saham pada saat initial public offering di Bursa Efek Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh ukuran perusahaan, return on asset, financial leverage, persentase saham yang ditawarkan, volume perdagangan, reputasi auditor, umur perusahaan, jenis industri secara parsial maupun simultan terhadap underpricing saham saat initial public offering di Bursa Efek Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membuat sebuah keputusan investasi pada saat membeli saham perdana dengan tujuan memperoleh return yang diharapkan.
2. Bagi Emiten, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa pengetahuan bagi emiten mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya underpricing sehingga perlu dipertimbangkan untuk menghindari maupun meminimalkan underpricing tersebut demi keberhasilan dalam melakukan IPO.
3. Bagi Underwriter, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai fair price dan menghindarkan underwriter dari risiko saham tidak laku terjual.
4. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing saham.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya, sebagai bahan referensi dan sumber informasi dalam melakukan penelitian selanjutnya.
1.5. Originalitas
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh I Dewa Ayu Kristiantari (2012) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia”, dimana penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh I Harum Dianingsih (2003) dengan judul “Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing pada Penawaran Saham Perdana (IPO):
Studi Kasus Pada Perusahaan Go Public yang Terdaftar di PT Bursa Efek Jakarta Tahun 1997-2001”.
Penelitian yang dilakukan oleh I Dewa Ayu Kristiantari di Bursa Efek Indonesia terhadap perusahaan yang melakukan IPO dari tahun 1997-2010, yang menemukan bahwa reputasi underwriter, ukuran perusahaan, tujuan penggunaan dana hasil IPO berhubungan negatif dengan tingkat underpricing Sedangkan reputasi auditor, umur perusahaan, profitabilitas perusahaan (ROA), financial leverage (DER) dan jenis industri tidak mempunyai pengaruh signifikan pada tingkat underpricing.
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian di atas.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian sebelumnya variabel yang digunakan adalah reputasi underwriter, reputasi auditor, ukuran perusahaan, umur perusahaan, tujuan penggunaan dana investasi, profitabilitas perusahaan, financial leverage, jenis industri. Sedangkan dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah ukuran perusahaan, return on asset, financial leverage, persentase saham yang ditawarkan, volume
perdagangan, reputasi auditor, umur perusahaan, jenis industri. Perbedaan lainnya adalah objek penelitian, pada penelitian sebelumnya yaitu perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO pada tahun 1997-2010 di Bursa Efek Indonesia sedangkan dalam penelitian ini objeknya adalah perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO dari 2008-2017 di Bursa Efek Indonesia.
Berikut ini tampilan dari perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang yang disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 1.5
Perbedaan Penelitian Terdahulu Dengan yang Sekarang
No Uraian Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang 1
Judul Penelitian
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Underpricing Saham Pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Underpricing Saham Pada Saat Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia 2
Variabel Independen
Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Ukuran
Perusahaan, Umur
Perusahaan, Tujuan Penggunaan Dana Investasi, Profitabilitas Perusahaan, Financial Leverage, Jenis Industri
Ukuran Perusahaan, Return on Asset, Financial Leverage, Persentase Saham yang Ditawarkan, Volume Perdagangan, Reputasi Auditor, Umur Perusahaan, Jenis Industri
3 Objek Penelitian
Seluruh Perusahaan yang IPO di BEI periode 1997- 2010
Seluruh Perusahaan yang IPO di BEI periode 2008- 2017. Hal ini dilakukan agar dapat memberikan informasi lebih akurat dan terkini
sesuai dengan
perkembangannya.
555 4 Jenis Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif Kuantitatif 5 Teknik
Pengambilan Sampel
Purposive Sampling Sensus
6 Jumlah Sampel
161 130
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Underpricing
Underpricing adalah suatu keadaan dimana harga saham yang ditawarkan di pasar perdana lebih rendah dibandingkan ketika ditawarkan di pasar sekunder.
Menurut Jogiyanto (2010) underpricing merupakan fenomena harga rendah terjadi karena penawaran perdana ke publik yang secara rerata murah. Harga saham yang diperdagangkan di pasar perdana telah ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pihak perusahaan (emiten) dan pihak underwriter dalam proses penetapan harga saham di pasar perdana (primary market) pihak underwriter sebagai pihak yang akan menjamin saham yang telah ditawarkan oleh pihak emiten cenderung akan menetapkan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga yang diharapkan dari pihak perusahaan (emiten) dengan tujuan untuk meminimalis risiko yang nantinya akan menjadi tanggung jawabnya bila saham tersebut tidak laku terjual habis. Selanjutnya harga di pasar sekunder (secondary market) akan ditentukan oleh kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran yang terjadi di bursa efek, yang disebut dengan nilai pasar. Tidak hanya sampai disitu penilaian harga saham ini juga tidak luput dari penilaian lainnya seperti nilai buku dan nilai interinsik saham (Hartono, 2000).
