• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran dan Fungsi PPATK dalam Mengejar Pelaku Pencucian Uang

MONEY LAUNDERING DI PASAR MODAL

B. Peran dan Fungsi PPATK dalam Mengejar Pelaku Pencucian Uang

Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa dewasa ini, kejahatan kerah putih (white collar crime) sudah pada taraf melintasi batas-batas negara. Bentuk kejahatan yang semakin canggih dan terorganisir menyebabkan aparat penegak hukum sulit untuk mendeteksinya. Pelaku kejahatan selalu berusaha menyelamatkan uang hasil kejahatannya dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan pencucian uang. Dengan cara ini, pelaku kejahatan berusaha

mengubah uang yang didapat dengan cara haram (dari hasil kejahatan) menjadi halal melalui mekanisme-mekanisme tertentu.

Mengenai pengaturan pencucian uang di Indonesia diundangkanlah pada tanggal 17 April 2002 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4191. Undang-undang tersebut diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324. Diubah kembali dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164.

Pencucian uang adalah upaya untuk mengaburkan asal-usul harta kekayaan dari hasil tindak pidana sehingga harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari aktivitas yang sah. Jika ada aktivitas yang sah maka ada yang tidak sah. Aktivitas yang tidak sah101 dalam dunia perbankan, pasar modal, asuransi, narkotika, psikotropika, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, perpajakan, cukai, lingkungan hidup, kehutanan, korupsi, penyuapan, penyelundupan barang,

101

Aktivitas yang tidak sah disini adalah pidana asal. Dalam Yunus Husein, ”Rezim Anti Pencucian uang Indonesia Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU”, Desember 2010, http://elearning.ppatk.go.id., diakses pada 17 Maret 2011.

penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, kepabeanan, kelautan dan perikanan, dan lain sebagainya.102

Cara melakukan pencucian uang adalah dengan cara “placing, receiving or controlling dirty money”. Pihak yang dapat melaporkan transaksi keuangan mencurigakan adalah Penyedia Jasa Keuangan atau Penyedia Barang/Jasa lainnya. Transaksi keuangan mencurigakan merupakan dasar dari pelaporan tindak pidana pencucian uang.

Setelah melakukan tindak pidana asal selanjutnya para pelaku menempatkan, mentransfer, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan. Pelaku tindakan tersebut adalah setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan. Selanjutnya setiap hasil tindak pidana kejahatan tersebut yang menerima, menguasai, menempatkan, mentransfer, membayarkan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, menukarkan, atau menggunakan harta kekayaan adalah disebut dengan hasil tindak pidana yang tidak sah.103

Adapun tujuan dari pencucian uang adalah memberikan legitimasi pada dana yang diperoleh secara tidak sah.104 Dengan kata lain tujuannya antara lain : menyembunyikan uang/kekayaan yang diperoleh dari kejahatan; menghindari

102

Ibid., hal. 6. 103

Pasal 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Op.cit., Lihat juga Yunus Husein, Loc.cit., hal. 6.

104

Erman Rajagukguk, “Rezim Anti Pencucian Uang dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang”, disampaikan pada Lokakarya “Anti Money Laundering”, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 15 September 2005), hal. 1.

penyelidikan dan/atau tuntutan hukum; menghindari pajak (uang legal disembunyikan untuk menghindari pajak); meningkatkan keuntungan (uang ilegal diikutsertakan dalam bisnis legal).105 Walaupun dapat dikatakan tidak ada sistem pencucian uang yang sama, tetapi pada umumnya proses pencucian uang terdiri dari tiga tahap :

placement, layering, dan integration.106

Pencucian uang diberantas dan dinyatakan sebagai tindak pidana karena ada tiga alasan menurut pengamatan Guy Skessen. Pertama, karena pengaruh pencucian uang pada sistem keuangan dan ekonomi berdampak negatif bagi perekonomian dunia, misalnya terhadap efektifitas penggunaan sumber dana yang banyak digunakan untuk kegiatan yang tidak sah dan dapat merugikan masyarakat. Kedua, dengan ditetapkannya pencucian uang sebagai tindak pidana dan adanya sistem pelaporan transaksi dalam jumlah tertentu yang mencurigakan, maka hal ini lebih memudahkan bagi aparat penegak hukum untuk menyelidiki kasus pidana sampai kepada tokoh- tokoh yang ada di belakangnya.107

Ada beberapa aspek yang terkena dampak dari pencucian uang, yaitu108 : 1. Bisnis, dapat merusakkan reputasi karena terlibat masalah hukum dan

mengganggu operasional dan likuiditas bisnis;

105 Yunus Husein,

Op.cit., hal. 7. 106

Erman Rajagukguk, Loc.cit.

