• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 2. Kerangka Berpikir dalam Kajian Stilistika SRPW

Bagan dalam kerangka pikir penelitian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah mengenai kekhasan dan gaya pengungkapan kebahasaan oleh pengarang, sebagai sarana dalam membangun unsur/efek estetis dalam puisinya SRPW. Hal tersebut dimaksudkan untuk menemukan dan menandai ciri khas/gaya kebahasaan puisi karya Mangkunegara IV yang berkategori percintaan. Penelitian ini Penelitian mengenai kekhasan dan keindahan gaya pengungkapan

kebahasaan (stilistika) dalam SRPW karya Mangkunegara IV untuk menemukan dan menandai ciri umum puisi karya

Mangkunegara IV yang berkategori percintaan

Teks

(kekhasan ekspresivitas pengungkapan kebahasaan pengarang dalam karya sastranya) Aspek pemanfaatan

commit to user

terutama diprioritaskan pada segi-segi kebahasaan yang paling relevan peranannya yang ikut menentukan wujud ekspresivitas dan daya pengungkapan pengarang. Penelitian ini dipusatkan pada pemerian keunikan-keunikan pengungkapan kebahasaan oleh seorang pengarang. Pemerian terhadap keunikan itu juga dalam rangka pemahaman dan penafsiran makna yang terdapat dalam karya tersebut.

Bahasa yang digunakan dalam teks SRPW akan dikaji secara stilistika, dengan beberapa teori-teori yang mendukung satu sama lain. Pertama, SRPW akan dikaji dari aspek pemanfaatan bunyi-bunyi bahasa yaitu aliterasi, asonansi, atau struktur bunyi lain yang mendukung keindahan dan kepuitisan dari SRPW. Selanjutnya dikaji mengenai pemanfaatan bahasa puitis dalam SRPW dikaji dari struktur gramatikalnya, yaitu dari segi morfosintaksis. Dari segi morfologi akan diketahui pembentukan kata (kekhasan pemakaian afiks arkhais), perbendaharaan kata (kosakata) atau pilihan kata (diksi).

Pada pembahasan selanjutnya, dibahas mengenai aspek pemanfaatan bahasa figuratif dan pencitraan yang kesemuanya mendukung dalam memperoleh efek estetis puisi. Style/gaya kebahasaan disini dipahami sebagai bentuk sikap, pengalaman, suasana batin yang menentukan bentuk ekspresivitas pengarang, sehingga pengarang tentu akan menggunakan/memanfaatkan imajinasi, gambaran atau pencitraan (imagery) dalam karya sastranya.

Pembahasan mengenai unsur bunyi, kata, kalimat atau pemanfaatan bahasa figuratif di atas, dapat dikatakan sebagai analisis struktural. Tiap-tiap

commit to user

unsur dalam struktur karya sastra tersebut merupakan tanda-tanda yang bersistem, memiliki kaitan satu sama lain, dan memiliki keutuhan makna, sehingga dengan pemerian unsur-unsur kebahasaan tersebut, akan dapat membantu mengungkapkan makna di dalam karya sastra dan dapat diungkap pula kecenderungan ekspresi maupun impresi pengarang, sehingga dapat diketahui kekhasan dan keindahan gaya kebahasaan oleh seorang pengarang dalam karya sastranya.

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

3. 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan kajian stilistika di dalam karya sastra. Penelitian ini akan mengkaji penggunaan bahasa dalam SRPW karya Mangkunegara IV dengan kajian stilistika. Ditinjau dari objeknya karya sastra, maka merujuk pada fakta: (1) berupa sistem tanda, (2) yang ditangkap dan dibentuk pengkaji sesuai dengan penafsiran yang diberikan, (3) mengandung nilai tertentu yang tidak dinyatakan secara langsung oleh kenyataan konkretnya sendiri. Oleh karena itu variabel dalam penelitian ini bukan berkaitan dengan variabel kuantitatif, melainkan kualitatif, sehingga penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif (Aminudin, 1995: 66).

