• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1.1. Perilaku Konsumen

American Marketing Association dalam Peter dan Olson (1999),

mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Terdapat tiga ide penting dalam definisi tersebut yaitu :

1. Perilaku Konsumen adalah Dinamis

Definisi tersebut menekankan bahwa perilaku konsumen adalah dinamis yang berarti bahwa seorang konsumen, grup konsumen serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Hal ini memiliki implikasi terhadap studi perilaku konsumen, demikian pula pada pengembangan strategi pemasaran. Salah satu implikasinya dalam perilaku konsumen adalah bahwa generalisasi perilaku konsumen biasanya terbatas untuk satu jangka waktu tertentu, produk dan individu atau grup tertentu.

2. Perilaku Konsumen Melibatkan Interaksi

Hal kedua yang ditekankan dalam definisi perilaku konsumen adalah keterlibatan interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar. Ini berarti bahwa untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat harus memahami apa yang dipikirkan oleh konsumen (kognisi) dan yang konsumen rasakan (pengaruh), apa yang konsumen lakukan (perilaku) dan apa serta dimana (kejadian di sekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa dan dilakukan konsumen. 3. Perilaku Konsumen Melibatkan Pertukaran

Hal terakhir yang ditekankan dalam definisi perilaku konsumen adalah pertukaran diantara individu. Hal ini membuat definisi perilaku konsumen tetap konsisten dengan definisi pemasaran yang juga menekankan pertukaran.

Perilaku konsumen memiliki kepentingan khusus karena berbagai alasan termasuk bagi para pemasar. Engel et al (1994) mendefinisikan perilaku

konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan tersebut. Terdapat beberapa faktor yang mendasari keputusan konsumen yang saling berhubungan yang terdiri dari faktor lingkungan, perbedaan individu dan proses psikologis. Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 1.

Perbedaan Individu

Sumberdaya Konsumen Motivasi & Keterlibatan

Pengetahuan Sikap

Kepribadian & Gaya Hidup Demografi Proses Keputusan Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Pembelian Hasil Proses Psikologis Pemrosesan Informasi Pembelajaran Pengaruh Lingkungan Budaya Kelas Sosial Pengaruh Pribadi Keluarga Situasi Perubahan Sikap Distribusi Promosi Produk Harga Strategi Pemasaran

Gambar 1. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Sumber: Engel et al (1994)

3.1.2. Tahapan Proses Keputusan Pembelian

Konsumen dalam melakukan suatu keputusan pembelian akan melewati tahapan sebelum mencapai keputusan pembelian suatu produk. Tahapan yang harus dilalui oleh seorang konsumen menurut Engel et al (1994) terdiri dari lima tahap yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,

pembelian dan hasil. Tahapan keputusan pembelian konsumen dapat dilihat pada Gambar 2. Pengenalan Kebutuhan Pembelian Evaluasi Alternatif Hasil Pencarian Informasi

Gambar 2. Tahapan Proses Keputusan Pembelian

Sumber: Engel et al (1994)

a. Pengenalan Kebutuhan

Proses membeli diawali saat konsumen menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkan. Kebutuhan yang terdapat di dalam diri konsumen dapat disebabkan oleh rangsangan internal yaitu kebutuhan normal seseorang yang meningkat hingga suatu tingkat tertentu dan berubah menjadi dorongan, selain itu pengalaman masa lampau seseorang belajar menangani motivasi terhadap suatu produk untuk memuaskan keinginannya. Sedangkan rangsangan eksternal berasal dari interaksi langsung dengan keadaan lingkungan yang memberikan suatu penawaran sesuai dengan keinginan konsumen (Kotler, 1993).

b. Pencarian Informasi

Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak mengenai produk yang akan kemudian dikonsumsi. Pencarian informasi dapat dibedakan menjadi dua tingkat yaitu perhatian yang meningkat dengan pengertian pencarian informasi sangat standar dimana konsumen akan lebih bersikap menerima informasi tentang suatu produk, perhatian pada iklan dan pembicaraan mengenai produk yang akan dikonsumsi. Tingkat yang kedua yaitu mencari informasi secara aktif dimana konsumen akan mencari bahan bacaan yang berhubungan dengan produk, menelpon teman dan melakukan kegiatan untuk mempelajari produk lain sebagai perbandingan. Umumnya jumlah aktivitas pencarian konsumen akan meningkat bersamaan dengan konsumen berpindah dari situasi pemecahan masalah terbatas menjadi pemecahan masalah yang ekstensif. Sumber-sumber informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu :

1. Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan

2. Sumber komersil : iklan, pameran, penyalur tenaga penjualan 3. Sumber umum : media massa, organisasi konsumen

4. Sumber pengalaman : pernah menangani, menguji, menggunakan produk Secara umum konsumen menerima informasi terbanyak dari suatu produk dari sumber komersil yaitu sumber yang didominasi oleh para pemasar tetapi informasi yang paling efektif berasal dari sumber pribadi. Setiap sumber informasi melaksanakan suatu fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Informasi komersil umumnya melaksanakan fungsi memberitahu, sedangkan sumber pribadi melaksanakan fungsi legitimasi atau evaluasi. Dengan mengumpulkan informasi, konsumen belajar tentang merek yang bersaing dan ciri masing-masing merek (Kotler, 1993).

Engel et al, (1994) mengatakan bahwa konsumen mencari informasi yang

disimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal).

c. Evaluasi Alternatif

Menurut Kotler (1993), informasi yang didapatkan oleh konsumen akan diproses untuk menentukan pilihan dan membuat keputusan akhir dan hal ini membutuhkan proses evaluasi yang tidak sederhana yang dilakukan oleh satu orang konsumen atau seluruh konsumen pada situasi membeli. Kebanyakan model dari proses evaluasi konsumen bersifat kognitif yaitu mereka memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap produk terutama berdasarkan pada pertimbangan yang sadar dan rasional. Konsumen akan berusaha untuk memuaskan suatu kebutuhan dan mencari manfaat-manfaat tertentu pada suatu produk. Konsumen melihat setiap produk sebagai himpunan dari sifat-sifat atau ciri-ciri tertentu dengan kemampuan yang beragam dalam memberikan manfaat dan memuaskan kebutuhan.

Konsumen membedakan ciri produk yang relevan dan menarik, konsumen akan memberikan perhatian terbesar pada produk yang memberikan manfaat yang dicari. Konsumen mungkin akan mengembangkan seperangkat kepercayaan merek tentang dimana setiap merek berbeda pada ciri masing-masing yang akan menimbulkan citra dari suatu merek. Kepercayaan merek konsumen akan

beragam sesuai dengan pengalamannya dan sesuai dengan akibat dari perhatian selektif. Konsumen akan sampai pada sikap, pendapat atau preferensi terhadap alternatif merek melalui beberapa prosedur evaluasi dalam membuat keputusan diantara atribut obyek yang banyak (Kotler, 1993).

d. Pembelian

Pada tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi terhadap merek yang terdapat pada perangkat pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk tujuan membeli untuk merek yang paling disukai. Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan membeli yang ditunjukkan pada Gambar 3. Penelitian Alternatif Tujuan Membeli Keputusan Membeli Faktor Keadaan Tidak Terduga Sikap Orang Lain

Gambar 3. Tahap-Tahap Antara Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian

Sumber: Kotler (1993)

Faktor yang pertama adalah sikap orang lain yang akan mempengaruhi keputusan seseorang untuk membeli. Sikap orang lain akan mengurangi alternatif pilihan seseorang tergantung pada intensitas sikap negatif orang lain tersebut terhadap alternatif pilihan konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut. Tujuan pembelian juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor keadaan yang tidak terduga. Konsumen membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan dan manfaat produk yang diharapkan. Pada saat konsumen ingin bertindak, faktor-faktor keadaan yang tidak terduga mungkin timbul dan mengubah tujuan membeli. Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari keputusan membeli akan sangat dipengaruhi oleh resiko yang diperkirakan. Konsumen tidak dapat merasa pasti mengenai hasil pembelian yang mengakibatkan kecemasan. Jumlah resiko yang diperkirakan akan bervariasi dengan jumlah uang yang dikeluarkan, jumlah atribut yang tidak pasti dan besarnya rasa percaya diri konsumen.