107

Guy Skessen dalam Bismar Nasution, Rejim Anti-Money Laundering di Indonesia, Op.cit., sebagaimana dikutip Nurmalawaty, ”Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang

(Money Laundering) dan Upaya Pencegahannya”,

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15240/1/equ-feb2006-3.pdf., diakses pada 19 Maret 2011.

108

2. Ekonomi, meningkatkan instabilitas sistem keuangan, terjadi distorsi ekonomi, menyulitkan otoritas moneter dalam mengendalikan jumlah uang beredar;

3. Sosial, menciptakan/memperparah ketidakadilan sosial; 4. Internasional, menjadi persoalan dan perhatian dunia.

Selain merugikan masyarakat secara luas, dampak keberadaan pencucian uang juga mempunyai pengaruh negatif terhadap kegiatan perekonomian, terutama menyangkut lembaga keuangan (baik perbankan maupun non-perbankan), misalnya :

(a) Merugikan reputasi lembaga-lembaga keuangan apabila diduga dipergunakan sebagai sarana untuk melakukan pencucian uang;

(b) Menyebabkan terjadinya distorsi dalam hukum penawaran dan permintaan, sebagaimana yang terjadi di London Real Estate keetika memasuki investasi mafia dari Rusia;

(c) Menyebabkan kelemahan ekonomi negara (misalnya negara Colombia yang banyak bergantung pada Drug Money;

(d) Menumbuhkan kecurigaan dan keetidakpercayaan publik pada lembaga perbankan.109

Selanjutnya Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menyatakan bahwa110 pihak pelapor, meliputi :

109

a. ”Penyedia Jasa Keuangan : 1. Bank;

2. Perusahaan Pembiayaan;

3. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Pialang Asuransi; 4. Dana Pensiun Lembaga Keuangan;

5. Perusahaan Efek; 6. Manajer Investasi; 7. Kustodian;

8. Wali Amanat;

9. Perposan sebagai Penyedia Jasa Giro; 10.Pedagang Valuta Asing;

11.Penyelenggara Alat Pembayaran menggunakan Kartu; 12.Penyelenggara e-money dan/atau e-wallet;

13.Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam; 14.Pegadaian;

15.Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi; atau

16.Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang. b. Penyedia Barang dan/atau jasa lain :

1. Perusahaan Properti/Agen Properti; 2. Pedagang Kendaraan Bermotor;

3. Pedagang Permata dan Perhiasan/Logam Mulia; atau 4. Balai Lelang”.

Tujuan akhir dari Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah dengan mengadakan pendekatan secara penegakan hukum dan pendekatan anti pencucian uang maka akan mencegah dan memberantas kriminalitas. Hasilnya kriminalitas dapat menurun. Jika penegakan hukum berhasil integritas dan stabilitas sistem keuangan juga meningkat.111

Pencucian uang umumnya dilakukan terhadap uang hasil tindak pidana, misalnya perdagangan narkotika, korupsi, dan transaksi saham di pasar modal. Dengan pencucian uang, maka pelaku dapat menyembunyikan asal-usul dari uang

110

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Op.cit.

111

hasil kejahatan tersebut. Para pelaku tindak pidana pencucian uang biasanya menyimpan dananya di suatu lembaga penyedia jasa keuangan misalnya bank, atau penyedia jasa lain yang terkait dengan keuangan, misalnya melalui instrumen pasar modal.

Bertolak dari teori Sistem Hukum, Lawrence M. Friedman, maka yang menjadi badan atau struktur hukum pada Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). PPATK dibentuk berdasarkan undang-undang tersebut dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. PPATK tidak berada di bawah suatu Departemen, Kementerian atau Lembaga Negara. Personilnya berasal dari beberapa instansi terkait. Untuk laporan pelaksanaan tugas dan fungsinya PPATK berkewajiban untuk melaporkannya kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setiap enam bulan sekali.112

Pasal 40 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, menyatakan bahwa113 :

”Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, PPATK mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; c. Pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan

d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)”.

112

Ibid., hal. 14. 113

Pasal 40 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Op.cit.

Setelah mengetahui fungsinya pada Pasal 41 ayat (1) dijelaskan mengenai wewenang dari PPATK, Pasal 41 menyebutkan bahwa114 :

”Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a, PPATK berwenang :

a. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu;

b. Menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan; c. Mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang

dengan instansi terkait;

d. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang;

e. Mewakili pemerintah Republik Idnonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;

f. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang; dan

g. Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang”.