a. Teori Dasar Fenomena Underpricing
Terdapat beberapa teori dasar yang dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena underpricing. Beberapa teori tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Asymetry Information Theory
Asymetry Information Theory adalah suatu keadaan dimana terdapat informasi yang tidak sama atau seimbang baik dari segi kualitas maupun kuantitas, antara informasi yang dimiliki oleh pihak dalam emiten dan pihak luar (investor). Menurut Karsana (2009), asimetri informasi disebabkan adanya perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak-pihak yang terlibat dalam penawaran perdana emiten dan underwriter. Underwriter memiliki informasi yang lebih baik tentang pasar modal, sedangkan pihak emiten merupakan pihak yang tidak memiliki informasi tentang pasar modal sehingga apabila di antara mereka tidak memiliki informasi yang lengkap maka akan terjadi perbedaan harga. Perbedaan harga di kedua pasar tersebut mestinya dapat dihindarkan apabila penentu harga di kedua pasar memiliki informasi yang sama. Pada model Rock (1986) dalam Guntoro dan Harahap (2008), informasi asimetri terjadi pada kelompok informed investor dan uninformed investor. Informed investor yang mengetahui lebih banyak mengenai prospek perusahaan emiten akan membeli saham penawaran umum perdana jika after market price yang diharapkan melebihi harga perdana atau dengan kata lain kelompok ini hanya membeli saham penawaran umum perdana yang underpriced saja. Sementara kelompok uninformed investor karena kurang memiliki informasi mengenai perusahaan
emiten akan melakukan penawaran secara sembarangan, baik pada saham penawaran umum perdana yang underpriced maupun overpriced. Akibatnya, kelompok uninformed investor memperoleh proporsi yang lebih besar dalam saham penawaran umum perdana yang overpriced daripada kelompok informed investor. Menyadari bahwa mereka menerima saham penawaran umum perdana yang tidak proporsional, kelompok uninformed akan meninggalkan pasar perdana.
Agar kelompok ini berpartisipasi pada pasar perdana dan memungkinkan memperoleh return saham yang wajar serta dapat menutupi kerugian akibat membeli saham yang overpriced, maka saham penawaran umum perdana harus cukup underpriced.
Beatty dan Ritter, Benveniste dan Spindt membentuk hubungan yang signifikan antara intermediasi underwriter dan tingkat asimetri informasi. Beatty dan Ritter mempelajari 1028 IPO A.S. antara periode 1977 dan 1982. Dalam penelitian ini mereka menunjukkan bahwa tingkat underpricing diinduksi melalui penjamin emisi. Mereka juga menemukan bahwa karena penerbit sadar akan adanya tingkat asimetri informasi, dia cenderung berusaha untuk mengurangi ketidakpastian yang spesifik.
Rock mencontohkan kemungkinan adanya informasi asimetri antar berbagai kelas investor. Dalam model ini ia mengasumsikan peran penerbit dan penjamin emisi sebagai satu dan sama dan tidak ada konflik keagenan di antara keduanya. Pengungkapan informasi melalui draft dokumen tersedia bagi semua investor. Karena ketersediaan informasi dan subjektivitas yang terbatas terkait
dengan perkiraan pertumbuhan di masa depan, membuat investasi di IPO menjadi proposisi berisiko.
2. Signaling Theory
Signaling theory mengungkapkan bahwa tindakan dari perusahaan yang dengan sengaja dalam penawaran melalui penawaran umum perdana memberikan sinyal pada pasar berupa signal positif ataupun signal negatif bagi investor.
Menurut Jama’an (2008) Signaling Theory mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Teori sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate. Teori signal juga dapat membantu pihak perusahaan (agen), pemilik (prinsipal), dan pihak luar perusahaan mengurangi asimetri informasi dengan menghasilkan kualitas atau integritas informasi laporan keuangan. Untuk memastikan pihak-pihak yang berkepentingan meyakini keandalan informasi keuangan yang disampaikan pihak perusahaan (agen), perlu
mendapatkan opini dari pihak lain yang bebas memberikan pendapat tentang laporan keuangan (Mulyadi, 2002).
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing
Keputusan perusahaan dalam melakukan go public dan melempar saham- sahamnya ke publik perlu dipikirkan dan diperhatikan oleh perusahaan emiten dengan matang, hal tersebut dikarenakan perusahaan emiten harus mengetahui dengan pasti isu-isu yang akan muncul yaitu: jenis atau tipe saham apa saja yang akan dikeluarkan, berapa harga saham yang akan ditetapkan per lembar sahamnya dan kapan waktu pelemparan yang tepat. Pada umumnya masalah perusahaan yang berhubungan dengan penawaran umum perdana akan diserahkan ke banker investasi yang memiliki keahlian khusus didalam penjualan sekuritas.
