• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian 2: Ketegangan Sains-Ekologi dan Agama;

D. Kerusakan Lingkungan dan Erosi Genetik

Sebelum dianugerahi penghargaan pangan dunia oleh organisasi pangan PBB (FAO), pada peringatan hari pangan sedunia Oktober 2016, penulis sempat bertemu dengan seorang jenius pemulia tanaman pangan asli Indonesia, Surono Danu, di Situbondo. Dalam kesempatan tersebut, penulis melihat secara dekat dan melakukan peliputan terhadap perkembangan varietas padi Mari Sejahterakan Petani (MSP) yang diberikan pada petani di Desa Lamongan, Arjasa Situbondo. Sepintas memang tak terlihat perbedaan atau sesuatu yang lebih dengan padi lainnya. Namun, saat penulis mencoba melihat lebih dekat ternyata di hamparan sawah tersebut sedang terdapat plot percobaan penanaman padi MSP dengan varietas padi jenis hibrida lainnya. Secara morfologi memang terjadi perbedaan jauh dari padi biasanya. MSP terlihat lebih subur dan panjang atau tinggi menjulang dibanding jenis padi lain yang

ada.

Penulis lalu berdiskusi panjang dengan sang pemulia tanaman asal Lampung tersebut, dan bercerita panjang lebar tentang pangan di tanah air. Lebih dari 23 tahun ia mengaku mengabdikan dirinya untuk melindungi varetas pangan asli yang dimiliki Indonesia. Selama itu pula, ia telah berhasil mengembangkan varietas lokal asli tersebut dan terus mempertahankannya agar tidak tergerus oleh banyaknya varietas baru transgenik maupun hibrida lain yang menenggelamkan varietas pangan asli Indonesia.

Cerita pun terus bergulir hingga ia mengaku melakukan kegiatan pemuliaan tanaman lokal tersebut karena tergerak oleh carut marutnya manajemen tanaman pangan tanah air. Dalam dinamika pembangunan pangan hingga kebijakan ketahanan pangan negeri ini memang tidak pernah menemukan titik keberhasilan yang memuaskan bagi masyarakatnya. Baik era Suharto, yang digadang-gadang sebagai era terbaik manajemen pangan melalui program Repelita dan sebagainya, maupun hingga kebijakan ketahanan pangan era Susilo Bambang Yudhoyono. Dari beragam kebijakan pangan tanah air itu, tidak ada satu pun yang bisa terbebas dari krisis pangan, hingga ketidakstabilan harga pangan. Selalu kebijakan kran impor pangan yang menjadi jurus jitu menjaga stabilitas pangan tanah air.

Padahal, diakui atau tidak kebijakan pangan kita selama ini hanya menguntungkan kartel dengan kran impor dan menguntungkan pebisnis bibit transgenik maupun industri bibit hibrida. Kebijakan tersebut justru membuat petani kehilangan arah dan kehilangan orientasi dalam menjaga kedaulatan angan mereka. Gelombang gagal panen pun terus terjadi hampir setiap tahun dengan beragam alasan, mulai hama hingga anomali cuaca yang tidak bisa ditolerir tanaman. Diskusi kami pun akhirnya mengerucut pada beragam jenis varietas lokal padi yang kini telah hilang. Dalam catatannya ia hanya membuka cerita sedikit bahwa ada setidaknya 40 jenis tanaman padi varietas lokal yang sudah hilang, namun berhasil ia muliakan dan kembangkan, seperti padi MSP, singkong, jagung Madura dan sebagainya.

Dari diskusi singkat ini saya pun baru menyimpulkan bahwa erosi genetik di negeri ini pun telah terjadi dengan massif oleh perkembangan sains teknologi. Food and Agriculture Organization (FAO) memperingatkan dunia sekarang sedang menghadapi kehilangan sumber daya genetika

tumbuhan besar-besaran dan terjadi erosi keanekaragaman hayati secara cepat. Dalam banyak perspektif, erosi genetik bisa diartikan adanya pengikisan genetik spesies dengan terjadinya penurunan jumlah, berkurang dan hilang atau punahnya suatu spesies dari variasi gen yang ada dan hidup di suatu ekosistem tertentu dan juga di bumi. Salah satu contohnya adalah jagung Madura yang berwarna putih tidak tumbuh lagi dan sulit ditemukan.