Seorang konsumen yang memutuskan untuk melaksanakan tujuan pembelian akan dihadapkan pada membuat lima sub keputusan membeli yaitu keputusan merek, keputusan mengenai penjualan, keputusan mengenai jumlah, keputusan kapan akan membeli dan keputusan metode membayar. Pada sisi lain pembelian produk yang dilakukan setiap hari akan melibatkan keputusan dan pertimbangan yang lebih sedikit.

e. Hasil Pembelian

Konsumen tidak berhenti pada tahapan pembelian dalam proses keputusan pembelian tapi konsumen melakukan evaluasi terhadap pilihan produk yang dibelinya. Pada tahap hasil pembelian, konsumen melakukan evaluasi untuk mengetahui alternatif yang dipilih telah memenuhi kebutuhan dan harapan segera setelah digunakan. Hasil dari evaluasi berupa kepuasan dan ketidakpuasan. Kepuasan konsumen akan berfungsi sebagai loyalitas terhadap produk sehingga untuk waktu yang akan datang akan ada pembelian berulang. Sementara ketidakpuasan akan menghasilkan komunikasi lisan yang negatif, keluhan dan upaya untuk menuntut ganti rugi melalui sarana hukum (Engel et al, 1995).

3.1.3. Atribut Produk

Kotler (1993) mengatakan bahwa atribut merupakan karakteristik atau sifat suatu produk yang umumnya mengacu pada karakteristik yang berfungsi sebagai kriteria evaluatif selama pengambilan keputusan. Atribut produk merupakan sifat-sifat produk yang menjamin agar produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan yang diharapkan oleh konsumen. Atribut produk menjadi suatu pertimbangan bagi konsumen untuk memutuskan pembelian produk. Atribut terdiri dari dua jenis yaitu :

1) Atribut yang berwujud (tangible) meliputi ciri produk seperti harga, kemasan, kualitas, desain produk, label dan warna.

2) Atribut yang tidak berwujud (intangible) meliputi ciri produk yang tidak berwujud seperti nama baik, popularitas perusahaan penghasil produk serta pandangan atau image konsumen terhadap merek produk.

Atribut objek perilaku konsumen dimana jika objek itu merupakan merek atau kategori produk maka terdapat dua pengertian yang dapat diberikan.

Pengertian pertama, atribut sebagai karakteristik yang membedakan merek atau produk dari yang lain meliputi dimensi-dimensi yang terkait dengan produk atau merek seperti performan, daya tahan, kehandalan, desain, gaya, reputasi dan lainnya. Kedua, faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam mengambil keputusan tentang pembelian suatu merek ataupun kategori produk yang melekat pada produk atau menjadi bagian produk itu sendiri seperti harga, ketersediaan produk, merek, harga jual kembali, layanan dan hal lainnya (Simamora, 2002).

3.1.4. Konsep Kepuasan Konsumen

Menurut Olson (1999), kepuasan konsumen (consumer satisfaction) yaitu sejauh mana harapan pra pembelian seorang konsumen dipenuhi atau bahkan dilebihi oleh suatu produk dan ketidakpuasan (dissatisfaction) muncul ketika harapan pra pembelian ternyata dikonfirmasi negatif yaitu ketika produk berkinerja lebih buruk dari yang diharapkan. Sedangkan Engel et al (1994), menyatakan definisi kepuasan adalah evaluasi pasca konsumsi dimana suatu alternatif yang dipilihnya melebihi atau memenuhi harapannya. Kepuasan konsumen merupakan fungsi dari dekatnya antara harapan dari konsumen tentang produk dan kemampuan dari produk tersebut. Bila produk tersebut jauh di bawah harapan konsumen maka konsumen akan kecewa dan bila produk tersebut memenuhi harapan konsumen maka konsumen akan merasa puas yang akan berdampak pada pembelian kembali oleh konsumen terhadap produk dan penyampaian perasaan senang atau tidak senangnya tentang produk pada orang lain. Konsumen membentuk pengharapan-pengharapan mereka berdasarkan pada pesan-pesan yang mereka terima dari penjual, teman-teman dan sumber-sumber informasi lain. Apabila penjual melebih-lebihkan manfaat yang akan diterima, konsumen akan mengalami pengharapan yang tidak terpenuhi yang akan mengakibatkan ketidakpuasan.

Makin besar kesenjangan antara pengharapan dan kemampuan produk yang sebenarnya sehingga semakin besar ketidakpuasan konsumen. Seorang konsumen yang tidak puas akan bereaksi secara berbeda. Konsumen yang tidak puas tersebut akan berusaha mengurangi ketidakpuasannya dan mengambil satu

atau dua tindakan. Bagan mengenai tindakan konsumen menghadapi ketidakpuasan dapat dilihat pada Gambar 4.

