• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAHASA INDONESIA: MEMBANGUN KARAKTER BANGSA"

Copied!
226
0
0

Teks penuh

(1)

BAHASA INDONESIA:

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

LEMBAGA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DAN PENJAMINAN MUTU (LP3M) PUSAT PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN IDEOLOGI KEBANGSAAN (P3KIK)

UNIVERSITAS JEMBER

A. Erna Rochiyati S.

Ali Badrudin

Rusdhianti Wuryaningrum

Fitri Nura Murti

Ahmad Syukron

(2)

BAHASA INDONESIA:

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

Penerbit:

UPT Percetakan & Penerbitan Universitas Jember

Redaksi/Distributor Tunggal: UNEJ Press Jl. Kalimantan 37 Jember 68121 Telp. 0331-330224, Voip. 00319 e-mail: upt-penerbitan@unej.ac.id

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak tanpa ijin tertulis dari penerbit, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, photoprint, maupun microfilm.

Penulis:

A. Erna Rochiyati S.

Ali Badrudin

Rusdhianti Wuryaningrum

Fitri Nura Murti

Ahmad Syukron

Desain Sampul dan Tata Letak Risky Fahriza

M. Arifin M. Hosim

(3)

iii

KATA PENGANTAR

UU RI Nomor 24 Tahun 2009 menegaskan bahwa “Bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan merupakan atribut kebangsaan” karenanya tidak ada yang boleh menghina dan merendahkan atribut-atribut kebangsaan tersebut. Bahasa Indonesia merupakan identitas bangsa yang membawa karakter dan jati diri bangsa. Sesuai fungsi dan kedudukannya, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara, wajib dikuasai, dijunjung tinggi, dan digunakan sesuai konteksnya di masyarakat. Oleh sebab itu, Matakuliah Bahasa Indonesia wajib ditempuh oleh seluruh mahasiswa Universitas Jember.

Buku ini merupakan salah satu wujud komitmen Pusat Pengembangan Pendidikan Karakter dan Ideologi Kebangsaan (P3KIK) di Matakuliah Wajib Umum (MKWU) memiliki potensi yang sangat besar dalam membentengi krisis nasionalisme dan ideologi bangsa. Pembelajaran MKWU sebagai rumpun matakuliah kepribadian harus mampu membentuk karakter generasi muda agar memberikan peranannya dalam mengukuhkan kedaulatan bangsa dan negara. Melalui Matakuliah Bahasa Indonesia, nasionalisme berbahasa Indonesia dikuatkan dengan cara menelisik kembali sejarah perkembangan bahasa Indonesia yang digagas oleh para pemuda sebagai bagian dari strategi merancang kemerdekaan. Melalui peristiwa Sumpah Pemuda, kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk dan diikat melalui politik bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, sudah sepantasnyalah kita mendukung upaya pemerintah dalam pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia.

LP3M telah berkomitmen dalam mendukung visi misi Universitas Jember menjadi universitas kebangsaan yang menjunjung nilai nasionalisme-religius. Oleh sebab itu, secara sistematis LP3M telah merumuskan kurikulum berbasis karakter dan wawasan kebangsaan dan telah mengeluarkan Pedoman Penyusunan Kurikulum Program Studi di Lingkungan Universitas Jember (Keputusan Rektor Universitas Jember No.17527/UN25/KP/2017) yang di dalamnya termaktub secara jelas bahwa karakter yang akan dikembangkan dalam kurikulum program studi di Universitas Jember adalah karakter religius-nasionalis. Salah satunya melalui Matakuliah bahasa Indonesia (MKWU).

(4)

iv

bawah Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Jember terhadap kebutuhan pendidikan karakter sekaligus sebagai jawaban Surat Edaran Kemristekdikti No. 03/M/SE/VIII/2017 tentang Penguatan Pendidikan Pancasila dan Matakuliah Wajib Umum pada Pendidikan Tinggi yang secara eksplisit menyatakan bahwa Matakuliah Umum Bahasa Indonesia harus berperan aktif mendukung ideologi bangsa demi mempertahankan keutuhan NKRI. Selanjutnya, buku ini diharapkan menjadi acuan guna menjaga kualitas dan memudahkan monitoring yang dilakukan LP3M terhadap jalannya perkuliahan matakuliah wajib umum di lingkungan Universitas Jember.

Pusat Pengembangan Pendidikan Karakter dan Ideologi Kebangsaan (P3KIK)

(5)

v PRAKATA

Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sudah sepatutnya dijunjung tinggi oleh bangsa dan negara sebagai identitas dan atribut kebangsaan. Rakyat Indonesia harus berbangga diri memiliki bahasa Indonesia. Di tengah popularitas bahasa Indonesia yang semakin dikenal secara internasional, bahasa Indonesia harus menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.

Masyarakat, khususnya mahasiswa yang menjadi sasaran buku ini, harus secara sadar menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar sesuai konteks penggunaannya. Mahasiswa harus memahami peran bahasa Indonesia dalam mendukung ideologi bangsa dan mempertahankan jati diri bangsa. Untuk mendukung hal tersebut, mahasiswa perlu dibekali berbagai pengetahuan tentang bahasa Indonesia agar memiliki keterampilan berbahasa yang mumpuni dalam kegiatan-kegiatan akademisnya.

Dalam buku ajar yang berjudul “Bahasa Indonesia: Membangun Karakter Bangsa” ini diuraikan hal-hal pokok mengenai: (1) sejarah, fungsi, dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai identitas dan jati diri bangsa Indonesia; (2) bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam berbagai konteks penggunaannya; (3) penggunaan bahasa Indonesia ragam ilmiah; (4) analisis bahasa ragam ilmiah; (5) menulis karya ilmiah; dan (6) keterampilan berbicara dalam forum ilmiah. Buku ini disusun guna memberikan informasi yang memadai kepada mahasiswa tentang capaian-capaian akademis yang perlu dikuasai mencakup capaian-capaian ideologis, empat keterampilan berbahasa (menyimak, membaca, menulis, dan berbicara), dan penulisan karya tulis ilmiah.

Tim Penyusun Tentunya hal yang kami sajikan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami butuhkan guna terwujudnya buku ajar yang mampu secara praktis memudahkan mahasiswa memahami materi bahasa Indonesia sebagai matakuliah wajib umum (MKWU) di lingkungan Universitas Jember yang sangat kita cintai. Semoga buku ini dapat membantu mahasiswa dalam meningkatkan keterampilan berbahasa Indonesia dan menguatkan rasa cinta terhadap bahasa Indonesia. Demikian, harapan kami. Jayalah Indonesia, gemalah bahasa Indonesia.

(6)

vi DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

TINJAUAN MATAKULIAH ... xi

BAB 1. SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA ... 1

1.1 Pengantar ... 1

1.2 Sejarah Bahasa Indonesia ... 2

1.2.1 Sebelum Kemerdekaan ... 7

1.2.2 Sesudah Kemerdekaan... 10

1.3 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia ... 15

1.3.1 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional ... 15

1.3.2 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara ... 17

1.4 Rangkuman ... 19

1.5 Bahan Diskusi... 19

1.6 Daftar Rujukan ... 20

1.7 Latihan Soal ... 21

BAB 2. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR ... 22

2.1 Pengantar ... 22

2.2 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar ... 22

2.3 Kesantunan Berbahasa ... 26

2.3.1 Konsep Kesantunan Berbahasa ... 28

2.3.2 Kesantunan di Lingkungan Kampus ... 32

2.3.3 Kesantunan Ilmiah ... 34

2.4 Ragam Bahasa Indonesia ... 37

2.4.1 Pengertian Ragam Bahasa ... 38

2.4.2 Macam-macam Ragam Bahasa ... 38

2.5 Rangkuman ... 40

2.6 Bahan Diskusi... 40

2.7 Daftar Rujukan ... 41

2.8 Latihan Soal ... 41

BAB 3. BAHASA INDONESIA RAGAM ILMIAH ... 42

(7)

vii

3.2 Pengertian Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah ... 42

3.3 Ranah Penggunaan Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah ... 42

3.4 Ciri-ciri Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah ... 43

3.5 Diksi ... 47 3.6 Kalimat ... 52 3.6.1 Pengertian Kalimat ... 52 3.6.2 Unsur-unsur Kalimat ... 53 3.6.3 Struktur Kalimat ... 58 3.7 Kalimat Efektif ... 65