Underpricing terjadi karena adanya asimetri informasi yang akan memengaruhi harga saham penawaran perdananya lebih rendah daripada harga pasar di pasar sekunder. Underwriter memiliki informasi yang lebih baik tentang pasar modal, sedangkan pihak emiten merupakan pihak yang tidak memiliki informasi tentang pasar modal sehingga apabila di antara mereka tidak memiliki informasi yang lengkap maka akan terjadi perbedaan harga. Signaling Theory mengungkapkan bahwa tindakan dari perusahaan dalam penawaran saham perdananya melalui penawaran umum perdana memberikan sinyal pada pasar berupa signal positif ataupun signal negatif bagi investor. Hal yang tidak kalah penting adalah sikap dan tanggapan dari investor yang merupakan pihak penyandang dana dalam penawaran umum perdana. Keputusan atau respon dari investor tentunya didasari
atas pengetahuan dan pengamatannya terhadap informasi yang tersedia (Jama’an, 2008).
2.1.2. Initial Public Offering (IPO)
Dalam pasar finansial, Initial Public Offering (IPO) atau dalam bahasa Indonesia disebut penawaran umum perdana) adalah penjualan pertama saham umum sebuah perusahaan kepada investor umum. Perusahaan tersebut akan menerbitkan hanya saham-saham pertama, namun bisa juga menawarkan saham kedua. Biasanya perusahaan tersebut akan merekrut seorang bankir investasi untuk menjamin penawaran tersebut seorang pengacara korporat untuk membantu menulis prospektus. Penjualan saham diatur oleh pihak berwajib dalam pengaturan finansial dan jika relevan, sebuah bursa saham.
Biasanya menjadi sebuah persyaratan untuk mengungkapkan kondisi keuangan dan prospek sebuah perusahaan kepada para investor (Hartono dan Ali, 2002)
Suatu perusahaan bisa menjual saham pemegang saham lama dan/atau bisa juga saham baru dan/atau bisa juga kombinasi saham lama dan saham baru. Jika perusahaan pada saat IPO menjual saham lama yang dimiliki oleh pemegang saham, maka dana hasil IPO akan masuk ke kantong pemegang saham lama. Tapi, jika yang dijual adalah saham baru, maka dana hasil IPO akan masuk ke kas perusahaan. Dengan demikian, akan ada perbedaan dampak atas menjual saham lama atau menjual saham baru terhadap bisnis perusahaan. Jika saham lama maka perusahaan tidak mendapat dana tambahan untuk ekspansi, tapi jika saham baru maka perusahaan akan memiliki dana untuk ekspansi namun pemegang saham
lama tidak mendapatkan dana tunai. Beberapa tujuan dari IPO menurut Sunariyah (2002) diantaranya:
1. Strategic Listing
Perusahaan melakukan IPO dengan tujuan utama mendapatkan status sebagai perusahaan tercatat di Bursa. Bagi beberapa sektor bisnis, status ini sangat penting, karena akan menunjukkan bahwa seolah-olah perusahaan mereka dapat dipercaya, perusahaan mereka memiliki tata kelola yang baik, perusahaan mereka juga diawasi oleh berbagai pihak, informasi tentang perusahaan mereka tersedia di berbagai media, dan lainnya. Itu semua akan mereka gunakan untuk mengembangkan bisnis, mendapatkan nasabah baru, bahkan digunakan untuk alasan prestise. Alasan ini tidak salah dan bahkan boleh-boleh saja, asalkan setelah IPO, perusahaan yang diwakili oleh manajemen perusahaan tidak menganak-tirikan investor minoritas. Tidak sedikit perusahaan yang IPO dengan alasan utama ini, kemudian hari tidak memperdulikan nasib investor minoritas, bahkan tidak lagi memperdulikan kinerja perusahaan dan harga saham di pasar sekunder.
2. Fund Raising
IPO juga bisa lakukan dengan tujuan utama mendapatkan dana murah dari Pasar Modal. Mengapa bisa disebut dana murah? Jawabannya karena tidak ada keharusan dan kepastian berapa keuntungan yang akan diperoleh investor dengan membeli suatu saham. Sehingga, jika suatu perusahaan melakukan IPO hanya dengan tujuan mendapatkan dana murah, maka mereka tidak merasa memiliki tanggungjawab untuk memberikan keuntungan yang memadai bagi para investor.
Akibatnya, keuntungan perusahaan tidak pernah tambah naik malah bahkan bisa jadi merugi setelah melakukan IPO. IPO dengan tujuan utama seperti ini sangat merugikan investor, karena dana mereka tidak dihargai dengan baik oleh perusahaan yang sahamnya mereka miliki.
