• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam peneltian ini, digunakan teori sistem hukum yang dikemukan oleh Lawrence M. Friedman, yang memandang hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari sub-sistem substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum. Penggunaan teori ini didasarkan pada pandangan bahwa pembahasan terhadap penegakan hukum anti pencucian uang (money laundering) tidak bisa disandarkan pada analisis aspek substansi peraturan perundang-undangan saja, tetapi juga harus dipandang dalam suatu kerangka sistemik yang juga meliputi pembahasan terhadap struktur hukumnya yang meliputi lembaga- lembaga terkait dalam penegakannya, seperti PPATK, Kepolisian, Kejaksaan dan BAPEPAM-LK khusus terkait dengan tindak pidana pencucian uang yang terjadi di

pasar modal. Di samping itu perlu pula diperhatikan aspek kultural, yang dalam penelitian ini lebih difokuskan pada kultur aparaturnya lebih khusus lagi terkait masih adanya budaya menerima suap pada oknum aparatur. Dengan pendekatan teori sistem ini diharapkan didapatkan suatu gambaran (deskripsi) yang utuh tentang berbagai aspek yang dirumuskan dalam permasalahan.

Dengan demikian, beberapa alasan menggunakan teori sistem hukum dari Lawrence M. Friedman untuk menjawab permasalahan utama berupa kewenangan BAPEPAM-LK dalam penanganan money laundering di pasar modal, dapat dikemukakan sebagai berikut :

(1) Diasumsikan bahwa salah satu letak permasalahan sulitnnya penanganan money laundering di pasar modal adalah karena lemahnya substansi Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;

(2) Secara struktural lembaga yang berwenang dalam penanganan pemberantasan tindak pidana pencucian uang adalah PPATK, kepolisian dan kejaksaan. Undang- Undang No. 8 Tahun 2010 secara eksplisit tidak melibatkan BAPEPAM-LK sebagai otoritas pasar modal.

(3) Masih adanya budaya menerima suap di kalangan oknum aparatur sehingga membuat tidak efektifnya penegakan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

(4) Menggunakan teori sistem dapat menggambarkan secara utuh aspek substansi, struktur dan kultur hukum dimaksud.

Teori sistem hukum ini dipergunakan sebagai teori umum, yang diperkuat oleh sejumlah teori-teori yang dipergunakan untuk menjawab hal-hal yang lebih bersifat aplikasi/terapan. Teori dimaksud digali dari teori-teori di bidang disiplin ilmu hukum pasar modal dan hukum tindak pidana pencucian uang.

Lawrence M. Friedman membagi sistem hukum dalam tiga unsur yakni : struktur, substansi dan kultur hukum. Struktur dari sistem hukum terdiri dari unsur berikut ini : jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinya (yaitu jenis perkara yang mereka periksa, dan bagaimana serta mengapa), dan cara naik banding dari satu pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti bagaimana badan legislatif ditata, berapa banyak anggota yang duduk di Komisi Dagang Federal, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seorang presiden, prosedur apa yang diikuti oleh departemen kepolisian dan sebagainya.26

Struktur hukum dengan demikian adalah bagaimana agensi-agensi, organ- organ, pejabat-pejabat, badan atau lembaga yang mengawasi peraturan hukum dan melaksanakan fungsi struktural tersebut yang diawasi dengan sebuah sistem pengawasan yang memadai.27 Setiap peraturan perundang-undangan harus mempunyai lembaga pengawas untuk menegakkan undang-undang tersebut agar tegaknya hukum yang dibuat. Struktur hukum disini adalah Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). BAPEPAM-LK untuk mengawasi pasar modal dan PPATK untuk mengawasi tindak pidana pencucian uang atau money laundering.

26

Lawrence M. Friedman. American Law An Introduction, (Second Edition), diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, (Jakarta : Tata Nusa, 2001), hal.7

27

Setiap lembaga pengawas tersebut memiliki fungsi, wewenang, dan peran masing- masing.

Substansi hukum adalah aturan, norma, peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam masyarakat, dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi hukum tidak hanya menyangkut peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam kitab-kitab hukum (law in books) dalam hal ini berbicara mengenai pasar modal dan tindak pidana pencucian uang, maka tidak terlepas dari Undang- Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, tetapi juga pada hukum yang hidup (living law) termasuk di dalamnya ”produk” yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem itu, misalnya keputusan-keputusan yang mereka keluarkan dan aturan-aturan yang mereka susun.28 Substansi hukum itu adalah alur jalan atau peraturan untuk melaksanakan aturan main dalam pasar modal dan tindak pidana pencucian uang. Substansi hukum berguna untuk mencapai kepastian hukum.