3.7.1 Pengertian Kalimat Efektif ... 65

3.7.2 Ciri-ciri Kalimat Efektif ... 66

3.8 Paragraf ... 70

3.8.1 Pengertian Paragraf ... 70

3.8.2 Ciri-ciri Paragraf ... 71

3.8.3 Fungsi Paragraf ... 71

3.8.4 Pikiran Utama dan Kalimat Utama/Topik ... 72

3.8.5 Syarat-syarat Paragraf yang Baik ... 76

3.8.6 Jenis Paragraf ... 82

3.8.7 Hubungan Antarparagraf ... 85

3.8.8 Pengembangan Paragraf ... 85

3.8.9 Paragraf Berdasarkan Fungsi ... 87

3.9 Rangkuman ... 89

3.10 Bahan Diskusi ... 89

3.11 Daftar Rujukan ... 89

3.12 Latihan Soal ... 90

BAB 4. ANALISIS BAHASA RAGAM ILMIAH ... 91

4.1 Pengantar ... 91

4.2 Kesalahan Berbahasa Tataran Fonologi ... 92

4.2.1 Perubahan Fonem ... 92

4.2.2 Penghilangan Fonem ... 94

4.3 Kesalahan Berbahasa Tataran Morfologi ... 95

4.3.1 Kesalahan Berbahasa dalam Afiksasi... 95

4.3.2 Kesalahan Berbahasa dalam Reduplikasi ... 97

4.3.3 Kesalahan Berbahasa dalam Komposisi... 98

(8)

viii

4.4 Kesalahan Berbahasa Tataran Sintaksis ... 104

4.4.1 Kesalahan dalam Frasa ... 105

4.4.2 Kesalahan dalam Kalimat ... 108

4.5 Kesalahan Berbahasa Tataran Semantik ... 112

4.6 Kesalahan Berbahasa Tataran Wacana ... 121

4.6.1 Ketidakefektivan Paragraf karena Tidak Ada Pelesapan ... 121

4.6.2 Kesalahan karena Terdapat Kalimat Sumbang ... 121

4.7 Kesalahan Berbahasa Tataran Ejaan dan Tanda Baca ... 122

4.7.1 Kesalahan Berbahasa tataran Ejaan Bahasa Indonesia ... 123

4.7.2 Kesalahan Berbahasa Tataran Tanda Baca ... 130

4.8 Rangkuman ... 131

4.9 Bahan Diskusi... 132

4.10 Daftar Rujukan ... 132

4.11 Latihan Soal ... 134

BAB 5. MENULIS KARYA ILMIAH ... 135

5.1 Pengantar ... 135

5.2 Hakikat Menulis ... 136

5.2.1 Menulis sebagai Produk ... 136

5.2.2 Menulis sebagai Proses Kreatif ... 136

5.2.3 Proses Menulis Karya Ilmiah ... 137

5.3 Keterampilan Membaca dalam Intelektualisasi Pikiran dan Karya ... 139

5.3.1 Membaca dan Proses Berpikir ... 139

5.3.2 Teknik Membaca ... 140

5.3.3 Membaca Karya Ilmiah ... 142

5.4 Hakikat Karya Tulis Ilmiah ... 143

5.4.1 Bagian-bagian Karya Tulis Ilmiah ... 144

5.4.2 Tiga Pilar Ilmu: Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis ... 151

5.5 Tahapan Menulis Karya Ilmiah ... 152

5.5.1 Perencanaan Penulisan Karya Ilmiah ... 153

5.5.2 Penyusunan Kerangka Karangan ... 153

(9)

ix

5.6 Sistematika Karya Tulis Ilmiah ... 159

5.6.1 Makalah ... 159

5.6.2 Artikel ... 162

5.6.3 Proposal dan Laporan Penelitian ... 165

5.7 Teknik Pengutipan dan Sumber Rujukan ... 170

5.8 Tips Menghindari Plagiarism ... 176

5.9 Rangkuman ... 177

5.10 Bahan Diskusi ... 177

5.11 Daftar Rujukan ... 178

5.12 Latihan Soal ... 179

BAB 6. KETERAMPILAN BERBICARA DALAM FORUM ILMIAH (PRESENTASI) ... 180

6.1 Pengantar ... 180

6.2 Berbicara sebagai Kapabilitas Berbahasa... 180

6.3 Hubungan Keterampilan Berbicara dengan Keterampilan Berbahasa Lain ... 182

6.3.1 Hubungan Berbicara dengan Menyimak ... 183

6.3.2 Hubungan Berbicara dengan Membaca ... 186

6.3.3 Hubungan Berbicara dengan Menulis ... 186

6.4 Berbicara pada Forum Ilmiah ... 187

6.4.1 Teknik Berbicara yang Baik ... 187

6.4.2 Teknik Berbicara di Depan Umum ... 188

6.4.3 Teknik Membuka dan Menutup Pembicaraan ... 189

6.4.4 Diskusi Ilmiah ... 190 6.5 Etika Diskusi ... 195 6.6 Kesantunan Berdiskusi ... 198 6.7 Rangkuman ... 204 6.8 Bahan Diskusi ... 204 6.9 Daftar Rujukan ... 204 6.10 Latihan Soal ... 205 DAFTAR PUSTAKA ... 206

DAFTAR ISTILAH (GLOSARIUM) ... 212

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kritikan secara Langsung dengan Kata-kata Kasar ... 35

Tabel 3.1 Kata Tidak Baku dan Baku ... 48

Tabel 3.2 Kata Tidak Baku dan Baku ... 49

Tabel 3.3 Kata Tidak Baku dan Baku ... 49

Tabel 3.4 Kata Konotatif dan Denotatif ... 49

Tabel 3.5 Kata Tidak Tepat dan Tepat ... 49

Tabel 3.6 Kata Emotif dan Tidak Emotif ... 50

Tabel 3.7 Kata Ganti ... 50

Tabel 3.8 Kata Kebijakan dan Kebijaksanaan ... 50

Tabel 3.9 Kata dari dan daripada ... 51

Tabel 3.10 Kata Bentuk Frasa ... 51

Tabel 3.11 Kata Frasa Tidak Tepat dan Tepat ... 52

Tabel 5.1 Matrik Penelitian ... 147

Tabel 5.2 Kerangka Karangan ... 155

(11)

xi

TINJAUAN MATAKULIAH

Matakuliah Bahasa Indonesia memiliki beban 2 sks dan wajib ditempuh oleh seluruh mahasiswa Universitas Jember. Bahasa Indonesia sebagai matakuliah wajib umum (MKWU) berperan sebagai matakuliah pendidikan karakter, khususnya pengembangan dan pengenalan kembali jati diri bangsa melalui pembelajaran bahasa Indonesia. Setelah menempuh Matakuliah Bahasa Indonesia (MKWU), mahasiswa diharapkan mampu menciptakan sikap yang baik, santun, dan kreatif dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai media pengungkapan pikiran, gagasan, dan sikap ilmiah dalam berbagai bentuk karya ilmiah yang berkualitas, baik secara lisan maupun tulis.

Matakuliah Bahasa Indonesia merupakan matakuliah wajib umum atau disingkat MKWU. Matakuliah Bahasa Indonesia MKWU membekali mahasiswa terkait wawasan dan pemahaman bahasa Indonesia dalam ranah akademis dan ideologis sebagai identitas bangsa. Pada ranah ideologis, mahasiswa dibekali pengetahuan mengenai sejarah, kedudukan, dan fungsi bahasa Indonesia, serta posisinya sebagai identitas bangsa; sedangkan ranah akademis, mahasiswa dibekali pengetahuan tentang kecermatan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, kesantunan berbahasa Indonesia dalam berbagai konteks penggunaannya di masyarakat maupun di ruang akademis, ragam ilmiah bahasa Indonesia, analisis bahasa,menulis karya ilmiah, mempresentasikannya dengan bahasa yang baik, santun, serta kreatif.