Ketidakpuasan Terjadi Mengambil Beberapa Tindakan Tidak Mengambil Tindakan Mengambil Tindakan Bersama Mengambil Beberapa Tindakan Pribadi Menyampaikan keluhan langsung kepada perusahaan Memperingati teman perihal produk atau jasa Menghentikan pembelian produk atau merek dan memboikot penjualan Meyampaikan keluhan pada organisasi bisnis lembaga atau pemerintah Mengambil tindakan hukum agar mendapat kepuasan

Gambar 4. Bagan Bagaimana Konsumen Mengatasi Ketidakpuasan Sumber: Kotler (1993)

Menurut Sumarwan dalam Drajad (2006), teori yang menjelaskan

bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah the

expectancy disconfirmation model, yang mengemukakan bahwa kepuasan dan

ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Ketika konsumen membeli suatu produk maka konsumen memiliki harapan tentang bagaimana produk tersebut berfungsi (product performance). Produk akan berfungsi sebagai berikut :

a. Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, inilah yang disebut sebagai diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Jika ini terjadi, maka konsumen akan merasa puas.

b. Produk berfungsi seperti yang diharapkan, inilah yang disebut sebagai konfirmasi sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak memberikan rasa puas dan produk tersebut pun tidak mengecewakan konsumen dan konsumen akan memiliki perasaan netral.

c. Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharaplan inilah yang disebut dikonfirmasi negatif (negative disconfirmation). Produk yang berfungsi lebih buruk tidak sesuai dengan harapan konsumen akan menyebabkan kekecewaan sehingga konsumen merasa tidak puas.

Faktor lain yang mempengaruhi kepuasan konsumen selain dari mutu produk adalah mutu pelayanan. Pelayanan merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain atau konsumen yang tingkat kepuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani atau dilayani. Rangkuti (2006), menjelaskan bahwa terdapat kriteria-kriteria yang dapat menentukan kualitas jasa. Kriteria-kriteria tersebut adalah :

1. Reliability (Keandalan)

Reliability merupakan kemampuan memberikan pelayanan dengan segera,

akurat dan memuaskan sesuai dengan apa yang telah dijanjikan. Dimensi ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan secara akurat dan andal, dapat dipercaya, bertanggungjawab atas apa yang dijanjikan, tidak pernah memberi janji yang berlebihan dan selalu memenuhi janjinya.

2. Responsiveness (Ketanggapan)

Responsiveness yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam menangani

konsumen, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan penanganan keluhan. Ketanggapan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menolong konsumen dan ketersediaan untuk melayani pelanggan dengan baik.

3. Assurance (Jaminan)

Assurance dalam hal ini meliputi gabungan antara Competence

(kompetisi) yaitu keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan dan

Courtesy (kesopanan) yaitu keramahan, perhatian dan sikap karyawan. Jaminan

juga meliputi kemampuan atau pengetahuan karyawan mengenai produk, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan kepada konsumen yang berdampak pada kepercayaan konsumen terhadap perusahaan.

4. Empathy (Empati)

Empathy yaitu perhatian yang diberikan oleh perusahaan kepada

konsumen seperti kemampuan perusahaan dalam memahami keinginan dan kebutuhan dari konsumen. Kriteria Empathy merupakan penggabungan dari Acces

(akses) yaitu kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan, Communication (komunikasi) merupakan kemampuan untuk menyampaikan informasi dari konsumen atau kemampuan untuk memperoleh masukan dari konsumen dan Understandin/Knowing The Costumer (memahami konsumen) yaitu kemampuan perusahaan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan dari konsumen.

5. Tangibles (Bukti Nyata)

Tangibles merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan

pelayanan dalam penampilan fisik yang dimiliki oleh perusahaan kepada konsumen. Penampilan tersebut dapat berupa tempat parkir, gedung, kerapihan karyawan, kebersihan dan kenyamanan ruangan.