Pada pasal 41 ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan bahwa penyampaian data dan informasi dari instansi terkait pemerintahan ataupun lembaga swasta harus dikecualikan dari ketentuan kerahasiaan seperti kerahasiaan bank. Rahasia Bank artinya institusi keuangan harus menjaga informasi yang diterimanya tentang kliennya dalam rangka rahasia bisnis dan konfidensial. Dikatakan, karena pencucian uang itu terintegrasi dengan kegiatan kriminal, pada dasarnya adalah bukan kegiatan yang memiliki legitimasi untuk mengklaim kerahasiaan.115

114 Pasal 41,

Ibid.

115

Charles Thelen Plombeek, “Confidentiality and Disclosure : The Money Laundering Control Act of 1986 and Banking Secrecy”, Vol. 22 No. 1, (Spring : The International Lawyer, 1988), hal. 70., sebagaimana dikutip Erman Rajagukguk, Op.cit.

Adapun fungsi analisis dan pemeriksaan oleh PPATK terdapat pada Pasal 44 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang menyebutkan bahwa :

”(1) Dalam rangka melaksanakan fungsi analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf d, PPATK dapat :

a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor; b. Meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait;

c. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan pengembangan hasil analisis PPATK;

d. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri;

e. Meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di dalam maupun di luar negeri;

f. Menerima laporan dan/atau ifnormasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan tindak pidana Pencucian Uang;

g. Meminta keterangan kepada Pihak Pelapor dan pihak lain yang terkait dengan dugaan tindak pidana Pencucian Uang;

h. Merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

i. Meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana;

j. Meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan tindak pidana Pencucian Uang;

k. Mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan l. Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik.

(2) Penyedia Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i harus menindaklanjuti setelah menerima permintaan dari PPATK”. Dasar pelaporan kepada PPATK adalah berdasarkan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) atau Suspicious Transaction Report (STR). Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, bahwa pelaporan

oleh Penyedia Jasa Keuangan atau Penyedia Barang/Jasa lainnya dilakukan sesegera mungkin paling lama tiga hari sejak Penyedia Jasa Keuangan atau Penyedia Barang/Jasa lainnya mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan.

Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juga menjerat orang- orang yang terlibat dalam pencucian uang dalam hal membawa uang tunai ke luar negeri. Setiap orang yang membawa uang tunai dalam mata uang rupiah dan/asing dan/atau instrumen pembayaran lain dalam bentuk cek, cek perjalanan, surat sanggup bayar, atau bilyet giro ke dalam atau ke luar daerah kepabeanan Republik Indonesia sejumlah Rp. 100 juta atau lebih, atau mata uang asing yang nilainya setara, harus melaporkan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjend Bea Cukai).

Penyampaian laporan dari Ditjend Bea Cukai wajib menyampaikan laporan tentang informasi yang diterimanya tersebut kepada PPATK selama jangka waktu lima hari kerja. Apabila dilakukan pelanggaran oleh instansi terkait maka akan dikenakan sanksi denda 10% dari seluruh jumlah, paling banyak Rp. 300 juta. Dengan menerima laporan tersebut maka Penyedia Jasa Keuangan harus menghentikan seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana, rekening penampungan harta kekayaan berasal dari tindak pidana, ataupun menggunakan dokumen palsu.

Pihak Penyedia Jasa Keuangan selanjutnya membuat berita acara pemberhentian transaksi sementara. Paling lama lima hari sejak pembuatan berita acara, PPATK dapat memperpanjang 15 hari kerja. Apabila dalam waktu 20 hari tidak ada pihak yang mengajukan keberatan, PPATK menyerahkan penanganan

kepada penyidik. Dalam hal pelaku Tindak Pidana tidak ditemukan dalam 30 hari penyidik dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk memutuskan harta kekayaan tersebut sebagai aset negara dan dikembalikan kepada yang berhak yaitu negara.116

Dalam hal prosedur hukum yang harus ditempuh dalam menjerat pelaku tindak pidana pencucian uang adalah penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan. Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.117 Untuk kepentingan pemeriksaan, penyidik, penuntut umum atau hakim berwenang meminta pelapor untuk memberikan keterangan secara tertulis mengenai harta kekayaan dari : orang yang telah dilaporkan PPATK; tersangka; atau terdakwa. Surat permintaan tersebut ditembuskan kepada PPATK.118

Mengenai pembuktian di pengadilan menggunakan sistem pembuktian terbalik, yaitu duga saja seseorang itu melakukan kejahatan pencucian uang barulah selanjutnya dibuktikan apakah benar melakukan atau tidak. Alat bukti yang digunakan adalah alat bukti yang dimaksudkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), ataupun alat bukti berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan dokumen.119

116

Yunus Husein, Op.cit., hal. 23.

117 Pasal 64-Pasal 67 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Op.cit.

118

Pasal 72, Ibid.