Materi-materi yang disajikan dalam Matakuliah Bahasa Indonesia (MKWU) ialah (1) sejarah, kedudukan, dan fungsi bahasa Indonesia, (2) bahasa indonesia yang baik dan benar, (3) bahasa indonesia ragam ilmiah, (4) praktik menganalisis bahasa karya tulis ilmiah, (5) praktik menulis karya tulis ilmiah, dan (6) presentasi karya tulis Ilmiah. Selanjutnya, mahasiswa diharapkan menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks penggunaan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tulis; mencerminkan budaya berbahasa Indonesia yang santun; serta mampu mengembangkan bidang profesi melalui penggunaan bahasa Indonesia yang kreatif dan inovatif.

(12)
(13)

1 BAB 1. SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA

INDONESIA

1.1 Pengantar

“Melalui bahasa kita dapat mempelajari kebudayaan suatu bangsa”, itulah yang disampaikan Folley, W.A. (1997) dalam buku yang berjudul “Anthroplogical Linguistics: An Introduction”. Masyarakat Indonesia memiliki banyak peribahasa yang mengarah kepada hal yang sama di antaranya: “Ajining diri ana ing lathi” (Jawa) yang berarti harga diri seseorang terletak pada ucapannya, “Mulutmu harimaumu” yang memiliki arti ucapanmu menunjukkan jati dirimu, dan banyak lagi. Bahasa menunjukkan karakter/watak, pola pikir (mainset), tradisi, dan bahkan intelegensi seseorang. Melalui bahasa yang dipergunakan (diksi, dan intonasi yang diucapkan) dapat diketahui watak penuturnya. Seseorang yang berhati lembut akan bertutur kata yang lembut juga dan sebaliknya. Demikianlah, bahasa mencerminkan hati dan kepribadian penggunanya.

Bahasa Indonesia yang kita miliki tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi saja. Peranan bahasa Indonesia lebih dari bahasa yang lainnya yaitu sebagai alat perjuangan. Keberadaan bahasa Indonesia di masa kolonial menjadi pemicu sikap nasionalisme (persatuan anak bangsa). Ikrar Sumpah Pemuda yang dideklarasikan para pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 menjadi tonggak kesatuan cita-cita bangsa. Ikrar tersebut telah menghapuskan segala bentuk perbedaan SARA (suku, agama, ras, dan golongan) serta mampu menyatukan seluruh elemen bangsa.

Banyak bangsa di dunia yang tidak memiliki bahasanya sendiri, karena itu kita wajib bersyukur karena memiliki bahasa sendiri. Menggunakan dan mencintai Bahasa Indonesia dengan baik dan benar merupakan bentuk terima kasih kita atas jasa-jasa para pahlawan dalam merajut kemerdekaan. Mempelajari sejarah bahasa Indonesia merupakan

Kemampuan Akhir yang Diharapkan (KAD)

Mahasiswa mampu menjelaskan sejarah, fungsi, dan kedudukan

bahasa Indonesia; memiliki penghargaan yang tinggi terhadap

bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa; dan mampu

menggunakan bahasa Indonesia sesuai fungsi dan kedudukannya.

(14)

2

wujud penghargaan kepada bangsa dan negara ini, sekaligus sebagai upaya pemertahanan bahasa. Sebagai warga negara Indonesia, sudah selayaknya kita menjaga diri kita agar tidak hanyut dalam gelombang penyalahgunaan bahasa dan memiliki kesadaran di lubuk hati terdalam untuk berbahasa yang baik dan benar tanpa harus menanggalkan keinginan untuk berekspresi dan bereksplorasi. Mempelajari sejarah bahasa Indonesia sangat penting bagi warga negara Indonesia untuk mengenal kepribadian atau karakter bangsa sehingga dapat menggunakan bahasa Indonesia sesuai fungsi dan kedudukannya.

Melalui sejarah yang panjang, bahasa Indonesia telah mengalami perkembangan baik dari segi jumlah pemakainya maupun dari segi sistem tata bahasa, kosa kata, dan maknanya. Saat ini, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa yang digunakan dan dipelajari tidak hanya di seluruh Indonesia, tetapi juga di beberapa negara lain. Sebagai warga negara Indonesia yang menjunjung tinggi harkat dan martabat negara Indonesia, mahasiswa peserta matakuliah bahasa Indonesia perlu disadarkan akan kenyataan ini dan perlu juga ditumbuhkan rasa kebanggaannya terhadap bahasa Indonesia. Lebih lanjut, para mahasiswa perlu juga ditingkatkan rasa kesadarannya akan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa nasional. Bahasa Indonesia sebagai lingua franca berpotensi untuk mempersatukan dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1.2 Sejarah Bahasa Indonesia

Sejarah perkembangan bahasa Indonesia mulai sebelum kemerdekaan sampai dengan era globalisasi dewasa ini sangat berwarna. Sejarah perkembangan bahasa Indonesia harus sung-sungguh dipahami oleh warga negara Indonesia karena melalui perkembangannya, bahasa Indonesia merupakan pemersatu bangsa. Oleh sebab itu, membahas sejarah bahasa Indonesia tidak mungkin dilepaskan dari konteks fungsi dan kedudukannya, baik sebagai bahasa negara maupun sebagai bahasa nasional.

Bahasa adalah lambang identitas suatu bangsa. Begitu pula bahasa Indonesia merupakan salah satu identitas nasional bagi bangsa dan negara Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945, bersamaan dengan mulai berlakunya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

(15)

3 Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Ragam yang dipakai sebagai dasar bagi bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu Riau. Pada Abad ke-19, bahasa Melayu merupakan bahasa penghubung antaretnis dan suku-suku di kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa penghubung antaretnis (antarsuku), dulu bahasa Melayu juga menjadi bahasa penghubung dalam kegiatan perdagangan internasional di wilayah nusantara. Transaksi antarpedagang, baik yang berasal dari pulau-pulau di wilayah nusantara maupun orang asing, menggunakan bahasa pengantar bahasa Melayu. Bahasa melayu kala itu sebagai lingua franca (bahasa pergaulan). Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa bahasa Melayu disepakati sebagai dasar bagi bahasa Indonesia.

Alasan lain mengapa bahasa Melayu dipilih menjadi bahasa nasional bagi negara Indonesia adalah karena hal-hal sebagai berikut. Dibandingkan dengan bahasa daerah lain, misalnya bahasa Jawa, sesungguhnya jumlah penutur bahasa Melayu tidak lebih banyak. Dipandang dari jumlah penuturnya, bahasa Jawa jauh lebih besar karena menjadi bahasa ibu bagi sekitar setengah penduduk Indonesia, sedangkan bahasa Melayu dipakai tidak lebih dari sepersepuluh jumlah penduduk Indonesia. Di sinilah letak kearifan para pemimpin bangsa kala itu. Mereka tidak memilih bahasa daerah yang besar sebagai dasar bagi bahasa Indonesia karena dikhawatirkan akan dirasakan sebagai pengistimewaan yang berlebihan.

Alasan kedua, bahasa Melayu dipilih sebagai dasar bagi bahasa Indonesia karena bahasa itu sederhana sehingga lebih mudah dipelajari dan dikuasai. Bahasa Jawa lebih sulit dipelajari dan dikuasai karena kerumitan strukturnya, tidak hanya secara fonetis dan morfologis, tetapi juga secara leksikal. Seperti diketahui, bahasa Jawa memiliki ribuan morfem leksikal dan stuktur gramatikal yang banyak dan rumit. Penggunaan bahasa Jawa juga dipengaruhi oleh struktur budaya masyarakat Jawa yang cukup rumit. Ketidaksederhaan itulah yang menjadi alasan mengapa bukan bahasa Jawa yang dipilih sebagai dasar bagi bahasa Indonesia. Yang sangat menggembirakan adalah bahwa orang-orang Jawa pun menerima dengan ikhlas kebedaraan bahasa Melayu sebagai dasar bagi bahasa Indonesia, meskipun jumlah orang Jawa jauh lebuih banyak daripada suku-suku lain (Susanti, 2014:2).