Adapun pendekatan yang dapat digunakan dalam stilistika, seperti pendapat Rene Wellek dan Austin Werren (dalam Sutejo 2010: 8) yaitu:

1. Diawali dengan analisis sistematis tentang sistem linguistik karya sastra.

Kemudian dilanjutkan dengan interpretasi ciri-ciri stilistika dilihat dari tujuan estetis karya tersebut sebagai makna total, sehingga akan muncullah sistem linguistik yang khas dari karya sastra atau sekelompok karya tertentu.

2. Mempelajari sejumlah ciri khas yang membedakan satu sistem dengan sistem-sistem yang lain untuk menunjukkan bagaimana penyimpangan dan perubahan dalam penggunaan bahasanya terhadap bahasa normal untuk menemukan tujuan estetis penulisannya.

68

commit to user

Dari pendapat tersebut dapat dilihat bahwa pada intinya semua pendekatan itu memandang persoalan style sebagai sesuatu yang tak terpisahkan dari bentuk pilihan pengarangnya. Bentuk dan isi merupakan satu kesatuan dalam matra estetika bahasa yang digunakannya.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pemilihan jenis penelitian deskriptif kualitatif disesuaikan dengan permasalahan yang akan dibahas dan tujuan penelitian. Dalam membahas permasalahan dan mencapai tujuan penelitian, penelitian kualitatif deskriptif memakai strategi berpikir fenomenologis yang bersifat lentur dan terbuka, serta menekankan analisisnya secara induktif, dengan meletakkan data penelitian bukan sebagai alat pembuktian, tetapi sebagai modal dasar untuk memahami fakta-fakta yang ada (Sutopo, 2006: 54). Fakta yang akan dideskripsikan adalah kekhasan dan keindahan gaya pemakaian bahasa/pemanfaatan potensi bahasa oleh pengarang dalam SRPW.

Hal ini menunjukkan bahwa penelitian ini diarahkan untuk memperoleh deskripsi yang objektif, mengenai gaya keindahan pengungkapan bahasa dari segi pemanfaatan bunyi-bunyi bahasa, pemanfaatan bahasa puitis yang diwujudkan melalui pemanfaatan bentuk kata, pemilihan kosakata (diksi), dan mendeskripsikan pemanfaatan bahasa dari segi makna untuk mengetahui unsur-unsur pencitraan dan pemakaian bahasa figuratif yang digunakan pengarang dalam puisi. Oleh karena itu akan dapat diketahui bagaimana gaya pengucapan/kekhasan aspek kebahasaan oleh Mangkunegara IV dalam karya sastranya tersebut.

commit to user

3. 2. Sumber Data dan Data

Menurut Lofland dan Lofland (1984) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moleong, 2006: 157). Berdasarkan pendapat di atas sumber data penelitian ini dapat dipilah menjadi dua, yakni sumber data utama dan sumber data pendukung. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah transliterasi teks SRPW karya Mangkunegara IV dari naskah SRPW yang masih berupa tulisan Jawa. SRPW merupakan sebuah kumpulan puisi Jawa tradisional yang berbentuk tembang macapat dan berkategori percintaan. SRPW terdapat dalam satu bendel naskah Serat-Serat Anggitan Dalem Mangkunegara IV yang disusun oleh Dr. Th. Pigeaud dan diterbitkan oleh Yayasan Centhini tahun 1992.

Teks SRPW terdiri dari sembilan judul serat, yaitu: Serat Manuhara, Serat Pralambang Rara Kenya, Serat Pralambang Kenya Candhala, Serat Jaka Lala, Serat Prayangkara, Serat Prayasmara, Serat Rerepen, Serat Dhalang, Serat Namaning Ringgit Semarang.

Sumber data pendukung adalah informasi-informasi tertulis yang berupa artikel, tulisan-tulisan ilmiah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan stilistika, puisi, Mangkunegara IV dan karya-karyanya, sebagai bahan informasi dan masukan bagi penelitian. Semua judul puisi/serat-serat yang telah ditransliterasi ke dalam tulisan latin ini dijadikan sebagai sumber data utama, sehingga tidak melalui pemilihan sampel dari populasi yang ada. Hal itu dilakukan berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang ingin mengetahui gaya keindahan pengucapan/kekhasan penggunaan bahasa dalam SRPW karya Mangkunegara IV

commit to user

yang berkategori percintaan tersebut secara menyeluruh. Alasan yang lain adalah karena jumlah judul puisi tersebut tidak terlalu banyak.