Kultur hukum (budaya hukum) menyangkut sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, bisa meliputi persoalan-persoalan kepercayaan, nilai, pemikiran dan harapan manusia terhadap hukum dan sistem hukum. Budaya hukum dapat diartikan pula sebagai suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum sangat dipengaruhi oleh ”sub-budaya hukum” seperti sub-budaya orang kulit putih, orang kulit hitam, orang-orang Katholik, Protestan, Yahudi, polisi, penjahat, penasehat

28

hukum, pengusaha, dan lain sebagainya. Sub-budaya hukum yang sangat menonjol dan sangat berpengaruh terhadap hukum adalah budaya hukum dari ”orang dalam” (insiders) yaitu hakim dan para penegak hukum yang bekerja dalam sistem hukum itu.29 Kultur hukum adalah budaya hukum suatu masyarakat untuk menegakkan hukum tersebut yang sudah dibuat, diawasi, ditegakkan oleh lembaga-lembaga yang tersebut di atas. Budaya hukum merupakan ”kunci starter” atas jalannya hukum itu. Budaya hukum setiap masyarakat jelas berbeda-beda. Inilah yang dituntut oleh masyarakat agar para pejabat publik yang berfungsi sebagai penyidik dalam hal

money laundering agar memiliki budaya hukum yang baik demi menegakkan peraturan perundang-undangan.

Unsur-unsur sistem hukum bekerja secara terintegral satu dengan yang lainnya agar tujuan dari hukum dapat tercapai, yaitu : keadilan, kepastian, dan manfaat. Tercapainya tujuan hukum dapat menekan para pelaku kejahatan untuk melakukan aksinya.

Penelitian tesis ini difokuskan pada aspek sistem hukum dalam penegakan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, khususnya yang terjadi dalam kegiatan pasar modal. Struktur hukum yang terkait langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di pasar modal adalah PPATK, kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Namun, oleh karena kejahatan yang diteliti ini terkait dengan praktek di pasar modal, maka mau tidak mau harus bersentuhan dengan BAPEPAM-LK sebagai otoritas pasar modal. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di pasar

29

modal akan efektif dengan adanya keterlibatan aktif dari BAPEPAM-LK sebagai otoritas di pasar modal. Lembaga ini memiliki banyak hal yang dibutuhkan untuk tercapainya secara efektif pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di pasar modal. Permasalahannya adalah substansi hukum yang ada, dalam hal ini Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, kurang melibatkan peran serta aktif dari BAPEPAM-LK. Dalam konteks ini ingin disampaikan bahwa terdapat kekurangan dalam subsistim substansi dan struktur hukum dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di pasar modal. Hal ini diperburuk oleh masih adanya budaya mau menerima suap dari oknum aparatur.

Selanjutnya teori sistem hukum didukung oleh uraian-uraian teoritis terkait praktek pencucian uang, sehingga dapat dijelaskan hal-hal yang lebih praktis atau lebih bersifat hukum terapan.

Para pelaku kejahatan di pasar modal sering juga disebut sebagai white collar crime karena perbuatannya merupakan akumulasi dari berbagai macam faktor antara lain kecerdikan, kelihaian, jaringan, kekuatan modal, kecepatan informasi, dan sasaran kejahatannya yang berkaitan dengan nilai keuntungan yang akan didapat oleh para pelaku kejahatan tersebut. Karena keuntungan yang didapat sangatlah besar, maka para pelaku kejahatan mempunyai kecenderungan untuk melakukan pratek pencucian uang sehingga hasil kejahatannya seolah-olah dianggap sebagai uang yang legal.

Pada umumnya terdapat 3 (tiga) metode yang digunakan dalam pencucian uang, metode tersebut digunakan secara kumulatif ataupun alternatif. Salah satu dari tiga tersebut jika dilakukan untuk melakukan tindak pidana money laundering, berarti

sudah bisa dikatakan pencucian uang atau money laundering. Ketiga hal tersebut antara lain :

a. ”Penempatan (placement) merupakan menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain- lain) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan. Dalam proses penempatan uang tunai ke dalam sistem keuangan ini, terdapat pergerakan fisik uang tunai baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, penggabungan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah, atau cara- cara lain seperti pembukaan deposito, pembelian saham-saham atau juga mengkonversikannya ke dalam mata uang negara lain;

b. Transfer (layering) merupakan upaya untuk mentransfer harta kekayaan, berupa benda bergerak atau tidak bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud, yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan (placement). Dalam proses ini terdapat rekayasa untuk memisahkan uang hasil kejahatan dari sumbernya melalui pengalihan dana hasil placement ke beberapa rekening atau lokasi tertentu lainnya dengan serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan/mengelabui sumber dana ”haram” tersebut. Layering dapat pula dilakukan dengan transaksi jaringan internasional baik melalui bisnis yang sah atau perusahaan-perusahaan ”shell” (perusahaan mempunyai nama dan badan hukum namun tidak melakukan kegiatan usaha apapun);

c. Menggunakan harta kekayaan (integration), suatu upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui placement atau layering sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan “halal”. Proses ini merupakan upaya untuk mengembalikan uang yang telah dikaburkan jejaknya sehingga pemilik semula dapat menggunakan dengan aman. Disini uang yang di ‘cuci’ melalui

placement maupun layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi sehingga tampak seperti tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan yang menjadi sumber dari uang tersebut”.30

Dengan melihat apa yang telah diuraikan di atas, BAPEPAM-LK sebagai otoritas di bidang pasar modal harus tanggap dalam menyikapi praktek kejahatan tersebut. Dengan demikian diperlukan kerjasama yang baik antar lembaga dan aparat penegak hukum di bidang pasar modal dan bidang lainnya yang terkait, seperti : PPATK, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan lain sebagainya sehingga segala bentuk tindak pidana di bidang pasar modal dapat diatasi bersama.