Penggunaan bahasa Melayu sebagai lingua franca atau bahasa pergaulan bagi suku-suku di wilayah nusantara dan orang-orang asing yang datang ke wilayah nusantara dibuktikan dalam berbagai temuan prasasti dan sumber-sumber dokumen. Dari dokumen-dokumen yang ditemukan diketahui bahwa orang-orang Cina, Persia dan Arab, pernah

(16)

4

datang ke kerajaan Sriwijaya di Sumatera untuk belajar agama Budha. Pada sekitar abad ke-7 kerajaan Sriwijaya merupakan pusat internasional pembelajaran agama Budha dan negara yang terkenal sangat maju perdagangannya. Kala itu, bahasa Melayu merupakan bahasa pengantar dalam pembelajaran agama Budha dan perdagangan di Asia Tenggara. Bukti-bukti yang menyatakan hal itu adalah prasasti-prasasti yang ditemukan di Kedukan Bukit di Palembang (683 M), Talang Tuwo di Palembang (684 M), Kota Kapur (686 M), Karang Birahi di Jambi (688 M). Prasasti-prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari dan berbahasa Melayu Kuno. Bahasa Melayu Kuno ternyata tidak hanya dipakai pada masa kerajaan Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Ganda Suli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu kuno.

Pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa kebudayaan dan pendidikan. Pada saat itu bahasa Melayu sudah dipergunakan dalam penulisan buku-buku pelajaran agama Budha. Seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain menyatakan bahwa di Sriwijaya kala itu ada bahasa yang bernama Koen Loen yang berdampingan dengan bahasa Sanskerta. Sebutan Koen-Luen bermakna bahasa perhubungan (lingua franca), yaitu bahasa Melayu (Ali Syahbana, 1971).

Sejarah bahasa Melayu yang telah lama menjadi lingua franca tampak makin jelas dari peninggalan-peninggalan kerajaan Islam, antara lain tulisan pada batu nisan di Minye Tujah, Aceh (tahun 1380 M) dan karya sastra abad 16-17, misalnya syair Hamzah Fansuri yang berisi hikayat raja-raja Pasai dan buku Sejarah Melayu, yaitu Tajussalatin dan Bustanussalatin. Selanjutnya, bahasa Melayu menyebar ke seluruh pelosok nusantara bersama dengan menyebarnya agama Islam di wilayah.

Meskipun dipakai oleh lebih dari 90% warga Indonesia, bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Bahasa ibu bagi sebagian besar warga Indonesia adalah salah satu dari 748 bahasa daerah yang ada di Indonesia. Dalam pemakaian sehari-hari, bahasa Indonesia sering dicampuradukkan dengan dialek Melayu lain atau bahasa daerah penuturnya. Meskipun demikian, bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.

Dari prasasti-prasasti dan peninggalan kuno diketahui bahwa bahasa Melayu telah digunakan sejak zaman Kerajaan Sriwijaya, yang kemudian

(17)

5 berkembang pesat penggunaannya karena diperkaya dengan kata-kata dan istilah pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini pun cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa dan Pulau Luzon. Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra,

kepala, kawin, dan kaca adalah kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta.

Pada Abad XV M berkembang varian baru bahasa Melayu yang disebut sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval

Malay). Bahasa Melayu varian ini digunakan sebagai bahasa pengantar di

wilayah Kesultanan Melaka. Pada periode selanjutnya, bahasa Melayu varian ini disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Tome Pires, seorang pedagang asal Portugis menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Pada masa itu, bahasa Melayu Tinggi banyak dipengaruhi oleh kosa kata bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti

masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada

periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.

Selanjutnya, para pedagang dari Portugis, Belanda, Spanyol, dan Inggris mulai berdatangan. Mereka kemudian banyak mempengaruhi perkembangan bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata yang diambil dari kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Melayu kemudian mengenal kosa kata baru, seperti gereja, sepatu,

sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda memperkaya kosa

kata bahasa Melayu di bidang administrasi dan kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi. Kata-kata seperti asbak,

polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa itu.

Para pedagang dari Cina juga ikut memperkaya kosa kata bahasa Melayu, terutama yang berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari. Kata-kata seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong berasal dari kosa kata bahasa Cina. Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di “dunia timur”. Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat.

(18)

6

Tonggak penting bagi bahasa Melayu terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus bahasa Melayu. Sejak saat itu kedudukan bahasa Melayu menjadi setara dengan bahasa-bahasa lain di dunia, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas. Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya, tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga.

Dengan mengamati perkembangannya, pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Pengenalan bahasa Melayu pun dilakukan di sejumlah institusi pemerintah, seperti sekolah-sekolah dan lembaga pemerintahan. Sastrawan juga mulai menulis karyanya dalam bahasa Melayu. Sebagai dampaknya, terbentuklah cikal-bakal bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari asal-usulnya, yaitu bahasa Melayu Riau.

Menyadari akan pentingnya kedudukan bahasa Melayu, campur tangan pemerintah semakin kuat. Pada tahun 1908 pemerintah kolonial membentuk Commissie voor de Volkslectuur atau “Komisi Bacaan Rakyat” (KBR). Lembaga ini merupakan embrio Balai Poestaka. Di bawah pimpinan D.A. Rinkes, pada tahun 1910 KBR melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Cara ini ditempuh oleh pemerintah kolonial Belanda karena melihat kelenturan bahasa Melayu Pasar yang dapat mengancam eksistensi jajahanannya. Pemerintah kolonial Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan bahasa Melayu Tinggi, di antaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Namun, bahasa Melayu Pasar sudah telanjur berkembang dan digunakan oleh banyak pedagang dalam berkomunikasi. Pada tahun 1917 pemerintah kolonial belanda mengubah KBR menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang

(19)

7 tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.

1.2.1 Sebelum Kemerdekaan

Bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek bahasa Melayu. Sudah berabad-abad lamanya bahasa Melayu digunakan sebagai alat perhubungan atau lingua franca bukan saja di kepulauan Nusantara, melainkan juga di hampir seluruh Asia Tenggara yang mempunyai bahasa yang berbeda-beda. Bangsa asing pun yang datang di Indonesia juga menggunakan bahasa Melayu untuk berkomunikasi dengan penduduk setempat. Kenyataan itu dapat dilihat dari berbagai batu bertulis (prasasti) kuno yang ditemukan seperti: (1) prasasti Kedukan Bukit di Palembang tahun 683; (2) prasasti Talang Tuo di Palembang tahun 684; (3) prasasti Kota Kapur di Bangka Barat tahun 686; dan (4) prasasti Karang Brahi di antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688. Prasasti-prasasti tersebut bertuliskan Prae-Nagari dan bahasanya bahasa Melayu Kuno. Hal itu memberi petunjuk kepada kita bahwa bahasa Melayu dalam bentuk bahasa Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat komunikasi pada zaman Sriwijaya (Halim, 1979:6–7). Prasasti-prasasti yang juga tertulis di dalam bahasa Melayu Kuno terdapat di Jawa Tengah yaitu pada Prasasti Gandasuli, tahun 832 dan di Bogor pada Prasasti Bogor, tahun 942. Kedua Prasasti di pulau Jawa ini lebih memperkuat dugaan bahwa bahasa Melayu Kuno bukan saja dipakai di Pulau Sumatra, melainkan juga di Pulau Jawa (Arifin, 1988:3).

Pada zaman kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu berfungsi sebagai: (1) bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra; (2) bahasa perhubungan (lingua franca) antarsuku di Indonesia; (3) bahasa perdagangan, terutama di tepi-tepi pantai baik antar- suku yang ada di Indonesia maupun terhadap pedagang-pedagang yang datang dari luar Indonesia; dan (4) sebagai bahasa resmi kerajaan (Arifin, 1988:4).

Huruf-huruf yang digunakan untuk menuliskan bahasa Melayu antara lain huruf Pallawa, yang digunakan untuk menulis pada prasasti tertua yang berasal dari abad ke-7, dan setelah masuknya Islam ke Indonesia sekitar abad ke-13, digunakan huruf Arab yang dikenal dengan tulisan Jawi. Penggunaan huruf Arab berlangsung sampai abad ke-19.

Pada masa penjajahan Belanda, bahasa Melayu tetap digunakan sebagai bahasa perhubungan di antara bangsa Indonesia. Pemerintah Belanda tidak mau menyebarkan penggunaan bahasa Balanda pada penduduk pribumi. Oleh karena itu, hanya sekelompok kecil orang

(20)

8

Indonesia yang dapat berbahasa Belanda. Mereka itu pada umumnya adalah orang-orang yang terpelajar saja sehingga komunikasi di antara Pemerintah dan penduduk Indonesia serta di antara penduduk Indonesia yang berbeda-beda bahasanya, sebagian besar dilakukan dengan menggunakan bahasa Melayu. Selama masa penjajahan Belanda, banyak surat kabar yang diterbitkan dan ditulis dengan bahasa Melayu.