3. Public Company
IPO dengan tujuan utama menjadi perusahaan publik adalah merupakan tujuan IPO yang sesungguhnya. Suatu perusahaan yang ingin menjadi perusahaan publik, mereka akan mendapat berbagai keuntungan, baik dari sisi prestise maupun dana. Tetapi, mereka harus membuat perusahaan memiliki tatakelola yang bagus, perkembangan perusahaan yang baik, dan keuntungan yang tinggi serta peduli dengan kepentingan investor. Perusahaan yang IPO dengan tujuan ini akan menjadikan para investor sebagai teman bisnis, dimana semua hak mereka tidak akan ada yang diabaikan atau dihilangkan. Mengapa ada perusahaan yang IPO dengan bersungguh-sungguh menjadi perusahaan publik? Pengalaman mengatakan bahwa suatu perusahaan yang benar-benar menjadi perusahan publik akan mendapat berbagai keuntungan yaitu harga saham mereka dihargai lebih tinggi, saham mereka akan lebih likuid, mudah mendapatkan pendanaan, kredibilitas perusahaan makin baik, bisnis mereka akan lebih cepat berkembangnya. Itu semua akan mereka miliki karena semua investor diperlakukan sebagai teman bisnis, sehingga para investor akan menjadi ujung tombak mereka, khususnya dalam pembentukan brand image perusahaan.
Selain tujuan yang disebut di atas, IPO juga memiliki manfaat menurut Jogiyanto (2010) diantaranya:
1. Sebagai Sumber Pendanaan Baru
Dana untuk pengembangan, baik untuk penambahan modal kerja maupun untuk ekspansi usaha, adalah faktor yang sering menjadi kendala banyak perusahaan. Dengan menjadi perusahaan publik, kendala pendanaan tersebut akan lebih mudah diselesaikan. Perolehan dana dapat melalui penjualan saham kepada publik, mempermudah akses perbankan, dan mempermudah akses perusahaan untuk masuk ke pasar uang melalui penerbitan surat utang baik jangka pendek maupun jangka panjang.
2. Memberikan competitive advantage untuk pengembangan usaha
Dengan menjadi perusahaan publik, perusahaan akan memperoleh banyak keunggulan kompetitif untuk pengembangan usaha di masa yang akan datang.
Misalnya, melalui IPO, perusahaan berkesempatan untuk mengajak partner kerjanya seperti supplier dan buyer untuk menjadi pemegang saham. Sebagai perusahaan publik, emiten dituntut oleh banyak pihak untuk dapat selalu meningkatkan kualitas kerja operasionalnya.
3. Melakukan merger atau akuisisi melalui penerbitan saham baru
Pengembangan usaha melalui merger atau akuisisi merupakan salah satu cara yang cukup banyak diminati untuk mempercepat pengembangan skala usaha perusahaan.
4. Peningkatan kemampuan going concenrn
Kemampuan going concern bagi perusahaan adalah kemampuan untuk tetap dapat bertahan dalam kondisi apapun termasuk dalam kondisi yang dapat mengakibatkan bangkrutnya perusahaan.
5. Meningkatkan citra perusahaan
Dengan go public, suatu perusahaan akan selalu mendapat perhatian media dan komunitas keuangan. Artinya, perusahaan tersebut mendapat publikasi secara cuma-cuma sehingga dapat meningkatkan citranya.
6. Meningkatkan nilai perusahaan
Dengan menjadi perusahaan publik yang sahamnya diperdagangkan di bursa, setiap saat dapat diperoleh valuasi terhadap nilai perusahaan. Setiap peningkatan kinerja operasional dan kinerja keuangan, umumnya akan memiliki dampak terhadap harga saham di bursa.
Adapun keuntungan yang didapat dari go public menurut Jogiyanto (2010) sebagai berikut:
a. Kemudahan meningkatkan modal di masa datang b. Meningkatkan likuiditas bagi pemegang saham c. Nilai pasar perusahaan diketahui
Selain keuntungan di atas, ada pula kerugian yang ditimbulkan dari go public menurut Hartono (2003) sebagai berikut:
a. Biaya laporan yang meningkat
b. Perusahaan yang go public diwajibkan menyerahkan laporan laporan kepada regulator setiap kuartal dan setiap tahunnya.
c. Pengungkapan (disclosure)
d. Beberapa pihak di dalam perusahaan umumnya keberatan dengan ide pengungkapan.
e. Ketakutan untuk diambil alih
f. Manajer perusahaan yang hanya mempunyai hak veto yang rendah umumnya diganti dengam manajer baru jika perusahaan diambil alih.
Tahapan-tahapan dalam proses Initial Public Offering diantaranya:
a. Tahap Persiapan
1. Perusahaan yang akan melakukan IPO terlebih dahulu mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) untuk mendapatkan persetujuan dari pemegang saham.