Data dalam penelitian ini adalah kata-kata, konsep-konsep, dan norma-norma yang berkaitan dengan satuan lingual fonem, morfem, leksikal, sintaksis dan wacana. Objek kajian ini adalah bahasa puisi atau bahasa sastra, maka data yang diperoleh adalah data yang berkaitan dengan konvensi-konvensi bahasa puisi. Data tersebut yaitu: (1) unsur bunyi, yang berkaitan dengan aspek pemanfaatan bunyi-bunyi bahasa, seperti: rima, aliterasi, asonansi, (2) unsur kata yang berkaitan dengan aspek pemanfaatan bahasa puitis, khususnya dalam fungsinya sebagai pembentukan kata (pemakaian afiks arkhais), dan aspek pemilihan kosakata (diksi) seperti, tembung garba, baliswara, wangsalan, dasanama, dan lain-lain, dan (3) berkaitan dengan unsur semantis, antara lain penggunaan citraan dan pemakaian bahasa figuratif.

3. 3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah karya sastra (dokumen tertulis), dan data yang diperlukan adalah unsur-unsur yang berkaitan dengan satuan-satuan lingual fonem, morfem, maupun kalimat. Oleh karena itu, strategi pengumpulan data yang digunakan adalah metode noninteraktif, yaitu dengan mencatat dokumen.

Dalam kaitannya dengan pengumpulan data, maka proses tersebut dapat dilakukan dengan: (1) transliterasi, (2) penerjemahan teks, (3) teknik pustaka, (4)

commit to user

simak dan catat, (5) klasifikasi data. Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut:

(1). Transliterasi teks

Naskah/teks SRPW yang masih berupa tulisan dengan huruf Jawa, maka dilakukan proses transliterasi ke dalam huruf Latin.

(2). Penerjemahan teks

Di dalam tahap penerjemahan, teks SRPW yang berbahasa Jawa (bahasa sumber) diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (bahasa sasaran), agar pembaca dapat mengetahui bahasa di dalam puisi serta dapat menginterpretasikannya. Di dalam tahap penerjemahan ini penulis mengacu pada pendapat Darusuprapta, yang menggolongkan jenis terjemahan menjadi tiga macam, yaitu :

a. Terjemahan lurus, merupakan terjemahan kata demi kata, dekat dengan aslinya yang berguna untuk membandingkan segi-segi kebahasaan.

b. Terjemahan isi atau makna yaitu kata-kata yang diungkapkan dalam bahasa sumber (bahasa asli) diimbangi salinannya dengan kata-kata bahasa sasaran yang sepadan.

c. Terjemahan bebas yaitu keseluruhan teks bahasa sumber diganti bahasa sasaran secara bebas.

Terjemahan pada teks SRPW menggunakan ketiga macam terjemahan di atas. Hal tersebut dilakukan agar dapat mengetahui seluk beluk kata (dengan terjemahan lurus), sehingga dapat diketahui bagaimana pembentukan kata.

Sedangkan terjemahan bebas mutlak dilakukan agar puisi tidak menjadi kaku, dan

commit to user

membantu dalam mengungkapkan unsur pencitraan dan gaya bahasa yang berkaitan dengan aspek wacana.

3. Teknik pustaka

Proses penyediaan data juga menggunakan teknik pustaka. Teknik pustaka di sini adalah mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data.

Sumber-sumber tertulis yang digunakan dipilih yang mencerminkan pemakaian bahasa sinkronis (Edi Subroto. 2007: 47). Teknik pustaka ini digunakan oleh peneliti dalam rangka memperoleh data beserta konteks lingual yang mendukung untuk dianalisis.

4. Teknik Simak dan Catat

Tahap selanjutnya adalah upaya pengambilan data sesuai dengan permasalahan dalam penelitian. Oleh karena itu pada tahap ini dilakukan teknik simak dan catat, yaitu peneliti melakukan penyimakan secara cermat. Hal ini dimaksudkan agar peneliti mengetahui secara teliti/cermat data penelitian yang benar-benar diperlukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.