Pada tanggal 28 Oktober 1928 diadakan Kongres Pemuda yang dihadiri oleh aktivis dari berbagai daerah di Indonesia. Pada kesempatan itulah bahasa Melayu diubah namanya menjadi bahasa Indonesia dan diikrarkan dalam Sumpah Pemuda sebagai bahasa persatuan atau bahasa nasional. Naskah Putusan Kongres Pemuda Indonesia Tahun 1928 berisi tiga butir kebulatan tekad, yaitu: (1) kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia; (2) kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonsia; dan (3) kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Pernyataan yang pertama adalah pengakuan bahwa pulau-pulau yang bertebaran dan lautan yang menghubungkan pulau-pulau yang merupakan wilayah Republik Indonesia sekarang, adalah satu kesatuan tumpah darah, yang disebut tanah air Indonesia. Pernyataan yang kedua adalah pengakuan bahwa manusia–manusia yang menempati wilayah Indonesia itu juga merupakan satu kesatuan, yang disebut bangsa Indonesia. Pernyataan yang ketiga tidak merupakan pengakuan “berbahasa satu”, tetapi merupakan pernyataan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia (Halim, 1983:2–3). Pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan merupakan peristiwa penting dalam perjuangan bangsa Indonesia, karena dengan adanya bahasa persatuan, rasa persatuan bangsa menjadi semakin kuat.

Sungguh mengagumkan semangat pemuda-pemudia kala itu. Mereka mengikrarkan bangsa, tanah air, dan bahasa Indonesia sebagai alat pemerdekaan bangsa Indonesia. Pada saat itu, tahun 1928, Indonesia belum merdeka dan belum bernama negara “Indonesia”.

Kata “Indonesia” sendiri sebenarnya telah terdengar jauh sebelum itu. Kata “Indonesia” pertama kali diusulkan oleh George Windsor Earl (1813-1865) pada tulisannya yang termuat pada majalah ilmiah tahunan di Singapura yakni Journal of The Indian Archipelago and Eastern Asia

(JIAEA). Ia berpendapat bahwa area di bawah administrasi Hindia Belanda

harus memiliki nama yang khas. Ketika itu, ia mengajukan dua pilihan nama yakni Indunesia atau Malayunesia. Indus berarti India, nesia atau

(21)

9

nesos berarti kepulauan, dan malayu berarti Malaya. Pada

perkembangannya, kata “Indunesia” diucapkan “Indonesia” akibat maksim kemudahan pada tataran fonologis.

Di era kebangkitan nasional, istilah Indonesia mulai dikenal secara luas dan digunakan. Organisasi yang pertama mempopulerkan kata Indonesia ialah Indonesische Studie Club (1924) oleh Dr. Sutomo, Perserikatan Komunis Hindia berubah nama menjadi Partai Komunis Indonesia (1924), Nationaal Indonesische Padvinderij (1925) oleh Jong

Islamieten Bond, dan Tan Malaka yang menulis buku dengan judul Naar de Republiek Indonesia (1925).

“Bahasa Indonesia” yang dimaksud dalam Sumpah Pemuda,

secara teknis ketika itu adalah bahasa Melayu modern. Namun dalam diskusi kongres, penamaan dengan “bahasa Melayu” dianggap kurang sejalan dengan visi pemersatuan nasional. Oleh karena itu, digunakanlah nama “bahasa Indonesia”.

Ada empat faktor yang menjadi penyebab bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia, yaitu: (1) bahasa Melayu sudah merupakan

lingua franca di Indonesia, yaitu sebagai bahasa perhubungan dan bahasa

perdagangan; (2) sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena pada bahasa Melayu tidak dikenal adanya tingkatan bahasa seperti pada bahasa Jawa (ngoko, kromo) atau perbedaan bahasa kasar dan halus seperti pada bahasa Sunda (kasar, lemes); (3) suku Jawa, suku Sunda dan suku-suku yang lain dengan suka rela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Nasional Indonesia; dan (4) bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk digunakan sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas (Arifin, 1988:5–6).

Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah Jepang memberlakukan larangan penggunaan bahasa Belanda. Larangan ini berdampak positif terhadap bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia digunakan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk kehidupan politik dan pemerintahan yang sebelumnya lebih banyak dilakukan dengan menggunakan bahasa Belanda.

Peristiwa-peristiwa penting yang sangat menentukan dalam perkembangan bahasa Melayu sebelum masa kemerdekaan antara lain : a. Pada tahun 1901 disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. van

Ophuysen dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu.

b. Pada tahun 1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Balai Pustaka menerbitkan buku-buku novel,

(22)

10

seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, dan buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas. c. Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling

menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan memancangkan tonggak yang kokoh untuk perjalanan bahasa Indonesia.

d. Pada tahun 1933 resmi berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan.

e. Pada tanggal 25 s.d. 28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres di Solo ini dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan kita saat itu. f. Masa pendudukan Jepang (1942–1945) juga merupakan suatu masa penting. Jepang memilih bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi resmi antara pemerintah Jepang dan rakyat Indonesia karena niat menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda untuk alat komunikasi tidak terlaksana. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan dan untuk keperluan ilmu pengetahuan.

1.2.2 Sesudah Kemerdekaan

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkanlah Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalamnya terdapat salah satu pasal yaitu pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.” Dengan demikian, selain berkedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia digunakan dalam semua urusan yang berkaitan dengan pemerintahan dan kenegaraan.

Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Setiap tahun jumlah pemakai bahasa Indonesia bertambah. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara juga semakin kuat. Perhatian terhadap bahasa Indonesia baik dari pihak pemerintah maupun dari masyarakat sangat besar. Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru menaruh perhatian yang besar terhadap perkembangan bahasa Indonesia di antaranya melalui pembentukan lembaga yang mengurus masalah kebahasaan yang sekarang menjadi Pusat Bahasa dan pusat penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia. Perubahan ejaan bahasa

(23)

11 Indonesia dari ejaan van Ophuijsen ke ejaan Soewandi hingga Ejaan Yang Disempurnakan selalu mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat.

Beberapa peristiwa penting yang sangat menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia setelah masa kemerdekaan antara lain: a. Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang

Dasar 1945, yang dalam Pasal 36 “menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara”.

b. Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuysen yang berlaku sebelumnya.

c. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Kongres Bahasa Indonesia adalah pertemuan rutin 5 tahunan yang diadakan oleh pemerintah dan praktisi bahasa dan sastra Indonesia untuk membahas bahasa Indonesia dan perkembangannya. Pada mulanya, kongres diadakan untuk memperingati hari Sumpah Pemuda yang terjadi pada tahun 1928, selanjutnya kegiatan ini tidak hanya dilaksanakan untuk memperingati Sumpah Pemuda, melainkan pula untuk membahas perkembangan bahasa dan sastra Indonesia serta rencana pengembangannya.

d. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada 28 Oktober sampai dengan 2 November 1954 juga merupakan salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa nasional dan ditetapkan sebagai bahasa negara.

e. Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan melalui pidato kenegaraan di depan sidang DPR yang

dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. f. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi

berlaku di seluruh Indonesia.

g. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada 28 Oktober sampai dengan 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka peringatan hari Sumpah Pemuda yang kelima puluh ini, selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia (Badudu, 1975 : 8–10).

