• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam penulisan tesis ini kerangka teori yang relevan dengan permasalahan yang diteliti sebagai pisau analisis adalah teori negara hukum. Secara teoritis, pengertian negara hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja adalah kekuasaan tumbuh pada hukum dan semua orang tunduk kepada hukum.

Sedangkan menurut Muhammad Yamin, Indonesia adalah Negara hukum (rechstaat, government of low) tempat keadilan tertulis berlaku, bukanlah negara polisi atau negara militer, tempat polisi dan prajurit memegang pemerintahan dan keadilan, bukanlah pula negara kekuasaan (machstaat) tempat tenaga senjata dan

kekuatan badan melakukan sewenang-wenang.18

Pemikiran atau konsepsi manusia tentang negara hukum juga lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan. Oleh karena itu, meskipun konsep negara hukum di anggap sebagai konsep universal, tetapi pada tataran implementasi ternyata memiliki karakteristik beragam. Hal ini karena pengaruh-pengaruh situasi kesejarahan dan juga disamping itu baik secara historis dan praktis konsep negara hukum muncul dalam berbagai model, seperti Negara hukum menurut konsep Eropah

      

18

Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, (Jakarta : Ghalia, 1982), hal. 72

Kontinental yang dinamakan rechstaat, negara hukum menutup konsep Anglo Saxon

(rule of law), konsep socialist legality dan konsep negara hukum Pancasila.19

Oleh karena itu berkaitan dengan keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara dengan konsep negara hukum (rechtstaat) adalah sebagai landasan negara hukum yang melahirkan Peradilan Tata Usaha Negara.

Menurut Stahl unsur-unsur negara hukum adalah sebagai berikut :

1. Perlindungan hak-hak asasi manusia;

2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;

3. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan

4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.20

Salah satu persoalan pokok negara hukum adalah persoalan kekuasaan, utamanya persoalan kewenangan atau wewenang. Secara historis persoalan kekuasaan (authority) telah muncul sejak Plato, dimana Filosof Yunani tersebut menempatkan kekuasaan sebagai sarana untuk menegakkan hukum dan keadilan. Sejak itu hukum dan keadilan selalu dihadapkan pada kekuasaan dan hingga sekarang

persoalan kekuasaan tetap merupakan persoalan klasik.21

Kemudian dalam kepustakaan ilmu negara asal-usul kekuasaan selalu dihubungkan dengan kedaulatan (soverregnity atau souvereinteit), kedaulatan merupakan sumber kekuasaan tertinggi bagi negara yang tidak berasal dan tidak

      

19

Tahir Azhary, Negara Hukum, (Jakarta : Bulan Bintang, 1992), hal. 63. 20

Mariam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia, 1982), hal. 57-58. 21

S.F. Marbun, Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia, (Yogyakarta : UII Press, 2003), hal. 1.

berada di bawah kekuasaan lain. Dalam catatan perjalanan sejarah ditemukan beberapa teori tentang kedaulatan, antara lain teori tuhan, kedaulatan raja, kedaulatan rakyat, kedaulatan negara dan kedaulatan hukum.

Paul Scholten mengemukakan paham negara hukum, dengan membedakan tingkatan unsur-unsur negara hukum. Unsur yang dianggap penting disebut asas dan turunannya disebut dengan aspek. Unsur utama (asas) negara hukum paham Scholten adalah, a). Ada hak warga negara yang mengandung 2 (dua) aspek, yaitu : pertama, hak individu pada prinsipnya berada diluar wewenang negara, kedua, pembahasan terhadap hak tersebut hanyalah dengan ketentuan undang-undang, berupa peraturan yang berlaku umum, b). Adanya pemisahaan kekuasaan. Scholten, dengan mengikuti Mostesquieu mengemukakan 3 (tiga) kekuasaan negara yang harus dipisahkan satu sama lain, yaitu kekuasaan pembentuk undang-undang, kekuasaan melaksanakan undang-undang dan kekuasaan mengadili.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa konsep negara hukum atau negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat atau the rule of law) yang mengandung prinsip- prinsip asas legalitas, asas pemisahan kekuasaan dan asas kekuasaan kehakiman yang merdeka, semuanya bertujuan untuk mengendalikan negara atau pemerintah dari kemungkinan bertindak sewenang-wenang atau penyalahgunaan kekuasaan.