Dalam perspektif luas lingkungan hidup, erosi genetik juga terjadi dalam tumbuhan dan hewan yang ada di alam, akibat penggundulan hutan dan kerusakan lingkungan lainnya. Padahal, secara global, variasi keragaman hayati kita jumlahnya diperkirakan antara 2 juta hingga 100 juta spesies. Dari jumlah itu, diperkirakan hanya 1,4 juta yang telah diberi nama atau dideskripsikan. Sejak tahun 1980, para ahli telah menemukan secara besar-besaran keanekaragaman serangga di daerah hutan tropis. Para ahli biologi mengidentifikasi dan membuat daftar informal dari spesies yang telah dikenal setidaknya terdapat puluhan bahkan ratusan ribu spesies, yaitu Insecta: 751.000; Plantae: 248,428;

Non-insect arthopoda: 123.15; Molusca: 50.000; Fungi: 46.983; Protozoa:

30.800; Algae: 26.900; Pisces: 19.056; Platyhelminthes: 12.200; Nematoda: 12.000; Annelida: 12.000; Aves: 9.040; Coelenterata: 9.000; Reptilia: 6.300; Echinodermata: 6.100; Porifera: 5.000; Monera: 4.760; Amphibia: 4.184; Mammalia: 4.000 (Museum of Paleontology of the University of California, 2012).

Meskipun tidak terlihat karena berukuran mikron, namun isu erosi genetik terus mengemuka di seluruh dunia. Sejumlah penelitian tentang adanya erosi genetik juga terus dilakukan di beberapa negara. Namun, harus diakui arus isu-nya belum seperti kerusakan hutan atau polusi industri. Peneliti di Cina, menyebut jumlah varietas gandum yang ditanam menurun drastis menjadi hanya sekitar 1.000 varietas, atau hilang hingga 90% pada tahun 1970-an dibandingkan tahun 1949 yang mencapai hampir 10.000 varietas. Di Amerika Serikat, 95% berbagai varietas kubis, 91% varietas jagung, 94% varietas kacang polong, dan 81% varietas tomat menghilang.

Di italia sebuah jurnal penelitian menunjukkan bahwa erosi genetik yang diukur dalam kurun 10 tahun juga menunjukkan adanya erosi genetik pada tanaman pertanian. Karl Hammer dan Gaeto Laggheti yang melakukan penelitian dalam kurun 1920, 1950, dan hingga 2015, menyebut

telah terjadi erosi genetik cukup tajam dengan hilangnya varietas gandum lokal. Mereka juga menyebut bahwa dalam kurun setiap 20 tahun hilangnya varietas lokal mencapai 70 persen dan terus meningkat. Di berbagai belahan dunia lain, erosi genetik juga terus menjadi perhatian sejumlah pemerhati lingkungan hidup dan konservasionis. Laju kerusakan dan hilangnya variasi genetik lokal aneka tanaman dan hewan membuat upaya perlidunganya belum maksimal didengungkan. Sebab, kerusakanannya yang bersifat mikro dan tidak nyata dalam mata telanjang membuat erosi genetik masih dianggap sebelah mata. Padahal, hilangnya satu varietas lokal tanaman pangan menyebabkan hilangnya potensi variasi genetik yang ada dalam satu varietas tersebut. Semua ini tergusur oleh perkembangan sains dan teknologi yang membuat para peneliti di belahan dunia melakukan rekayasa genetika untuk kepentingan menghilangkan variasi genetik asli tanamannya. Seharusnya, kemampuan rekayasa genetika tidak perlu mengesampingkan perlindungan pada konservasi.