Selanjutnya data-data tersebut diklasifikasikan berdasarkan subpokok permasalahannya. Jadi terdapat aspek penyeleksian dalam pengambilan data dari sumber data ini. Berdasarkan penyimakan secara cermat dan teliti itu kemudian dilakukan pencatatan data.

3. 4. Metode dan Teknik Analisis Data

Di dalam penelitian bahasa dalam karya sastra, dimungkinkan adanya ketidakjelasan batas antara pengambilan data dan analisis data, namun hal tersebut

commit to user

tetap perlu untuk dapat dibedakan. Tahap analisis di sini dapat meliputi kegiatan:

(i) pengurutan data sesuai dengan masalah yang akan dijawab, (ii) pembentukan satuan-satuan data dalam setiap urutannya sesuai dengan kemungkinan hubungan dan ciri kategorinya, (iii) interpretasi nilai data sesuai dengan masalah yang akan dijawab, (iv) evaluasi tingkat kelayakan dan kelengkapan data dihubungkan dengan rentangan masalahnya (Aminuddin, 1995: 67).

Pembahasan mengenai struktur bunyi, aspek pembentukan kata, pemilihan kata (diksi), struktur frasa/kalimat dalam kaitannya dengan penelitian bahasa di dalam karya sastra, dapat dikatakan sebagai analisis struktural, yaitu struktur yang membangun kesatuan yang bermakna. Tiap-tiap unsur dalam struktur karya sastra tersebut bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, masing-masing unsurnya memiliki keterkaitan satu sama lain, dan pada akhirnya membentuk keutuhan makna.

Analisis linguistik di sini sebagai cara untuk mengetahui karakteristik atau ciri-ciri bahasa yang dipotensikan pengarang dalam karya sastra, sehingga metode yang dapat digunakan dalam kaitannya dengan pengamatan tersebut adalah dengan metode padan. Metode padan yang digunakan adalah bertolak dari asumsi bahwa bahasa yang diteliti memiliki hubungan dengan unsur-unsur lain di luar bahasa yang bersangkutan. Metode padan di sini menggunakan teknik dasar pilah unsur penentu atau PUP. Alatnya adalah daya pilah yang dimiliki oleh peneliti (yaitu daya pilah yang bersifat mental/sense datum). Daya pilah itu dapat berupa: (1) daya pilah sebagai pembeda organ wicara, (2) daya pilah sebagai pembeda larik, (3) daya pilah sebagai pembeda referen, dan (4) daya pilah sebagai pembeda reaksi dan kadar keterdengaran (Sudaryanto, 2001: 21-26).

commit to user

Daya pilah sebagai pembeda organ wicara, digunakan dalam kaitannya dengan aspek fonologi (struktur bunyi bahasa yang digunakan dalam puisi), yaitu untuk menentukan bunyi yang bersajak dan tidak bersajak, dalam hal analisis unsur rima yang meliputi aliterasi dan asonansi. Dengan daya pilah berupa pembeda organ wicara ini, bunyi vokal dan konsonan dapat diamati pada alat ucap (organ wicara) yang menghasilkannya, sehingga dapat dirasakan efek musikalitas dari bunyi-bunyi tersebut.

Daya pilah sebagai pembeda larik tulisan digunakan untuk mengetahui bentuk kata, frasa maupun kalimat. Mengingat bahwa puisi Jawa yang berbentuk tembang macapat, masih terikat oleh aturan atau konvensi yang berupa guru lagu, guru gatra, dan guru wilangan, maka dimungkinkan dalam satu larik puisi terdapat sebuah kalimat yang belum selesai kemudian diselesaikan pada larik berikutnya. Daya pilah dalam penelitian ini juga dapat digunakan untuk mengetahui persajakan dalam satu baris, maupun persajakan antar baris (sajak berkait).

