• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesantunan Ilmiah

Dalam dokumen BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA (Halaman 46-49)

BAB 2. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

2.3 Kesantunan Berbahasa

2.3.3 Kesantunan Ilmiah

Dalam bidang ilmiah, kecerdasan atau kemampuan intelektual saja tidak cukup. Kita perlu bersikap positif yang menunjukkan kecerdasan sosial dan emosional. Kesantunan bahasa ilmiah mengarah pada pilihan sikap untuk menghargai pendapat orang lain. Dalam ragam tulis ilmiah, sikap santun secara ilmiah dilakukan dengan memberikan penghargaan dan mengakui karya orang lain. Hal tersebut perlu ditunjukkan dengan menyebutkan sumber kutipan jika kita mengutip karya orang lain dengan menuliskannya pada daftar pustaka atau referensi. Secara lisan, kita pun perlu menyebut sumber informasi yang kita sampaikan. Jika itu berasal dari buku, maka sebutkan pengarang atau bukunya dengan jelas. Hal tersebut menunjukkan sikap menghargai karya orang lain. Jika pendapat tersebut Saudara peroleh dari rekan bincang Saudara, mintalah izin untuk menyampaikan dan sebutkan sumber tersebut pada saat Saudara menyampaikannya. Hindari sikap menyerobot dengan mengemukakan hasil diskusi atau pendapat teman lalu menunjukkan atau mengklaim bahwa pendapat tersebut adalah pemikiran sendiri. Hal tersebut tidak santun dan menimbulkan kekecewaan. Oleh sebab itu, sikap demikian dapat disebut tidak mematuhi kaidah dan maksim kesantunan.

Dalam berpendapat terdapat beberapa hal yang perlu kita hindari untuk menunjukkan sikap santun secara ilmiah. Pranowo (dalam Chaer, 2010) menyebutnya sebagai penyebab ketidaksantunan. Hal-hal tersebut, sebagai berikut.

a.

Kritik secara Langsung dengan Kata-kata Kasar

Kritik secara langsung dan kasar ditandai dengan penyebutan sasaran atau objek secara langsung, diksi yang menunjukkan

35 membangun dan tetap mengontrol kondisi sosial agar tetap stabil. Bandingkan kritikan berikut.

Tabel 2.1 Kritikan secara Langsung dengan Kata-kata Kasar

Kritikan A Krtikan B

Kementerian pertanian pada kabinet gotong royong bekerja dengan amburadul dan bodoh dalam menentukan kebijakan. Hal tersebut tidak bisa dibiarkan, sebaiknya segera dibubarkan saja karena sudah banyak informasi yang tidak sesuai kenyataan. Tampaknya ada upaya membodohi petani dan kondisi pasar.

Di berbagai kondisi, pertanian Indonesia menunjukkan kestabilan. Namun, terdapat kondisi yang mungkin perlu kita cermati.

Kementerian pertanian

mengumumkan kemandirian dan bahkan kedaulatan pangan pada pidato laporan kerja Kabinet 2018, tetapi seminggu setelahnya Indonesia mengimpor beras, bawang putih, dan garam. Ini menunjukkan tidak sejalannya laporan kerja dengan kenyataan di lapangan, kondisi tersebut mengakibatkan pasar tidak stabil. Sebaiknya segera ada upaya pemulihan dengan kesejalanan kinerja dan informasi. Kritikan A tersebut tidak layak diucapkan karena menggunakan sarkasme amburadul dan bodoh. Kritik yang baik harus dinyatakan dengan label sesuai bidang pekerjaannya (terdapat istilah teknis yang mengindikasikan keadaan secara spesifik), misalnya kritikan B menjelaskan tentang peristiwa laporan kinerja kementerian dengan label ketahanan dan kedaulatan pangan disertai bukti yang autentntik. Kritikan dilakukan jika terdapat kesenjangan, ketidaksesuaian, dan keruguian. Pada kritikan B, penulis kritik menggunakan aspek

kesenjangan antara laporan kinerja dengan kebijakan impor yang

menunjukkan dua hal yang ironis. Dengan demikian, kritikan dinyatakan secara lugas, tetapi memberikan dukungan dengan kalimat penghargaan di awal, penggunaan pernytaan mungkin perlu kita

cermati yang menunjukkan ketidaktegasan, tetapi menunjukkan

36

b.