2. Mempersiapkan Penjamin Emisi/Underwriter.
b. Tahap Pemasaran
Bapepam akan melakukan penelitian tentang keabsahan dokumen, keterbukaan seluruh aspek legal, akuntansi, keuangan dan manajemen.
Langkah selanjutnya adalah pernyataan pendaftaran yang diajukan ke BAPEPAM sampai pernyataan pendaftaran yang efektif, maka langkah- langkah lain yang harus dilakukan adalah :
1. Due diligence meeting 2. Public expose dan roadshow 3. Book building
4. Penentuan harga perdana
c. Tahap Penawaran Efek pada Pasar Perdana
Setelah pernyataan pendaftaran dinyatakan efektif oleh BAPEPAM maka efek yang dikeluarkan oleh emiten sudah boleh dipasarkan kepada masyarakat.
Mekanisme penawaran umum ini ditentukan dan diatur oleh underwriter yang
ditunjuk oleh emiten. Penawaran umum inilah yang dinamakan penawaran pada Pasar Perdana.
d. Tahap Pencatatan Efek di Bursa dan Perdagangan di Pasar Sekunder
Setelah melakukan penawaran umum maka emiten akan mencatatkan perusahaannya di bursa atau Bursa Efek Indonesia (BEI) dan atau di bursa lain baik dalam negeri maupun di luar negeri sepanjang emiten sanggup memenuhi syarat pencatatan suatu emisi di suatu bursa dan tentu saja sesuai dengan kebutuhan dari emiten.
e. Prospektus dan Kelengkapannya
Prospektus bagi emiten adalah sebagai sarana untuk memperkenalkan diri kepada investor. Dalam prospektus ini emiten menguraikan semua tentang emisi yang ditawarkan.
2.1.3. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dapat dijadikan sebagai proxy tingkat ketidak pastian saham. Perusahaan yang berskala besar cenderung lebih dikenal masyarakat sehingga informasi mengenai prospek perusahaan berskala besar lebih mudah diperoleh investor daripada perusahaan berskala kecil. Tingkat ketidakpastian yang akan dihadapi oleh calon investor mengenai masa depan perusahaan emiten dapat diperkecil apabila informasi yang diperolehnya banyak (Ardiansyah, 2004).
Tingkat ketidak pastian perusahaan berskala besar pada umumnya rendah karena dengan skala yang tinggi perusahaan cenderung tidak dipengaruhi pasar, sebaliknya dapat mewarnai dan mempengaruhi keadaan pasar secara keseluruhan.
Keadaan ini dapat dinyatakan sebagai kecilnya tingkat resiko investasi perusahaan
berskala besar dalam jangka panjang. Sedangkan pada perusahaan berskala kecil tingkat ketidak pastian di masa yang akan datang besar, sehingga tingkat resiko investasinya lebih besar dalam jangka panjang (Nurhidayati dan Indriantoro, 1998).
2.1.4. Return On Asset
Return on asset merupakan salah satu rasio profibalitas, yaitu rasio yang menunjukkan seberapa efektifnya perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan atau laba bagi peruusahaan. Return on asset digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan cara memanfaatkan aktiva yang dimilikinya (Ang, 1997). Nilai return on asset yang semakin tinggi akan menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba di masa yang akan datang dan laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai pertimbangan dalam menanamkan modalnya. Profitabilitas yang tinggi dari suatu perusahaan akan mengurangi ketidak pastian bagi investor sehingga akan menurunkan tingkat underpricing (Ghozali, 2002). Hal ini berarti kemungkinan investor untuk mendapatkan return awal semakin rendah.
2.1.5. Financial Leverage
Menurut Fahmi (2012), financial leverage terjadi pada saat perusahaan menggunakan sumber dana yang menimbulkan beban tetap. Apabila perusahaan menggunakan hutang, maka perusahaan harus membayar bunga.
Apabila financial leverage ini tinggi menunjukkan resiko suatu perusahaan dan akan mengurangi minat investor sehingga akan meningkatkan ketidakpastian suatu perusahaan.
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi financial leverage, yaitu sebagai berikut :
1. Tingkat pertumbuhan penjualan
Tingkat pertumbuhan penjualan masa depan merupakan ukuran sampai sejauh mana laba per saham dari suatu perusahaan yang dapat ditingkatkan oleh leverage. Jika penjualan dan laba meningkat, pembiayaan dengan hutang dengan beban tertentu akan meningkatkan pendapatan pemilik saham.
2. Stabilitas arus kas
Bila stabilitas penjualan dan laba lebih besar, maka beban hutang tetap yang terjadi pada perusahaan akan mempunyai resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang menjual dan labanya menurun.
2. Karakteristik Industri
Kemampuan untuk membayar hutang tergantung pada profitabilitas dan juga volume penjualan. Dengan demikian stabilitas laba adalah sama pentingnya dengan stabilitas penjualan.