(24)

12

h. Kongres Bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada 21–26 November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka peringatan hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat tercapai semaksimal mungkin. Selain itu, kongres menugasi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa untuk memantau hasil-hasil kongres dan melaporkannya kepada kongres berikutnya.

i. Kongres Bahasa Indonesia V juga diadakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober sampai dengan 3 November 1988. Kongres ini merupakan kongres yang terbesar dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia karena selain dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara, kongres ini juga diikuti oleh peserta tamu dari negara sahabat, seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres ke-5 ini dibuka oleh Presiden Soeharto di Istana Negara Jakarta. Kongres ini ditandai dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada seluruh pencinta bahasa di Nusantara, yakni berupa: (1) Kamus Besar Bahasa Indonesia; (2) Tata Bahasa

Baku Bahasa Indonesia; dan (3) buku-buku bahan penyuluhan bahasa

Indonesia.

j. Tanggal 28 Oktober sampai dengan 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Kongres Bahasa Indonesia VI diikuti oleh peserta sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta mancanegara yakni Australia, Singapura, Brunei Darussalam, Jepang, Korea Selatan, India, Hongkong, Rusia, Italia, Jerman, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan penyusunan Undang-Undang Bahasa Indonesia dan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia.

k. Tanggal 26–30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Pada kongres tersebut diusulkan pembentukan Badan Pertimbangan Bahasa.

l. Kongres Bahasa Indonesia VIII diselenggarakan Oktober tahun 2003. Berdasarkan Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada bulan Oktober tahun 1928 yang menyatakan bahwa para pemuda memiliki satu bahasa yakni Bahasa Indonesia, maka bulan Oktober setiap tahun

(25)

13 dijadikan bulan bahasa. Pada setiap bulan bahasa berlangsung seminar bahasa Indonesia di berbagai lembaga yang memperhatikan bahasa Indonesia.

m. Kongres Bahasa Indonesia IX pada 28 Oktober–1 November 2008 di Jakarta dalam rangka peringatan 100 tahun kebangkitan nasional, 80 tahun Sumpah Pemuda, dan 60 tahun berdirinya Pusat Bahasa dan dicanangkan sebagai Tahun Bahasa 2008. Lima hal utama yang dibahas pada kongres tersebut ialah bahaa Indonesia, bahasa daerah, penggunaan bahasa asing, pengajaran bahasa dan sastra, serta bahasa media massa.

n. Kongres Bahasa Indonesia X pada 28–31 Oktober 2013 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta diputuskan sembilan subtema yang menjadi landasan perumusan rekomendasi kongres:

1) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

2) Pengutamaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik 3) Bahasa, Sastra, dan Teknologi Informasi;

4) Ragam Bahasa dan Sastra dalam Berbagai Ranah Kehidupan; 5) Pemetaan dan Kajian Bahasa dan Sastra Daerah;

6) Pengelolaan Bahasa dan Sastra Daerah;

7) Bahasa, Sastra, dan Kekuatan Kultural Bangsa Indonesia; 8) Bahasa dan Sastra untuk Strategi dan DiplomasI

9) Politik dan Perencanaan Bahasa dan Sastra.

o. Kongres Bahasa Indonesia XI di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada 28–30 Oktober 2018. Isi rekomendasi tersebut Sebanyak 22 rekomendasi disepakati dan disampaikan oleh Ketua Tim Perumus, Prof. Djoko Saryono, M.Pd. sebagai berikut.

1) Pemerintah perlu meningkatkan sinergi, baik di dalam maupun luar negeri, untuk pengembangan strategi dan diplomasi kebahasaan guna memperluas penggunaan bahasa Indonesia ke ranah internasional.

2) Pemerintah harus menertibkan penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan di sekolah.

3) Pemerintah harus memperluas penerapan Uji Kemahiran Bahasa Indonesia (UKBI) di berbagai lembaga pemerintah dan swasta. 4) Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB) harus

meningkatkan pemasyarakatan kamus bidang ilmu dan teknologi.

5) Pemerintah harus memperkuat pembelajaran sastra di sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan karakter dan literasi

(26)

14

dengan memanfaatkan berbagai perangkat digital dan memaksimalkan teknologi informasi.

6) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) harus menetapkan jumlah karya sastra yang wajib dibaca oleh siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

7) Pemerintah melalui lembaga terkait harus mendorong kebijakan pengembangan publikasi ilmiah yang berbahasa Indonesia dan bereputasi internasional.

8) Kemdikbud harus melakukan penguatan pemebelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang berkenaan dengan model, metode, bahan ajar, media, dan penilaian yang memantik keterampilan bernalar aras tinggi.

9) Pemerintah harus mendaringkan produk kebahasaan dan kesastraan untuk dimanfaatkan seluruh masyarakat Indonesia. 10) Pemerintah harus menegakkan peraturan perundang-undangan

kebahasaan dengan mendorong penertiban peraturan daerah yang memuat sanksi atas pelanggaran.

11) Kemdikbud harus menerbitkan ketentuan dan pedoman kegiatan mendongeng dan membacakan cerita pada anak-anak usia dini. 12) Pemerintah harus meningkatkan dan memperluas revitalisasi

tradisi lisan untuk mencegah kepunahan.

13) Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus mengintensifkan pendokumentasian bahasa dan sastra daerah secara digital dalam rangka pengembangan dan pelindungan bahasa dan sastra. 14) Pemerintah daerah harus mengembangkan sarana kebahasaan

dan kesastraan bagi penyandang disabilitas.

15) Pemerintah bersama seluruh komponen masyarakat harus meningkatkan kebanggaan berbahasa Indonesia dalam berbagai ranah kehidupan seiring dengan peningkatan penguasaan bahasa daerah dan bahasa asing.

16) Perencanaan bahasa daerah, khususnya di Papua harus dilakukan dengan tepat oleh pemerintah pusat dan daerah.

17) Pemerintah daerah harus berkomitmen dalam pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara di ruang publik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan melibatkan lembaga-lembaga pengawasan terhadap kinerja penyelenggaraan layanan publik.

18) Pemerintah harus mengelola bahasa dan sastra daerah dalam upaya pelestarian dan penyusunan data dasar melalui penguatan

(27)

15 kerja sama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dengan pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan media.

19) Pemerintah bersama organisasi profesi harus meningkatkan profesionalisme Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA), program studi S2 BIPA, dan pendirian lembaga sertifikasi profesi pengajar BIPA.

20) Pemerintah harus mengembangkan sikap dan kesantunan berbahasa bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia, terutama tokoh publik.

21) Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa harus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menuntaskan penelitian pemetaan dan melakukan penelitian kekerabatan bahasa daerah di seluruh Indonesia.

22) Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa harus memutakhirkan kebijakan politik bahasa dan sastra serta memperkuat kelembagaannya sesuai dengan perkembangan zaman.

Di era revolusi industri 4.0 yang berdampak pada penggunaan bahasa asing dalam perdagangan global, bahasa Indonesia mendapatkan tantangan yang luar biasa besar untuk mempertahankan eksistensinya di masyarakat. Walaupun, hal tersebut juga diimbangi oleh perkembangan yang cukup pesat di dunia internasional. Saat ini, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa internasional ke-2 di Asia Tenggara dan bahasa internasional ke-5 di Asia. Masyarakat telah memiliki ketertarikan untuk mempelajari bahasa Indonesia di antaranya disebabkan oleh terbukanya investasi dan hubungan kerja Indonesia dengan nega-negara Asia. Hal tersebut merupakan kesempatan emas bagi masyarakat Indonesia untuk mengangkat dan mengembangkan bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Melalui bahasa, masyarakat Indonesia dapat menguatkan identitasnya di mata dunia.

1.3 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Pada bagian ini, dipaparkan bahasan tentang bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara

1.3.1 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Bersumber dari salah satu bunyi irkrar Sumpah Pemuda tahun 1928, yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa

persatuan, bahasa Indonesia”, dapat diketahui bahwa bahasa Indonesia

berkedudukan sebagai bahasa nasional. Kedudukan bahasa Indonesia di atas bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia.

(28)

16

Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) lambang kebanggaan kebangsaan; (2) lambang identitas nasional; (3) alat pemersatu berbagai suku bangsa yang mempunyai latar belakang sosial budaya dan bahasa sendiri-sendiri dalam kesatuan kebangsaan; dan (4) alat perhubungan antardaerah, antarwarga dan antarbudaya.

a. Bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggaan kebangsaan

Tidak semua bangsa di dunia ini mempunyai sebuah bahasa nasional yang digunakan secara luas dan dijunjung tinggi oleh pemakainya. Adanya sebuah bahasa yang dapat menyatukan berbagai suku bangsa yang berbeda merupakan suatu kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sanggup mengatasi berbagai perbedaan yang ada.

Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar rasa kebanggaan inilah bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan, serta rasa bangga memakainya senantiasa kita bina.

b. Bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional

Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa yang budaya dan bahasanya berbeda-beda. Untuk membangun kepercayaan diri yang kuat, sebuah bangsa memerlukan identitas. Identitas sebuah bangsa dapat diwujudkan antara lain melalui bahasanya. Dengan adanya sebuah bahasa yang dapat mengatasi berbagai bahasa yang berbeda, suku-suku bangsa yang berbeda, dapat mengidentikkan diri sebagai satu bangsa melalui bahasa tersebut.

Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung tinggi di samping bendera dan lambang negara kita. Di dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentu harus memiliki identitas tersendiri sehingga dapat serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain.

Bahasa Indonesia dapat memiliki identitas sendiri jika masyarakat pemakainya mau membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain terutama bahasa asing yang tidak benar-benar diperlukan.

c. Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa Sebuah bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa yang budaya dan bahasanya berbeda-beda akan mengalami masalah besar dalam melangsungkan kehidupannya. Perbedaan dapat memecah-belah bangsa tersebut. Dengan adanya bahasa Indonesia yang diakui sebagai bahasa nasional oleh semua suku bangsa yang ada,

(29)

17 perpecahan itu dapat dihindari karena suku-suku bangsa tersebut merasa satu. Jika tidak ada sebuah bahasa, seperti bahasa Indonesia, yang dapat menyatukan suku-suku bangsa yang berbeda, akan banyak muncul masalah perpecahan bangsa.

Sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerahnya. Lebih dari itu, dengan bahasa nasional, kita dapat menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan daerah atau golongan.

d. Bahasa Indonesia sebagai Alat Perhubungan Antardaerah, Antarwarga, dan Antarbudaya

Masalah yang dihadapi bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan budaya dan bahasa yang berbeda-beda, adalah komunikasi. Dalam hal ini diperlukan sebuah bahasa yang dapat digunakan oleh suku-suku bangsa yang berbeda bahasanya sehingga mereka dapat saling berhubungan. Bahasa Indonesia sudah lama memenuhi kebutuhan tersebut. Sudah berabad-abad lamanya bahasa Indonesia menjadi lingua franca di wilayah Indonesia.

Berkat adanya bahasa nasional, kita dapat berhubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat dari perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan. Kita dapat bepergian dari satu pelosok daerah ke pelosok daerah yang lain di tanah air ini dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.

1.3.2 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara

Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan; (2) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan; (3) alat perhubungan di tingkat nasional untuk kepentingan pembangunan dan pemerintahan; dan (4) alat pengembang kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

a. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Resmi Kenegaraan

Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia digunakan untuk urusan-urusan kenbegaraan. Dalam hal ini, pidato-pidato resmi kenegaraan, dokumen dan surat-surat resmi harus ditulis dalam bahasa Indonesia. Upacara-upacara kenegaraan juga dilangsungkan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia pada acara-acara kenegaraan sesuai dengan UUD 1945

(30)

18

mutlak diharuskan. Tidak digunakannya bahasa Indonesia dalam hal seperti itu dapat mengurangi kewibawaan negara karena merupakan pelanggaran terhadap UUD 1945.

b. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pengantar dalam Dunia Pendidikan Dunia pendidikan di suatu negara memerlukan sebuah bahasa yang seragam sehingga kelangsungan pendidikan tidak terganggu. Penggunaan lebih dari satu bahasa dalam dunia pendidikan akan mengganggu keefektivan pendidikan. Dengan satu bahasa, peserta didik dari tempat yang berbeda dapat saling berhungan. Bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa yang dapat memenuhi kebutuhan akan bahasa yang seragam dalam dunia pendidikan di Indonesia. Bahasa Indonesia telah berkembang pesat dan penggunanya sudah tersebar luas. Penggunaan bahasa Indonesia pada dunia pendidikan tidak hanya terbatas pada bahasa pengantar, melainkan juga digunakan pada penulisan bahan-bahan ajar.

c. Bahasa Indonesia sebagai Alat Perhubungan di Tingkat Nasional untuk Kepentingan Pembangunan dan Pemerintahan

Untuk kepentingan pembangunan dan pemerintahan di tingkat nasioanl diperlukan sebuah bahasa sebagai alat perhubungan sehingga komunikasi tidak terhambat. Jika terdapat lebih dari satu bahasa yang digunakan sebagai alat perhubungan, keefiektifan pembangunan dan pemerintahan akan terganggu karena akan diperlukan waktu yang lebih lama dalam berkomunikasi. Dalam hal ini bahasa Indonesia juga dapat mengatasinya.

d. Bahasa Indonesia sebagai Alat Pengembangan Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Untuk mengembangkan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi diperlukan bahasa yang dapat digunakan untuk keperluan tersebut dan bahasa tersebut dapat dimengerti oleh masyarakat luas. Tanpa bahasa seperti itu, pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi akan mengalami hambatan karena proses pengembangannya akan memerlukan waktu yang lama dan hasilnya pun tidak akan tersebar secara luas. Dalam hal ini, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa di Indonesia yang memenuhi syarat sebagai alat pengembang kebudayaan, ilmu pemgetahuan, dan teknologi karena bahasa Indonesia telah dikembangkan untuk keperluan tersebut.

Dalam hubungan ini, bahasa Indonesia juga merupakan satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri

(31)

19 dan identitas sendiri, yang dapat membedakannya dari kebudayaan daerah. Selain itu, bahasa Indonesia juga dapat digunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional kita (Halim, 1979:49-56 ; Moeliono, 1980:15-31).

1.4 Rangkuman

Bahasa Indonesia yang semula hanya sebagai salah satu dialek dari bahasa Melayu telah lama menjadi alat perhubungan atau lingua franca di kepulauan Nusantara dan di beberapa wilayah Asia Tenggara. Hal itu terbukti dari ditemukannya beberapa prasasti yang menggunakan bahasa Melayu Kuno baik di pulau Sumatera maupun di pulau Jawa.

Dengan latar belakang seperti itulah maka bahasa Indonesia diangkat menjadi bahasa nasional, seperti salah satu bunyi ikrar Sumpah Pemuda tahun 1928. Bahasa Indonesia dijadikan bahasa persatuan di wilayah negara Republik Indonesia. Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa nasional, yaitu (1) bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia; (2) sistem bahasa Melayu sederhana; (3) suku-suku bangsa di Indonesia dengan suka reka menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Nasional Indonesia; dan (4) bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk digunakan sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa negara. Dalam hal ini, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan; (2) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan; (3) alat perhubungan di tingkat nasional untuk kepentingan pembangunan dan pemerintahan; dan (4) alat pengembang kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu pentingnya bahasa Indonesia, sudah seharusnyalah bahasa Indonesia digunakan sesuai fungsi dan kedudukannya.

1.5 Bahan Diskusi

Bahasa Indonesia lahir justru jauh sebelum adanya negara Indonesia. Bahasa Indonesia secara politik ada untuk mempersatukan rakyat Indonesia. Bahasa Indonesia bukan sekedar bahasa komunikasi sehari-hari bagi rakyat Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan identitas dan atribut kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui bahasa Indonesia, negara Indonesia mencapai persatuan dan kesatuan bangsa. Mari diskusikan peran bahasa, nasionalisme, dan keutuhan NKRI.

(32)

20

1.6 Daftar Rujukan

Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai. 1988. Cakrawala Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia.

Browne, A. 1996. Developing Language and Literacy. London: Paul Chapman.

Direktorat Ketenagaan. 2006. “Acuan Pembelajaran Matakuliah

Pengembangan kepribadian Bahasa Indonesia” (Naskah belum

diterbitkan). Disamapaikan pada Pelatihan Nasional Dosen bahasa Indonesia kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

Folley, W.A. 1997. A. Anthroplogical Linguistics: An Introduction. Massachussetts: Blackwell Publisher Inc.

Halim, Amran. 1979. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Moeliono, Anton M. 1980. “Bahasa Indonesia dan Ragam-ragamnya:

Sebuah Pengajaran” dalam majalah Pembinaan Bahasa Indonesia

Jilid I No. 1. Jakarta: Bratara.

Susanti. 2014. Modul Pembelajaran MPK Bahasa Indonesia. Jambi: Universitas Jambi Pers.