Dorongan Emosi Penutur

Kesantunan berkaitan dengan kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Peran bahasa sebagai alat kontrol sosial bermakna kemampuan bahasa untuk mengondisikan keadaan menjadi lebih baik. Di satu sisi, bahasa memiliki fungsi ekspresif yang berperan menunjukkan eksistensi diri, nilai rasa, dan mewakili emosi. Dalam kesantunan terdapat pagar untuk mengontrol keluasan deskripsi mewakili emosi tersebut dengan peran kontrol sosial. Chaer (2010) menyatakan, dorongan emosi merupakan penyebab ketidaksantunan karena biasanya dorongan emosi melahirkan kemarahan yang ditunjukkan dengan kata-kata bernada tinggi dan pilihan kata yang menyinggung mitra tutur. Hal tersebut dapat diamati pada kalimat, “Di mana datanya, kapan, bagaimana penelitian yang

disebut-disebut baik itu, kenyataannya kan peneliti tidak punya kecerdasan menjelaskan. Pernyataan tersebut menunjukkan emosi dan

tidak menghargai pendapat orang lain. Setelah mendapatkan penjelasan yang tidak sejalan dengan pemikiran atau pandangan kita, sebaiknya kita menyatakan pandangan kita bukan menunjukkan emosi dan menunjukkan keburukan pendapat orang lain. Sikap demikian akan mengancam muka mitra tutur kita dan membuat orang-orang di sekitar kita juga tidak nyaman.

c.

Protektif terhadap Pendapat

Sikap ini bersifat agitatif atau membujuk orang lain untuk tidak meyakini pendapat orang lain. Dalam sebuah diskusi atau forum ilmiah, kadang terdapat sikap selalu egois dan ingin pendapatnya dianggap paling benar. Sikap tersebut ditunjukkan dengan menunjukkan kebaikan-kebaikan pendapatnya secara berlebihan dan menunjukkan keburukan pendapat orang lain. Pernyataan yang menunjukkan sikap tersebut misalnya, “Lihat saja, rencana itu pasti

gagal karena jelas merugikan banyak pihak. Bandingkan dengan rencana saya yang praktis dan memakan biaya sedikit. Ini sudah paling tepat.” Pendapat tersebut menunjukkan ketegasan yang kaku

dan merasa bahwa pendapatnya paling benar. Sikap tersebut bukan sikap yang santun karena menunjukkan sikap tinggi hati dan tidak memberikan kebebasan pada pemikiran orang lain.

d.

Sengaja Menuduh Lawan Tutur

Bersikap curiga pada orang lain karena adanya indikasi yang kita tangkap merupakan hal yang wajar. Dalam berkomunikasi, kita perlu mengupayakan agar tuturan kita tidak mengarah pada tuduhan. Hal tersebut didasarkan pada: (1) data yang kita dapat belum tentu benar,

37 (2) mengancam muka orang lain, (3) mengaburkan peristiwa yang sesungguhnya, (4) tidak menghormati orang lain, misalnya pernyataan, “Penelitian semacam ini relatif subjektif, beberapa

hasilnya tampak ada penambahan data. Mengapa seperti ini?”

Kalimat tersebut menunjukkan bahwa penutur meyakini melihat adanya penambahan data. Pertnyaan selanjutnya justru mengarahkan mitra tutur untuk menerima tuduhan. Hal tersebut tidak santun, tidak layak kita lakukan dalam menyatakan ketidakpercayaan. Bila kita kurang meyakini, yang perlu dilakukan adalah menanyakan dengan pertanyaan eksploratif atau menggali informasi secara ilmiah untuk memahamkan pada mitra tutur dan diri kita tentang hal yang terjadi. Dengan demikian, jika terdapat ketidakjujuran atau pemikiran kita benar, mitra tutur akan menyadarinya secara mendalam sebagai proses belajar.

e.

Sengaja Memojokkan Lawan Tutur

Memojokkan lawan tutur ditunjukkan dengan rangkaian pernyataan yang mengarahkan pada pembuktian kesalahan sesorang atau membuat orang lain tidak mempunyai pilihan. Memojokkan dilakukan untuk membenarkan tuduhan dengan mengintimidasi secara tidak langsung. Tindakan memojokkan dilakukan untuk menunjukkan kelemahan-kelemahan secara langsung, misalnya “Kalau tujuannya menyejahterakan anggota, mengapa masih banyak

yang belum sejahtera, kalau memang serius ingin membantu kok tidak segera bertindak malah sibuk mengurus administrasi. Anggota kita ini kelaparan, jangan sibuk di administrasi saja.” Pernyataan

tersebut tidak santun karena menunjukkan ketidakberhasilan kinerja seseorang secara langsung. Di samping itu, juga ada klaim yang menunjukkan bahwa mitra tutur tidak serius dalam bekerja disertai kata-kata hiperbolik yang menunjukkan emosi atau kemarahan. Hal tersebut tidak tepat digunakan dalam situasi diskusi ilmiah atau forum resmi. Dalam forum tidak resmi pun tuturan memojokkan kurang layak dinyatakan karena membuat orang lain tidak nyaman dan merasa tidak dihargai.

Dalam dokumen BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA (Halaman 46-49)