Dalam pengertian konsep hukum, negara atau pemerintah (dalam arti luas) harus menjamin tertib hukum, menjamin tegaknya hukum dan menjamin tercapainya tujuan hukum. Tertib hukum (rechtsorde) dimaksudkan suatu kekuasaan negara yang

didasarkan pada hukum dan keadaan masyarakat yang sesuai dengan hukum yang berlaku.

Konsep hukum lain dari negara berdasarkan atas hukum adalah adanya jaminan penegakan hukum dan tercapainya tujuan hukum. Dalam penegakan hukum ada 3 (tiga) unsur yang selalu harus mendapat perhatian, yaitu keadilan, kemanfaatan atau hasil guna (doelmatigheid) dan kepastian hukum.

Tujuan pokok dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan atas ketertiban ini syarat pokok untuk suatu masyarakat yang teratur. Tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan. Untuk mencapai ketertiban dibutuhkan kepastian hukum dalam

pergaulan antar manusia dalam masyarakat.22 Hukum harus dilaksanakan dan

ditegakkan.

Setiap orang mengharapkan ditetapkannya hukum dalam hal terjadinya peristiwa konkrit. Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan justisiable terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan menciptakan ketertiban hukum. Penegakan hukum harus memberi manfaat pada masyarakat, disamping bertujuan menciptakan keadilan.

      

22

Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, (Binacipta), hal. 2.

Peradilan merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap pencari keadilan untuk mendapatkan suatu keadilan dan kepastian hukum yang memuaskan dalam suatu perkara. Dari pengadilan ini diharapkan suatu keputusan yang tidak berat sebelah, karena itu jalan yang sebaik-baiknya untuk mendapatkan penyelesaian suatu perkara dalam suatu negara hukum adalah melalui pengadilan.

Tempat dan kedudukan peradilan dalam negara hukum dan masyarakat demokrasi masih tetap diandalkan sebagai katup penekan (pressure value) atas segala pelanggaran hukum, ketertiban masyarakat dan pelanggaran ketertiban umum, juga peradilan masih tetap diharapkan berperan sebagai “the last resort” yakni sebagai tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan, sehingga pengadilan masih

diandalkan sebagai badan yang berfungsi menegakkan kebenaran dan keadilan.23

Khususnya bagi penegakan hukum administrasi negara dan tata usaha negara, untuk menghadapi kemungkinan timbulnya perbenturan kepentingan, perselisihan atau sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat diperlukan adanya sarana hukum yaitu Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan tersebut sekaligus sebagai sarana pengawasan yuridis dan legalitas bagi administrasi negara.

Peradilan Tata Usaha Negara hanya terbatas pada penyelesaian sengketa yang timbul antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat,

      

23

Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 237.

atau penyelesaian sengketa ekstern administrasi negara, tidak termasuk penyelesaian sengketa interns, yaitu sengketa yang timbul antara sesama administrasi negara.

Tujuan dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah agar rasa keadilan di dalam masyarakat terpelihara dan dapat ditingkatkan sebagai bagian dari publik service pemerintahan terhadap warganya, dan agar keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan umum dapat terjamin dengan baik.