119

Penyidik dalam tindak pidana pencucian uang disini adalah dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal, yaitu : Kepolisian; Kejaksaan; Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); Badan Narkotika Negara (BNN), Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.120 Dalam hal penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal, penyidik dapat menggabungkan penyidikan tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang untuk selanjutnya dilaporkan kepada PPATK.121

Penuntutan dilakukan oleh Penuntut Umum yang wajib menyerahkan berkas perkara tindak pidana pencucian uang kepada Pengadilan Negeri paling lambat 30 hari kerja sejak diterima berkas perkara yang dinyatakan lengkap. Pengadilan Negeri wajib membentuk majelis hakim paling lama 3 hari keja. Maksudnya adalah bahwa proses pelaksanaan persidangan agar tidak diperlambat hanya masalah penentuan majelis hakim.122

Pada proses pemeriksaan di persidangan terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.123 Hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana.124 Pembuktian oleh terdakwa dilakukan dengan mengajukan alat bukti yang cukup.

Jika terdakwa ternyata tidak hadir di dalam persidangan setelah dipanggil secara sah dan patut tanpa alasan yang sah, perkara pencucian uang dapat diperiksa 120 Pasal 74, Ibid. 121 Pasal 75, Ibid. 122 Pasal 76, Ibid. 123 Pasal 77, Ibid.. 124 Pasal 78, Ibid..

dan diputus tanpa hadirnya terdakwa.125 Namun, apabila kehadiran terdakwa sebelum putusan dijatuhkan, terdakwa wajib diperiksa kembali. Segala keterangan saksi dan surat-surat dianggap diucapkan dalam sidang selanjutnya. Dalam hal terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dan terdapat bukti yang kuat, hakim atas tuntutan penuntut umum memutuskan perampasan harta kekayaan yang telah disita. Perampasan harta kekayaan yang telah disita diumumkan dan tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi. Setiap orang yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan selama 30 hari sejak diumumkannya perampasan harta kekayaan.

Pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh pihak pelapor dikecualikan dari kerahasiaan yang berlaku bagi pihak pelapor yang bersangkutan.126 Dalam melaksanakan kewenangannya, terhadap PPATK tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengatur kerahasiaan.127 Dalam meminta keterangan bagi penyidik, penuntut umum, atau hakim tidak berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan lainnya.128

Pejabat dan Pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim wajib merahasiakan pihak pelapor dan pelapor. Pelanggaran memberi hak pelapor menuntut ganti rugi.129 Pihak pelapor, pelapor, dan saksi wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari ancaman yang membayakan diri, jiwa, dan atau hartanya, termasuk

125 Pasal 79, Ibid. 126 Pasal 28, Ibid. 127 Pasal 45, Ibid. 128

Pasal 72 ayat (2), Ibid.

129

keluarganya.130 Pada sidang pengadilan dilarang menyebutkan atau mengungkapkan identitas pelapor dan hakim wajib mengingatkan.131 Pelapor dan atau saksi tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana atas laporan atau kesaksian.132

Pejabat atau Pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan setiap orang yang memperoleh Dokumen atau Keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang wajib merahasiakan Dokumen atau Keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut undang-undang. Pelanggaran pidana maksimal empat tahun.133 Direksi, Komisaris, Pengurus atau Pegawai Pihak Pelapor dilarang memberitahukan kepada Pengguna Jasa atau pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun mengenai Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK.134 Pejabat atau Pegawai PPATK atau Lembaga Pengawas dan Pengatur dilarang memberitahukan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang akan atau telah dilaporkan kepada PPATK secara langsung atau tidak langsung dengan cara apapun kepada Pengguna Jasa atau Pihak Lain.135 Pidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal satu tahun.

Untuk memberantas aksi pencucian uang maka harus dibentuk kerjasama antar lembaga. Tujuan dari kerjasama tersebut adalah untuk pertukaran informasi, pertukaran staf, sosialisasi dan pelatihan bersama, juga kerjasama yang harus

130

Pasal 84 dan Pasal 86, Ibid.

131 Pasal 85, Ibid. 132 Pasal 87, Ibid. 133 Pasal 11, Ibid. 134

Pasal 12 ayat (1), Ibid.

135

dituangkan di dalam M.o.U (Memorandum of Understanding) atau Nota Kesepahaman. PPATK mengadakan kerjasama di dalam maupun luar negeri.

Setelah kesepakatan bersama dituangkan terlebih dahulu di dalam Nota Kesepahaman tersebut barulah antara lembaga yang berkesepahaman membuat perjanjian kerja sama dalam hal pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

C. Monetary Authority of Singapore (MAS) dalam Tindak Pidana Pencucian