Tim. 2011. Kumpulan Putusan Kongres Bahasa I-XI Tahun 1938-2008. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan. (E-Book)

http://kbi.kemdikbud.go.id/kbi_back/file/foto_media/media_detail_1 540919688.pdf diakses pada tanggal 25 September 2019.

Tim. 2018. Putusan Kongres Bahasa Indonesia XI Jakarta, 28—31

Oktober 2018 (On Line)

http://kbi.kemdikbud.go.id/kbi_back/file/foto_media/media_detail_1 540919077.pdf diakses pada tanggal 25 September 2019.

(33)

21 1.7 Latihan Soal

Kerjakanlah soal-soal berikut untuk mengukur pemahaman Saudara mengenai Bab Sejarah, Kedudukan, dan Fungsi Bahasa Indonesia!

1.

Apakah yang dimaksud dengan lingua franca?

2.

Bagaimana rasionalitas diangkatnya bahasa Melayu menjadi embrio bahasa Indonesia?

3.

Paparkanlah hubungan antara bahasa dan nasionalisme! Jelaskan dengan contoh!

4.

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Jelaskan perbedaan dari kedua istilah tersebut !

5.

Bagaimana padangan Saudara tentang bahasa Indonesia merupakan alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa di Indonesia ?

6.

Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pengembang kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Berilah contoh perwujudan dari pernyataan tersebut!

7.

Bagaimana tanggapan Saudara bila di suatu kantor, seseorang asyik berbicara dengan teman sesama pemakai bahasa daerah tertentu dengan menggunakan bahasa daerahnya? Padahal, di kantor tersebut banyak karyawan yang berasal dari suku bangsa lain turut mendengarkan pembicaraannya!

8.

Sebutkan dan jelaskan fungsi bahasa Indonesia terkait dengan kedudukannya baik sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara!

(34)

22

BAB 2. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

2.1 Pengantar

Dalam pergaulan sehari-hari, seringkali kita mendengar istilah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Idealnya, kita wajib menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari, terlebih untuk kepentingan nasionalisme. Lantas, apakah sebenarnya yang dimaksud bahasa Indonesia yang baik itu? Apa pula yang dimaksud dengan bahasa Indonesia yang benar? Bagaimana menerapkannya dalam pergaulan sehari-hari? Berikut materi tersebut diuraikan secara jelas. 2.2 Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Pada umumnya bahasa merupakan sarana komunikasi. Manusia tidak pernah terlepas dari bahasa karena setiap hari manusia selalu melakukan aktivitas komunikasi. Berdasarkan proses komunikasi, terdapat tiga aspek penting, yakni pembicara (komunikator), pendengar (komunikan), dan pesan yang ingin disampaikan komunikator kepada komunikan. Sebagai sarana komunikasi, bahasa digunakan dalam berbagai lingkungan, tingkatan, dan kepentingan yang beraneka ragam. Secara khusus, pengertian bahasa menurut Harimurti Kridalaksana (2014:32) adalah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh para anggota klompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.

Berkaitan dengan pengertian tersebut, ada beberapa hal penting yang menunjukkan sifat dan ciri bahasa yang hakiki. Sifat dan ciri tersebut yaitu: (1) bahasa adalah sebuah sistem, artinya ada unsur-unsur tertentu yang saling berkaitan untuk membentuk totalitas bahasa; (2) bahasa itu berwujud lambang, artinya, kata-kata sebagai penyusun bahasa sebagai lambang atau simbol; (3) bahasa itu berupa bunyi, artinya hakikat bahasa adalah bunyi karena pada awalnya bahasa adalah bunyi yang keluar dari alat ucap manusia sehingga bahasa primer adalah bahasa lisan; (4) bahasa

Kemampuan Akhir yang Diharapkan (KAD)

Mahasiswa mampu memahami dan membandingkan bahasa

Indonesia yang baik dan benar serta mampu menerapkan

prinsip-prinsip tersebut berdasarkan kesantunan dengan berbagai ragam

bahasa Indonesia baik secara lisan maupun secara tulis.

(35)

23 bersifat arbitrer, artinya bahasa itu sewenang-wenang, manasuka, tidak ada hubungan antara lambang bahasa dengan maknanya; (5) bahasa itu bermakna, artinya jika tidak mempunyai makna/arti itu bukan bahasa; (6) bahasa itu bersifat konvensional, artinya hal ini tidak terlepas dari sifat bahasa yang arbitrer karena walaupun semena-mena, tetapi bahasa harus tetap konvensional artinya bahasa itu merupakan kesepakatan bersama dari masyarakat pengguna bahasa untuk menggunakan bahasa yang sama; (7) bahasa itu bersiaft unik, artinya bahasa itu mempunyai ciri-ciri khas tersendiri yang, tidak sama dengan bahasa yang lain; (8) bahasa itu bersifat universal, artinya tidak hanya mempunyai ciri-ciri khusus yang khas, tetapi juga mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bahasa-bahasa di dunia; (9) bahasa itu bervariasi, artinya masyarakat bahasa terdiri atas berbagai status yang berbeda-beda dan beragam, hal ini yang memunculkan bahasa yang beragam atau bervariasi, misalnya idiolek, dialek dan ragam bahasa; (10) bahasa itu bersifat dinamis, artinya bahasa itu terus-menerus mengalami perkembangan; (11) bahasa berfungsi sebagai alat interaksi sosial, artinya fungsi penting bahasa sebagai alat komunikasi, dengan memanfaatkan bahasa kita dapat melakukan aktivitas sehari-hari; (12) bahasa merupakan identitas penutur, artinya dengan menggunakan bahasa, dapat diketahui identitas dari pengguna bahasa tersebut, antara lain latar belakang, asal, dan identitasnya.

Sifat dan ciri-ciri tersebut menjadi dasar tentang pemahaman bahasa secara fundamental yang akan memberikan landasan penggunaan bahasa, dalam konteks ini ialah bahasa Indonesia. Pola pikir seseorang akan terlihat dari bahasa yang ia gunakan. Mempelajari bahasa memiliki nilai praktis sesuai dengan keperluan dan tujuan mempelajari bahasa.

Proses pembelajaran bahasa Indonesia yang berlandaskan pada sifat dan ciri-ciri tersebut, tidak pernah terlepas dari kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Berdasarkan kedudukannya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (bahasa nasional) dan sebagai bahasa resmi negara yang masing-masing mempunyai fungsi. Berdasarkan kedudukan dan fungsi-fungsi tersebut dan karena begitu luasnya wilayah pemakaian bahasa serta berbagai macam latar belakang penuturnya, muncullah berbagai ragam bahasa. Pada pokoknya, ragam bahasa berdasarkan medianya dibagi ke dalam dua bagian, yaitu ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis.

Bahasa Indonesia ragam lisan dan ragam tulis sangat berbeda. Di satu sisi, ragam bahasa tulis adalah pengalihan ragam lisan ke dalam ragam tulis (huruf). Namun, dalam sisi yang lain tidak semua ragam lisan dapat dituliskan, sebaliknya tidak semua ragam tulis dapat dilisankan. Kaidah yang berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagi ragam

Gambar

Tabel 2.1 Kritikan secara Langsung dengan Kata-kata Kasar
Tabel 3.11 Kata Frasa Tidak Tepat dan Tepat
Tabel 5.1 Matrik Penelitian  Judul
Tabel 5.2 Judul  Judul Salah

Referensi

Dokumen terkait

Kesalahan pembentukan kalimat pasif yang sering dilakukan oleh penulis karya tulis ilmiah adalah kesalahan pembentukan kalimat pasif yang berasal dari kalimat

nikmat dan ridho-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis dengan judul “ Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan Karakter Novel Ayah Karya Andrea Hirata Serta

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas karunia dan kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang berjudul “ Perbedaan Prestasi

Kesalahan pembentukan kalimat pasif yang sering dilakukan oleh penulis karya tulis ilmiah adalah kesalahan pembentukan. kalimat pasif yang berasal dari kalimat

Karya tulis akademik dan ilmiah menuntut kecermatan bahasa karena karya tersebut harus disebarluaskan kepada pihak yang tidak secara langsung berhadapan dengan penulis baik pada

Tim Penulis mencoba menyusun suatu karya tulis mengenai bagaimana mengidentifikasikan masalah tulisan, latar belakang, tujuan dan manfaat penulisan, mengindentifikasi