Daya pilah sebagai pembeda referen di sini digunakan, antara lain untuk mengetahui seluk beluk kata atau kalimat dalam puisi. Dalam aspek pemilihan kata (diksi) terkait dengan proses pembentukan kata (afiksasi), daya pilah ini dapat digunakan untuk mengetahui referen yang berupa kata benda, kata kerja, kata sifat dan sebagainya. Hal ini berguna untuk mengetahui jenis-jenis afiks yang memang difungsikan untuk dapat mengubah kelas kata (sekaligus mengubah kategori maupun arti), atau pun yang tidak mengubah kelas kata (karena hanya dipotensikan sebagai unsur penghias kata maupun untuk memenuhi aturan

commit to user

tembang). Dalam hal kalimat, daya pilah ini dapat digunakan untuk mengetahui referennya seperti pelaku, penderita, penerima, dan sebagainya. Daya pilah referen dalam kalimat di sini dapat digunakan untuk mengetahui variasi unsur gramatikal seperti penggunaan tembung baliswara (sebuah pola yang menyalahi hukum DM), dan sebagainya.

Adapun daya pilah sebagai pembeda reaksi dan kadar keterdengaran, berkaitan dengan mitra wicara (dalam hal ini adalah pembaca). Daya pilah ini digunakan untuk mengetahui reaksi emosi dari efek yang ditimbulkan oleh pemakaian bahasa, sehingga pembaca mampu menangkap dan mengidentifikasi jenis pemakaian kalimat tanya (retoris), kalimat perintah, kalimat afektif dalam membangun sebuah tuturan ekspresif, dan sebagainya.

Setiap unsur dalam struktur karya sastra tersebut masing-masing unsurnya memiliki keterkaitan satu sama lain, dan membentuk keutuhan makna. Sehingga dengan pemerian unsur-unsur kebahasaan, akan dapat membantu mengungkapkan makna di dalam karya sastra dan dapat diungkap pula kecenderungan gaya ekspresi maupun impresi keindahan pengucapan pengarang, sehingga dapat diketahui pemanfaatan potensi serta kekhasan penggunaan bahasa oleh pengarang.

3. 5. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data dalam penelitian ini akan disajikan secara informal dan formal. Informal yaitu metode penyajian hasil analisis data yang menggunakan kata-kata biasa atau sederhana agar mudah dipahami, sedangkan formal yaitu penyajian hasil data dengan penggunaan tabel. Pemakaian tabel di sini digunakan

commit to user

dalam penyajian hasil analisis data yang berupa pemanfaatan bunyi bahasa.

Tujuannya yaitu agar dapat mengetahui dominasi pemanfaatan aspek bunyi oleh pengarang, sehingga dapat diketahui presentase pemakaian bunyi bahasa yang dominan muncul dalam SRPW. Penyajian tersebut bertujuan agar mempermudah pemahaman terhadap hasil penelitian dan agar penyajiannya lebih tampak variatif/tidak monoton.

commit to user

BAB IV

HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Pemanfaatan Aspek Bunyi Bahasa dalam SRPW Karya Mangkunegara IV

Pembahasan mengenai pemanfaatan aspek bunyi bahasa dalam SRPW karya Mangkunegara IV ini, berisi tentang bunyi-bunyi bahasa yang dipergunakan Mangkunegara IV sebagai pendukung kepuitisan puisinya. Adapun ungkapan-ungkapan kalimat yang dibungkus pujangga dengan memanfaatkan permainan bunyi tersebut, antara lain berupa: asonansi, aliterasi dan rima internal.

Di dalam menyusun sebuah puisi, seorang pengarang akan memanfaatkan segala potensi bahasa untuk membangun puisi yang bernilai estetis. Tidak hanya pemanfaatan dari segi isi atau makna dari kata-kata yang terjalin, tetapi unsur bunyi juga merupakan unsur yang berperan dalam membangun keindahan puisi.

Hal ini akan tampak ketika puisi tersebut dibacakan, terlebih dalam sebuah puisi tradisional/tembang Jawa yang masih sering dilagukan dalam berbagai kesempatan. Unsur bunyi menjadi aspek penting dalam membangun keindahan tembang. Puisi Jawa tradisional yang berbentuk tembang macapat merupakan puisi yang masih terikat oleh aturan-aturan/konvensi tembang yang berlaku, sehingga pemanfaatan bunyi-bunyi bahasa yang terdapat dalam larik-larik puisi juga harus sesuai dengan konvensi yang berlaku dengan aturan tembang tersebut.