2. Kerangka Konsep

Dalam melakukan penelitian tesis ini, perlu dijelaskan beberapa istilah di bawah ini sebagai definisi operasional dari konsep-konsep yang dipergunakan, yaitu :

30

Bismar Nasution, Rejim Anti-Money Laundering di Indonesia, (Bandung : Book Terrace & Library, 2005).

1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) adalah suatu badan yang diberi kewenangan dan kewajiban untuk membina, mengatur dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal. Semua itu dilakukan dengan tujuan mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien, serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.31

2. Wewenang BAPEPAM-LK adalah melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari di Pasar Modal Indonesia. Menurut Pasal 5 Undang- Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa BAPEPAM-LK berwenang untuk32 :

a. Memberi :

1) Izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi Efek;

2) Izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan

3) Persetujuan bagi Bank Kustodian.

b. Mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali Amanat;

c. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur

31

Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3608, pada Pasal 3-4.

32

serta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris atau direktur yang baru;

d. Menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan, Pendaftaran serta menyatakan, menunda atau membatalkan efektifnya Pernyataan Pendaftaran;

e. Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dan atau peraturan pelaksanaannya;

f. Mewajibkan setiap pihak untuk :

1) Menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau

2) Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud.

g. Melakukan pemeriksaan terhadap :

1) Setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau 2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang

perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan undang-undang.

h. Menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud huruf g;

i. Mengumumkan hasil pemeriksaan;

j. Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek atau menghentikan transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemilik modal; k. Menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu

tertentu dalam hal keadaan darurat;

l. Memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud;

m. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal; n. Melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian

masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar Modal;

o. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas Undang- Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal atau peraturan pelaksanaannya;

p. Menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; dan

q. Melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

3. Fungsi BAPEPAM-LK adalah seperti yang dijelaskan dalam Pasal 3 Kepmenkeu RI No. 503/KMK.01/1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Pasar Modal, antara lain :

a. Penyusunan peraturan di bidang Pasar Modal;

b. Pembinaan dan pengawasan terhadap Pihak yang memperoleh izin usaha, persetujuan, pendaftaran dari Bapepam dan Pihak lain yagn bergerak di Pasar Modal;

c. Penetapan prinsip-prinsip keterbukaan perusahaan bagi Emiten di Perusahaan Publik;

d. Penyelesaian keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;

e. Penetapan ketentuan akuntansi di bidang Pasar Modal;

f. Pengamanan teknis pelaksanaan tugas pokok Bapepam sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Tujuan BAPEPAM-LK adalah memperkuat pengawasan Pasar Modal, meningkatkan kepastian hukum di Pasar Modal, meningkatkan peran dan kualitas pelaku Pasar Modal, memperluas alternatif investasi dan pembiayaan di Pasar Modal, dan mengembangkan Pasar Modal berbasis syariah.33

5. Kepastian hukum adalah landasan hukum yang kukuh, setiap pihak baik langsung maupun tidak langsung wajib untuk menghormati dan menegakkan

33

substansi hukum yang berlaku dengan tujuan untuk menjamin dan meningkatkan kepercayaan pemodal terhadap industri efek nasional.34

6. Pencucian Uang atau Money Laundering adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang- undang.35

7. Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.36 8. Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak atau kewajiban atau

menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, termasuk kegiatan pentransferan dan/atau pemindahbukuan dana yang dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan.37

9. Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah38 :

a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan; b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan

dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;

34

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, Cet. 3, Ed. Revisi, (Bandung : Book Terrace & Library, 2009).

35

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Op.cit., Pasal 1 angka 1.

36

Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Op.cit.

37

Loc.cit., angka 3. 38

c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari Hasil Tindak Pidana; atau

d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

10.Uang haram adalah uang hasil tindak pidana kejahatan atau uang yang didapat dari tindakan melawan hukum.

11.Predicate Crime adalah tindak pidana asal dan atau dasar pidana sebelum terjadinya pencucian uang.

12.Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disebut PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.39

13.Penegakan Hukum adalah proses hukum itu diterapkan untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.

14.Penyidikan adalah penelitian terhadap suatu kasus tindak pidana, dalam hal ini adalah TPPU atau money laundering. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, penyidikan dilakukan terhadap tindak pidana asal.40

39

Ibid., angka 2 40

Ibid., Penjelasan Pasal 74, yang mengatakan bahwa : Yang dimaksud dengan “penyidik tindak pidana asal” adalah penjabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang apabila menemukan bukti permulaan