3. Struktur aktiva
Struktur aktiva mempengaruhi sumber-sumber pembiayaan melalui beberapa cara. Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap jangka panjang, terutama jika permintaan akan produk cukup meyakinkan, akan banyak menggunakan hutang hipotek jangka panjang. Perusahaan yang sebagian aktivanya berupa piutang dan persediaan barang tidak begitu tergantung pada pembiayaan jangka pendek.
4. Sikap manajemen
Sikap manajemen yang paling berpengaruh dalam memilih cara pembiayaan adalah sikapnya terhadap pengendalian dan resiko.
Perusahaan besar yang sahamnya dimiliki oleh banyak orang akan memilih penambahan penjualan saham biasa karena penjualan ini tidak akan banyak mempengaruhi pengendalian perusahaan. Sebaliknya, pemilik perusahaan kecil mungkin lebih sering menghindari penerbitan saham biasa dalam usahanya untuk tetap mengendalikan perusahaan sepenuhnya karena mereka biasanya sangat yakin terhadap prospek perusahaan mereka dan karena mereka dapat melihat laba besar yang akan mereka peroleh.
5. Sikap pemberi pinjaman
Manajemen ingin menggunakan leverage melampaui batas normal untuk bidang industrinya, pemberi pinjaman mungkin tidak tersedia untuk memberi tambahan pinjaman. Pemberi pinjaman berpendapat bahwa hutang yang terlalu besar akan mengurangi posisi kredit dari peminjaman dan penilaian kredibilitas yang dibuat sebelumnya.
Struktur permodalan perusahaan akan membandingkan antara permodalan dari kreditor dan pemegang saham. Struktur permodalan yang paling didominasi oleh hutang menyebabkan pihak manajemen akan memprioritaskan pelunasan kewajiban terlebih dahulu sebelum membagikan deviden. Perusahaan yang memiliki rasio hutang lebih besar seharusnya membagikan deviden lebih kecil karena laba yang diperoleh digunakan untuk melunasi kewajiban.
2.1.6. Persentase Saham yang Ditawarkan
Nurhidayati dan Indriantono (1998) menyatakan persentase saham yang ditawarkan ke publik menunjukkan berapa besar bagian dari modal disetor yang akan dimiliki oleh publik dan digunakan sebagai proksi terhadap ketidakpastian di masa depan yang akan diterima oleh penjamin emisi dan investor. Proposi dari saham yang ditahan dari pemegang saham lama dapat menunjukan aliran informasi dari saham emiten ke calon investor. Semakin besar proposi saham yang dipegang oleh pemegang saham lama semakin banyak informasi privat yang dimiliki oleh pemegang saham lama. Besarnya persentase penawaran menunjukkan persentase jumlah saham yang ditawarkan kepada publik dari keseluruhan saham yang diterbitkan emiten. Semakin besar tingkat kepemilikan yang ditahan (atau semakin kecil persentase saham yang ditawarkan) akan memperkecil tingkat ketidakpastian pada masa yang akan datang. Kepemilikan saham diduga berpengaruh terhadap tingkat underpricing karena dengan jumlah saham yang semakin banyak ditawarkan kepada publik menunjukkan bahwa tidak ada private information yang dimiliki oleh pemilik perusahaan. Semakin besar persentase saham yang ditawarkan kapada masyarakat dengan tingkat ketidak pastiannya yang semakin besar dan harga penawaran perdana yang disepakati oleh emiten dan penjamin emisi akan lebih rendah (Nurhidayati dan Indriantono 1998).
2.1.7. Volume Perdagangan
Volume perdagangan (transaksi) menurut Downes dan Goodman (2000) didefinisikan jumlah total saham, obligasi, atau future kontrak yang diperdagangkan dalam suatu masa tertentu. Angka volume ini dilaporkan oleh
bursa per individu emiten, yang dilakukan oleh perusahaan efek maupun secara total perdagangan. Istilah volume perdagangan (transaksi) dalam kamus keuangan berarti jumlah saham atau surat berharga yang diperdagangkan dalam satu periode, atau jumlah perdagangan suatu saham atau surat berharga.
Dapat pula berarti merupakan jumlah perdagangan saham atau surat berharga dalam pasar secara keseluruhan.
Volume perdagangan dalam penelitian ini merupakan jumlah lembar saham yang diperdagangkan dalam suatu periode waktu tertentu oleh berbagai emiten yang dijadikan sampel. Volume perdagangan mengukur unit yang diperdagangkan dalam periode waktu tertentu. Volume perdagangan akan membantu menentukan intensitas pergerakan harga, karena kenaikan harga saham harus dibarengi dengan kenaikan volume pergadangan untuk menunjukkan antusias dari pelaku pasar. Pada dasarnya tidak ada batasan minimal dana dan jumlah untuk membeli saham dalam perdagangan saham.