Dalam tembang macapat sering dijumpai suku kata yang terjalin dari unsur bunyi vokal dan konsonan yang berulang-ulang secara silih berganti

78

commit to user

sehingga menimbulkan suatu variasi bunyi dan irama yang harmonis/merdu.

Gejala ini menimbulkan sebuah persajakan dalam puisi. Adanya persajakan akan memperindah pengucapan larik sehingga mampu menimbulkan unsur musikalitas dalam puisi.

Persamaan bunyi dalam puisi Jawa tradisional identik dengan istilah purwakanthi. Purwakanthi merupakan pengulangan bunyi baik konsonan, vokal ataupun kata yang telah tersebut pada bagian depan (Padmosoekotjo, 1953: 118).

Purwakanthi ada 3 jenis yaitu: Purwakanthi Guru Swara (Asonansi), Purwakanthi Guru Sastra (Aliterasi), Purwakanthi Basa/Lumaksita.

Di bawah ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai pemanfaatan aspek bunyi bahasa dalam SRPW karya Mangkunegara IV, yaitu: Purwakanthi Guru Swara (Asonansi), Purwakanthi Guru Sastra (Aliterasi), Purwakanthi Basa/Lumaksita dan rima internal.

4. 1.1. Purwakanthi Guru Swara (Asonansi)

Purwakanthi Guru Swara adalah perulangan bunyi berdasarkan persamaan vokal. Dalam bahasa Indonesia disebut asonansi, yaitu sajak berdasarkan perulangan bunyi bagian akhir suku kata/perulangan vokal. Asonansi ini berfungsi untuk memperoleh efek penekanan atau sekedar keindahan bunyi (Keraf, 2006:130).

Bunyi bahasa di dalam bahasa Jawa dapat dibagi menjadi tiga kelompok, berdasarkan kriteria tertentu, yaitu: vokal, konsonan, dan semivokal. Fonem vokal bahasa Jawa berjumlah enam buah, yaitu : /i, e, , a, u, o/ (Wedhawati, 2006:65).

commit to user

Realisasi bunyi vokal tersebut umumnya terdapat pada : awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima), dan suku kata terakhir (ultima). Dalam puisi SRPW karya Mangkunegara IV ini pola asonansi menampilkan bunyi-bunyi vokal yang bervariasi.

Realisasi bunyi vokal yang membentuk asonansi ini dapat berfungsi antara lain: (1) efek keindahan yang timbul akibat adanya paduan bunyi yang memberikan unsur musikalitas, (2) gambaran arti tertentu sejalan dengan gambaran makna yang dinuansakan oleh kata-kata pembentuk paduan bunyinya, (3) gambaran suasana tertentu sebagaimana tertampilkan oleh ciri artikulasi, bentuk dan cara penulisan, (4) gambaran hubungan kata atau unsur pembentuk teks, mampu mendekatkan kata-kata/makna kata dalam teks secara asosiatif (Aminuddin, 1995: 155). Berikut uraian mengenai realisasi pola perulangan bunyi vokal yang membentuk purwakanthi guru swara dalam SRPW karya Mangkunegara IV.

1) Asonansi /a/

Pola asonansi /a/ yang terdapat dalam puisi SRPW karya Mangkunegara IV ini hampir terdapat di semua judul serat. Asonansi /a/ memang cukup intens digunakan oleh penyair sebagai sarana dalam membangun unsur musikalis. Secara umum asonansi /a/ berfungsi memberikan tekanan struktur ritmik sebuah kalimat dalam larik-larik puisi, karena bunyi /a/ tersebut muncul secara berulang dalam posisi yang bervariasi. Pola asonansi /a/ dalam SRPW dapat muncul antara lain: 1) di suku kata kedua dari belakang (paenultima), 2) suku kata ketiga/keempat dari

commit to user

belakang (antepaenultima) dan 3) suku kata terakhir (ultima). Pemanfaatan asonansi /a/ dalam puisi SRPW dapat dilihat dalam data sebagai berikut.