3.1.5. Kesenjangan Kepuasan Konsumen

Definisi kepuasan menurut Oliver dalam Umar (2003), menyatakan bahwa kepuasan konsumen didefinisikan sebagai evaluasi purnabeli dimana persepsi terhadap kinerja alternatif produk atau jasa yang dipilih memenuhi atau melebihi harapan sebelum pembelian. Apabila persepsi terhadap kinerja tidak dapat memenuhi harapan maka yang terjadi adalah ketidakpuasan. Menurut Umar (2003), ada 6 konsep yang umum dipakai untuk mengukur kepuasan konsumen yaitu :

1. Kepuasan konsumen keseluruhan dengan cara menanyakan konsumen mengenai tingkat kepuasan atas jasa yang bersangkutan serta menilai dan membandingkan dengan tingkat kepuasan konsumen keseluruhan atas jasa yang mereka terima dari para pesaing.

2. Dimensi kepuasan konsumen dengan proses melalui empat langkah yang pertama adalah mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci kepuasan konsumen. Kedua, meminta konsumen minilai jasa perusahaan berdasarkan item-item spesifik seperti kecepatan layanan atau keramahan staf pelayanan terhadap konsumen. Ketiga, meminta konsumen menilai jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama. Keempat, meminta konsumen menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka ada di kelompok penting dalam menilai kepuasan konsumen keseluruhan.

3. Konfirmasi harapan dengan kepuasan tidak diukur langsung namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan konsumen dengan kinerja aktual jasa yang dijual perusahaan.

4. Minat pembelian ulang dimana kepuasan konsumen diukur berdasarkan apakah mereka akan mengadakan pembelian ulang atas barang yang sama yang telah dikonsumsi.

5. Kesediaan untuk merekomendasikan yaitu cara yang merupakan ukuran penting terutama bagi jasa yang pembeliaannya relatif lama.

6. Ketidakpuasan konsumen dapat dikaji dengan hal complain, biaya garansi,

word of mouth yang negatif serta defections.

3.1.6. Importance Performance Analysis (IPA)

Pengukuran terhadap kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan beberapa alat analisis, salah satunya adalah Importance Performance Analysis (IPA). Metode IPA dapat digunakan untuk mengukur atribut dari tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan. Penggunaan alat analisis IPA membutuhkan data mengenai tingkat kepentingan dan pelaksanaan perusahaan dengan cara mengumpulkan data melalui kuisioner yang kemudian akan ditabulasikan lalu digunakan alat analisis tersebut. Tingkat kepentingan pelanggan (customer

expectation) diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh

perusahaan agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi. (Rangkuti, 2006).

Kelebihan menggunakan IPA menurut Supranto dalam Drajat (2001) adalah metode IPA memisahkan pertanyaan yang digunakan untuk mencari prioritas perbaikan. Kombinasi antara dua hal ini akan menetralisir berbagai kelemahan dan tetap mempertahankan kesederhanaan dalam mengkomunikasikan hasil perhitungan, sedangkan kelemahan dalam penggunaan metode IPA antara lain kesulitan dalam mengemukakan hasil terhadap karyawan perusahaan, adanya subjektivitas dalam melakukan metode perhitungan indeks dan ketidakstabilan dari indeks yang dihasilkan disebabkan adanya perubahan dimensi atau atribut yang diukur. Gambar urutan perhitungan Perceived Quality metode IPA dapat dilihat pada Gambar 5.

Data Tabulasi Data Kuisioner

Membandingkan Tingkat Importance dan

Performance (IPA)

Diagram Kartesius

Gambar 5. Urutan Perhitungan Perceived Quality Sumber: Sitinjak et al (2004)

3.1.7. Customer Satisfaction Index (CSI)

Metode Indeks Kepuasan Konsumen merupakan indeks yang mengukur tingkat kepuasan konsumen berdasarkan atribut-atribut tertentu. Atribut yang diukur dapat berbeda untuk masing-masing industri, bahkan untuk masing-masing perusahaan. Hal ini tergantung kebutuhan yang diinginkan didapat perusahaan terhadap konsumen (Massnick dalam Yaslinur, 2005).

Indeks Kepuasan Konsumen mencerminkan tingkat kepuasan konsumen yang dihitung dari bobot setiap nilai rata-rata tingkat kinerja dan tingkat kepentingan atribut. CSI (Customer Satisfaction Index) digunakan untuk menentukan tingkat kepuasan konsumen secara menyeluruh dengan pendekatan nilai kinerja dan kepentingan dari konsumen. Pengukuran CSI pada konsumen sendiri melalui riset konsumen dapat mengidentifikasi sumber yang menjadi kepuasan dan ketidakpuasan (Irawan, 2003).