Jumlah yang dijual belikan dilakukan dalam satuan perdagangan yang disebut lot. Di Bursa Efek Indonesia satu lot berarti 100 lembar saham dan itulah batas minimal pembelian saham.
2.1.8. Reputasi Auditor
Reputasi auditor sering digunakan sebagai proksi dari kualitas audit, skala auditor, dan spesialis industri auditor. Pada penelitian ini reputasi auditor diukur dengan besar kecilnya kantor akuntan publik yang melakukan audit laporan keuangan suatu entitas. kantor akuntan publik besar yang pernah mengaudit perusahaan go public dan berafiliasi dengan kantor akuntan publik
internasional, begitupun sebaliknya dengan kantor akuntan publik kecil.
Reputasi auditor didasarkan pada kepercayaan pemakai jasa auditor bahwa auditor memiliki kekuatan tertentu yang secara umum tidak dapat diamati.
Auditor bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang mempunyai kualitas tinggi yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan para pemakai laporan keuangan. Reputasi auditor menunjukkan prestasi dan kepercayaan publik yang disandang auditor atas nama besar yang dimiliki auditor tersebut. Dalam penelitian ini reputasi auditor diproksikan dengan ukuran kantor akuntan publik. Klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari kantor akuntan publik besar dan yang memiliki afiliasi dengan kantor akuntan publik internasional lah yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review. Auditor yang memiliki reputasi dan nama besar dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik, termasuk dalam mengungkapkan masalah going concern demi menjaga reputasi mereka (Efraim Ferdinan Giri, 2010). Menurut Rudyawan dan Badera (2007) menyatakan bahwa auditor memiliki reputasi besar dan nama dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik, termasuk masalah kelangsungan diungkapkan dengan mempertahankan reputasi mereka.
Sementara klien biasanya merasakan auditor yang berasal dari lima besar atau berafiliasi dengan perusahaan akuntan internasional yang karakteristiknya asosiasi dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional serta peer review.
Penghakiman terhadap akuntan publik sering dilakukan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah dengan melihat kondisi bangkrut tidaknya perusahaan yang diaudit. Hal itu berarti bahwa saat ini nasib akuntan publik sepertinya dipertaruhkan pada jatuh bangun bisnis perusahaan kliennya. Ini menunjukkan bahwa reputasi auditor dipertaruhkan saat memberikan opini audit (Purba 2006).
2.1.9 Umur Perusahaan
Perusahaan yang sudah lama berdiri, keikutsertaannya dalam pasar modal merupakan salah satu jalan untuk mengembangkan usahanya (Widayani dan Yasa, 2013). Umur perusahaan yang semakin lama menandakan bahwa semakin banyak pengalaman yang dimiliki perusahaan. Pengalaman perusahaan yang sudah lama berdiri cenderung telah memiliki banyak informasi mengenai keadaan pasar saham di industri sejenis serta mengenai reputasi underwriter yang akan dipilih sebagai penjamin emisi perusahaan yang akan melakukan IPO. Menurut Riyadi (2012) semakin lama suatu perusahaan berdiri maka kesalahan informasi akan semakin kecil dan lebih dipercaya oleh para investor. Selain itu perusahaan yang telah lama berdiri akan lebih memiliki kondisi keuangan yang lebih matang. Perusahaan yang belum lama berdiri akan lebih sulit untuk membentuk ramalan laba dibandingkan dengan perusahaan yang telah lama berdiri.
2.1.10. Jenis Industri
Jenis industri menunjukkan karakteristik perusahaan yang beroperasi di dalam industri tersebut. Jenis industri pada umumnya dibedakan oleh produk yang dihasilkan. Sari (2011) menyatakan perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dapat dikategorikan ke dalam 2 kelompok besar, yaitu:
1. Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang menjalankan proses pembuatan produk. Sebuah perusahaan bisa dikatakan perusahaan manufaktur apabila ada tahapan input-proses output yang akhirnya menghasilkan suatu produk.
2. Perusahaan non manufaktur adalah perusahaan yang tidak menjalankan proses pembuatan produk.
2.2.1 Review Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang dijadikan sebagai pedoman untuk melakukan penelitian ini, seperti pada Tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2
Review Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti & Tahun
Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil 1
Islam et al (2010)
An Emperical Investigation of the Underpricing of Initial Public Offering in the Chittagong Stock Exchange
Variabel Independen:
Company Age, offer size, company size, dan industrial type
Variabel Dependen:
Underpricing
Variabel percentage capacity for public offering, company size, and industrial type berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing pada tingkat, sedangkan variabel company age berpengaruh positif terhadap underpricing.