Prof. Prayudi Atmosudirdjo, merumuskan bahwa tujuan daripada Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk mengembangkan dan memelihara administrasi Negara yang tepat menurut hukum (rechmatige) atau tepat menurut undang-undang (wetmatig) dan atau tepat secara fungsional (efektif) dan atau berfungsi secara efisien.24

Selanjutnya sebagai teori hukum pendukung adalah teori good government yang merupakan prinsip good government (clean) asas-asas umum pemerintahan yang baik (selanjutnya disebut AAUPB). Philipus M. Hadjon mengatakan pendekatan dalam hukum administrasi ada 3 (tiga) pendekatan terhadap kekuasaan pemerintah, pendekatan hak asasi dan pendekatan fungsionaris.

AAUPB pada hakikatnya merupakan norma pemerintahan, yaitu jenis meta norma dan norma hukum publik. Selanjutnya AAUPB merupakan hukum tidak tertulis adalah hasil rechtvinding, tidak identik dengan hukum adat, dan dalam perkembangan bisa saja beralih menjadi hukum tertulis sebagai norma pemerintahan.

      

24

S. Prajudi Atmosudirdjo, Masalah Organisasi Peradilan Administrasi Negara, Kertas Kerja (Bandung : BPHN, Binacipta, 1977), hal. 67-68.

Perbedaan antara AAUPB dengan asas-asas umum sama perbedaan antara norma dan asas umum. Sedangkan AAUPB lahir dari praktek adalah bisa dari praktek pemerintahan dan bisa dari praktek pengadilan (yurisprudensi).

Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik terdiri dari :

1. Asas Kepastian Hukum;

2. Asas Keseimbangan;

3. Asas Kesamaan dalam mengambil keputusan pangreh;

4. Asas Bertindak cermat;

5. Asas Motivasi untuk setiap keputusan;

6. Asas Jangan mencampuradukkan kewenangan;

7. Asas Permainan yang layak;

8. Asas Keadilan atau kewajaran;

9. Asas Menanggapi pengharapan yang wajar;

10.Asas Meniadakan akibat suatu keputusan yang batal;

11.Asas Perlindungan atas pandangan (cara) hidup;

12.Asas Kebijaksanaan;

13.Asas Penyelenggaraan kepentingan Umum.25

Keseluruhan AAUPB yang baik ini bertujuan untuk mendapatkan tujuan negara Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.

2. Kerangka Konsepsi

Konseptual adalah merupakan definisi operasional dari berbagai istilah yang dipergunakan dalam tulisan ini. Sebagaimana dikemukakan M. Solly Lubis, bahwa kerangka konsep adalah merupakan konstruksi konsep secara internal pada

      

25

SF Marbun, Moh Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta : Liberty, 1987), hal. 56.

pembaca yang mendapat stimulasi dan dorongan konseptual dari bacaan dan tinjauan

pustaka.26

Kerangka konseptual ini dibuat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan arah dalam penelitian ini, maka dirasa perlu untuk memberikan batasan judul penelitian, yaitu sebagai berikut :

Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara adalah kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadili suatu perkara menurut objek atau materi atau pokok sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat

maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara. 27

Sengketa Tata Usaha Negara adalah Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang dan Badan hukum perdata dengan Badan Tata Usaha Negara baik dipusat atau pun diderah sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

Sengketa Tanah adalah perselisihan antara kedua belah pihak yang berkaitan mengenai surat keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah atau keputusan yang berisikan penolakan atau permohonan untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan atau oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan

      

26 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80.   27

perselisihan tentang hak milik atau hak-hak yang berasal dari milik, tentang tagihan atau hak-hak perdata.

Sertifikat tanah sebenarnya adalah tidak lain daripada salinan Buku Tanah dan Surat ukur yang telah dijahit menjadi 1 (satu) dengan diberi suatu kertas sampul yang telah ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri/ Dirjen Agraria dan diberikan kepada seseorang yang mempunyai hak atas tanah sebagai bukti hak dan bukti telah

dilakukan pendaftaran daripada tanah yang bersangkutan.28

Keputusan Tata Usaha Negara adalah Suatu Penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi

seseorang atau badan hukum perdata.29

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

G. Metode Penelitian