(1) Lumarap ngalap jiwa (Mn, Dhan, I/5/6)

‘(panah) yang meluncur merenggut jiwa’

(2) Kagunturan ing krama sarkara (Mn, Dhan, I/1/2)

‘Terkena oleh kemanisan perlakuan’

(3) Brastha tanpa upaya (Mn, Dhan, I/1/6)

‘Musnah tanpa daya’

(4) Sun watara janma madyapada (Rp, Dhan, II/3/2)

‘Saya rasa orang di seluruh dunia’

(5) Swara sa-macapada (Mn, Dhan, I/8/6)

‘Suara seluruh dunia’

(6) Lalana (n)janjah nagari (Mn, Kin, II/1/2)

‘Berkelana menjelajah negara’

(7) Sumawana surya candra (Mn, Dhan, I/5/8)

‘Dan juga matahari dan rembulan’

(8) Wiraga-raga karana (Mn, Kin, II/4/4)

‘Gerakan tubuhmu menawan’

(9) Wandanira sumrambah warata (Mn, Dhan, I/4/2)

‘Seluruh tubuhmu menyebar merata’

(10) Wicara tanpa karana (Rp, Pang, I/5/1)

‘Berbicara tanpa dasar’

(11) Mbok Manawa ing ngarsa kurang waspada (Rp, Puc, IV/10/5)

‘Mungkin karena dalam awalnya kurang waspada’

(12) Sun watara musthika ingkang pinudya (Rp, Puc, IV/18/4)

‘menurutku itulah mustika yang dipuja-puja’

(13) Puwara tanpa karana (Mn, Mas, IV/3/4)

‘Berakhir tanpa sebab’

Pada data (1) tuturan ‘Lumarap ngalap jiwa’ ‘meluncur merenggut jiwa’

memperlihatkan bahwa pola bunyi /a/ pada kata lumarap ‘meluncur’ dan ngalap

commit to user

‘merenggut’ terdapat pada suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan suku kata terakhir (ultima) dengan posisi tertutup. Sedangkan bunyi /a/ pada kata ‘jiwa’

‘jiwa’ terdapat pada suku kata terakhir (ultima) dalam posisi terbuka. Persamaan bunyi /a/ tidak selalu terdapat pada akhir kata setiap baris puisi (pada posisi terbuka), seperti data (1) terdapat pasangan bunyi vokal /a/ yang langsung diikuti oleh konsonan /p/. Namun demikian puncak kenyaringan bunyi berada pada /a/, sehingga persamaan bunyi tersebut dapat dikatakan sebagai asonansi /a/.

Bunyi /a/ yang muncul secara linear menimbulkan tekanan ritmik yang kuat. Tekanan ritmik ini menciptakan keindahan saat pengucapan kata dan mendekatkan kata-kata/kepaduan makna antar kata dalam larik-larik puisi. Hal ini dapat dilihat misalnya pada data (6) bunyi /a/ pada kata lalana ‘berkelana’ muncul secara berdekatan dengan bunyi /a/ pada kata njajah ‘menjelajah’ dan pada kata nagari ‘negara’ sehingga asonansi tersebut mampu mendekatkan kata-kata sebagai akibat tekanan ritmik bunyi /a/ yang muncul secara berulang. Selain itu perulangan tersebut juga mampu mendekatkan hubungan kata-kata secara asosiatif, yang ditunjukkan melalui kolokasi yang sangat serasi yaitu lalana

‘berkelana’, njajah ‘menjelajah’, nagari ‘negara’.

Dalam kajian stilistika, fungsi-fungsi bunyi bahasa pada puisi sering ditempatkan sebagai sesuatu yang membawa arti, mewakili jiwa puisi, dan dapat dianggap sebagai unit yang menentukan makna puisi. Dalam bahasa Jawa ada satuan-satuan lingual yang bentuk foniknya dimanfaatkan secara khas oleh para pemakainya (dalam hal ini penyair) yang dapat mencerminkan aspek-aspek kenyataan tertentu. Bunyi /a/ yang diucapkan dengan posisi mulut terbuka dengan

commit to user

bibir atas agak tertarik ke atas dan bibir bawah tertarik ke bawah menjadikan keduanya saling menjauhi. Wujud yang demikian itu dapat menunjukkan

bibir atas agak tertarik ke atas dan bibir bawah tertarik ke bawah menjadikan keduanya saling menjauhi. Wujud yang demikian itu dapat menunjukkan