2 Saurabh Ghosh (2005)
Underpricing of Initial Public Offering: The Indian Experience
Variabel Independen:
Company Age, offer size, company size, dan industrial type
Variabel Dependen:
Underpricing
Variabel offer size tidak berpengaruh terhadap underpricing, sedangkan Variabel company age, company size, dan industrial type berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing.
3 How et al (1995)
Differential Information and the Underpricing of IPO Australian Evidence
Variabel Independen:
Company Age, offer size, listing time,dan reputation of underwriter
Variabel Dependen:
Underpricing
Semua variabel independen yaitu Company Age, offer size, listing time,dan reputation of underwriter Berpengaruh negatif signifikan
terhadap underpricing
4 Kim et al (1993)
Motives for going
public and
underpricing New Findings from Korea
Variabel Independen:
Investment, underwriter quality, ROA, Financial Leverage, Gross Proceeds, Ownership Retention Variabel Dependen:
Underpricing
Variabel Financial Leverage dan Ownership Retention berpengaruh positif terhadap underpricing sedangkan Investment, underwriter quality, ROA, dan Gross Proceeds berpengaruh positif terhadap Underpricing.
5 Mega Gunawan dan Viriany Jordin (2015)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham Pada Perusahaan yang Melakukan IPO yang Terdaftar di BEI
Variabel Independen:
ROA, DER, EPS, umur Perusahaan, ukuran perusahaan, persentase saham yang ditawarkan ke publik.
Variabel Dependen:
Underpricing
Variabel ROA dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing, sementara DER, EPS, umur perusahaan, dan persentase saham yang ditawarkan ke publik tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing.
6 5
Shoviyah Nur Aini (2013)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Pada Perusahaan IPO di BEI
Variabel Independen:
ROE, ukuran perusahaan, umur perusahaan, reputasi underwriter, penggunaan dana IPO untuk investasi, reputasi auditor
Variabel Dependen:
Underpricing
Variabel ROE, ukuran perusahaan, umur perusahaan, reputasi underwriter, dan penggunaan dana IPO untuk investasi tidak berpengaruh terhadap underpricing, sementara variabel reputasi auditor berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing
Nama Peneliti No & Tahun
Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil
7
Reza Widhar Pahlevi (2014)
Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Umum Perdana di BEI
Variabel Independen:
Reputasi underwriter, reputasi auditor, financial leverage, ROA, NPM, Current ratio, ukuran
perusahaan, umur
perusahaan Variabel Dependen:
Underpricing
Variabel Reputasi underwriter, reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing, sedangkan variabel financial leverage berpengaruh positip terhadap underpricing, sedangkan variabel ROA, NPM, Current ratio, ukuran perusahaan, dan umur perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing 8 Venantia
Anitya Hapsari, M.
Kholiq Mahfud (2012)
Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Umum Perdana
Variabel Independen:
Reputasi underwriter, reputasi auditor, current ratio, EPS, ROE, ukuran perusahaan,
Variabel Dependen:
Underpricing
Variabel Reputasi underwriter, reputasi auditor, ROE, ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap underpricing, sementara variabel current ratio dan EPS tidak berpengaruh terhadap underpricing
9 Lismawati Munawaroh (2015)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Penawaran Umum Perdana
di Bursa Efek Indonesia
Variabel independen:
Reputasi underwriter, Profitabilitas perusahaan (ROA), financial leverage (DER), ukuran perusahaan, umur perusahaan.
Variabel Dependen:
Underpricing,
Variabel Reputasi underwriter dan umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat underpricing, sementara variabel profitabilitas perusahaan (ROA), dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat
Underpricing, sedangkan
Financial leverage (DER) berpengaruh positif terhadap underpricing.
10 I Dewa Ayu
Kristiantari (2012)
Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Perdana di BEI
Variabel Independen:
reputasi underwriter, reputasi auditor,
ukuran perusahaan,
umur perusahaan, tujuan penggunaan dana infestasi, profitabilitas perusahaan, financial leverage, jenis industri
Variabel Dependen:
Underpricing
Variabel reputasi underwriter, ukuran perusahaan, tujuan penggunaan dana investasi berpengaruh negatif terhadap underpricing, sedangkan variabel reputasi auditor, umur perusahaan, profitabilitas perusahaan, financial leverage, dan jenis industri tidak berpengaruh terhadap underpricing.
11 Supriya Katti B.V. Phani (2016)
Underpricing of Initial Public Offerings: A Literature Review
Varibel Independen : Underpricing, Asymetry Information,
Variabel Dependen : Signaling
Tingkat underpricing bersifat dinamis dan berbagai kekuatan pasar berinteraksi sekaligus dalam mengamati variasi harga yang baru dan hasilnya signifikan terhadap kerangka peraturan negara setempat dalam menjelaskan underpricing